Topik: neraca perdagangan

  • Hilirisasi DME Jadi Senjata Kurangi Impor LPG – Page 3

    Hilirisasi DME Jadi Senjata Kurangi Impor LPG – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG sangat tinggi.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, konsumsi LPG nasional mencapai 8,6 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 1,3 juta ton per tahun.

    Kondisi tersebut membuat impor LPG Indonesia berada di kisaran 6,5 hingga 7 juta ton per tahun, sehingga menekan neraca perdagangan energi dan menambah beban subsidi negara.

    “Impor kita sekarang untuk LPG, total konsumsi kita 8,6 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kita hanya 1,3 juta ton per tahun. Impor kita kurang lebih sekitar 6,5 sampai 7 juta ton,” kata Bahlil dalam pembukaan Minerba Convex 2025, di Assembly Hall, Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).

    Menurut dia, langkah strategis diperlukan agar Indonesia tidak terus bergantung pada impor energi yang rawan terhadap gejolak harga global.

    Program Hilirisasi Batu Bara Berkalori Rendah

    Sebagai langkah konkret, pemerintah kini menyiapkan program hilirisasi batu bara berkalori rendah menjadi Dimethyl Ether (DME), yang bisa digunakan sebagai substitusi LPG.

    Bahlil menjelaskan, inisiatif ini tidak hanya untuk mengurangi impor, tapi juga membuka peluang investasi baru di sektor energi alternatif.

    “Sementara gas kita, itu untuk bahan baku LPG,itu tidak banyak. Maka kita akan kelola untuk mendorong hilirisasi lewat DME, batu bara low-calorie,” ujarnya.

     

     

     

  • Neraca Dagang RI Lanjut Surplus hingga US Miliar per September 2025

    Neraca Dagang RI Lanjut Surplus hingga US$32 Miliar per September 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan surplus neraca perdagangan kumulatif tahun ini sampai dengan September 2025 sudah mencapai US$32 miliar, atau naik 45,8% (yoy) dari Januari-September 2024 sebesar US$22,2 miliar. 

    Hal itu disampaikan Purbaya pada pembukaan konferensi pers APBN KiTa edisi Oktober 2025, Selasa (14/10/2025). Dia menyebut kinerja perdagangan RI tetap kuat di tengah perang tarif khususnya antara Amerika Serikat (AS) dan China. 

    “Aktivitas ekspor impor masih tetap solid di tengah gejolak global, surplus neraca perdagangan kumulatif mencapai US$32 miliar tumbuh hampir 46% dibanding tahun lalu,” terangnya di gedung kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, dikutip Rabu (15/10/2025). 

    Kinerja kumulatif surplus neraca dagang Indonesia ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah penurunan defisit neraca perdagangan migas. Ekspor nonmigas selama sembilan bulan 2025 itu tumbuh 9,1% (yoy) didorong oleh ekspor sektor industri dan pertanian. 

    Secara terperinci, surplus selama Januari-September 2025 itu dihasilkan dari kinerja ekspor sebesar US$208,9 miliar atau tumbuh 7,7% (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$194 miliar. Komoditas yang mendorong ekspor adalah di antaranya industri pengolahan hasil perluasan hilirisasi. 

    Contohnya, logam dasar dalam hal ini besi baja, nikel dan tembaga disebut menjadi penyumbang terbesar. 

    Sementara itu, impor selama periode yang sama juga tumbuh secara tahunan namun lebih moderat yakni 2,8% (yoy), dari Januari-September 2024 sebesar US$171,8 miliar menjadi US$176,6 miliar pada periode tahun ini. 

    “Ini mencerminkan permintaan domestik yang makin terjaga. Ke depan kita akan mendorong perluasan pasar ekspor dan industri berbasis nilai tambah,” paparnya. 

  • Pemerintah Evaluasi Kebijakan Wajib Parkir DHE 100%, Turuti Kemauan Trump?

