Topik: neraca perdagangan

  • Rupiah Dibuka Melemah, Siap-siap Kembali Tembus 16.000 per Dolar AS – Page 3

    Rupiah Dibuka Melemah, Siap-siap Kembali Tembus 16.000 per Dolar AS – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di awal awal perdagangan Jumat ini. Pelemahan rupiah ini terjadi menjelang rilis data neraca perdagangan Indonesia Oktober 2024.

    Pada Jumat (15/11/2024), nilai tukar rupiah turun 77 poin atau 0,48 persen menjadi 15.939 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.862 per dolar AS.

    “Investor menantikan data perdagangan Indonesia siang ini,” kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari Antara. Lukman memperkirakan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sekitar USD 3,05 miliar.

    Selain itu, ia memproyeksikan hari ini rupiah akan kembali melemah terhadap dolar AS yang melanjutkan penguatan setelah data klaim pengangguran Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari perkiraan.

    Data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 9 November 2024 berada di angka 217 ribu dibandingkan perkiraan 223 ribu.

    Penguatan dolar AS juga didukung oleh pernyataan hawkish Ketua Bank Sentral AS Jerome Powell yang mengatakan bahwa suku bunga tidak perlu terburu-buru diturunkan karena ekonomi AS masih sangat kuat dan terkuat di antara negara ekonomi maju.

    Lukman memprediksi dalam perdagangan hari ini, rupiah akan bergerak di kisaran 15.850 per dolar AS sampai dengan 16.000 per dolar AS.

  • Neraca Perdagangan Oktober 2024 Surplus US,48 Miliar, 54 Bulan Berturut-turut

    Neraca Perdagangan Oktober 2024 Surplus US$2,48 Miliar, 54 Bulan Berturut-turut

    Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia masih mempertahankan tren surplus hingga 54 bulan berturut-turut. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca dagang Oktober 2024 senilai US$2,48 miliar.

    Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa dengan realisasi itu, neraca dagang Indonesia terus mempertahankan tren surplus sejak Mei 2020. Ekspor per Oktober 2024 tercatat senilai US$24,41 miliar, dengan nilai impor yang lebih kecil sehingga surplus terjaga.

    “Total nilai impor mencapai US$21,94 miliar atau naik 16,54% dari bulan September 2024,” ujar Amalia dalam konferensi pers pada Jumat (15/11/2024).

    Surplus neraca dagang Indonesia per Oktober 2024 itu tercatat turun 0,75% secara bulanan.

    “Pada Oktober 2024 neraca perdagangan barang mencatatkan surplus sebesar US$2,48 miliar atau turun sebesar US$0,76 miliar secara bulanan,” ujar Amalia.

    Komoditas yang memberikan sumbangsih surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).

    Sebelumnya, konsensus proyeksi 18 ekonom yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan Oktober 2024 adalah US$3,09 miliar.

    Angka tersebut tercatat lebih rendah dari realisasi neraca dagang September 2024 senilai US$3,26 miliar.

    Adapun estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom dari JP Morgan Chase Bank NA Sin Beng Ong dengan nominal US$3,6 miliar dan estimasi terendah oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual di angka US$2,16 miliar.

    David menyatakan penurunan surplus pada masa menjelang akhir tahun ini akibat harga-harga komoditas ekspor unggulan Indonesia yang cenderung naik. Seperti minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO), batu bara, dan minyak.

    Di tengah kenaikan harga komoditas, David melihat ada kemungkinan volume ekspor yang melambat sehingga kinerja ekspor melandai. Secara tahunan, ekspor diprediksi kontraksi 2,33% (year on year/YoY) dan impor masih akan tumbuh 4,25%. 

    “Perlambatan ekspor didukung juga oleh perlambatan impor China pada bulan Oktober,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Meski demikian, David memproyeksikan akan ada sedikit akselerasi impor jelang akhir tahun karena faktor musiman terutama kebutuhan bahan baku dan barang jadi. 

    Senada, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang juga menyampaikan bahwa kinerja ekspor cenderung stagnan. 

    Sementara impor akan terkerek naik dengan tingginya permintaan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru (Nataru). Alhasil, surplus neraca perdagangan akan turun ke US$3,08 miliar dari posisi September 2024. 

