Topik: Orde Baru

  • Batalyon infanteri teritorial untuk percepatan pembangunan

    Batalyon infanteri teritorial untuk percepatan pembangunan

    Bondowoso (ANTARA) – Perjalanan sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI), dulu bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), selalu terpaut dengan perkembangan kebijakan perpolitikan bangsa kita dari masa ke masa.

    Sejatinya, tidak ada yang salah dari apa yang dilakukan oleh TNI dalam mengikuti irama kebijakan pemimpin negara dan bangsa ini, karena panglima tertinggi TNI adalah Presiden Republik Indonesia.

    Sebagai prajurit, TNI memang tunduk dan menjalankan perintah atau kebijakan yang ditetapkan oleh panglima tertingginya. Hanya ada satu pilihan yang bisa diikuti oleh TNI dalam mengarungi sejarah pengabdiannya untuk negeri ini, yakni “patuh” kepada pemimpin tertinggi.

    Dalam menjalankan amanah sebagai penjaga kedaulatan negara, TNI juga menanggung beban yang tidak ringan atau konsekuensi dari keteguhannya berpegang pada konstitusi itu.

    Ketika pemerintahan Orde Baru dengan kebijakan Dwi Fungsi dari Presiden Soeharto, TNI menanggung risiko dianggap terlalu jauh memasuki, bahkan dituduh merebut wilayah sipil.

    ABRI banyak mendapat sorotan dari konsekuensinya selalu berpegang teguh pada konstitusi tersebut. Pada era Orde Baru, sangat tidak boleh TNI (ABRI) tidak menjalankan perintah Presiden Soeharto ketika itu.

    Kalau pada masa Orde Baru itu ABRI dianggap keliru, sesungguhnya kenyataan itu yakni patuh pada panglima tertinggi memang pilihan satu-satunya yang bisa dijalankan oleh tentara.

    Tentara tidak boleh membangkang pada kebijakan, yang maknanya adalah perintah dari panglima tertinggi, dengan mengambil “jalan lain” dari rel Dwi Fungsi.

    Perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa TNI, setidaknya di era reformasi, tidak pernah keluar dari rel yang dipilih oleh pemimpin negeri yang mengharuskan sistem bernegara kita menjalani politik demokratis.

    Hal itu dapat kita saksikan ketika TNI yang sebelumnya memiliki “kekuasaan tidak terbatas”, langsung tunduk pada keputusan panglima tertinggi TNI, yaitu presiden, seperti saat TNI dipisah dengan Polri.

    Beberapa ladang kekuasaan tidak boleh lagi dipimpin oleh TNI. TNI menerima kebijakan itu, bahkan tanpa gejolak, kecuali mungkin sikap orang per orang dari prajurit yang memerlukan penyesuaian.

    Kiprah TNI, sebelum era reformasi yang sempat mendapatkan predikat kurang nyaman di hati kalangan aktivis demokrasi, terutama kalangan mahasiswa, dalam perjalanan waktu, ternyata bisa merebut kembali hati rakyat.

    TNI kemudian fokus pada peningkatan kualifikasi kesenjataan dan personel. Di saat bangsa ini menghadapi bencana alam, negara memanggil TNI untuk terjun membantu warga mengatasi dampak bencana.

    Ketika bangsa ini menjadi tuan rumah hajatan-hajatan besar yang dihadiri pemimpin negara-negara maju, TNI menyuguhkan rasa bangga pada rakyat bahwa Indonesia memiliki kekuatan militer yang tangguh dan tidak bisa diremehkan oleh bangsa manapun.

    Tugas selain perang

    Meskipun bangsa ini memilih sistem politik demokratis, namun wilayah masyarakat sipil tidak bisa sepenuhnya ditinggalkan oleh TNI. Karena itu, konsitusi yang dihasilkan oleh proses politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, “mengakomodasi” fakta perlunya keterlibatan TNI dalam wilayah sipil, dengan menempatkan dua tugas pokok TNI, yakni operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP).

    Kedua tugas pokok itu terangkum dalam amanah UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Tugas operasi militer selain perang bisa kita lihat bagaimana ketika tentara kita terlibat dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana, termasuk penanganan aspek sosial terhadap para penyintas bencana.

    Terkait tugas di luar perang ini, Menteri Pertahanan (Menhan) RI Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan membentuk 100 batalyon infanteri teritorial untuk pembangunan pada 2025.

    Pembentukan batalyon yang orientasinya lebih bertitik berat kepada operasi selain perang ini merupakan implementasi dari upaya soft power dalam menjaga kedaulatan negara. Karena sifatnya yang soft power, maka kekuatan ini bukan untuk menghadapi serangan musuh dari luar, melainkan “musuh” dari dalam.

    Kalau untuk menghadapi serangan “musuh” dari dalam, apakah kekuatan batalyon pembangunan itu akan berperang dengan rakyatnya sendiri? Tentu saja tidak.

    Sesuai pemaparan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, ketika rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin (25/11/2024), batalyon yang direncanakan tersebut akan memiliki unsur kompi pertanian, perikanan, peternakan, dan kesehatan.

    Dari kekuatan kompi yang disiapkan, terlihat jelas bahwa batalyon tersebut dipersiapkan untuk berperang melawan kemiskinan, termasuk bidang kesehatan. Batalyon itu akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mewujudkan kemakmuran di masyarakat.

    Karena itu, senjata yang akan mereka panggul adalah ilmu pengetahuan atau keahlian sesuai bidangnya untuk membantu rakyat mengelola pertanian, peternakan, perikanan, dan kesehatan.