    Pemerintah Evaluasi Kebijakan Wajib Parkir DHE 100%, Turuti Kemauan Trump?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah akan mengevaluasi kebijakan penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) 100% selama 12 bulan.

    Kendati tidak disebut secara spesifik, sulit untuk tidak mengaitkan evaluasi DHE itu dengan sorotan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Trump pernah mempersoalkan kebijakan DHE saat menjatuhkan tarif 32% kepada Indonesia.

    Adapun keputusan untuk mengevaluasi wajib DHE disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam rapat kabinet di kediaman pribadinya, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan pada Minggu (12/10/2025) malam. 

    Airlangga mengaku pengusaha tidak ada menyampaikan keluhan berarti dari kebijakan wajib parkir DHE SDA 100% itu. Hanya saja, permasalahan ada di dalam sistem.

    “DHE kendalanya bukan dari pengusaha, kendalanya dari kita melihat transfer dananya kemarin terdisrupsi,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Ketika dikonfirmasi apakah disrupsi tersebut karena permasalahan di sistem perbankan atau serapan penempatan dana pengusaha yang belum optimal, Airlangga tidak mau memberi keterangan lebih lanjut. Dia meminta setiap pihak bersabar karena akan ada keterangan lebih lanjut.

    “Nanti kita evaluasi dan disampaikan,” ujar politisi Partai Golkar itu.

    Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa salah satu fokus utama pembahasan dalam rapat kabinet kemarin malam mengenai kondisi dan stabilitas sistem keuangan serta sistem perbankan nasional, termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan DHE SDA yang telah berlaku sejak Maret 2025.

    “Tadi membahas mengenai hasil dari peraturan pemerintah yang kita keluarkan berkenaan dengan masalah devisa hasil ekspor. Jadi tadi membahas untuk melakukan evaluasi sejauh mana efektivitas dan dampak terhadap diberlakukannya DHE,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10/2025) malam.

    Menurutnya, laporan sementara menunjukkan sebagian besar eksportir telah mematuhi ketentuan untuk menempatkan devisa hasil ekspor di dalam negeri. Kendati demikian, pemerintah menilai hasil implementasi kebijakan tersebut belum sesuai harapan.

    Prasetyo mengatakan ada sejumlah kendala dan celah yang memungkinkan aliran devisa ke luar negeri belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Oleh sebab itu, Prabowo meminta jajaran terkait untuk segera melakukan kajian lanjutan.

    “Masih ada beberapa yang memungkinkan devisa kita belum seoptimal yang kita harapkan. Makanya itu yang diminta untuk segera dipelajari kembali,” kata dia.

    Sorotan Pemerintahan Trump?

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti kebijakan pemerintah Indonesia yang mewajibkan pengusaha di sektor sumber daya alam (SDA) untuk memarkir devisa hasil ekspor alias DHE di dalam negeri.

    Tidak hanya disorot, kebijakan DHE Presiden Prabowo Subianto itu kemudian menjadi salah satu pertimbangan pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump untuk mengenakan tarif kepada produk Indonesia sebesar 32%.

    “Mulai tahun ini, [Indonesia] mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor mereka ke dalam negeri untuk transaksi senilai $250.000 atau lebih,” demikian dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Jumat (4/4/2025). 

    Trump mengkategorikan kebijakan tersebut sebagai bagian dari hambatan tarif moneter dan tarif non-moneter untuk mengatur arus perdagangan baik itu ekspor dan impor.

    “Presiden Trump melawan keduanya melalui tarif timbal balik untuk melindungi pekerja dan industri Amerika dari praktik tidak adil ini.”

    Neraca Dagang RI Vs AS
    Dalam catatan Bisnis, AS selama beberapa dasawarsa terakhir adalah mitra dagang utama Indonesia. Salah satu negara tujuan ekspor. Produk-produk manufaktur hingga pruduk kayu mengalir deras ke sana. Alhasil, neraca perdagangan RI – AS selalu surplus selama 4 tahun belakangan.

