Topik: neraca perdagangan

  • Indonesia Pertimbangkan Beli Alutsista AS untuk Redam Ancaman Tarif Trump

    Indonesia Pertimbangkan Beli Alutsista AS untuk Redam Ancaman Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah disebut sedang mempertimbangkan untuk membeli alat utama sistem persenjataan alias alutsista buatan Amerika Serikat (AS) sebagai langkah strategis untuk meredakan ketegangan dagang dari pengenaan tarif Trump.

    Dilansir dari Bloomberg, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan kepada jajaran Kementerian Pertahanan untuk mengidentifikasi jenis senjata yang bisa segera dibeli atau dipercepat pengadaannya. Arahan ini disampaikan dalam rapat tertutup yang dipimpin Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin pada 8 April lalu.

    Salah satu opsi yang tengah dikaji adalah menghidupkan kembali rencana pengadaan jet tempur F-15EX produksi Boeing. Prabowo sebelumnya telah menandatangani kesepakatan awal pembelian 24 unit jet tempur itu pada 2023, kendati belum terealisasi.

    Khairul Fahmi selaku pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies mengatakan bahwa keberadaan alutsista itu diperlukan, tetapi menggarisbawahi kompleksitas pengadaannya 

    “Secara politik, kita membutuhkannya sebagai bagian dari diplomasi pertahanan kita, terutama sekarang saat kita menghadapi ancaman tarif,” katanya, Jumat (18/4/2025).

    Namun demikian, dia menilai kendala utama dalam rencana ini adalah keterbatasan anggaran dan fokus pemerintah terhadap efisiensi belanja negara. Biaya pembelian 24 unit F-15EX diperkirakan melebihi US$8 miliar, hampir setara dengan total anggaran pertahanan Indonesia pada 2024.

    Sementara itu, Indonesia juga masih berkomitmen pada kontrak pembelian 42 jet Rafale buatan Dassault Aviation SA, yang ditandatangani pada 2022 dengan nilai US$8,1 miliar. Pembelian baru dari AS dinilai dapa mempengaruhi prioritas pengadaan yang telah ada.

    Pemerintah menilai langkah ini penting untuk meredam dampak dari rencana pengenaan tarif sebesar 32% atas produk ekspor Indonesia ke AS yang diumumkan Presiden AS Donald Trump awal bulan ini. Meski penerapannya ditunda hingga Juli, tekanan terhadap neraca perdagangan tetap tinggi.

    Delegasi Indonesia yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kini berada di Washington untuk menegosiasikan pengurangan tarif terhadap 20 komoditas utama ekspor RI. Pemerintah juga menawarkan kerja sama di bidang mineral dan penyederhanaan impor hortikultura dari AS.

    Di sisi lain, Boeing menyatakan bahwa mereka kian dekat untuk mengamankan komitmen dari Indonesia terkait pembelian F-15EX. Raksasa aviasi AS ini menilai hal itu dapat menjadi bagian dari paket diplomasi ekonomi dan pertahanan yang lebih luas antara kedua negara.

    Langkah ini juga dinilai mencerminkan upaya Prabowo dalam menjaga posisi non-blok Indonesia, sekaligus memperluas kerja sama pertahanan dengan berbagai negara, termasuk minatbya untuk ikut serta dalam proyek jet tempur dan kapal selam bersama Turki.

  • Bahlil Sebut Impor dari AS Tak Ganggu Kuota Energi Nasional: Hanya Ganti Sumber

    Bahlil Sebut Impor dari AS Tak Ganggu Kuota Energi Nasional: Hanya Ganti Sumber

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan rencana peningkatan impor energi dari Amerika Serikat tidak akan membebani kuota impor nasional maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Menurutnya, langkah tersebut hanyalah pengalihan atau switch dari sumber negara lain ke Negara Paman Sam tersebut.