    Batalyon infanteri teritorial itu akan ditempatkan di kabupaten-kabupaten, sehingga mampu menjadi mitra pemerintah daerah dalam menjalankan tugas memakmurkan rakyat.

    Selain kekuatan pasukan TNI, batalyon tersebut rencananya akan diperkuat oleh personel dari komponen cadangan (komcad) yang saat ini sudah banyak dilatih di lembaga-lembaga pendidikan militer.

    Sesuai data di Kementerian Pertahanan, jumlah pasukan komponen cadangan Indonesia, saat ini hampir mencapai 10.000 orang.

    Pelibatan personel komcad ini tentu memiliki efek ganda karena kekuatan keterampilan pasukan cadangan itu bisa terasah dan tidak “menganggur”, setelah mereka mendapatkan pendidikan dan pelatihan mengenai bela negara.

    Selain membersamai masyarakat dalam usaha pertanian, peternakan, dan perikanan, keberadaan batalyon itu juga bisa memanfaatkan lahan-lahan kosong yang selama ini menganggur untuk ditanami bersama warga.

    Prajurit batalyon infanteri teritorial ini juga bisa menggerakkan masyarakat untuk menjaga lingkungan tetap lestari, dengan menanam pohon di areal-areal yang tidak terjangkau oleh masyarakat untuk pertanian, seperti di kawasan hutan.

    Karena tugas personel batalyon ini memang dipersiapkan untuk selalu berhubungan dan fokus dengan pendampingan kepada masyarakat, maka di batalyon ini, jargon bahwa “TNI itu lahir, tumbuh, berkembang, dan berjuang bersama rakyat”, menemukan medan laganya untuk diwujudkan.

    Lewat pembentukan batalyon infanteri teritorial, TNI betul-betul menyatu dan tidak terpisahkan dengan rakyat.

    Copyright © ANTARA 2024

  • Tito Karnavian tolak usulan Polri di bawah struktur Kemendagri

    Tito Karnavian tolak usulan Polri di bawah struktur Kemendagri

    Saya berkeberatan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menolak secara tegas usulan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berada di bawah struktur kelembagaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Saya berkeberatan,” kata Tito dengan tegas saat ditanya perihal wacana tersebut, usai menghadiri agenda Sidang Kabinet Paripurna di ruang Rapat Kabinet, Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

    Saat ditanya terkait latar belakang penolakan itu, Kapolri masa jabatan 13 Juli 2016 hingga 22 Oktober 2019 menyebut bahwa posisi institusi Polri yang saat ini berada secara langsung di bawah Presiden RI merupakan kehendak reformasi.

    “Ya karena dari dulu memang sudah dipisahkan di bawah Presiden, itu kehendak reformasi. Sudah itu saja,” katanya menutup wawancara dengan wartawan.

    Pernyataan Mendagri Tito tersebut, merujuk pada konteks reformasi setelah era Orde Baru di Indonesia yang membawa keputusan untuk memisahkan Polri dari TNI agar Polri menjadi lembaga yang lebih mandiri dan profesional, serta lebih fokus pada tugas-tugas penegakan hukum, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.

    Sebelumnya, Polri berada di bawah struktur TNI. Melalui reformasi, Polri ditempatkan langsung di bawah Presiden untuk memastikan akuntabilitas kepada pemimpin sipil tertinggi negara dan menjauhkan pengaruh militer dalam operasionalnya.

    Usulan agar Polri berada di bawah Kemendagri sebelumnya disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus dalam jumpa pers di Jakarta pada Kamis (28/11).

    Pewarta: Andi Firdaus, Rangga Pandu Asmara Jingga
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Menyelamatkan gabah petani

    Menyelamatkan gabah petani

    Petani menuangkan hasil panen padi di kawasan persawahan Desa Niaso, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (12/11/2024). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.

    Menyelamatkan gabah petani
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 02 Desember 2024 – 06:31 WIB

    Elshinta.com – Musim panen adalah momentum yang ditunggu para petani, tetapi juga menjadi periode penuh tantangan. Salah satu persoalan klasik yang selalu muncul adalah anjloknya harga gabah akibat pasokan melimpah. Dalam kondisi seperti ini, petani sering kali berada di posisi lemah karena harga jual tidak mampu menutupi biaya produksi.

    Tanpa intervensi strategis, masalah ini tidak hanya merugikan petani, tetapi juga berpotensi melemahkan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang. Pemerintah, dalam upaya melindungi petani, telah menugaskan Perum Bulog sebagai “offtaker” untuk membeli gabah petani pada saat panen raya.

    Penugasan ini bertujuan untuk memastikan harga gabah tetap stabil dan menguntungkan petani. Dengan harga dasar yang ditetapkan, diharapkan petani tidak perlu khawatir hasil panennya dijual dengan harga rendah. Sejarah mencatat, Bulog pertama kali dibentuk berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/U/KEP/5/1967 tanggal 10 Mei 1967 dengan nama Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) Bulog.

    Tujuan pokok yang ingin dicapainya adalah untuk mengamankan penyediaan pangan dan stabilisasi harga dalam rangka menegakkan eksistensi Pemerintahan Orde Baru. Namun, untuk saat ini peran Bulog sebagai operator pangan nasional bukanlah tugas yang sederhana. Bulog harus memastikan penyerapan gabah berjalan lancar, mulai dari tingkat petani hingga proses distribusi ke pasar.

