Topik: neraca perdagangan

  • Tanggapi Kebijakan Trump, Sekjen HIPMI Tekankan Pentingnya Kerja Sama Dagang Baru untuk Indonesia

    Tanggapi Kebijakan Trump, Sekjen HIPMI Tekankan Pentingnya Kerja Sama Dagang Baru untuk Indonesia

    PIKIRAN RAKYAT – Anggawira, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), menyerukan kepada pemerintah untuk mempercepat perjanjian dagang dengan negara-negara Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika, dalam rangka diversifikasi pasar ekspor dan pengurangan ketergantungan pada Amerika Serikat.

    Tindakan ini merupakan respons terhadap kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang memberlakukan tarif dasar dan bea masuk baru kepada banyak mitra dagang, termasuk Indonesia yang terkena tarif timbal balik sebesar 32 persen.

    “Percepat perjanjian dagang dengan Uni Eropa, Timur Tengah, dan Afrika agar ketergantungan kepada AS berkurang,” ujar Anggawira.

    Ia menyatakan bahwa diversifikasi pasar ekspor dengan mempercepat perjanjian dagang merupakan kebijakan yang perlu dipertimbangkan untuk jangka menengah.

    Ia berpendapat bahwa dalam jangka pendek, pemerintah perlu meyakinkan pelaku pasar dengan komitmen untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan pasar, termasuk melalui intervensi di pasar keuangan dan pemberian stimulus kepada dunia usaha yang terdampak.

    Menurutnya, target perdagangan dapat diperluas dengan mengoptimalkan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Blok perdagangan Asia Pasifik yang dikenal sebagai RCEP melibatkan 15 negara dan mewakili sepertiga dari total perekonomian dunia.

    “Mengoptimalkan pemanfaatan perjanjian RCEP untuk meningkatkan ekspor ke Asia-Pasifik,” ucap Anggawira dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara pada 3 April 2025.

    Menurutnya, kebijakan Trump yang disebut ‘Hari Pembebasan’ oleh pemimpin negara adidaya itu, perlu direspons dengan cepat dan tepat oleh Pemerintah Indonesia. Ia mengatakan bahwa respons pemerintah yang cepat dan tepat akan berdampak positif bagi pengusaha.

    “Jika tidak ada langkah konkret, ketidakpastian ekonomi bisa semakin dalam dan berdampak negatif,” kata dia.

    Kebijakan tarif Trump dipandang sebagai faktor yang memperparah tekanan ekonomi global sehingga memberikan dampak yang signifikan terhadap dunia usaha. Pada Selasa 2 April 2025, Presiden Trump mengumumkan bahwa akan ada peningkatan tarif perdagangan bagi negara-negara yang selama ini memiliki surplus neraca perdagangan dengan AS.

    Menurut data yang dirilis Gedung Putih, Indonesia termasuk dalam daftar negara yang terkena dampak kenaikan tarif AS, menempati urutan ke-8 dengan besaran 32 persen. Sekitar 60 negara akan dikenakan tarif balasan yang besarnya 50 persen dari tarif yang mereka terapkan terhadap AS.

    Indonesia bukan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang terdampak kebijakan perdagangan AS tersebut. Negara-negara lain seperti Malaysia, Kamboja, Vietnam, dan Thailand juga mengalami kenaikan tarif masing-masing sebesar 24 persen, 49 persen, 46 persen, dan 36 persen.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Apa Itu Tarif Resiprokal, Kebijakan Donald Trump yang Bikin Heboh Perdagangan Global? – Page 3

    Apa Itu Tarif Resiprokal, Kebijakan Donald Trump yang Bikin Heboh Perdagangan Global? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada 2 April 2025 mengumumkan pemberlakuan tarif timbal balik (reciprocal tariffs) atas impor barang dari berbagai negara.

    Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar: Apa dampaknya terhadap ekonomi global dan konsumen Amerika Serikat? Siapa yang terkena dampaknya? Kapan kebijakan ini mulai berlaku? Mengapa kebijakan ini diterapkan? Bagaimana mekanisme perhitungan tarif tersebut?

    Pemberlakuan tarif dasar 10% untuk semua impor barang asing mulai 5 April 2025. Kemudian tarif resiprokal berlaku mulai 9 April 2025, menetapkan tarif spesifik yang lebih tinggi untuk negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS.

    Tarif ini bersifat tambahan; artinya, impor akan dikenakan tarif dasar 10% ditambah tarif spesifik untuk setiap negara. Sebagai contoh, tarif untuk Aljazair adalah 30%, Angola 32%, dan Bangladesh mencapai 37%. Namun, beberapa barang seperti baja, aluminium, tembaga, produk farmasi, semikonduktor, dan energi dikecualikan.

    Keputusan ini diambil dengan asumsi defisit perdagangan disebabkan oleh faktor tarif dan non-tarif yang mengganggu keseimbangan perdagangan bilateral. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan tersebut secara langsung dengan mengurangi jumlah impor. 

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuturkan, rencana pengenaan pajak impor yang disebutnya sebagai “Hari Pembebasan”. Hal ini apa yang disebut tarif timbal balik atau tarif resiprokal.

    “Timbal balik. Itu berarti mereka melakukannya kepada kita, dan kita melakukannya kepada mereka,” ujar Donald Trump saat konferensi pers, Rabu, 2 April 2025, seperti dikutip dari laman CBS News, Kamis (3/4/2025).

    Ia menuturkan, tarif resiprokal itu sebagai cara meningkatkan manufaktur AS dan menyamakan kedudukan dengan negara lain yang mengenakan tarif lebih tinggi pada impor AS daripada yang dikenakan AS untuk produknya.

    Namun, sejumlah ekonom menuturkan, tarif balasan dengan mitra dagang utama mungkin sulit untuk disusun. Selain itu, tarif juga mengguncang perdagangan global dan menaikkan biaya bagi konsumen dan bisnis AS.