    “Sebenarnya ini kan kita sudah beli dari negara-negara di Middle East, di Afrika kemudian di negara di Asia Tenggara. Ini kita pindah, switch aja ke Amerika dan itu tidak membebani APBN adan dan juga tidak menambah ke kuota impor kita. enggak ada sebenarnya,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, dikutip pada Jumat (18/4/2025).

    Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa kebijakan impor energi itu murni bagian dari strategi perdagangan dan tidak terikat dengan kewajiban mempertahankan porsi impor dari negara-negara mitra sebelumnya.

    “Ini kan persoalan dagang saja. Kita juga enggak ada sebuah keterikatan yang mewajibkan bahwa harus sama dengan yang sekarang. Biasa saja dagang,” katanya.

    Bahlil menjelaskan, saat ini sekitar 54% kebutuhan impor liquefied petroleum gas (LPG) Indonesia dipenuhi dari Amerika Serikat. Ke depan, pemerintah menargetkan angka itu naik menjadi sekitar 80%—85%.

    Sementara itu, untuk impor minyak mentah (crude oil), kontribusi dari Amerika masih berada di bawah 4%.

    “Ini kita naikkan menjadi 40% lebih,” kata Bahlil.

    Hal serupa juga akan diterapkan untuk impor bahan bakar minyak (BBM), meskipun saat ini volumenya dari Amerika masih sangat kecil.

    Mengenai tarif ekspor Amerika Serikat yang berpotensi naik di bawah pemerintahan Donald Trump, Bahlil mengatakan pemerintah Indonesia akan membuka ruang negosiasi untuk menjaga keseimbangan perdagangan.

    “Oh iya dong, ini kan bagian daripada bagaimana membangun keseimbangan kalau dengan harapan neraca perdagangan kita sudah seimbang  bahkan mungkin bisa mereka surplus katakanlah kalau itu terjadi harapannya tarifnya diturunkan dong kalau enggak diturunkan untuk apa?” ujarnya.

    Jika negosiasi tidak membuahkan hasil, Bahlil menegaskan Indonesia masih memiliki opsi untuk mencari sumber impor dari negara lain.

    “Kita pasti punya opsi lain dan nanti kita akan bicarakan dengan Bapak Presiden,” tuturnya.

    Oleh sebab itu, dia menyebut, rincian teknis lebih lanjut mengenai volume dan strategi impor akan dibahas bersama tim teknis Kementerian ESDM dan Pertamina dalam waktu dekat.

    “Nanti detailnya setelah saya akan melakukan pembahasan teknis dengan tim teknis saya dan Pertamina,” pungkas Bahlil.

  • RI-AS Negosiasi Tarif Trump, Apindo Ingatkan Hal Ini ke Pemerintah

    RI-AS Negosiasi Tarif Trump, Apindo Ingatkan Hal Ini ke Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Hariyadi Sukamdani meyakini upaya negosiasi tarif resiprokal yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) dapat meraih hasil positif.

    Terlebih, Hariyadi melihat hubungan bilateral dan perdagangan Indonesia dan AS selama ini berjalan baik tanpa banyak polemik. Pengusaha juga telah berkontribusi memberi masukkan dan pertimbangan penawaran untuk AS. 

    “Poinnya itu mereka mau balance [neraca perdagangan] ya kan, dia [AS] mau terima ekspor dari kita tapi mereka juga minta kita terima import dari mereka. Sekarang balance-nya tuh bagaimana? Ini yang perlu dilihat lagi,” kata Hariyadi saat dihubungi Bisnis, Jumat (18/4/2025). 

    Sosok yang juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) itu juga menyoroti pentingnya pemilihan komoditas atau barang yang mutual saling menguntungkan perdagangan Indonesia dan AS. 

    Misalnya, Indonesia menawarkan untuk meningkatkan importasi produk agrikultur maupun pertanian yang selama ini menjadi komoditas unggulan dari AS. Di sisi lain, pemerintah juga berencana untuk mengimpor minyak dan LPG tambahan dari Negri Paman Sam itu. 