    BPS mencatat bahwa pada tahun 2021, surplus neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS mencapai US$14,5 miliar. Tahun 2022, terjadi lonjakan surplus hingga mencapai US$16,5 miliar. Namun pada tahun 2023, surplus negara perdagangan Indonesia dengan AS menyusut menjadi US$11,9 miliar.

    Pada tahun 2024, data sampai Desember, ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat mencapai US$26,3 miliar. Sementara impor non-migas dari AS hanya di angka mencapai US$9,6 miliar.  Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai angka di kisaran US$16,85 miliar.

    Sementara itu, jika mengacu data dari United States Trade Representative (USTR), perdagangan barang antara AS dengan Indonesia diperkirakan mencapai $38,3 miliar pada tahun 2024. Ekspor barang AS ke Indonesia pada tahun 2024 sebesar $10,2 miliar, naik 3,7 persen ($364 juta) dari tahun 2023.

    Impor barang AS dari Indonesia mencapai $28,1 miliar pada tahun 2024, naik 4,8 persen ($1,3 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia sebesar $17,9 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,4 persen ($923 juta) dari tahun 2023

  • Produksi Pertamax Green dengan Bioetanol Berpotensi Hemat Rp200 Triliun

    Produksi Pertamax Green dengan Bioetanol Berpotensi Hemat Rp200 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) konsisten mendukung transisi energi berkelanjutan melalui inovasi pengembangan berbagai produk rendah karbon. Komitmen ini juga mendukung program pemerintah untuk menekan neraca impor migas. 

    Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza, mengatakan sejumlah inovasi yang telah diluncurkan, antara lain Pertamax Green, Sustainable Aviation Fuel (SAF), dan Renewable Diesel (RD).

    “Pertamina tidak hanya berfokus pada ketahanan energi nasional, tetapi juga berperan aktif menurunkan emisi dan menciptakan ekosistem energi yang lebih hijau,” ujar Oki dalam keterangan resmi, Jumat (10/10/2025).

    Untuk produk bahan bakar, Pertamina telah menghadirkan Pertamax Green 95 dengan RON 95 dan kandungan sulfur di bawah 50 ppm (Euro IV). Produk berbasis bioetanol ini mampu mengurangi ketergantungan impor bensin sekaligus mendorong ekonomi lokal berbasis energi terbarukan.

    Pihaknya mencatat, nantinya dengan adanya penggunaan Bioetanol dalam negeri dapat mensubstitusi bensin impor sehingga mampu mengurangi defisit neraca perdagangan impor bensin yang saat ini setara US$ 12,4 miliar (Rp200 triliun), menurunkan emisi karbon sektor transportasi, serta menggerakkan ekonomi untuk para petani.

    Selain itu, Pertamina juga mendorong produksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis minyak jelantah yang pertama kali digunakan dalam penerbangan Pelita Air Jakarta–Bali pada 20 Agustus 2025. 

    Terobosan ini menjadikan Pertamina menjadi produsen SAF co-processing pertama di Asean, dengan ekosistem pasok dari pengumpulan minyak jelantah hingga pemanfaatan oleh maskapai nasional. Produk SAF juga telah bersertifikasi International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) dan mampu menurunkan emisi karbon penerbangan hingga 84%.

    “Teknologi SAF ini sepenuhnya dikembangkan oleh insinyur dalam negeri, membuktikan kapasitas Indonesia sebagai regional champion energi hijau,” tegas Oki. 

    Di sektor Diesel, Pertamina telah menerapkan B40. “Program Biodiesel B40 Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, sehingga Indonesia dapat sepenuhnya mandiri dalam pemenuhan kebutuhan solar domestik,” tambah Oki.

    Inovasi lainnya adalah Renewable Diesel (RD), bahan bakar nabati berbasis hidrogenasi minyak sawit. Keunggulannya stabilitas oksidasi lebih baik, tidak mudah menyerap air, serta efisiensi pembakaran lebih optimal dibandingkan biodiesel konvensional.

    Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

  • Toyota Setor Pajak Rp 23 Triliun/Tahun ke Indonesia

    Toyota Setor Pajak Rp 23 Triliun/Tahun ke Indonesia

    Jakarta

    Toyota punya andil besar dalam membangun ekonomi nasional. Karuan saja, selain menyerap ratusan ribu tenaga kerja lokal, mereka juga telah memberikan sumbangsih berupa setoran pajak Rp 23 triliun/tahun.

    Hal itu disampaikan langsung Menteri Koordinator atau Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Itulah mengapa, pihaknya menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya untuk perusahaan roda empat asal Jepang tersebut.

    “(Toyota) bayar pajaknya sekitar Rp 23 triliun per tahun. Ini Toyota Motor dan Toyota Astra kelihatannya, jadi cukup signifikan lah,” ujar Airlangga Hartarto saat menyampaikan materi di pabrik Toyota Karawang, Jawa Barat, Kamis (9/10).

    Menko Airlangga Hartarto. Foto: Taufiq Syarifudin/detikcom

    Airlangga kemudian mengurai kontribusi dan capaian Toyota di Indonesia. Menurutnya, Toyota telah memproduksi kendaraan 300 ribu unit/tahun dengan market share 32 persen. Selain itu, tenaga kerja yang berada di ekosistem perusahaan mencapai 360 ribu orang.

    “Kemudian dengan ekosistem supply chain di dalam negeri, termasuk industri kecil dan menengah, mulai dari tier 2 seperti pabrik baja, plastik, ban dan kaca ada 540 suppler di tier 2 dan 240 di tier 1. Jadi ini apresiasi,” ungkapnya.

    Di kesempatan yang sama, Airlangga juga menjelaskan situasi ekonomi Indonesia saat ini. Dia mengklaim, pertumbuhan ekonomi cukup menjanjikan dengan kenaikan lima persen dan inflasi terjaga di 2,5 persen. Kemudian defisit anggaran tiga persen, rasio hutang hanya 38,8 persen dan investasi tumbuh Rp 942 triliun di semester satu.

    “Neraca perdagangan positif, tingkat pengangguran terbuka turun sejak 1998. Jadi secara makro Indonesia aman, sehingga Toyota bisa investasi hingga 50 tahun ke depan,” kata dia.

    Kabar baiknya lagi, ekspor mobil buatan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) akhirnya tembus 3 juta unit. Seremoni acara digelar di Karawang, Jawa Barat, Kamis (9/10).

    Presiden Direktur Toyota Motor Corporation (TMC) Koji Sato mengaku bangga Toyota Indonesia mampu mencatatkan 3 juta ekspor kendaraan tahun ini. Catatan tersebut membuktikan, produk buatan Indonesia mendapat kepercayaan dari pasar global.

    “Mewakili Toyota Group, kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia atas bantuannya dan seluruh partner kami selama 50 tahun lebih,” kata Koji Sato.

    (sfn/dry)

  • Vietnam Gunakan Bahan Bakar Etanol buat Tingkatkan Impor AS

    Vietnam Gunakan Bahan Bakar Etanol buat Tingkatkan Impor AS

    Jakarta

    Etanol sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Sebabnya, pemerintah Indonesia akan mewajibkan penggunaan etanol 10% dalam bahan bakar dalam dua hingga tiga tahun mendatang.

    Menilik Vietnam, negara tetangga ini sudah mulai menerapkan bensin campuran etanol 10% (E10) mulai tahun ini. Selain efisiensi, tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan angka impor Vietnam dari Amerika Serikat.

    Mengutip Reuters, Vietnam berencana beralih sepenuhnya ke bensin campuran etanol mulai tahun depan, membuka peluang bagi negara Asia Tenggara itu untuk mengimpor lebih banyak etanol dan jagung dari Amerika Serikat.

    Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam telah mengajukan proposal kepada pemerintah untuk beralih ke E10 – campuran bensin dengan bioetanol hingga 10% – menurut dokumen kementerian yang ditinjau oleh Reuters. Saat ini, campuran tersebut menggunakan standar bensin tanpa timbal RON95 dan RON92.