    Berikut sejumlah hal mengenai tarif timbal balik atau tarif resiprokal seperti dikutip dari CBS News:

  • Hadapi Tarif Impor Trump, Perdagangan BRICS Harus Diperkuat

    Hadapi Tarif Impor Trump, Perdagangan BRICS Harus Diperkuat

    Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia perlu memperkuat perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS untuk mencari sumber pendapatan baru di tengah penerapan tarif impor tinggi oleh Donald Trump.

    Ekonom dan praktisi pasar modal dari PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyampaikan, kebijakan tarif impor Trump yang agresif dapat berdampak negatif terhadap ekonomi dan pasar keuangan Indonesia. Oleh karena itu, memperkuat perdagangan dengan BRICS menjadi solusi strategis untuk memitigasi dampak tarif AS.

    “Indonesia perlu memperkuat perdagangan dengan negara-negara anggota BRICS untuk mencari sumber pendapatan yang baru,” ujar Hans Kwee, Kamis (3/4/2025).

    Diketahui, Indonesia secara resmi menjadi anggota BRICS pada awal 2025. BRICS sendiri dibentuk pada 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan China, lalu Afrika Selatan bergabung pada 2010. BRICS pada tahun lalu juga telah memperluas keanggotaannya dengan menerima Mesir, Iran, Ethiopia, hingga Uni Emirat Arab.

    Disampaikan  Hans Kwee, kebijakan tarif impor ini berisiko menurunkan kinerja ekspor dan surplus neraca perdagangan.

    Hans juga menyoroti potensi dampak kebijakan tarif ini terhadap nilai tukar rupiah. Ia memproyeksikan rupiah akan melemah akibat penguatan dolar AS terhadap mata uang global.

    Sementara itu, sektor pasar modal juga akan terdampak tarif impor Trump. Indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi akan terkoreksi mengikuti tren pelemahan di bursa Asia dan global.

  • Daftar Negara yang Kena Dampak Paling Besar Kebijakan Tarif Trump

    Daftar Negara yang Kena Dampak Paling Besar Kebijakan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan aturan tarif impor kepada negara-negara yang dianggap merugikan kepentingan AS. 

    AS menuding negara-negara yang kena hukuman tarif telah menyebabkan negeri Paman Sam mengalami defisit perdagangan yang setiap tahun terus melebar.

    Dilansir dari data Bloomberg Economics, terdapat 15 negara penyumbang defisit neraca perdagangan terbesar AS. Posisi pertama diduduki oleh China, dengan total nilai defisit pada 2024 saja mencapai US$295 miliar. 

    Kemudian, negara penyumpang defisit neraca perdagangan AS terbesar diikuti oleh Meksiko US$172 miliar, Vietnam US$123 miliar, Irlandia US$87 miliar, Jerman US$85 miliar dan Taiwan US$74 miliar. 

    Selanjutnya, Jepang menyumbang defisit terhadap neraca perdagangan AS sebesar US$68 miliar, Korea Selatan US$66 miliar, Kanada US$64 miliar dan India US$46 miliar. 

    Lalu, Thailand menyumbang defisit US$46 miliar, Italia US$44 miliar, Swiss US$38 miliar, Malaysia US$25 miliar dan Indonesia US$18 miliar. 

    Namun demikian, tidak berarti negara-negara penyumpang defisit terbesar itu menjadi negara-negara yang diganjar dengan tarif terbesar oleh Trump. Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, setidaknya ada 10 negara yang dikenakan tarif impor jumbo pada kisaran 40% hingga 50%. 

    Sebagaimana diketahui, Trump menerapkan kebijakan tarif impor bea masuk perdagangan 10% ke depannya untuk seluruh negara. Kemudian, untuk negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar. 

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters, Kamis (3/4/2025). 

    Hanya Vietnam yang diketahui masuk dalam daftar negara penyumbang defisit neraca dagang AS terbesar, dan turut diganjar dengan tarif bea impor jumbo. Tarif yang dikenakan ke Vietnam adalah 46%. 

    Alasan Pembelakuan Tarif 

    Berdasarkan pernyataan resmi Trump di situs resmi Gedung Putih AS, alasan pemberlakuan tarif impor bea masuk perdagangan itu adalah kurangnya timbal balik dalam hubungan dagang antara AS dengan negara-negara mitranya. 

    Kemudian, faktor perbedaan tarif dan hambatan non-tarif, serta kebijakan ekonomi negara mitra dagang AS yang dinilai menekan dan upah konsumsi dalam negeri, dipandang sebagai ancaman yang tidak biasa terhadap ketahanan ekonomi negara adidaya itu. 

    Janji untuk mengenakan tarif impor bea masuk perdagangan itu sudah lama digembor-gemborkan Trump sejak memenangkan Pilpres AS 2024 lalu. Usai dilantik pada Januari 2025, bahkan Trump telah mengenakan tarif jumbo kepada negara tetangganya sendiri seperti Kanada dan Meksiko. 

    Presiden dari Partai Republik yang dikenal konservatif itu menerangkan, defisit perdagangan barang AS tahunan yang besar dan terus menerus telah menyebabkan pengosongan basis manufaktur negara tersebut. 

    “Menghambat kemampuan kita untuk meningkatkan kapasitas manufaktur dalam negeri yang maju, melemahkan rantai pasokan penting dan membuat basis industri pertahanan kita bergantung pada musuh asing,” paparnya.

    Berikut daftar 10 Negara dengan tarif timbal balik terbesar:

    1. Lesotho: 50%; 

    2. Kamboja: 49%; 

    3. Laos: 48%;

    4. Madagaskar: 47%;

    5. Vietnam: 46%;

    6. Sri Lanka: 44%;

    7. Myanmar: 44%; 

    8. Suriah: 41%; 

    9. Mauritius: 40%; dan

    10. Irak: 39%.  

  • Anggota DPR dorong pemerintah antisipasi dampak tarif impor AS

    Anggota DPR dorong pemerintah antisipasi dampak tarif impor AS

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan mendorong pemerintah RI menyiapkan solusi untuk mengantisipasi potensi dampak yang ditimbulkan kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Kami mendorong pemerintah segera mengantisipasi dampak perang tarif ini, sekaligus mencarikan solusi-solusi mengantisipasi dampak perang tarif ini,” kata Marwan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Dalam daftar yang diumumkan Trump pada Rabu, 2 April 2025, Indonesia masuk daftar yang dikenakan tarif impor 32 persen.