    Dalam pelaksanaannya, memang terbukti tidak gampang. Mulai pengadaan beras yang cukup sulit untuk dipenuhi, mengingat terjadinya “darurat beras” secara nasional, ternyata di sisi lain, Perum Bulog pun diberi penugasan untuk melaksanakan impor beras.

    Dalam situasi di ambang krisis pangan saat ini, mendatangkan beras dari luar negeri, terasa lebih sulit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebab lebih banyak negara produsen beras yang berupaya mengamankan kebutuhan domestik terlebih dahulu ketimbang mengimpornya.

    Apalagi, kunci keberhasilan penyelamatan gabah petani terletak pada mekanisme penyerapan yang efektif. Dalam praktiknya, masih sering ditemukan kendala teknis seperti keterlambatan pembelian, kapasitas penyimpanan yang terbatas, hingga fluktuasi harga yang tidak terkontrol.

    Maka Bulog harus mengoptimalkan infrastruktur yang ada, seperti gudang penyimpanan dan fasilitas pengeringan, agar dapat menyerap gabah dalam jumlah besar tanpa mengorbankan kualitas. Selain itu, Bulog juga perlu menjalin kemitraan dengan koperasi petani untuk memperkuat rantai pasok di tingkat lokal.

    Peran Bulog juga mencakup menjaga keseimbangan antara fungsi sosial dan fungsi bisnisnya. Sebagai operator pangan, Bulog bertanggung jawab untuk menjalankan program pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan petani dan masyarakat umum. Namun, di sisi lain, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Bulog juga dituntut untuk menghasilkan keuntungan.

    Keseimbangan ini sering kali menjadi tantangan, terutama ketika tugas-tugas sosial, seperti penyaluran beras bantuan, mendominasi peran bisnis Bulog. Di luar peran Bulog, upaya penyelamatan gabah petani juga membutuhkan kolaborasi yang lebih luas.

    Diangkatnya Wahyu Suparyono menjadi Direktur Utama Perum Bulog menggantikan Bayu Krisnamurthi, diharapkan dapat membawa angin segar bagi perjalanan dan perkembangan Perum Bulog ke depan. Banyak pihak menunggu kiprah Perum Bulog yang mampu menyeimbangkan peran bisnis dan peran “social responsibility”-nya.

    Gabah petani

    Di sisi lain, Pemerintah juga harus memperkuat kebijakan harga dasar gabah (HPP) dengan menetapkan harga yang tidak hanya layak tetapi juga kompetitif. Evaluasi berkala terhadap HPP sangat penting agar harga yang ditetapkan relevan dengan biaya produksi yang terus meningkat.

    Di sisi lain, program subsidi untuk alat pengering gabah dan gudang penyimpanan harus diperluas agar petani dapat menjaga kualitas hasil panennya sebelum dijual ke pasar. Koperasi petani dapat menjadi mitra strategis dalam mendukung upaya ini. Koperasi yang dikelola dengan baik mampu meningkatkan daya tawar petani, sekaligus menjadi perantara yang efektif antara petani dan lembaga seperti Bulog.

    Melalui koperasi, petani juga dapat mengakses fasilitas pendukung seperti alat pengering, modal usaha, dan informasi pasar yang lebih luas. Selain memperkuat kelembagaan petani, modernisasi sektor pertanian juga menjadi solusi jangka panjang.

    Teknologi pertanian seperti alat pengering otomatis, platform digital untuk memantau harga pasar, hingga inovasi dalam pengemasan gabah dapat membantu petani meningkatkan efisiensi dan daya saing. Modernisasi ini harus didukung oleh pemerintah melalui program pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan.

    Namun, tidak kalah pentingnya adalah pengendalian kebijakan impor beras. Ketika impor dilakukan pada saat panen raya, hal ini dapat menekan harga gabah lokal dan merugikan petani. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan impor dilakukan secara hati-hati, hanya pada saat kebutuhan mendesak, dan tidak mengganggu pasar domestik.

    Dalam konteks ini, Bulog memiliki peran penting untuk mengelola cadangan beras nasional dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara pasokan impor dan hasil produksi lokal. Itu sebabnya, Perum Bulog harus selalu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan penugasan yang diberikan.

    Artinya, misalnya pun harus menjalani proses impor tetap ditunaikan dengan baik dan tidak perlu terjadi “demurrage”, sebagaimana Perum Bulog harus betul-betul menjaga dengan amanah dan profesional atas penugasan yang diberikan. Dari sisi onfarm di tingkat produksi, peningkatan infrastruktur pendukung seperti jalan, irigasi, dan transportasi juga sangat mendesak.

    Infrastruktur yang buruk sering kali menjadi penghambat utama distribusi hasil panen, yang pada akhirnya menurunkan kualitas dan harga gabah. Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi pangan agar rantai pasok lebih efisien.

    Tak hanya itu, edukasi kepada petani mengenai manajemen usaha tani harus menjadi prioritas. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan pascapanen, diversifikasi produk, dan akses ke pasar digital, petani dapat meningkatkan nilai jual hasil panennya. Pendekatan ini akan membantu petani mengurangi ketergantungan pada satu saluran distribusi dan membuka peluang baru dalam memasarkan produknya.

    Perum Bulog, sebagai operator pangan utama, tetap menjadi bagian integral dalam menyukseskan upaya ini. Meski sebenarnya, keberhasilan penyelamatan gabah petani tidak hanya bergantung pada Bulog semata. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, koperasi, lembaga keuangan, dan petani menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem pangan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

    Program-program seperti pengadaan langsung dari petani, distribusi yang efisien, dan dukungan pembiayaan harus terus diperkuat untuk menjamin keberhasilan jangka panjang. Penyelamatan gabah petani adalah isu strategis yang melibatkan berbagai pihak. Upaya ini bukan hanya soal melindungi petani dari kerugian, tetapi juga tentang memastikan ketersediaan pangan nasional yang stabil dan berkelanjutan.