    “Hanya memang, ya yang challenge tuh, kalau misalnya mereka memaksakan gitu ya, [meminta] Indonesia mesti beli Boeing misalnya gitu kan. Nah, itu nanti nggak tau tuh nanti gimana, secara Boeing ini kan lagi jadi sorotan ya karena banyak masalah sebelumnya,” tuturnya. 

    Dalam hal ini, dia pun mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam bernegosiasi terkait pertukaran perdagangan. Di sisi lain, dia melihat jika ekspor AS ditingkatkan ke Indonesia, hal tersebut tidak akan mengganggu industri. 

    “Sebetulnya, dengan Amerika kita nggak perlu terlalu khawatir karena harganya dia kan juga belum tentu kompetitif. Harganya kan relatif, belum tentu kompetitif kan, yang paling kompetitif kan barang dari China ya,” tambahnya. 

    Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam lawatannya ke Amerika Serikat menyampaikan bahwa perundingan terkait negosiasi tarif Trump akan diselesaikan dalam 60 hari. 

    Airlangga menjelaskan bahwa dari penawaran konsensi yang telah disampaikan, Indonesia diterima dengan baik dan akan diberikan langkah lanjutan dengan US Trade Representative (USTR) maupun US Secretary of Comerce. 

    Adapun, Airlangga yang didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu, menyampaikan bahwa Indonesia telah menawarkan konsesi kepada AS.

  • Negosiasi Tarif RI-AS Beri Harapan Cerah, Ekonom: Langkah Bagus

    Negosiasi Tarif RI-AS Beri Harapan Cerah, Ekonom: Langkah Bagus

    Jakarta, Beritasatu.com – Delegasi Indonesia secara resmi melakukan negosiasi tarif pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk membahas kerja sama perdagangan strategis pada pekan ini.

    Indonesia menjadi negara keempat yang mendapat perhatian khusus dari AS, menyusul Vietnam, Jepang, dan Italia, sejak ketegangan dagang global mencuat pada Rabu (2/4/2025) lalu. Hal ini dinilai sebagai pertanda positif dari diplomasi ekonomi yang dijalankan oleh Indonesia.

    Kedua belah pihak sepakat menargetkan penyelesaian negosiasi tarif dalam waktu 60 hari, dengan fokus pada pembangunan rantai pasok yang tangguh, penguatan kemitraan industri, serta penyusunan peta jalan perdagangan yang saling menguntungkan.

    Ekonom dan dosen Binus University Doddy Ariefianto menilai langkah ini sebagai upaya positif dalam mewujudkan neraca perdagangan yang seimbang. Hal itu juga menjadi prasyarat agar AS bersedia menurunkan tarif dagangnya. Selain itu, hal ini membuka peluang bagi peningkatan hubungan ekonomi kedua negara secara signifikan.

    “Ini langkah yang bagus. Apalagi, kebijakan tarif yang digagas Trump lebih condong ke arah konflik ekonomi dengan China. Kita harus hati-hati dalam bersikap, jangan sampai terlalu condong ke satu pihak hingga dianggap lawan oleh pihak lain. Indonesia perlu menjaga keseimbangan,” ujar Doddy, Jumat (18/4/2025).

    Dalam proses negosiasi tatif, Indonesia menyatakan komitmennya untuk meningkatkan impor komoditas dari AS, seperti LPG, minyak mentah, gandum, kedelai, hingga barang modal—produk yang belum dapat diproduksi secara mencukupi di dalam negeri.

    Delegasi RI juga membuka peluang bagi ekspansi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia, melalui percepatan izin usaha, pemberian insentif investasi, hingga kemudahan impor. Langkah ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menjadi mitra dagang yang ramah bagi investor.

    Tak hanya soal perdagangan barang, kerja sama yang dibahas juga mencakup sektor mineral strategis, transformasi digital, hingga pengembangan sumber daya manusia dan teknologi.

    Doddy mengingatkan pentingnya strategi diplomasi yang seimbang, mengingat posisi Indonesia sebagai negara nonblok di tengah rivalitas dua kekuatan besar dunia.