    Menurutnya, penerapan tarif ini berpotensi memengaruhi dinamika perdagangan internasional dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

    Marwan mengakui, kebijakan Trump ini menimbulkan kekhawatiran bagi ekonomi Indonesia karena dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah, harga emas, dan neraca perdagangan dengan AS.

    Dia menilai berbagai produk ekspor utama Indonesia seperti mesin dan peralatan listrik, garmen, lemak dan minyak nabati, alas kaki, serta produk perikanan bisa mengalami penurunan daya saing akibat meningkatnya tarif impor di pasar AS.

    Lebih lanjut, Marwan, mengatakan industri pengolahan juga banyak bergantung pada ekspor produk di atas. Industri tersebut menyerap sekitar 13,28 persen tenaga kerja Indonesia pada 2023, sehingga dampak dari kebijakan ini dapat dirasakan oleh jutaan pekerja di sektor tersebut.

    “Peningkatan tarif ini akan menyebabkan harga barang asal Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS, yang berpotensi mengurangi daya saing produk-produk tersebut,” kata Marwan.

    Di sisi lain, Marwan mengungkapkan, riset yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) memperkirakan dampak kebijakan Trump terhadap Indonesia tidak sebesar dampak yang dirasakan oleh negara-negara Asia Pasifik lainnya seperti China, Jepang, dan Vietnam.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Amerika Serikat mengalami defisit neraca perdagangan dengan Indonesia pada tahun 2023 dan 2024 berturut turut sebesar 11,97 miliar dolar AS dan 16,08 miliar dolar AS, yang masih lebih kecil dibandingkan dengan defisit yang dialami AS terhadap China, Jepang, dan Vietnam.

    Meski dampak langsung terhadap Indonesia kemungkinan tidak sebesar negara lain, menurut Marwan, tetap ada potensi dampak tidak langsung yang juga perlu diwaspadai.

    “Jika ekspor dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Jepang ke AS menurun akibat kebijakan ini, maka permintaan mereka terhadap produk Indonesia juga dapat ikut menurun. Hal ini berisiko menghambat pertumbuhan sektor industri dalam negeri yang bergantung pada rantai pasok global,” tutur Marwan.

    Ia pun menyarankan, pemerintah mengadopsi langkah-langkah strategis guna memitigasi dampak negatif dari kebijakan tarif timbal balik AS. Salah satunya, mendiversifikasi pasar ekspor, mengurangi ketergantungan pada AS dengan memperluas hubungan dagang dengan negara-negara lain.

    Marwan mengatakan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara potensial dapat menjadi salah satu solusi untuk mengamankan pasar alternatif bagi produk-produk ekspor Indonesia.

    Selain itu, kebijakan insentif pajak dan subsidi dapat diberikan kepada industri-industri yang terkena dampak untuk meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas sektor manufaktur.

    Di sektor keuangan, stabilitas nilai tukar rupiah juga perlu dijaga melalui kebijakan moneter yang adaptif.

    Menurutnya, Bank Indonesia dapat mengoptimalkan cadangan devisa dan menerapkan kebijakan intervensi pasar guna menghindari gejolak yang berlebihan.

    “Dalam forum bilateral, pemerintah Indonesia juga dapat bernegosiasi dengan AS untuk memperoleh pengecualian tarif bagi beberapa produk ekspor utama atau memperbarui program Generalized System of Preferences (GSP) guna mempertahankan akses istimewa ke pasar AS,” katanya.

    Marwan menambahkan risiko yang ditimbulkan dari kebijakan Trump ini masih dapat dikelola dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat meski membawa tantangan baru bagi ekonomi Indonesia.

    “Dengan pendekatan yang mencakup diversifikasi pasar, kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif, serta diplomasi perdagangan yang proaktif, saya yakin Indonesia dapat tetap menjaga stabilitas ekonomi dan mempertahankan pertumbuhan di tengah dinamika perdagangan global yang semakin kompleks,” kata Marwan.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menabuh merapkan tarif balasan atau fair reciprocal tariff terhadap sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Trump bahkan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap impor barang dari Indonesia. 

    Episode ‘perang tarif” Trump itu memicu keresahan global. Bagi Indonesia, langkah ini bisa menambah sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia yang sedang mengalami anomali. Respons pemerintah-pun sangat dinantikan untuk meredam dampak negatif kebijakan Trump.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” ujar Trump di Gedung Putih, Rabu (2/4/2025) waktu setempat. 

    Trump sejak menjabat sebagai Presiden AS pada periode pertama, memang dikenal sebagai pengusung konservatisme yang sangat populis dan proteksionis. Dia menaruh kepentingan AS di atas segalanya. Namun demikian, kebijakan-kebijakan Trump yang cenderung protektif, memicu ‘ketidakstabilan’ di level global. 

    Dalam catatan Bisnis, AS selama beberapa dasawarsa terakhir adalah mitra dagang utama Indonesia. Salah satu negara tujuan ekspor. Produk-produk manufaktur hingga pruduk kayu mengalir deras ke sana. Alhasil, neraca perdagangan RI – AS selalu surplus selama 4 tahun belakangan.

    BPS mencatat bahwa pada tahun 2021, surplus neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS mencapai US$14,5 miliar. Tahun 2022, terjadi lonjakan surplus hingga mencapai US$16,5 miliar. Namun pada tahun 2023, surplus negara perdagangan Indonesia dengan AS menyusut menjadi US$11,9 miliar.

    Pada tahun 2024, data sampai Desember, ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat mencapai US$26,3 miliar. Sementara impor non-migas dari AS hanya di angka mencapai US$9,6 miliar.  Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai angka di kisaran US$16,85 miliar.