    Peralihan ini juga dipandang sebagai langkah strategis untuk membuka jalur impor etanol dan jagung AS sekaligus membantu menyeimbangkan neraca perdagangan Vietnam terhadap Amerika Serikat, pasar ekspor utamanya.

    “Ini adalah salah satu solusi cepat dan efektif untuk meningkatkan impor barang dari Amerika Serikat, sehingga mengurangi surplus,” kata dokumen itu. Tahun lalu, Amerika Serikat mencatat defisit perdagangan sebesar USD 123 miliar dengan Vietnam, salah satu defisit terbesar terhadap satu negara.

    Untuk memperlancar impor etanol, Vietnam sudah memotong tarif impor etanol dari 10% menjadi 5%. Beberapa waktu lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga telah menyatakan Vietnam dapat mengimpor produk AS tanpa tarif.

    Vietnam, yang mengonsumsi kurang dari 30 juta ton produk minyak bumi per tahun, juga berencana meningkatkan impor produk AS lainnya, seperti pesawat terbang, LNG, minyak mentah, dan produk pertanian.

    Data bea cukai Vietnam menunjukkan impor dari AS selama tujuh bulan pertama tahun ini naik 22,7% menjadi USD 10,54 miliar. Namun impor etanol serta jagung belum tercantum secara spesifik di data tersebut.

    Vietnam sendiri memiliki enam pabrik etanol dengan kapasitas gabungan 600.000 m³ per tahun, yang baru bisa memenuhi sekitar 40% kebutuhan produksi bensin E10.

    Dokumen pemerintah juga menyebutkan bahwa penggunaan bensin E10 akan membantu mengurangi emisi karbon dan sesuai dengan target net zero Vietnam. Pada COP26 di Glasgow, Vietnam berkomitmen menjadi netral karbon pada 2050.

    (lua/rgr)

  • FKBI sepakat Kementerian ESDM batasi impor BBM

    FKBI sepakat Kementerian ESDM batasi impor BBM

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menilai langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengendalikan impor bahan bakar minyak (BBM) melalui pemberian kuota sudah tepat dan rasional.

    “Impor BBM perlu dikendalikan mengingat masalah devisa negara, neraca perdagangan, dan komoditas strategis yang harus diintervensi negara,” ucap Tulus di Jakarta, Minggu.

    Meskipun kebijakan tersebut lantas menyebabkan kelangkaan BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, Tulus menilai kebijakan pemerintah bisa dimengerti dan rasional.

    Ia pun menyampaikan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir terkait performa SPBU Pertamina, sebab masalah kualitas dan spesifikasi BBM dari perusahaan plat merah tersebut sudah diatur dengan ketat oleh Kementerian ESDM.

    “Tentunya, Pertamina tidak berani main-main dengan hal itu, termasuk soal adanya etanol,” kata Tulus.

    Ia meyakini kandungan etanol dalam BBM Pertamina sudah menyesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Selain itu, kandungan etanol dalam BBM bahkan lumrah ditemukan di SPBU luar negeri, seperti Shell di Amerika Serikat.

    “Masalah etanol terkait erat dengan upaya pengurangan emisi karbon yang menjadi perhatian dunia,” kata Tulus.

    Lebih jauh, Tulus menilai bahwa kelangkaan BBM di SPBU swasta dapat menjadi momentum bagi Pertamina untuk melakukan rebranding korporasi, baik dari sisi pelayanan maupun citra kepada publik.

    Tulus mendukung pembuktian bahwa takaran dan volume BBM dari SPBU Pertamina sudah presisi, sebagaimana ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, ia juga mendorong Pertamina untuk memberikan inovasi dan pelayanan yang jauh lebih baik dari saat ini.

    Pemberian pelayanan tersebut bisa dimulai dari memitigasi lonjakan pembeli di SPBU Pertamina imbas kosongnya BBM di SPBU swasta.