    “Nilai impor cenderung naik di kuartal akhir, persiapan konsumsi Nataru. Jadi surplus perdagangan perkiraannya sedikit turun,” tuturnya.

    Pada September 2024, ekspor per September 2024 tercatat senilai US$22,08 miliar, dengan nilai impor yang lebih kecil sejumlah US$18,82 miliar sehingga surplus terjaga. Komoditas yang memberikan sumbangsih surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).

    Secara kumulatif atau sepanjang periode Januari—September 2024, ekspor tercatat senilai US$192,85 miliar dan impor senilai US$170,87 miliar, sehingga surplus neraca dagang barang Indonesia periode Januari—September 2024 mencapai US$21,98 miliar.

    Jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan di kisaran US$31,6 miliar hingga US$53,4 miliar di 2024.

  • Neraca Dagang Oktober 2024 Diramal Tetap Surplus, Imbas Impor Melemah

    Neraca Dagang Oktober 2024 Diramal Tetap Surplus, Imbas Impor Melemah

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memperkirakan neraca perdagangan barang Indonesia Oktober 2024 masih akan mencatatkan surplus senilai US$2,74 miliar atau lebih rendah dari September US$3,26 miliar. Bukan karena ekspor yang melaju, tetapi akibat impor yang mengalami pelemahan.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menyampaikan meski demikian, ekspor dan impor diperkirakan akan mencatat pertumbuhan tahunan (year on year/YoY). 

    ⁠Sejalan dengan perlambatan global, pertumbuhan impor tahunan Indonesia diperkirakan melambat dari 8,55% YoY pada September 2024 menjadi 7,26% pada Oktober 2024. 

    “Proyeksi pertumbuhan impor masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor, yang mengindikasikan permintaan domestik yang relatif lebih kuat dibandingkan dengan permintaan eksternal,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (15/11/2024). 

    Josua menyampaikan berdasarkan data ekspor impor China, Negeri Tirai Bambu tersebut melaporkan bahwa pertumbuhan ekspor tahunannya ke Indonesia meningkat tajam menjadi 28,14% YoY pada Oktober, naik dari 12,52% YoY dari bulan sebelumnya. Tercatat komoditas yang masuk dari China 90% merupakan bahan baku dan barang modal. 

    Sementara itu, Josua memperkirakan pertumbuhan ekspor Indonesia melambat menjadi 2,80% YoY pada Oktober 2024 atau turun dari 6,44% dari bulan sebelumnya. Perlambatan ini sebagian besar disebabkan oleh melemahnya permintaan global, terutama dari China, dan berlanjutnya normalisasi harga komoditas.

    Negara yang menjadi pasar ekspor utama Indonesia itu, telah menunjukkan tanda-tanda tren pertumbuhan yang cenderung ‘slower-for-longer’. Impor China dari Indonesia mengalami kontraksi sebesar -5,50% YoY pada Oktober 2024, penurunan tajam dari pertumbuhan 7,88% yang tercatat pada September 2024.

    Dengan demikian, Josua mempertahankan prospek defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) untuk full year 2024 dengan pelebaran secara moderat, dari 0,16% PDB pada 2023 menjadi 0,78% PDB.

    Sebelumnya, konsensus yang Bloomberg himpun dari 18 ekonom, memperkirakan surplus neraca perdagangan yang berlanjut tersebut dengan nilai tengah (median) US$3,09 miliar. Tetap lebih rendah dari realisasi September.

    Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom dari JP Morgan Chase Bank NA Sin Beng Ong dengan nominal US$3,6 miliar dan estimasi terendah oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual di angka US$2,16 miliar. 

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan realisasi ekspor, impor, dan neraca perdagangan Oktober 2024 pada Jumat (15/11/2024) pukul 09.00 WIB. 

  • Konsensus Ekonom: Surplus Neraca Dagang Oktober 2024 Melandai jadi US,09 Miliar

    Konsensus Ekonom: Surplus Neraca Dagang Oktober 2024 Melandai jadi US$3,09 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan Indonesia diramalkan masih akan membukukan surplus pada Oktober 2024 dan menandai tren beruntun sepanjang 54 bulan. 

    Berdasarkan konsensus proyeksi 18 ekonom yang dihimpun Bloomberg, diproyeksikan bahwa nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan Oktober 2024 adalah US$3,09 miliar.