    Ketika petani sejahtera, fondasi ketahanan pangan Indonesia akan semakin kokoh. Dengan dukungan yang tepat, petani tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berkembang sebagai pilar utama ekonomi nasional. Melalui langkah-langkah strategis yang terintegrasi, termasuk peran aktif Bulog, Indonesia dapat membangun ekosistem pangan yang tangguh.

    Bangsa ini juga sangat mendambakan Perum Bulog dapat hadir dan tampil sebagai raksasa bisnis pangan yang mendunia. Selamatkan gabah petani berarti menyelamatkan masa depan pangan bangsa. Seluruh elemen bangsa ini memiliki tanggung jawab untuk mewujudkannya.

    Sumber : Antara

  • Wacana Polri Kembali di Bawah TNI, Direktur PUSAKA: Ancaman Demokrasi Indonesia

    Wacana Polri Kembali di Bawah TNI, Direktur PUSAKA: Ancaman Demokrasi Indonesia

    Jakatrta (beritajatim.com)– Wacana yang diusung oleh sejumlah tokoh PDIP mengenai kembalinya Polri di bawah kendali TNI memicu kontroversi. Tuduhan Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, bahwa Polri terlibat dalam memenangkan calon kepala daerah di Pilkada 2024 semakin memperkeruh suasana. Ia bahkan menyebut institusi kepolisian sebagai “Partai Cokelat”.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuduh adanya penyalahgunaan wewenang oleh Polri dalam Pilkada Serentak 2024. Namun, tudingan ini menuai respons kritis dari berbagai pihak.

    Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia (PUSAKA), Adhe Nuansa Wibisono, Ph.D, menyatakan keraguannya terhadap klaim tersebut.

    Menurutnya, wacana ini merupakan langkah mundur yang dapat melemahkan demokrasi Indonesia. “Sejak reformasi 1998, Polri telah dipisahkan dari TNI melalui TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemisahan ini bertujuan untuk memastikan Polri berfungsi sebagai institusi sipil yang independen,” jelas Wibisono, Senin (02/12/2024).

    Reformasi 1998 dan Ancaman Langkah Mundur

    Adhe Wibisono menegaskan bahwa penggabungan kembali Polri di bawah TNI bertentangan dengan semangat reformasi 1998. “Kembalinya Polri di bawah TNI akan menjadi langkah mundur yang membahayakan demokrasi dan penegakan hukum berbasis hak asasi manusia,” tambahnya.

    Menurut Wibisono, tudingan PDIP terhadap Polri terkait Pilkada 2024 harus dihadapi dengan pembuktian faktual. “Istilah ‘Partai Cokelat’ yang disematkan kepada Polri memerlukan klarifikasi dan bukti yang konkret. Pengawasan terhadap Polri sudah diatur melalui mekanisme internal Propam dan eksternal Kompolnas, sehingga tidak ada urgensi untuk menempatkan Polri di bawah TNI,” tegasnya.

    Prinsip Hukum dan Implikasi Demokrasi

    Lebih lanjut, Wibisono mengingatkan PDIP akan prinsip hukum “actori incumbit probatio” atau “siapa yang mendalilkan, dia yang harus membuktikan”. Ia menilai bahwa tudingan tanpa bukti dapat merugikan institusi Polri secara serius. “Jika tuduhan ini tidak dapat dibuktikan, maka PDIP berisiko menghadapi konsekuensi hukum karena telah mencemarkan nama baik institusi kepolisian,” ujar alumnus FISIP Universitas Indonesia itu.

    Risiko Paradigma Keamanan yang Represif

    Wibisono juga mengkhawatirkan dampak dari subordinasi Polri di bawah TNI. “TNI memiliki fungsi utama menjaga pertahanan negara, sedangkan Polri bertugas dalam penegakan hukum dan keamanan domestik. Jika Polri berada di bawah TNI, ada risiko terjadinya distorsi fungsi sipil yang berpotensi mengarah pada pendekatan keamanan yang represif, seperti yang terjadi pada era Orde Baru,” jelasnya.

    Menurutnya, langkah ini tidak hanya berdampak pada demokrasi domestik tetapi juga dapat merusak reputasi Indonesia di mata internasional. “Mengembalikan Polri di bawah TNI akan menciptakan preseden buruk bagi institusi demokrasi Indonesia. Dunia internasional akan meragukan komitmen Indonesia terhadap demokrasi jika wacana ini diterapkan,” tutup Wibisono.

    Wacana penggabungan Polri di bawah TNI dinilai bertentangan dengan prinsip reformasi dan berpotensi melemahkan demokrasi Indonesia.

    PDIP diharapkan memberikan bukti konkret atas tuduhannya terhadap Polri dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap institusi demokrasi dan kepercayaan publik. (ted)

  • Masih Adakah yang Memimpin dengan Hati?

    Masih Adakah yang Memimpin dengan Hati?

    Oleh: Swary Utami Dewi*

    JIKA kau ingin berbuat untuk negeri, lakukanlah dengan jujur, ikhlas, dan tanpa pamrih. Lakukan semua dengan tulus. Jika kau berjuang, gunakan kata hati. Kata dan jiwa mesti menjadi satu. Jangan hanya kau hebat berpidato, tapi ternyata mengejar kekayaan. Jangan kau kejar kepentingan sendiri selama rakyat masih hidup dalam kemiskinan”. 