    “Lonjakan harus diantisipasi, dimitigasi oleh SPBU Pertamina, terutama terkait antrean di titik-titik SPBU strategis, khususnya bagian sepeda motor,” ucap Tulus.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kinerja Dagang Moncer, Kemendag Pede Ekspor 2025 Tembus US4 Miliar

    Kinerja Dagang Moncer, Kemendag Pede Ekspor 2025 Tembus US$294 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) optimistis target ekspor tahun ini sebesar US$294,45 miliar atau tumbuh 7,1% year-on-year (yoy) dapat tercapai. Hal ini seiring kinerja perdagangan menunjukkan tren pertumbuhan yang positif.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus US$5,49 miliar per Agustus 2025. Capaian tersebut ditopang surplus sektor nonmigas senilai US$7,15 miliar, sedangkan sektor migas masih defisit sebesar US$1,65 miliar. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus selama 64 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

    Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia Januari–Agustus 2025 mengalami surplus sebesar US$29,14 miliar yang berasal dari surplus sektor nonmigas US$41,21 miliar, sedangkan sektor migas defisit senilai US$12,07 miliar.

    Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemendag Ni Made Kusuma Dewi menilai surplus neraca perdagangan Indonesia masih terjaga dan menjadi sinyal bagi performa ekspor nasional.

    “Kami melihat capaian ekspor ini sebagai kabar baik terhadap perkembangan kinerja ekspor Indonesia. Kami sangat senang surplus bulanan masih terjaga dan ekspor periode Januari—Agustus 2025 menunjukkan pertumbuhan yang baik,” kata Made kepada Bisnis, Rabu (1/10/2025).

    Kendati demikian, Made menyampaikan bahwa saat ini Kemendag masih menyusun atau menyiapkan data dan informasi resmi mengenai kinerja ekspor Indonesia untuk bulan Agustus 2025, serta akumulasi ekspor sepanjang 8 bulan pertama 2025.

    “Kementerian Perdagangan sedang mempersiapkan informasi terkait kinerja ekspor bulanan periode Agustus 2025 dan kumulatif Januari—Agustus 2025, dan akan disampaikan pada kesempatan pertama,” ujarnya.

    BPS juga mencatat total nilai ekspor Indonesia mencapai US$185,13 miliar pada Januari—Agustus 2025. Nilainya naik 7,72% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu (c-to-c) yang hanya mencapai US$171,85 miliar.

    Bila diperinci, nilai ekspor migas mencapai US$9,04 miliar atau turun 14,14% ctc dan ekspor nonmigas naik 9,15% ctc menjadi US$176,09 miliar.

    Pada Agustus 2025, nilai ekspor Indonesia mencapai US$24,96 miliar. Nilainya naik 0,87% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan naik 5,78% secara tahunan (year-on-year/yoy).

    Sejalan dengan tren laju pertumbuhan ekspor hingga Agustus 2025, Kemendag optimistis target nilai ekspor pada tahun ini dapat tercapai. Asal tahu saja, Kemendag tahun ini membidik pertumbuhan ekspor nasional sebesar 7,1% yoy menjadi US$294,45 miliar.

    ”Kementerian Perdagangan optimistis target nilai ekspor dapat tercapai,” ucapnya.

    Terlebih, kata dia, pada pertengahan Oktober 2025, Kemendag akan menggelar pameran dagang Trade Expo Indonesia 2025 yang akan mengundang lebih dari 5.000 buyer mancanegara dari 100 negara.

    “Kami optimistis TEI 2025 akan semakin mengerek kinerja ekspor untuk 2025,” ujarnya.

    Selain itu, Made menambahkan, Kemendag juga memiliki program prioritas untuk mengerek ekspor, yakni perluasan pasar ekspor. Dia menuturkan bahwa program ini mulai menunjukkan hasil menggembirakan dengan dihasilkannya perkembangan-perkembangan signifikan untuk berbagai perundingan perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara mitra.

    Di samping itu, Kemendag turut mendorong pelaku UMKM untuk menjadi eksportir melalui UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor).