    Sementara itu, jika mengacu data dari United States Trade Representative (USTR), perdagangan barang antara AS dengan Indonesia diperkirakan mencapai $38,3 miliar pada tahun 2024. Ekspor barang AS ke Indonesia pada tahun 2024 sebesar $10,2 miliar, naik 3,7 persen ($364 juta) dari tahun 2023.

    Impor barang AS dari Indonesia mencapai $28,1 miliar pada tahun 2024, naik 4,8 persen ($1,3 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia sebesar $17,9 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,4 persen ($923 juta) dari tahun 2023.

    Pengenaan tarif 32% di tengah posisi strategis AS sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia, tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Apalagi, dari sisi domestik, Indonesia sedang menghadapi sejumlah guncangan. Kurs dolar terus terjun bebas, IHSG jeblok, hingga yang paling banyak disorot adalah maraknya pemutusan hubungan kerja alias PHK di sektor padat karya. 

    Adapun, Trump memandang Indonesia dan sejumlah negara lainnya tidak adil terhadap produk dan barang AS. Khusus soal Indonesia, demikian dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Trump menyebut pemerintah telah mengenakan tarif yang lebih tinggi untuk etanol dibanding Amerika Serikat yang hanya 2,5%.

    Trump juga menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia seperti persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan kewajiban perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai $250.000 atau lebih, sebagai pertimbangan untuk menerapkan tarif balasan.

    “Presiden Trump melawan keduanya melalui tarif timbal balik untuk melindungi pekerja dan industri Amerika dari praktik tidak adil ini.”

    Apa Langkah Pemerintah RI?

    Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah RI terkait kebijakan baru Trump. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengharapkan Indonesia tidak terdampak kebijakan tarif perdagangan Trump.

    Budi mengatakan, alih-alih mengambil tindakan seperti yang dilakukan Kanada dan Uni Eropa, Indonesia berupaya agar AS tetap menjaga hubungan dagang dengan Negeri Paman Sam tersebut.

    “Kalau kita lihat respons dan tindakan negara mitra AS saling balas membalas. Kita sebenarnya enggak ingin begitu, tetapi kita ingin berteman saja bagaimana supaya mereka tetap menerima pasar kita,” kata Budi saat berkunjung ke Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (25/3/2025).

    Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai upaya agar tidak terdampak kebijakan Trump. Diantaranya, dialog strategis Indonesia-AS sebagai platform kerja sama ekonomi dan diplomasi perdagangan.

    Selain itu, memperkuat komunikasi dan lobi strategis melalui utusan khusus, eksplorasi perjanjian dagang terbatas untuk pengurangan tarif dan penyelesaian isu non tarif yang menjadi kepentingan kedua negara.

    Pemerintah juga berencana mere-aktivasi dan memperbaharui Indonesia-US Trade and Investment Frame Agreement (Indonesia-US TIFA) yang dibentuk pada 1966, serta memperkuat kerja sama investasi di berbagai sektor strategis.

    Tak Terlalu Berdampak?

    Sementara itu, peneliti senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menilai pemerintah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak penerapan tarif perdagangan secara timbal-balik oleh Amerika Serikat terhadap negara lain.

    Deni menjelaskan rencana penerapan fair reciprocal tariff oleh Trump merupakan kebijakan yang lazim dan sesuai dengan ketentuan tarif most favored nation (MFN) yang berlaku secara multilateral.

    Intinya, dasar pengenaan fair reciprocal tariff adalah tarif yang dikenakan oleh Indonesia terhadap produk dari AS.

    “Jadi dari sisi ini harusnya tidak akan ada perubahan tarif yang signifikan oleh AS terhadap produk-produk Indonesia,” ujar Deni kepada Bisnis.com, dikutip Rabu (2/4/2025).

    Menurutnya, yang perlu dikhawatirkan bukan penerapan fair reciprocal tariff tetapi penerapan tambahan tarif sebesar 10%—20% untuk semua barang yang masuk ke AS. Masalahnya, Indonesia merupakan negara peringkat ke-15 yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.

    Memang menurut Washington Post, para ajudan Trump sedang mempertimbangkan rencana yang akan menaikkan bea masuk atas produk sekitar 20% dari hampir semua negara—bukan menargetkan negara atau produk tertentu.

    Selain itu, Deni khawatir apabila AS meninjau atau merubah fasilitas generalized system of preferences (GSP) ke Indonesia seperti yang sudah terjadi kepada India dan Turki

    “Ini dampaknya bisa signifikan karena pada 2023, US$3,56 miliar ekspor Indonesia itu memanfaatkan skema GSP ini,” jelasnya.

  • Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan tarif baru sebesar 10% pada hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Di samping itu, Trump memberlakukan ‘Tarif Timbal Balik’ terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” kata Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’.

    Bagan yang diangkat Trump memiliki tiga kolom. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS.

    Sedangkan kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Bagan tersebut menampilkan tarif 10% untuk impor dari Inggris dan 20% untuk impor Uni Eropa.

    Bagaimana dengan Indonesia?

    AS kemudian akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.

    “Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” katanya.

    Trump secara spesifik menunjuk China dan Uni Eropa. “Mereka menipu kami. Sungguh menyedihkan melihatnya. Sungguh menyedihkan.”

    Trump mengatakan negara-negara lain telah memperlakukan AS “dengan buruk” karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada impor AS yang ia sebut sebagai “kecurangan”.

    Sebagai balasannya, kata Trump, AS akan mengenakan tarif kepada negara-negara lain “kira-kira setengah” dari tarif yang mereka kenakan kepada AS.

    “Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara,” kata Trump.

    “Kami tidak ingin melakukan itu.”

    Trump mengatakan dalam hal perdagangan, terkadang “kawan (lebih) buruk daripada lawan”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Dia mengatakan bahwa lebih dari 80% mobil buatan Korea Selatan dijual di Korea Selatan, dan lebih dari 90% mobil yang dijual di Jepang dibuat di Jepang. Adapun mobil buatan AS hanya mewakili sebagian kecil di negara-negara tersebut.