    Angka tersebut tercatat lebih rendah dari realisasi neraca dagang September 2024 senilai US$3,26 miliar.

    Adapun estimasi tertinggi dikeluarkan oleh ekonom dari JP Morgan Chase Bank NA Sin Beng Ong dengan nominal US$3,6 miliar dan estimasi terendah oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual di angka US$2,16 miliar.

    David menyatakan penurunan surplus pada masa menjelang akhir tahun ini akibat harga-harga komoditas ekspor unggulan Indonesia yang cenderung naik. Seperti minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO), batu bara, dan minyak.

    Di tengah kenaikan harga komoditas, David melihat ada kemungkinan volume ekspor yang melambat sehingga kinerja ekspor melandai. Secara tahunan, ekspor diprediksi kontraksi 2,33% (year on year/YoY) dan impor masih akan tumbuh 4,25%. 

    “Perlambatan ekspor didukung juga oleh perlambatan impor China pada bulan Oktober,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (14/11/2024).

    Meski demikian, David memproyeksikan akan ada sedikit akselerasi impor jelang akhir tahun karena faktor musiman terutama kebutuhan bahan baku dan barang jadi. 

    Senada, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang juga menyampaikan bahwa kinerja ekspor cenderung stagnan. 

    Sementara impor akan terkerek naik dengan tingginya permintaan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru (Nataru). Alhasil, surplus neraca perdagangan akan turun ke US$3,08 miliar dari posisi September 2024. 

    “Nilai impor cenderung naik di kuartal akhir, persiapan konsumsi Nataru. Jadi surplus perdagangan perkiraannya sedikit turun,” tuturnya.

    Pada September 2024, ekspor per September 2024 tercatat senilai US$22,08 miliar, dengan nilai impor yang lebih kecil sejumlah US$18,82 miliar sehingga surplus terjaga. Komoditas yang memberikan sumbangsih surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).

    Secara kumulatif atau sepanjang periode Januari—September 2024, ekspor tercatat senilai US$192,85 miliar dan impor senilai US$170,87 miliar, sehingga surplus neraca dagang barang Indonesia periode Januari—September 2024 mencapai US$21,98 miliar.

    Jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan di kisaran US$31,6 miliar hingga US$53,4 miliar di 2024.

  • IHSG Hari Ini Melemah, Sentimen Domestik dan Global Jadi Pemicunya

    IHSG Hari Ini Melemah, Sentimen Domestik dan Global Jadi Pemicunya

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini Kamis (14/11/2024) mengalami pelemahan seiring sentimen domestik dan global.

    Berdasarkan data bursa yang diolah Beritasatu.com, hingga pukul 10.30 WIB, IHSG turun 59,7 poin (0,82%) ke level 7.249. Sementara itu, kumpulan saham unggulan yang tergabung dalam Investor33 melemah ke 452,8, indeks LQ45 melemah ke 880, dan Jakarta Islamic Index (JII) turun menjadi 505,2.

    “IHSG hari ini (14/11/2024) diprediksi melemah dalam range 7.200-7.350,” ujar Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih di Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Adapun sentimen yang memengaruhi pergerakan IHSG hari ini, antara lain sejalan dengan capital outflow di pasar ekuitas domestik senilai Rp 692 miliar pada Rabu (13/11/2024). Capital outflow tersebut sejalan dengan rupiah yang masih tertekan, yakni terdepresiasi ke level Rp 15.769 per dolar AS pada Rabu (13/11/2024).

    Kemudian, kembali naiknya imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) memberikan dampak pada capital outflow dan memengaruhi kurs dolar terhadap rupiah. 

    Di sisi lain, pelaku pasar juga juga akan mencermati rilis neraca perdagangan Indonesia Oktober 2024 yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (15/11/2024).

    “Kondisi neraca dagang Oktober 2024 diproyeksikan masih tercatat surplus dan melanjutkan surplus 53 bulan beruntun hingga September 2024,” ujar Ratih.

    Dari global, bursa saham AS Wall Street bergerak bervariasi setelah rilis data inflasi AS. Inflasi AS pada Oktober 2024 secara tahunan tercatat 2,6%.

    Meskipun pertumbuhan inflasi lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,4%, tetapi sesuai dengan ekspektasi pasar. 