    “Harapannya, program itu juga semakin memberikan kontribusi bagi kinerja ekspor Indonesia,” pungkasnya.

  • Neraca Perdagangan Agustus 2025 Surplus US,49 Miliar, 64 Bulan Beruntun!

    Neraca Perdagangan Agustus 2025 Surplus US$5,49 Miliar, 64 Bulan Beruntun!

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mencapai surplus US$5,49 miliar per Agustus 2025.

    Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus selama 64 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

    Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah mengatakan bahwa Indonesia mencatatkan ekspor Agustus 2025 mencapai  US$24,9 miliar atau naik 5,78% dibandingkan Agustus 2024 (year on year/YoY).

    Adapun nilai impor Agustus 2025 mencapai US$19,47 miliar atau turun 6,56% dibandingkan agustus 2024.

    Nilai impor ini terdiri dari impor migas yang mencapai US$2,73 miliar atau naik 3,17% secara tahunan. Sementara itu impor nonmigas mencapai US$16,74 miliar mengalami penurunan secara tahunan 7,98%.

    “Pada Agustus 2025, neraca perdagangan barang tercatat surplus sebesar US$5,49 miliar. Neraca perdagangan Indonesia dengan ini telah mencatat surplus selama 64 bulan berturut turut sejak Mei 2020,” ujar Habibullah pada Rabu (1/10/2025).

    Surplus pada Agsutus 2025 lebih ditopang surplus komoditas nonmigas sebesar US$7,15 miliar dengan komoditas penyumbang surplus lemak dan minyak hewani nabati, bahan bakar mineral dan besi dan baja.

    “Pada saat yang sama neraca perdagangan komoditas migas mencatat defisit US$1,66 miiar,” ungkap Habibullah.

    Sebelumnya, konsensus ekonom memproyeksikan surplus neraca perdagangan Indonesia akan berlanjut pada Agustus 2025 atau 64 bulan secara beruntun. Kendati demikian, surplus pada Agustus 2025 diproyeksikan akan menurun dibandingkan bulan sebelumnya.

    Berdasarkan konsensus proyeksi 20 ekonom yang dihimpun Bloomberg, nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan pada Agustus 2025 diproyeksikan sebesar US$4,03 miliar. Proyeksi tersebut lebih rendah dari realisasi neraca dagang bulan sebelumnya atau pada Juli 2025 senilai US$4,17 miliar.

    Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual dengan nominal US$5,36 miliar. Sebaliknya, estimasi terendah diberikan oleh Cimb Ltd dengan angka US$2,8 miliar.

    David Sumual menjelaskan bahwa proyeksi neraca dagang Agustus 2025 itu dipengaruhi oleh ekspor yang naik 7,24% secara tahunan (year on year/YoY) dan 1,57% secara bulanan (month on month/MoM). Sementara itu, impor -4,31% YoY dan -3,89 MoM.

    “Surplus neraca dagang kembali meningkat, didorong ekspor yang sangat tinggi—sedangkan impor melemah,” jelas David kepada Bisnis, Selasa (30/9/2025).

    Dia merincikan data yang dikeluarkan otoritas China menunjukkan bahwa ekspor Indonesia ke Negeri Panda naik tinggi di Agustus sebesar 20% MoM, terutama untuk produk batu bara, minyak, dan gas bumi.

    Menurutnya, kenaikan harga crude palm oil (CPO) alias minyak kelapa sawit mentah Agustus tampaknya juga mendorong ekspor. Sementara itu, sambung David, efek penurunan surplus akibat tarif tampaknya belum terlihat.

  • Tarif Impor AS 19% Belum Berlaku, Ekspor RI 2025 Diharapkan Masih Kuat

    Tarif Impor AS 19% Belum Berlaku, Ekspor RI 2025 Diharapkan Masih Kuat

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyebut tarif impor yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap barang-barang yang dikirim dari Indonesia belum berlaku. Untuk itu, kinerja ekspor RI diperkirakan masih kuat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025. 