    “Ford menjual sangat sedikit” di negara-negara lain, kata Trump. Menurutnya, ketidakseimbangan ini telah “menghancurkan” industri AS.

    “Itulah sebabnya efektif mulai tengah malam kami akan mengenakan tarif 25% pada semua mobil buatan luar negeri,” kata Trump.

    Kapan jadwal pemberlakuan tarif baru?

    Trump telah mengumumkan serangkaian tarif baru yang mencakup tarif dasar untuk semua negara serta tarif tambahan dengan besaran bervariasi untuk setiap negara.

    Kapan tarif ini akan diberlakukan?

    3 April, 00:00 waktu AS bagian timur (3 April, 13.00 WIB) tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri

    5 April 12:01 (5 April, 13:01 WIB) tarif dasar 10% untuk semua negara

    9 April 12:01 (9 April, 13:01 WIB) tarif timbal balik yang lebih tinggi

    Ancaman terbaru

    Pada Minggu (30/03), Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder pada negara-negara yang membeli minyak Rusia, jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina, katanya kepada NBC News.

    “Jika Rusia dan saya tidak dapat membuat kesepakatan untuk menghentikan pertumpahan darah di Ukraina, dan jika saya pikir itu adalah kesalahan Rusia… saya akan mengenakan tarif sekunder pada minyak, pada semua minyak yang keluar dari Rusia,” kata Trump.

    Imbas dari pernyataan Trump, terjadi penurunan tajam di pasar saham seluruh Asia dan Eropa pada Senin (31/03), menjelang penerapan tarif yang dia usulkan pada Rabu (02/04).

    Apa saja tarif yang sudah diumumkan AS?

    Tarif untuk suku cadang mobil akan mulai berlaku pada Mei atau sesudahnya, kata Trump.

    Adapun AS mengimpor sekitar delapan juta mobil per tahun, dengan nilai US$ 240 miliar.

    AS mengenakan tarif sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko pada tanggal 4 Maret, dengan tarif sebesar 10% untuk impor energi dari Kanada.

    Baca juga:

    Namun, kendaraan bermotor dan suku cadang kendaraan bermotor yang dibuat sesuai dengan perjanjian perdagangan bebas AS-Meksiko-Kanada (USMCA) dikecualikan dari pengenaan tarif ini, hingga pejabat bea cukai AS merancang sistem untuk mengenakan bea masuk.

    Gedung Putih mengatakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko dimaksudkan untuk membujuk pemerintah mereka agar menghentikan migran ilegal dan fentanil (obat opioid yang dibuat secara ilegal) ke AS.

    Sebelumnya, pada 4 Februari, AS mengenakan tarif menyeluruh sebesar 10% terhadap barang-barang dari China, yang kemudian dinaikkan menjadi 20% pada 4 Maret.

    Getty ImagesPresiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan).

    Kendati begitu, impor barang dengan nilai kurang dari US$ 800 dikecualikan.

    China kemudian merespons kebijakan tarif Trump dengan mengenakan pajak 10-15% atas barang-barang dari AS seperti produk pertanian.

    Sementara itu Kanada telah membalas dengan mengenakan tarif atas impor AS senilai lebih dari US$ 40 miliar.

    Adapun Meksiko menunda penerapan tarif balasan.

    Pada 12 Maret silam, AS memperkenalkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap impor baja dan alumunium dari semua negara di seluruh dunia.

    Pengenaan tarif ini secara khusus berdampak pada Kanada, Brazil, Meksiko, Korea Selatan, Vietnam dan Jepang, yang merupakan eksportir logam terbesar ke AS.

    Uni Eropa kemudian membalas dengan mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai US$ 28 miliar mulai 1 April, termasuk kapal, wiski bourbon, dan sepeda motor.

    Pada 25 Maret, AS mengenakan tarif sebesar 25% pada semua barang dari negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela.

    Gedung Putih mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menekan pemerintah “korup” negara tersebut dan memaksanya untuk menindak tegas geng-geng Venezuela seperti Tren de Aragua, yang katanya aktif di AS.

    Sebuah organisasi penelitian, Moody’s Analytics, mencatat tarif saat ini mencakup barang senilai US$ 1,4 triliun dan telah mendorong tarif rata-rata AS untuk barang-barang impor dari 3% menjadi 10%tingkat tertinggi sejak Perang Dunia Kedua.

    Negara mana saja yang akan dikenai tarif baru pada 2 April? Akankah Indonesia terdampak?

    Trump berulang kali menyebut 2 April sebagai “Hari Pembebasan”.

    “Tanggal 2 April adalah Hari Pembebasan di Amerika!!!” tulisnya baru-baru ini di Truth Social.

    “Selama puluhan tahun kita telah ditipu dan dilecehkan oleh setiap negara di Dunia, baik kawan maupun lawan,” ujar Trump kemudian.

    “Sekarang akhirnya tiba saatnya bagi Amerika Serikat untuk mendapatkan sebagian dari UANG itu, dan RASA HORMAT, KEMBALI. TUHAN MEMBERKATI AMERIKA!!!”

    Getty ImagesDonald Trump menjanjikan tarif yang luas saat kampanye Pilpres AS 2024 silam

    Dalam kampanye Pilpres AS 2024 lalu, Trump kerap berbicara tentang pengenaan tarif sebesar 10% atau 20% pada barang-barang dari semua negara yang memasuki AS.

    Baru-baru ini ia berbicara tentang penerapan tarif “timbal balik”yang menyamakan tarif yang dikenakan negara lain pada ekspor AS dengan dasar “mereka mengenakan tarif kepada kami, kami mengenakan tarif kepada mereka”.

    Namun, dalam wawancara dengan saluran televisi Newsmax pada 24 Maret, Trump mengatakan akan melonggarkan rencana penerapan tarif ini, dengan mengatakan bahwa dia “mungkin akan memberikan keringanan kepada banyak negara”.