    “Kalau dua gajah bertarung, kita bisa terinjak jika tak hati-hati. Ini situasi yang rumit, jadi perlu pendekatan bersamaan ke AS dan China,” jelasnya.

    Ia juga menyarankan agar Indonesia memainkan peran sebagai penggalang kekuatan netral di panggung global, termasuk mendorong dukungan terhadap WTO dan menyerukan deeskalasi konflik dagang.

    Adapun dalam tim negosiasi Indonesia, terdapat empat tokoh utama yang semuanya berlatar pendidikan AS, yakni Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Wharton School), Menlu Sugiono (Norwich University), Wamenkeu Thomas Djiwandono (Johns Hopkins), serta Wakil Ketua Dewan Energi Nasional Mari Elka Pangestu (PhD UC Davis).

    Mereka telah melakukan pertemuan untuk negosiasi tarif dengan sejumlah pejabat tinggi AS, seperti Menlu Marco Rubio, Mendag Howard Lutnick, dan USTR Jamieson Greer. Pada pertemuan selanjutnya, para delegasi RI ini akan bertemu Menteri Keuangan AS Scott Bessent.

  • Negosiasi Delegasi RI dan AS tunjukkan sinyal positif, Ekonom: Langkah bagus

    Negosiasi Delegasi RI dan AS tunjukkan sinyal positif, Ekonom: Langkah bagus

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

    Negosiasi Delegasi RI dan AS tunjukkan sinyal positif, Ekonom: Langkah bagus
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 18 April 2025 – 16:45 WIB

    Elshinta.com – Pekan ini delegasi pemerintah Indonesia diterima secara resmi untuk merundingkan kerjasama dagang strategis dengan Amerika Serikat — menjadikan Indonesia negara keempat setelah Vietnam, Jepang, dan Italia yang diberikan keistimewaan setelah perang dagang dimulai 2 April lalu. Hal ini dinilai sinyal positif dari negosiasi yang dilakukan delegasi Indonesia.

    Hasilnya, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan negosiasi dalam waktu 60 hari, dengan ruang lingkup yang telah jelas, yaitu membangun koridor rantai pasok dengan resiliensi tinggi, memperkuat kemitraan industri, serta merumuskan peta jalan perdagangan yang saling menguntungkan.

    Pengamat Ekonomi-Perbankan dan Dosen Binus University Doddy Ariefianto menilai progres dari langkah pemerintah ini positif untuk menciptakan neraca perdagangan yang seimbang sebagai syarat utama AS untuk menurunkan tarif sekaligus juga membuka peluang untuk melipatgandakan hubungan dagang Indonesia dengan AS.

    “Ini langkah bagus. Kebijakan tarif Trump itu semakin terlihat mengarah ke perang ekonomi China vs AS. Sehingga kita juga harus ingat kalau terlalu dekat sama yang satu, yang lain akan anggap kita sebagai musuh. Kita harus bisa balance,” ujar dia kepada wartawan, Jumat (18/4).

    Pemerintah menyatakan Indonesia akan meningkatkan pembelian LPG, minyak mentah, bensin, gandum, kedelai, pakan ternak, dan barang modal dari AS — produk-produk yang memang tidak dapat diproduksi cukup di dalam negeri.

    Para negosiator Indonesia juga membuka ruang luas bagi perusahaan-perusahaan AS untuk berkembang di Tanah Air. Melalui percepatan perizinan, pemberian insentif investasi, dan kemudahan prosedur impor, Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menjadi mitra dagang yang ramah investasi.

    Tak hanya soal perdagangan barang, kerja sama bilateral ini juga merambah sektor critical minerals, ekonomi digital, hingga pengembangan SDM dan teknologi. 

    Doddy mengingatkan dengan demikian diperlukan pendekatan simultan ke AS dan China, agar Indonesia sebagai negara nonblok tidak terhimpit di tengah-tengah pihak yang berseteru.

    “Gajah sama gajah berantem, kalau nggak hati-hati kita bisa keinjak-injak di tengah. Delicate situation; perlu approach simultan ke AS dan China,” ucapnya.