    Sementara, pelaku pasar mencermati kondisi yang cukup anomali akibat kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun  dalam 3 bulan terakhir menjadi di level 4,45% pada Rabu (13/11/2024) dan menguatnya dolar AS.

    Kondisi ini terjadi ketika ekspektasi penurunan suku bunga The Fed berlanjut pada Desember 2024 hingga tahun depan. Situasi tersebut berdampak pada capital outflow di negara berkembang, termasuk Indonesia.

  • Data Inflasi China di Bawah Estimasi, Akan Tekan IHSG Hari Ini?

    Data Inflasi China di Bawah Estimasi, Akan Tekan IHSG Hari Ini?

    Jakarta, Beritasatu.com – Data inflasi China di bawah estimasi konsensus pasar TradingEconomics pada Sabtu (9/11/2024). Apakah kondisi tersebut akan menekan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin (11/11/2024). 

    “Infasi China berada di level 0,3% secara bulanan pada Oktober atau lebih rendah dibandingkan prediksi market seperti bulan lalu di level 0,4%,” tulis TradingEconomics.com, Senin (11/11/2024).

    Inflasi China tersebut terjadi selama 9 bulan terakhir di tingkat konsumen, tetapi menjadi yang terendah sejak Juni 2024. Hal ini menggarisbawahi meningkatnya risiko deflasi meskipun langkah-langkah stimulus Beijing pada akhir September untuk mendukung ekonomi yang melambat. 

    Meski inflasi China yang diterbitkan biro statistik negara tersebut berpeluang memberi katalis negatif, IHSG diprediksi berpotensi melanjutkan tren penguatan setelah dari perdagangan Jumat pekan lalu di zona hijau. 

    Founder WH Project William Hartanto memperkirakan, IHSG dapat bergerak di teritori positif pada rentang 7.195-7.318 pada hari ini

    Sementara data-data ekonomi dalam negeri yang akan mewarnai bursa saham pada pekan ini, di antaranya indeks keyakinan konsumen (IKK), data penjualan mobil periode Oktober, penjualan ritel September, dan neraca perdagangan Oktober. 

    Adapun dari eksternal, pasar akan mencermati pidato sejumlah pejabat Federal Reserve (The Fed), seperti Christoper Waller pada awal pekan ini dan rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang cukup krusial, yaitu consumer price index (CPI) Oktober 2024 di tengah pekan. 

    Selain data inflasi China, jelang akhir pekan ini, pasar akan menantikan speech Chairman The Fed Jerome Powell, retail sales AS dan produksi industri Oktober.

  • Trump Menang Pilpres AS, Mendag RI Khawatirkan Bea Masuk Tambahan

    Trump Menang Pilpres AS, Mendag RI Khawatirkan Bea Masuk Tambahan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengaku khawatir dengan kebijakan pengenaan bea masuk tambahan, seiring dengan kemenangan Donald Trump yang kembali terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS).

    Kendati demikian, Budi menyebut bahwa selama ini produk ekspor Indonesia terus meningkat pada masa pemerintahan Trump.

    “Ya memang kan isunya akan ada bea masuk tambahan ya, tetapi saya pikir kalau dulu kan ekspor kita juga meningkat terus waktu Donald Trump,” kata Budi di Pergudangan Kamal Muara, Jakarta Utara, Jumat (8/11/2024).

    Untuk itu, dia berharap tidak ada masalah dengan perdagangan ekspor maupun impor Indonesia pasca terpilihnya Trump sebagai Presiden AS.

    “Jadi mudah-mudahan tidak ada masalah, mudah-mudahan justru kita mempunyai daya saing untuk itu,” tuturnya.

    Budi juga mengaku efek dari kemenangan Trump belum berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. “Tidak ada hambatan, bagi kita belum terasa. Tapi saya pikir kita optimis enggak ada masalah,” ungkapnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 53 bulan berturut-turut, dengan surplus neraca dagang senilai US$3,26 miliar pada September 2024. Ini artinya, neraca dagang Indonesia terus mempertahankan tren surplus sejak Mei 2020.

    Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan bahwa ekspor per September 2024 tercatat senilai US$22,08 miliar, dengan nilai impor yang lebih kecil sehingga surplus terjaga.

    “Total nilai impor mencapai US$18,82 miliar atau turun 8,91% dari bulan Agustus 2024,” kata Amalia dalam konferensi pers pada Selasa (15/10/2024).