    Baca juga:

    “Kami mungkin akan menerima tarif yang lebih rendah dari yang mereka tetapkan karena mereka telah menagih kami begitu banyak, saya rasa mereka tidak akan sanggup menerimanya,” katanya, dan menambahkan bahwa beberapa negara mungkin akan terhindar sama sekali.

    Selain itu, dia mengatakan akan membatalkan rencana untuk mengenakan tarif pada negara-negara yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai pada barang, menurut laporan CNBC yang mengutip Gedung Putih.

    Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, menambahkan: “Salah satu hal yang kami lihat dari pasar adalah mereka mengharapkan… tarif yang sangat besar ini pada setiap negara… Hanya beberapa negara, dan negara-negara tersebut akan dikenakan beberapa tarif.”

    Getty ImagesMenteri Keuangan AS Scott Bessent mengisyaratkan tarif mungkin difokuskan pada sejumlah negara

    Pemerintahan Trump belum mengonfirmasi negara mana yang akan terkena dampak.

    Pada Minggu (31/04), Trump mengatakan tarif baru dapat berlaku untuk “semua negara”.

    Namun, masih belum jelas sejauh mana tarif akan diterapkan.

    Bulan lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan upaya difokuskan pada “Dirty 15”, yaitu 15% negara yang mengekspor lebih banyak barang ke AS ketimbang yang mereka impor dari AS serta mengenakan tarif atau aturan lain yang merugikan perusahaan AS.

    Kantor Perwakilan Dagang AS, saat bersiap menyusun rekomendasi, mengidentifikasi negara-negara yang “sangat diminati”.

    Negara-negara tersebut adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki, Inggris, Vietnam, dan Indonesia.

    Selain mengenakan pajak pada mobil impor, Trump juga baru-baru ini mengancam akan mengenakan tarif pada produk farmasi dan chip komputer asing, menurut laporan sejumlah media.

    Mengapa Trump mengenakan tarif?

    Presiden Trump telah menjadikan tarif sebagai landasan utama strategi ekonominya.

    Ia memulihkan neraca perdagangan Amerika, mengurangi kesenjangan antara seberapa banyak AS membeli dari negara lain dan seberapa banyak AS menjual kepada negara lain.

    Pada 2024 silam, AS mengalami defisit perdagangan lebih dari US$ 900 miliar.

    Pada 4 Maret, Presiden Trump mengatakan kepada Kongres AS: “Kami telah ditipu selama beberapa dekade oleh hampir setiap negara di Bumi, dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.”

    Trump mengatakan bahwa dalam jangka waktu panjang, pengenaan tarif terhadap produk impor ini akan meningkatkan industri manufaktur AS, melindungi lapangan kerja, meningkatkan pendapatan pajak, dan memacu pertumbuhan ekonomi.

    Dia menyebut tarif akan meningkatkan pendapatan pemerintah dalam jumlah yang “cukup besar”.

    Getty ImagesPabrik mobil Meksiko sebagian besar mengekspor ke AS dan mungkin akan sangat dirugikan oleh tarif.

    Trump juga mengatakan tarif akan mendorong perusahaan asing untuk membuat produk di AS.

    Ia mengumumkan pada 24 Maret silam bahwa produsen mobil Korea Selatan, Hyundai, menginvestasikan US$ 21 miliar di AS.

    Trump juga mengklaim tarif telah membuat produsen mobil itu memindahkan operasinya ke AS.

    Penasihat perdagangan utama Trump, Pete Navarro, baru-baru ini mengatakan bahwa tarif akan mendatangkan pendapatan besar dan menciptakan lapangan kerja.

    Pajak atas semua impor mobil dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar US$ 100 miliar per tahun, kata Navarro.

    Sementara untuk semua yang direncanakan, dapat meningkatkan pendapatan negara US$ 600 miliar per tahun, sekitar seperlima dari nilai total impor barang ke AS, tambahnya.

    Dokumen yang dirilis Gedung Putih pekan lalu menunjukkan tarif 10% pada setiap impor dapat menciptakan hampir tiga juta pekerjaan di AS.

    Bagaimana tarif akan memengaruhi AS dan negara lain?

    Para ekonom memperingatkan tarif akan menaikkan harga bagi konsumen AS dan menaikkan biaya produksi bagi perusahaan-perusahaan AS dengan membuat komponen impor menjadi lebih mahal.

    Mereka juga memperingatkan bahwa tarif balasan dari negara-negara lain akan merugikan eksportir AS.

    Moody’s Analytics mengatakan tarif akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 0,6% selama beberapa tahun mendatang, dan akan menyebabkan hilangnya 250.000 pekerjaan.

    Dikatakan bahwa Kanada dan Meksiko yang sangat bergantung pada AS sebagai pasar untuk ekspor mereka akan “menderita lebih banyak dan tidak mungkin terhindar dari resesi”.

    Lihat juga Video ‘Trump Bakal Kurangi Tarif ke China Demi ByteDance Jual TikTok’:

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hadapi Perang Dagang, Haidar Alwi Minta Indonesia Siapkan Strategi Transformasi Ekonomi Nasional – Halaman all

    Hadapi Perang Dagang, Haidar Alwi Minta Indonesia Siapkan Strategi Transformasi Ekonomi Nasional – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R Haidar Alwi, menyoroti dampak luas dari kebijakan proteksionis yang kembali digaungkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

    Kebijakan tarif impor yang direncanakan akan diumumkan hari ini berpotensi mengguncang perdagangan global dan semakin memperkuat dominasi Dolar AS. 

    Dampak dari kebijakan ini terhadap ekonomi Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama terkait pelemahan Rupiah, ketidakstabilan pasar modal, serta tekanan pada sektor ekspor dan impor. 

    “Dalam situasi seperti ini, Indonesia harus mengambil langkah proaktif dengan strategi yang matang untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dan menciptakan peluang baru di tengah tantangan global,” ujar Haidar Alwi melalui keterangan tertulis, Rabu (2/4/2025).

    Menurut Haidar Alwi, kebijakan tarif impor yang diterapkan AS merupakan bagian dari strategi proteksionisme yang bertujuan untuk melindungi industri domestik mereka. 