    “Kita negara besar mestinya bisa menggalang kekuatan yang netral bersama-sama negara lain.  Indonesia bisa galang negara-negaralain untuk support WTO; suarakan keprihatinan dan dorong deeskalasi,” lanjutnya.

    Asal tahu saja, di balik negosiasi Indonesia ke AS ini ada empat tokoh negosiator utama dari Indonesia: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menlu Sugiono, Wamen Keuangan Thomas Djiwandono, dan Wakil Ketua Dewan Energi Nasional Mari Elka Pangestu. 

    Yang menarik, empat orang ini adalah produk pendidikan Amerika. Airlangga pernah bersekolah di Wharton School. Sugiono adalah lulusan Norwich University. Thomas lulusan John Hopkins; sedangkan Mari Elka lulusan PhD dari UC Davis.

    Mereka telah melakukan pembicaraan langsung dengan para pengambil keputusan ekonomi AS: Marco Rubio (Menteri Luar Negeri), Howard Lutnick (Menteri Perdagangan), dan Jamieson Greer (U.S. Trade Representative). Besok mereka akan bertemu Scott Bessent (Menteri Keuangan).

    Sumber : Elshinta.Com

  • Indonesia Diversifikasi Negara Tujuan Ekspor untuk Mitigasi Dampak Tarif Trump

    Indonesia Diversifikasi Negara Tujuan Ekspor untuk Mitigasi Dampak Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia terus mempersiapkan mitigasi menghadapi risiko penurunan ekspor ke Amerika Serikat imbas kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Salah satu persiapan yang dilakukan adalah mendiversifikasi pasar tujuan ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu.

    “Tentu kami bicara dengan mitra lain, salah satunya ke Uni Eropa. Kami akan segerakan supaya Indonesia-EU CEPA itu bisa diselesaikan. Kemarin kami dengan kawasan Eurasia juga punya target [kesepakatan dagang] sampai dengan Juni,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers: Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat, yang akan diselenggarakan secara daring, Jumat (18/4/2025).

    Airlangga juga menyebut dukungan Australia yang menyatakan kesiapan untuk meningkatkan impor dari Indonesia. Terdapat pula dorongan untuk akses dan keikutsertaan Indonesia dalam Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).

    Langkah-langkah ini, kata Airlangga dinilai penting tidak hanya untuk menjaga kinerja ekspor nasional, tetapi juga memastikan keberlangsungan lapangan kerja dan memperkuat daya saing Indonesia di tengah dinamika global yang cepat berubah.

    “Karena dengan aksesi CPTPP maka pasar Meksiko akan terbuka, pasar Inggris akan terbuka, dan beberapa lagi di negara Amerika Latin,” tambah Airlangga.

    Seiring dengan upaya diversifikasi pasar, Indonesia juga tengah bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait tarif yang baru-baru ini diumumkan Presiden Trump. Airlangga yang saat ini tengah berada di Washington DC untuk berunding dengan perwakilan AS mengaku optimistis negosiasi selama 60 hari ke depan akan menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan. 

    “Jadi tentu kami akan memitigasi penurunan ekspor ke Amerika akibat tarif yang lebih tinggi. Namun Indonesia optimistis perundingan 60 hari diharapkan bisa mencapai harga nilai yang positif,” ujarnya.

    Airlangga menyebut, perhatian utama pemerintah tertuju pada sektor-sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja seperti garmen, alas kaki (footwear), furnitur, dan sektor perikanan. Selain itu, sektor elektronik juga menjadi perhatian, terutama karena pemberlakuan tarif yang belum merata.

    “Sebagai contoh, HP itu sudah dibebaskan, demikian pula untuk semikonduktor. Tetapi belum semua daripada consumer goods elektronik, termasuk home appliance. Ini yang kami minta agar mendapatkan treatment yang sama,” ucapnya.

    Dia melanjutkan bahwa Pemerintah juga mendorong agar kerangka kerja sama ekonomi Indonesia–AS mencakup harmonisasi tarif secara menyeluruh, baik terhadap produk Indonesia yang masuk ke AS maupun sebaliknya.