    Per September 2024, surplus neraca dagang Indonesia tercatat naik US$0,48 miliar secara bulanan. Angkanya lebih tinggi dari Agustus 2024 senilai US$2,89 miliar, namun lebih kecil dari posisi September 2023 senilai US$3,41 miliar.

    Adapun, komoditas yang memberikan sumbangsih surplus utama adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).

    Sepanjang periode Januari–September 2024, ekspor tercatat senilai US$192,85 miliar dan impor senilai US$170,87 miliar, sehingga surplus neraca dagang barang Indonesia periode Januari–September 2024 mencapai US$21,98 miliar.

  • Donald Trump Jadi Presiden AS, Ekspor Indonesia Bakal Terganggu? – Page 3

    Donald Trump Jadi Presiden AS, Ekspor Indonesia Bakal Terganggu? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Donald Trump telah memenangkan suara mayoritas dalam kontestasi Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS). Hal ini disebut-sebut dapat berdampak pada perdagangan internasional Indonesia.

    Ekonom Institute for Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan kebijakan ekonomi Donald Trump akan berpengaruh pada sektor perdagangan, termasuk Indonesia. Meskipun tidak menjadi mitra dagang utama, porsi ekspor Indonesia ke AS mencapai 9 persen.

    “Jadi dampaknya jelas. Kalau ekspor kita ke Amerika Serikat bisa berkurang, itu mungkin tidak seberapa, karena kontribusi pasar Amerika Serikat terhadap ekspor Indonesia itu kan 9 persen. Memang relatif tinggi, tapi saya rasa meskipun berkurang, itu tidak signifikan, karena dampak yang tidak langsung ini yang saya rasa akan lebih besar impact-nya,” ujar Heri dalam Liputan6 Update, Kamis (7/11/2024).

    Dia mengatakan ekspor Indonesia terancam berkurang ke negara-negara mitra dagang utama AS, seperti China, Jepang, Korea Selatan, hingga Vietnam.

    “Dampak tidak langsung ini berarti ada potensi perlambatan ekspor Indonesia ke negara-negara mitra dagang utama Amerika Serikat, potensi perlambatan ekspor Indonesia ke China, Vietnam, Thailand, Jepang, dan Korea,” bebernya.

    Pasalnya, kebijakan ekonomi Donald Trump bisa saja salah satunya berupaya mengurangi defisit neraca perdagangan dengan negara-negara seperti China, Jepang, hingga Vietnam. Salah satu caranya bisa dengan penambahan tarif impor atau pengaturan kuota.

    Alhasil, Indonesia sebagai pengekspor ke negara-negara tersebut juga ikut terdampak karena penyesuaian yang dilakukan ke depannya.

    “Ini yang seringkali juga AS tidak berpaduan lagi pada aturan-aturan atau kesepakatan yang ada di WTO. AS mencoba untuk mencari celah apa yang masih diperbolehkan dalam mengatur arus impor yang masuk ke negaranya,” kata dia.

    “Salah satunya adalah adanya kebijakan non-tariff measure atau kebijakan hambatan non-tarif. Nah, ini yang sangat tinggi di AS,” sambungnya.

  • Perdagangan Kalbar September 2024 alami surplus 159,71 juta dolar AS

    Perdagangan Kalbar September 2024 alami surplus 159,71 juta dolar AS

    Neraca perdagangan itu atas nilai ekspor sebesar 222,93 juta dolar AS dan impor 63,22 juta dolar AS.Pontianak (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat (Kalbar) mencatat neraca perdagangan Kalbar pada September 2024 surplus sebesar 159,71 juta dolar Amerika Serikat (AS).

    “Neraca perdagangan itu atas nilai ekspor sebesar 222,93 juta dolar AS dan impor 63,22 juta dolar AS,” ujar Kepala BPS Kalbar Muh Saichudin, di Pontianak, Jumat.

    Ia menjelaskan untuk nilai ekspor Kalbar pada Oktober 222,93 juta dolar AS tersebut, didominasi oleh tiga jenis barang utama.

    Ketiga jenis tersebut, yakni Bahan Kimia Anorganik (HS28); Lemak & Minyak Hewan/Nabati (HS15); serta Karet dan Barang dari Karet (HS40) masing-masing berkontribusi 55,31 persen, 26,59 persen, dan 6,35 persen.