    Namun, kebijakan ini membawa efek domino yang luas bagi perekonomian global, termasuk Indonesia. 

    “Ketika AS menaikkan tarif impor, barang-barang dari negara lain menjadi lebih mahal di pasar mereka. Ini bisa menghambat ekspor Indonesia, terutama untuk komoditas unggulan seperti batu bara, nikel, dan CPO (Crude Palm Oil),” ungkap Haidar Alwi.

    Selain itu, dampak terhadap nilai tukar Rupiah juga menjadi perhatian utama. 

    Haidar yang sedang berada di Mekkah menjelaskan bahwa ketika kebijakan proteksionisme diberlakukan, investor global cenderung mengalihkan modal mereka ke aset yang lebih aman, seperti Dolar AS. 

    “Akibatnya, permintaan terhadap Dolar meningkat, sementara mata uang negara berkembang seperti Rupiah tertekan. Jika Bank Indonesia tidak melakukan intervensi yang cukup, ada kemungkinan Rupiah akan melemah hingga menyentuh Rp 17.000 per Dolar AS,” jelas Haidar Alwi.

    Di sektor perdagangan, tarif impor yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang Indonesia di pasar AS, membuatnya kurang kompetitif dibandingkan produk dari negara lain yang memiliki kebijakan perdagangan yang lebih fleksibel. 

    “Ketika harga naik akibat tarif, permintaan terhadap produk kita bisa menurun. Ini bisa berdampak negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia,” kata Haidar Alwi.

    Dalam menghadapi situasi ini,  Haidar Alwi menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor sebagai langkah mitigasi risiko. 

    “Indonesia harus segera mencari alternatif pasar ekspor yang lebih stabil dan tidak bergantung pada kebijakan proteksionis AS. Negara-negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah bisa menjadi mitra dagang yang lebih potensial,” kata Haidar Alwi.

    Selain itu, ia juga menekankan pentingnya penguatan industri dalam negeri agar Indonesia tidak terus bergantung pada ekspor bahan mentah. 

    “Kita harus mulai fokus pada industrialisasi dan hilirisasi. Jangan hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga produk jadi dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Dengan begitu, kita bisa tetap kompetitif di pasar global, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu,” jelas Haidar Alwi.

    Lebih jauh lagi, Haidar Alwi menyarankan agar pemerintah mengambil langkah-langkah konkret dalam menghadapi gejolak ekonomi global, seperti meningkatkan investasi domestik dan asing. Menyederhanakan regulasi bagi investor agar lebih banyak modal masuk ke sektor-sektor strategis di dalam negeri.

    Memperkuat industri manufaktur agar Indonesia mampu menghasilkan produk jadi yang memiliki daya saing tinggi di pasar internasional.

    “Kebijakan Moneter yang Adaptif. Bank Indonesia harus lebih aktif dalam menjaga stabilitas rupiah melalui kebijakan yang fleksibel dan responsif,” katanya. 

    Memberikan insentif bagi pengembangan teknologi dan riset inovasi agar Indonesia memiliki daya saing yang lebih kuat di kancah global.

    Menjalin kerja sama perdagangan yang lebih luas dengan negara-negara yang tidak terlalu terdampak kebijakan proteksionis AS.

    Haidar Alwi menegaskan bahwa di balik tantangan yang dihadapi, ada peluang besar bagi Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara dengan ekonomi yang lebih kuat dan mandiri. 

    “Kita tidak boleh hanya terpaku pada ketakutan akan dampak negatif dari kebijakan Trump. Justru, ini adalah kesempatan bagi kita untuk membangun ketahanan ekonomi yang lebih solid,” ujar Haidar Alwi.

    Salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan adalah meningkatnya kebutuhan akan produk lokal sebagai akibat dari menurunnya impor barang dari luar negeri. 

    “Jika barang impor menjadi lebih mahal akibat perang dagang, maka ini adalah momentum bagi industri lokal untuk mengambil alih pasar domestik. Dengan dorongan yang tepat dari pemerintah, sektor manufaktur kita bisa berkembang pesat,” pungkasnya.

  • Ancaman di Balik Maraton Rekor Harga Emas

    Ancaman di Balik Maraton Rekor Harga Emas

    Jakarta

    Harga emas mencapai titik tertingginya sepanjang masa pada Selasa (1/4) kemarin. Nilai komoditas logam mulia ini diperkirakan akan terus meningkat saat pasar menunggu rincian tarif timbal balik Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang akan segera diumumkan tengah pekan ini.

    Mengutip Reuters, Selasa (1/4/25), harga emas batangan telah mencapai rekor tertinggi untuk sesi keempat berturut-turut, menyentuh US$ 3.139,78 per ons. Sementara di dalam negeri, harga emas keluaran Logam Mulia Antam 24 Karat hari ini naik Rp 20.000 dan kembali memecahkan rekor termahal sepanjang sejarah ke level Rp 1.826.000 per gram.

    “Di samping penghindaran risiko umum, investor meningkatkan alokasi ke emas karena kebijakan perdagangan pemerintahan Trump mengancam status cadangan khusus dolar,” kata Kyle Rodda, analis pasar keuangan senior di Capital.com.

    Di sisi lain pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa dengan adanya kebijakan-kebijakan dari Trump yang membuat Dolar AS menguat, maka berdampak pada harga emas yang terus melambung tinggi.

    “Kemarin saya prediksi di Maret itu tembus di level US$ 3.100 (per troy ons) antara Jumat dan Senin tanggal 31 Maret. Rupanya, tembus di level US$ 3.200 (per troy ons). Lebih tinggi dari prediksi saya. Karena prediksi saya di semester pertama 2025 itu di angka US$ 3.150 (per troy) ons,” kata Ibrahim kepada detikcom, Selasa (1/4/2025).

    Lebih lanjut ia bilang, meroketnya harga emas juga dipicu adanya perang dagang. Sebagai contoh, kebijakan perang dagang yang akan berlaku per 2 April 2025 terhadap negara-negara yang surplus neraca perdagangannya.