    Aku merinding mendengar cuplikan pidato Emil Salim. Suaranya lantang bergetar. Konsisten. Seakan ia kembali muda, tidak berusia 94 tahun. Tepuk tangan bergemuruh di aula besar itu, tempat diselenggarakannya Peluncuran dan Diskusi Buku tentang Agus Salim berjudul The Grand Old Man: Jurnalis, Ulama, Diplomat. Melalui ucapan Emil Salim, Agus Salim yang sudah berpulang 70 tahun lalu, seakan hadir kembali. 

    Meski demikian, aku merasa ada dalam kegetiran dari Emil Salim saat menyampaikan petuah-petuah yang ia peroleh dari Agus Salim, yang merupakan paman dari mantan menteri masa Orde Baru ini. Aku menduga, ia pasti getir melihat kondisi Indonesia, yang sedang karut-marut dan hampir tanpa pedoman berbangsa. Apa-apa boleh ditabrak hampir tanpa kendali. Aturan bisa disulap sesuai kepentingan. Apa yang diucapkan para “pemimpin” kerap hanya tinggal ucapan. Hampir jarang yang mampu menjaga ketat kata agar selaras dengan tindakan.

    Emil Salim dengan tepat memilih petuah Agus Salim tentang bagaimana seharusnya “pemimpin yang memimpin”; Bahwa pemimpin harus punya hati; Bahwa pemimpin harus berintegritas — yang disebut Agus Salim dengan kata-kata jujur, ikhlas, tulus; Bahwa pemimpin tak mengejar kekayaan, tak mengejar kuasa untuk dirinya.

    Petuah Agus Salim yang disampaikan oleh keponakannya itu begitu menohok. Kita tak bisa memungkiri fakta betapa banyak orang yang sedang ada dalam jabatan-jabatan publik justru tanpa malu-malu melakukan korupsi, melakukan penyelewengan kekuasaan, berkolaborasi mesra dengan pemodal sangat besar, sehingga tujuan bernegara untuk menciptakan rakyat yang sejahtera, adil dan cerdas menjadi cita-cita yang masih tergantung di awang-awang. Jauh dari jangkauan.

    Kita tentu tahu banyak orang di Indonesia hidup dalam kemiskinan, bahkan kemiskinan ekstrem. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 9,03 persen, dengan garis kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp582.932/kapita/bulan. Padahal sekarang banyak beban ditimpakan pada rakyat dalam berbagai bentuk pajak dan iuran, yang sifatnya pukul rata. Mereka yang dulu tergolong kelas menengah pun jatuh jumpalitan dan masuk dalam kategori rentan miskin.

    Sementara yang super kaya menjadi makin lebih kaya. Tengok data-data berikut. Data Oxfam 2024 menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, kesenjangan antara orang terkaya dengan kelompok lain begitu jomplang. Saat ini, empat orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan melebihi kekayaan total 100 juta orang termiskin. Negeri ini juga mengalami peningkatan kesenjangan lebih cepat dari negara-negara lain di Asia Tenggara. Untuk tingkat global, Indonesia merupakan negara ke-6 dengan tingkat ketimpangan tertinggi di dunia. 

    Jika kita cermati data-data di atas, maka kita tahu bahwa sentilan Pak Emil Salim, dengan menggarisbawahi pesan Agus Salim tadi, adalah benar sebenar-benarnya. Apakah para pemimpin sekarang betul-betul menjadi pemimpin yang sesungguhnya? Satu kata satu perbuatan? Apakah mereka paham bahwa menjadi pemimpin itu adalah amanah untuk bisa mengejar cita-cita bangsa? Entahlah… Masih perlu waktu untuk membuktikan apakah masih ada orang-orang berhati yang memimpin Indonesia. Pemimpin yang tak tega menumpuk kekayaan di saat rakyat masih melarat. 

    “Jangan kau kejar kepentingan sendiri selama rakyat masih hidup dalam kemiskinan”. Ah, kata-kata ini rasanya masih bergaung kuat, masuk menembus relung hatiku yang terdalam. 

    *(Penulis adalah pegiat isu perhutanan sosial, pemberdayaan masyarakat, hingga perubahan dan krisis iklim)

  • PP Persis Anggap Usulan Polri di Bawah TNI/Kemendagri Cederai Reformasi

    PP Persis Anggap Usulan Polri di Bawah TNI/Kemendagri Cederai Reformasi

    Jakarta

    Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Deddy Sitorus mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) menganggap usulan ini bisa mencederai semangat reformasi.

    “Pemisahan lembaga kepolisian dari ABRI atau TNI merupakan produk reformasi yang berorientasi pada perbaikan lembaga Polri agar lebih profesional, modern dan independen dalam penegakan hukum. Gagasan pemisahan lembaga kepolisian dari ABRI atau TNI disampaikan pertama kali oleh presiden BJ Habibi pada tahun 1998, kemudian ditindaklanjuti dengan surat instruksi presiden pada tahun 1999 dan berujung diterbitkannya undang-undang mengenai Polri pada tahun 2002 pada era presiden Megawati,” ujar Sekretaris Bidang Jam’iyyah PP. Persis, Erdian dalam keterangannya, Sabtu (30/11/2024). Rilis keterangan Erdian berjudul ‘PP. Persis Respon Usulan Kepolisian dibawah TNI dan Kemendagri: Cara Pandang Parsial dan Kasuistik, Cederai Semangat Reformasi’.