    “Untuk tujuan ekspor Kalbar sendiri yakni Tiongkok, Malaysia, dan Belanda yang merupakan tiga negara tujuan ekspor Kalbar terbesar pada September 2024, masing-masing mencapai nilai ekspor 39,09 juta dolar AS, 35,85 juta dolar AS dan 28,38 juta dolar AS dengan total kontribusi 103,32 juta dolar AS atau 46,34 persen,” kata dia lagi.

    Sedangkan untuk impor sendiri dari 63,22 juta dolar AS pada September 2024 dari jenis barang, didominasi oleh tiga jenis yakni Mesin-mesin/Pesawat Mekanik (HS84), Bahan Bakar Mineral (HS27), dan Bahan Kimia Anorganik (HS28).

    Ketiga golongan barang tersebut menyumbang masing-masing 55,39 persen, 14,28 persen, dan 7,05 persen dengan kontribusi 76,72 persen.

    “Negara Malaysia, Tiongkok, dan Singapura merupakan tiga negara pemasok terbesar impor Kalbar pada September 2024 dengan total kontribusi 56,00 juta AS atau 88,58 persen dari keseluruhan nilai impor Kalbar,” ujar dia pula.
    Baca juga: Perdagangan Kalbar hingga Oktober 2023 surplus 1.254,79 juta dolar AS
    Baca juga: Pemprov Kalbar: FMM perkuat perdagangan Kalbar-Malaysia
     

    Pewarta: Dedi
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2024

  • BPS: Ekspor dan impor Sumut turun pada September 2024 

    BPS: Ekspor dan impor Sumut turun pada September 2024 

    Medan (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menyatakan nilai ekspor dan impor di Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan pada September 2023 bila dibandingkan bulan sebelumnya.

    “Nilai ekspor pada September mencapai 996,23 juta AS, turun 4,34 persen dibandingkan dengan keadaan Agustus dengan nilai 1.041,48 dolar AS,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Asim Saputra di Medan, Jumat.

    Asim mengatakan secara year on year bila dibandingkan dengan September 2023, jumlah ekspor Sumut mengalami peningkatan sebesar 13,89 persen.

    Lebih lanjut, dia mengatakan, sektor industri masih mendominasi yakni 95,16 persen, sementara Agustus sektor industri 93,38 persen.

    kemudian, untuk sektor pertanian memberikan pangsa pasar 4,84 persen, menurun Agustus 6,62 persen.

    “Kiriman ekspor terbesar September 2024 lemak dan minyak hewan nabati mencapai 400,19 juta dolar AS dan berbagai produk kimia 125,67 juta dolar AS,” kata Asim.

    Kemudian pangsa ekspor ke Tiongkok 17,93 persen dengan total 178,65 juta dolar AS, Amerika Serikat 14,44 persen dengan nilai 143,82 juta dolar AS, India dengan nilai 6,20 persen dengan nilai 61,79 juta dolar AS.

    “Pangsa pasar tiga negara dominan ini menyentuh 38,57 persen,” kata Asim.

    Untuk tujuan ke negara ASEAN total ekspor mencapai 128,51 juta dolar AS dengan pangsa pasar 12,90 persen. Sementara di Asia di luar ASEAN total pasar 346,52 juta dolar AS atau 34,78 persen.

    Untuk nilai impor sebesar 456,10 juta dolar AS atau turun 8,94 persen dibandingkan Agustus 2024. Peran bahan baku penolong mencapai 77,67 persen dari total impor September ini.

    Untuk negara asal impor yakni Tiongkok dengan nilai 121,50 juta dolar AS, Singapura 68,88 juta, Malaysia 59,92 juta dolar AS. Impor dari ASEAN 168,68 juta dolar AS, Asia di luar ASEAN 171,89 juta dolar AS.

    Sementara neraca perdagangan September surplus perdagangan dari kegiatan ekspor dan impor Sumatera Utara bernilai 540,13 juta dolar AS, turun tipis 0,09 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

    Neraca perdagangan Sumut menurut negara yakni Amerika Serikat 105 juta dolar AS, Rusia 60 juta dolar AS dan Tiongkok 57 dolar AS.

     

    Pewarta: M. Sahbainy Nasution
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024