    “Neraca perdagangan bukan saja nanti berarti Tiongkok, Eropa, Kanada dan Meksiko. Bisa saja Indonesia masuk, karena sampai saat ini Indonesia pun juga masih surplus neraca perdagangannya dengan Amerika,” katanya melanjutkan.

    Hal kedua, terbangnya harga emas juga dipicu kondisi geopolitik di Timur Tengah. Saat hari pertama Idulfitri, masyarakat yang ada di Jalur Gaza mengalami insiden pengeboman di wilayah tersebut.

    “Kemudian, yang menarik yang terakhir adalah Trump mengancam akan mengebom Iran, kalau tidak ada kerja sama untuk masalah reaktor nuklirnya. Artinya, sudah jelas bahwa pemerintahan Trump itu diktator,” ia mengelaborasi.

    “Ini yang membuat harga emas kemungkinan besar akan mencetak rekor baru. Kemungkinan besar, angka US$ 3.150 (per troy ons) di bulan April ini kemungkinan tercapai. Kalau tidak di minggu ini, ya di minggu depan. Semua ekspektasi gagal total semua. Melebihi ekspektasi, karena gonjang-ganjing perang dagang ini cukup luar biasa,” tutupnya.

    (igo/eds)

  • Perang Dagang Trump Bikin Geger Harga Emas Hingga Rupiah

    Perang Dagang Trump Bikin Geger Harga Emas Hingga Rupiah

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan mengumumkan tarif baru yang rencananya dikenakan kepada semua negara. Rencananya, pada Rabu, 2 April 2025 Trump akan mengumumkan pungutan timbal balik lantaran praktik dagang yang dianggap tidak adil oleh pemerintahannya. Hal ini berpotensi pada kian meroketnya harga emas.

    Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa dengan adanya kebijakan-kebijakan dari Trump yang membuat Dolar AS menguat, maka berdampak pada harga emas yang terus melambung tinggi.

    “Kemarin saya prediksi di Maret itu tembus di level US$ 3.100 (per troy ons) antara Jumat dan Senin tanggal 31 Maret. Rupanya, tembus di level US$ 3.200 (per troy ons). Lebih tinggi dari prediksi saya. Karena prediksi saya di semester pertama 2025 itu di angka US$ 3.150 (per troy) ons,” kata Ibrahim kepada detikcom, Selasa (1/4/2025).

    Lebih lanjut ia bilang, meroketnya harga emas juga dipicu adanya perang dagang. Sebagai contoh, kebijakan perang dagang yang akan berlaku per 2 April 2025 terhadap negara-negara yang surplus neraca perdagangannya.

    “Neraca perdagangan bukan saja nanti berarti Tiongkok, Eropa, Kanada dan Meksiko. Bisa saja Indonesia masuk, karena sampai saat ini Indonesia pun juga masih surplus neraca perdagangannya dengan Amerika,” katanya melanjutkan.

    Hal kedua, terbangnya harga emas juga dipicu kondisi geopolitik di Timur Tengah. Saat hari pertama Idulfitri, masyarakat yang ada di Jalur Gaza mengalami insiden pengeboman di wilayah tersebut.

    “Kemudian, yang menarik yang terakhir adalah Trump mengancam akan mengebom Iran, kalau tidak ada kerja sama untuk masalah reaktor nuklirnya. Artinya, sudah jelas bahwa pemerintahan Trump itu diktator,” ia mengelaborasi.

    “Ini yang membuat harga emas kemungkinan besar akan mencetak rekor baru. Kemungkinan besar, angka US$ 3.150 (per troy ons) di bulan April ini kemungkinan tercapai. Kalau tidak di minggu ini, ya di minggu depan. Semua ekspektasi gagal total semua. Melebihi ekspektasi, karena gonjang-ganjing perang dagang ini cukup luar biasa,” katanya.

    Tidak cuma itu, Ibrahim bilang, kebijakan Trump ini juga berpotensi melemahkan rupiah. Ia khawatir rupiah akan longsor ke angka Rp 17 ribu per US$ 1.

    “Ada ketakutan saya, rupiah ini akan mendekati Rp 17 ribu (per US$ 1). Karena kita tahu bahwa pasar pun juga masih libur sampai tanggal 7 April. Bank Indonesia pun juga tidak melakukan intervensi di pasar. Ini kemungkinan besar Rupiah pun juga akan melemah,” kata Ibrahim

    “Dari kebijakan ini, pasti yang akan terasa nanti adalah barang-barang impor. Karena batu bara, nikel, CPO (crude palm oil) ini pun juga masuk di Amerika. Artinya, pada saat nanti mereka masuk dan kena biaya impor, anggaplah 25% harganya akan dinaikkan. Berarti, pemerintah Indonesia harus mencari pasar baru,” ungkapnya.

    Masih belum ada kejelasan apakah Indonesia akan dikenakan tarif impor juga oleh AS. Namun ia menilai, pemerintah perlu melakukan persiapan dalam menghadapi kebijakan perang dagang besutan Trump ini.

    “Kita belum tahu nanti pernyataan (Trump) besok, apakah Indonesia akan kena juga terhadap perang dagang ini? Kita tahu sendiri, bahwa saat ini Indonesia pun juga sedang mengalami permasalahan ekonomi. Bukan hanya Indonesia, hampir semua negara. Apalagi nanti seandainya Indonesia masuk dalam kancah negara-negara yang surplus, ini pun juga harus siap-siap pemerintah melakukan tanggapan secepatnya,” ungkapnya.

    Ibrahim menilai, neraca perdagangan Indonesia dengan AS juga bisa terganggu. Meski, tidak menutup kemungkinan Indonesia juga bisa melirik potensi keuntungan dari kebijakan AS ini.

    “Masalah perang dagang di 2 April itu, saya sebagai seorang pengamat sudah empis-empisan bahwa ini akan terjadi seperti ini. Apalagi, defisit fiskal yang kemungkinan besar akan melebar,” tutupnya.

    (eds/eds)