    Menurut Erdian, tugas pokok yang diamanatkan dalam UU Nomor 2 tahun 2002 sudah sangat ideal untuk memberikan keleluasaan bagi institusi Polri dalam memberikan pelayanan kepada rakyat dan khidmat kepada bangsa dan negara.

    “Berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 2002 kan, posisi Polri menjadi lembaga di bawah instruksi Presiden dan memiliki tiga tugas pokok. Yaitu menjaga keamanan dan ketertiban. Kedua, menegakkan Hukum. Dan ketiga, mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat,” lanjutnya.

    Erdian menegaskan usulan mengembalikan Polri di bawah kendali Panglima TNI serta Kemendagri dengan alasan karena ada oknum polisi yang melakukan hal-hal yang dianggap mencederai institusi Polri adalah cara pandang yang parsial dan kasuistik. Erdian menganggap pandangan tersebut setback ke paradigma orde baru dan menciderai semangat reformasi.

    “Terkait beberapa kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum polisi yang terjadi akhir-akhir ini tentu harus ditindak tegas dan segara diproses sesuai hukum yang berlaku dan dilakukan secara transparan. Kasus-kasus tersebut pun harus menjadi momentum bagi institusi Polri terutama Kapolri untuk senantiasa melakukan perbaikan di tubuh Polri dan juga menjadi evaluasi terhadap sistem pendidikan di kepolisian agar ke depan lebih bagus lagi,” lanjutnya.

    “Hari ini, kami melihat di bawah kepemimpinan Kapolri Jendral Sigit, polisi mendapat kepercayaan masyarakat yang positif. Bahwa ada masalah yang menghinggapi institusi polisi oleh oknum-nya, namun selama ini, di bawah komando beliau, Polisi sudah on the track melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam mewujudkan kamtibnas. Pilpres, pileg dan pilkada serentak tahun ini berjalan tertib, lancar, damai dan aman. Bila ada kekurangan, ya diperbaiki. Dan kami yakin, Kapolri sangat terbuka akan hal itu,” pungkasnya.

    Seperti diketahui, usulan Polri di bawah Kemendagri disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus. Deddy menyebut pihaknya mempertimbangkan usulan Polri di bawah Kemendagri supaya tak ada intervensi di ajang Pemilu.

    Deddy menilai baiknya kepolisian fokus terhadap tugas pengamanan terhadap masyarakat. Di luar kewenangan itu, baiknya bukan menjadi ranah kepolisian.

    “Tugas polisi mungkin jika nanti DPR RI bersama-sama bisa menyetujui. Menjaga lalu lintas kita supaya aman dan lancar. Berpatroli keliling dan rumah-rumah agar masyarakat hidup dengan tenang,” tutur anggota DPR RI ini.

    “Ada bagian reserse yang bertugas mengusut, melakukan, menyelesaikan kasus-kasus kejahatan untuk sampai ke pengadilan. Di luar itu saya kira tidak perlu lagi. Karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” tambahnya.

    (isa/jbr)

  • Tak Setuju jika Polri Berada di Bawah TNI, Kompolnas: Bertentangan dengan Cita-cita Reformasi

    Tak Setuju jika Polri Berada di Bawah TNI, Kompolnas: Bertentangan dengan Cita-cita Reformasi

    Tak Setuju jika Polri Berada di Bawah TNI, Kompolnas: Bertentangan dengan Cita-cita Reformasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisioner Komisi Nasional Kepolisian (
    Kompolnas
    ), Choirul Anam, menyatakan tak setuju terhadap gagasan menempatkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI).
    Menurutnya, gagasan tersebut bertentangan dengan semangat reformasi dan melupakan sejarah kelam masa lalu.
    “Salah satu hasil penting dari reformasi adalah pemisahan antara lembaga yang bertanggung jawab atas pertahanan dan lembaga yang mengelola keamanan dalam negeri serta penegakan hukum,” ujarnya kepada
    Kompas.com
    , Jumat (29/11/2024).
    “TNI fokus pada ancaman eksternal, sedangkan Polri bertanggung jawab pada keamanan domestik. Maka, ada pemisahan yang jelas antara keduanya,” tambah Anam.
    Dia menegaskan bahwa wacana untuk mengembalikan Polri di bawah TNI merupakan langkah mundur yang mengkhianati agenda reformasi.
    “Kita punya sejarah panjang dan kelam terkait hal ini di masa Orde Baru. Reformasi lahir untuk mengatasi itu. Jadi, jika ada gagasan seperti ini, menghianati cita-cita reformasi,” tegasnya.
    Anam juga menyoroti pentingnya menjaga profesionalisme, baik di tubuh TNI maupun Polri, sebagai bagian dari kedewasaan negara.
    Dia bilang, profesionalitas masing-masing institusi adalah fondasi untuk melayani masyarakat dengan baik dan menjaga stabilitas negara.
    “Memastikan profesionalisme di tubuh TNI dan Polri adalah pekerjaan besar yang menjadi tanggung jawab kita bersama,” jelasnya.
    “Itu adalah kepentingan seluruh bangsa, bukan hanya institusi terkait. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan untuk memastikan keduanya semakin profesional,” lanjut dia.
    Anam juga mengakui bahwa meskipun tantangan masih ada, kemajuan dalam meningkatkan profesionalisme TNI dan Polri terus terlihat.
    Hal ini, menurutnya, menjadi landasan bagi keyakinan bahwa pemisahan fungsi antara kedua lembaga harus tetap dipertahankan.
    “Jika ide untuk menempatkan Polri di bawah TNI kembali diusulkan, itu sama saja mengabaikan agenda reformasi yang telah dicapai,” ujarnya.
    “Langkah kita ke depan adalah memperkuat profesionalisme masing-masing institusi, bukan malah mencampuradukkan fungsi dan wewenang,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hari KORPRI Diperingati 29 November, Ini Sejarah, Tema dan Logonya

    Hari KORPRI Diperingati 29 November, Ini Sejarah, Tema dan Logonya

    Jakarta: Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia (HUT KOPRI) atau juga dikenal dengan Hari KOPRI diperingati setiap tanggal 29 November. Peringatan ini ada sejak ditetapkannya Keputusan presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang KORPRI. 