    Sebelumnya, tarif impor AS yang dikenakan pemerintahan Presiden Donald Trump kepada mitra-mitra dagangnya berlaku pada 7 Agustus 2025 termasuk Indonesia. Dalam hal ini, tarif impor untuk Indonesia berhasil dinegosiasi dari awalnya 32% menjadi 19%. 

    Akan tetapi, tarif 19% bagi barang-barang asal Indonesia ke AS maupun 0% sebaliknya itu belum berlaku di lapangan. Sebab, kedua belah pihak masih dalam tahap penyusunan dokumen-dokumen hukum kesepakatan bea masuk tersebut (legal drafting). 

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang memimpin tim negosiator dengan pihak Gedung Putih maupun Utusan Perdagangan AS, menyebut pemerintah RI masih menyusun legal drafting serta menegosiasikan lebih lanjut beberapa barang atau produk yang bisa dikecualikan dari tarif 19%. 

    “Tarif AS kan masih dalam negosiasi, sehingga ini belum berlaku. Jadi kalau kita lihat data dari BPS, ekspor masih kuat,” ujar Airlangga kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

    Setidaknya sampai dengan Oktober 2025 ini, pemerintah Indonesia dari lintas kementerian/lembaga akan terus melakukan pertemuan bilateral secara daring dengan pihak United States Trade Representatives (USTR). Ada beberapa dokumen hukum yang harus diselesaikan kedua belah pihak. 

    Misalnya, dokumen terkait dengan kesepakatan perdagangan kedua negara (Agreement on Reciprocal Trade) hingga komitmen khusus antara AS dan negara mitra (Country Specific Commitment).  

    Oleh sebab itu, Airlangga memastikan bahwa tarif 19% untuk barang-barang dari Indonesia ke AS serta sebaliknya sebesar 0% belum berlaku. Harapannya, pemerintah Indonesia dan AS akan segera menyelesaikan legal drafting pada bulan depan. 

    “Jadi tunggu sampai final, kita sedang siapkan. Harapannya tentu Oktober ini bisa diselesaikan,” terang Menko Perekonomian sejak 2019 itu.

    Secara simultan, pemerintah juga tengah memastikan agar legal drafting dimaksud bakal mengecualikan tarif atau bea masuk 19% untuk sejumlah komoditas dari Indonesia seperti kelapa sawit, karet maupun kakao.

    “Semua yang dari tanah Indonesia seperti kelapa sawit, karet, kakao itu, hampir dipastikan bisa diberikan nol [tarif],” pungkasnya. 

    Sebelumnya, pada konferensi pers APBN KiTa 22 September 2025 lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya mengungkap bahwa surplus neraca perdagangan masih berlanjut pada Agustus 2025 tercatat sebesar US$5,3 miliar. 

    Torehan itu lebih tinggi dari yang telah disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS), awal September ini, yakni untuk Juli 2025 sebesar US$4,17 miliar. 

    Purbaya lalu lebih menyoroti surplus neraca perdagangan kumulatif Januari-Agustus 2025 yang tercatat sudah mencapai US$41,06 miliar. Pertumbuhannya melesat hingga 52,3% dari torehan Januari-Agustus 2024 yang hanya US$32,7 miliar. 

    Dia mengakui bahwa ada pengaruh dari langkah eksportir melakukan pengiriman barang lebih dulu untuk menghindari tarif impor AS yang diterapkan 7 Agustus 2025 lalu. Barang-barang dari Indonesia yang masuk ke AS, dalam hal ini, dikenakan tarif hingga 19% atau lebih rendah dari ketetapan awal sebesar 32%. 

    “Ini pertumbuhan yang amat spektakuler, kalaupun ada orang bilangnya karena mau ada tarif maka frontloading, tetapi kalau saya lihat tetap saja tumbuh ini menunjukkan globalnya enggak jelek-jelek amat. Jadi sekarang kita tinggal menjaga domestiknya seperti apa,” jelas Purbaya, dikutip Rabu (24/9/2025).