    KORPRI sendiri merupakan organisasi beranggotakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai BUMN, BUMD, serta anak perusahaannya. Tahun ini, KORPRI memperingati ulang tahun yang ke-53
    Sejarah Singkat HUT KORPRI
    Melansir laman resmi KORPRI, sejarah KORPRI dimulai sejak masa Demokrasi Liberal (1950-1959) ketika birokrasi pemerintahan dipenuhi intervensi politik. Kala itu, pegawai negeri sering dijadikan alat partai politik, sehingga terjadi loyalitas ganda yang memengaruhi kinerja pemerintahan. 

    Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), pemerintah berupaya memutus keterlibatan PNS dalam politik melalui aturan, namun ideologi Nasakom memperburuk situasi. PKI memanfaatkan kondisi tersebut untuk menguasai birokrasi, memperlemah institusi kepegawaian, dan menyusup ke organisasi pegawai. 

    Barulah pada awal Orde Baru dilakukan penataan pegawai negeri melalui Keppres No. 82 Tahun 1971 dan didirikan Korpri pada 29 November 1971.
     

     

    Tema dan Logo HUT Ke-53 KORPRI
    Hari KORPRI tahun ini jatuh pada Jumat, 29 November 2024. Berikut tema dan logo HUT KORPRI 2024.

    Tema Hari KORPRI 2024 adalah “KORPRI untuk Indonesia”. Tema tersebut punya makna bahwa seluruh ASN berkomitmen untuk ikut serta dalam memperkokoh persatuan dan jiwa Korps sebagai wadah organisasi tunggal kedinasan.

    Adapun logo Hari KORPRI 2024 berbentuk angka 53 yang menandakan usia KORPRI. 
    dan ada lambang KORPRI serta tema yang diusung tertulis pada pita emas yang terletak di bagian bawah.

    (Logo HUT ke-53 KORPRI)

    Itu tadi penjelasan lengkap mengenai HUT ke-53 KORPRI. Semoga bermanfaat!

    Jakarta: Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia (HUT KOPRI) atau juga dikenal dengan Hari KOPRI diperingati setiap tanggal 29 November. Peringatan ini ada sejak ditetapkannya Keputusan presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang KORPRI. 
     
    KORPRI sendiri merupakan organisasi beranggotakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai BUMN, BUMD, serta anak perusahaannya. Tahun ini, KORPRI memperingati ulang tahun yang ke-53
    Sejarah Singkat HUT KORPRI
    Melansir laman resmi KORPRI, sejarah KORPRI dimulai sejak masa Demokrasi Liberal (1950-1959) ketika birokrasi pemerintahan dipenuhi intervensi politik. Kala itu, pegawai negeri sering dijadikan alat partai politik, sehingga terjadi loyalitas ganda yang memengaruhi kinerja pemerintahan. 
     
    Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), pemerintah berupaya memutus keterlibatan PNS dalam politik melalui aturan, namun ideologi Nasakom memperburuk situasi. PKI memanfaatkan kondisi tersebut untuk menguasai birokrasi, memperlemah institusi kepegawaian, dan menyusup ke organisasi pegawai. 
    Barulah pada awal Orde Baru dilakukan penataan pegawai negeri melalui Keppres No. 82 Tahun 1971 dan didirikan Korpri pada 29 November 1971.
     

     

    Tema dan Logo HUT Ke-53 KORPRI
    Hari KORPRI tahun ini jatuh pada Jumat, 29 November 2024. Berikut tema dan logo HUT KORPRI 2024.
     
    Tema Hari KORPRI 2024 adalah “KORPRI untuk Indonesia”. Tema tersebut punya makna bahwa seluruh ASN berkomitmen untuk ikut serta dalam memperkokoh persatuan dan jiwa Korps sebagai wadah organisasi tunggal kedinasan.
     
    Adapun logo Hari KORPRI 2024 berbentuk angka 53 yang menandakan usia KORPRI. 
    dan ada lambang KORPRI serta tema yang diusung tertulis pada pita emas yang terletak di bagian bawah.
     

    (Logo HUT ke-53 KORPRI)
     
    Itu tadi penjelasan lengkap mengenai HUT ke-53 KORPRI. Semoga bermanfaat!

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (RUL)

  • Masa Tenang, Cagub Khofifah Ziarah ke Makam Kiai Wahab dan Kiai Bisri di Jombang

    Masa Tenang, Cagub Khofifah Ziarah ke Makam Kiai Wahab dan Kiai Bisri di Jombang

    Jombang (beritajatim.com) – Cagub (Calon Gubernur) nomor Urut 2 Khofifah Indar Parawansa mengisi hari tenang Pilgub Jatim dengan ziarah ke Makam Pendiri NU KH. Wahab Chasbullah di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Senin (25/11/2024).

    Diawali dengan silaturahmi ke kediaman kasepuhan, Khofifah ditemui langsung oleh putri Kiai Wahab yaitu Nyai Machfudhoh binti Wahab Chasbullah.

    Bersama tim dan juga diantar zuriyah Kiai Wahab, seperti KH. Hasib Wahab, KH Rokib Wahab, Gus Mujib, Khofifah berkirim tahlil dan juga doa di pusara Pahlawan Nasional itu. Dengan khidmat dan penuh ta’dhim Khofifah menabur bunga di pusara Kiai Wahab.

    “Alhamdulillah kita hari ini berkesempatan untuk ziarah ke makam Kiai Wahab. Peran Kiai Wahab bagi bangsa Indonesia ini begitu besar, dalam menyebarkan ilmu, dalam menyebar persatuan,” kata Khofifah.

    Di era perjuangan kemerdekaan, Kiai Wahab secara langsung bergabung dalam gerakan gerilya menentang kembalinya kekuasaan Belanda. Kiai Wahab dikatakan Khofifah bahkan membantu perlengkapan militer, membantu mengkoordinasi rekrutmen dan pelatihan santri, serta membentuk laskar-laskar di daerahnya.

    “Kiai Wahab menginisiasi pendirian Nahdhatut Tujjar sebagai lembaga dagang yang dikelola oleh para kiai pesantren. Lembaga ini menjadi tonggak pembiayaan pergerakan NU dan gerakan nasional lainnya,” tegasnya.

    Di hari yang sama, Khofifah juga ziarah ke makam KH Bisri Syansuri di komplek Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang. Usai ziarah Khofifah juga bersilaturahmi dan ramah tamah bersama keluarga besar Ponpes Mambaul Maarif Denanyar.

    Khofifah menabur bunga di makam Nyai Khodijah, istri dari KH Bisri Syansuri

    Pihaknya menegaskan bahwa Kiai Bisri memiliki peran besar dalam perkembangan NU di Indonesia. Bahkan tidak hanya seputar keilmuan fikih, Kiai Bisri juga pernah menjadi inisiator pendirian pesantren perempuan pertama. Kiai Bisri juga terbilang progresif pada masa Orde Baru.

    “Ulama-ulama NU memiliki peran besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dan berperan besar dalam mewujudkan bangsa kita saat ini. Jangan pernah lupa dengan perjuangan para pejuang dan ulama kita,” pungkas Khofifah. [suf]

  • BAKORSI gerakkan tim kelurahan menangkan Pramono-Rano di Jakarta

    BAKORSI gerakkan tim kelurahan menangkan Pramono-Rano di Jakarta

    kita bisa melihat bahwa calon Gubernur nomor 3 punya kepedulian pada nasib rakyat banyak

    Jakarta (ANTARA) – Badan Koordinasi Saksi (BAKORSI) Relawan Anies akan menggerakkan tim kelurahan untuk memenangkan pasangan Pramono-Rano Karno usai mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 3 di Pilkada Jakarta 2024.

    “BAKORSI ikuti sinyal Anies Baswedan dengan mendukung pasangan Pramono Anung – Rano Karno di Pilkada Jakarta,” kata Pembina Bakorsi Nasional Tatak Ujiyati di Jakarta, Jumat.

    Ia mengatakan awalnya BAKORSI mendukung Gerakan Coblos Semua (Gercos) tapi setelah sinyal Anies mendukung Pramono – Rano Karno, BAKORSI berbalik haluan.

    Ia mengatakan kepercayaan pada pilihan Anies Basweda karena Pramono Anung telah dikenal lama sebagai pribadi yang baik semenjak sama-sama menjadi aktivis di UGM lebih dari 30 tahun lalu.

    Selain itu, lanjutnya Anies Baswedan dan Pramono Anung sama-sama menjadi aktivis reformasi yang melawan sikap otoriter Orde Baru pada awal tahun 1990-an, dan semenjak itu terus berhubungan secara dekat.

    “Sebagai aktivis, kita bisa melihat bahwa calon Gubernur nomor 3 punya kepedulian pada nasib rakyat banyak”, kata dia.

    Ia menambahkan BAKORSI juga melihat Pramono Anung – Rano Karno amat responsif untuk melanjutkan program-program Anies Baswedan, terutama yang bertujuan memberikan kesempatan dan keadilan bagi warga miskin Jakarta.

    “Bagi kami ini hal penting karena perjuangan relawan Anies memang untuk memberi jalan bagi warga miskin Jakarta memperbaiki hidupnya”, kata dia.

    Sementara Koordinator BAKORSI Jakarta Marlina Idha mengaku sudah mulai merapikan barisan dan mengaktifkan jaringan Tim 100 BAKORSI di tingkat Kelurahan se Jakarta.

    “Kami harapkan pencoblosan yang akan berlangsung sebentar lagi ini dapat berjalan lancar, dan pasangan Pramono Anung – Rano Karno menang satu putaran,” katanya.

    Ia menjelaskan BAKORSI merupakan organ relawan Anies Baswedan yang sengaja dibuat untuk menjadi saksi luar atau saksi warga, demi mengamankan suara Anies-Muhaimin di TPS pada perhelatan Pilpres 2024 lalu.

    BAKORSI dibentuk di seluruh Indonesia dengan memiliki struktur jaringan di tiap Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan desa/ kelurahan di seluruh Indonesia.

    Pada Pilpres 2024, BAKORSI mengkoordinir sekitar 60.000 relawan saksi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

    “Dengan deklarasi dukungan di Pilkada Jakarta, BAKORSI langsung menggerakkan jaringan Tim 100 yang telah mereka miliki di tingkat Kelurahan wilayah Jakarta,” kata dia.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024