    Saat ini, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat menyumbang sekitar 10% dari total ekspor nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa total ekspor Indonesia ke AS pada 2024 mencapai US$26,31 miliar, sementara impor dari negara tersebut bernilai US$11,96 miliar. Kondisi ini membuat Indonesia menikmati neraca perdagangan surplus US$14,34 miliar terhadap AS.

  • Pengamat Sebut Kerja Sama Dagang Indonesia-AS Langkah Strategis Hadapi Tarif Resiprokal Trump – Halaman all

    Pengamat Sebut Kerja Sama Dagang Indonesia-AS Langkah Strategis Hadapi Tarif Resiprokal Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Delegasi pemerintah Indonesia merundingkan kerja sama dagang strategis dengan Amerika Serikat menyusul pemberlakuan Kebijakan Tarif Resiprokal.

    Pengamat Ekonomi-Perbankan dan Dosen Binus University Doddy Ariefianto menilai progres dari langkah pemerintah ini positif untuk menciptakan neraca perdagangan yang seimbang sebagai syarat utama AS untuk menurunkan tarif sekaligus juga membuka peluang untuk melipatgandakan hubungan dagang Indonesia dengan AS.

    “Ini langkah bagus. Kebijakan tarif Trump itu semakin terlihat mengarah ke perang ekonomi China vs AS. Sehingga kita juga harus ingat kalau terlalu dekat sama yang satu, yang lain akan anggap kita sebagai musuh. Kita harus bisa balance,” ujar dia kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).

    Pemerintah menyatakan Indonesia akan meningkatkan pembelian LPG, minyak mentah, bensin, gandum, kedelai, pakan ternak, dan barang modal dari AS — produk-produk yang memang tidak dapat diproduksi cukup di dalam negeri.

    Para negosiator Indonesia juga membuka ruang luas bagi perusahaan-perusahaan AS untuk berkembang di Tanah Air. Melalui percepatan perizinan, pemberian insentif investasi, dan kemudahan prosedur impor, Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menjadi mitra dagang yang ramah investasi.

    Tak hanya soal perdagangan barang, kerja sama bilateral ini juga merambah sektor critical minerals, ekonomi digital, hingga pengembangan SDM dan teknologi. 

    Doddy mengingatkan dengan demikian diperlukan pendekatan simultan ke AS dan China, agar Indonesia sebagai negara nonblok tidak terhimpit di tengah-tengah pihak yang berseteru.

    “Gajah sama gajah berantem, kalau nggak hati-hati kita bisa keinjak-injak di tengah. Delicate situation; perlu approach simultan ke AS dan China,” ucapnya.

    “Kita negara besar mestinya bisa menggalang kekuatan yang netral bersama-sama negara lain.  Indonesia bisa galang negara-negaralain untuk support WTO; suarakan keprihatinan dan dorong deeskalasi,” lanjutnya.

    Asal tahu saja, di balik negosiasi Indonesia ke AS ini ada empat tokoh negosiator utama dari Indonesia: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menlu Sugiono, Wamen Keuangan Thomas Djiwandono, dan Wakil Ketua Dewan Energi Nasional Mari Elka Pangestu. 

    Yang menarik, empat orang ini adalah produk pendidikan Amerika. Airlangga pernah bersekolah di Wharton School. Sugiono adalah lulusan Norwich University. Thomas lulusan John Hopkins; sedangkan Mari Elka lulusan PhD dari UC Davis.

    Mereka telah melakukan pembicaraan langsung dengan para pengambil keputusan ekonomi AS: Marco Rubio (Menteri Luar Negeri), Howard Lutnick (Menteri Perdagangan), dan Jamieson Greer (U.S. Trade Representative). Besok mereka akan bertemu Scott Bessent (Menteri Keuangan).

    Untuk diketahui, usai pemberlakuan Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat (AS) yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump, berbagai negara secara serentak memberikan respons terkait upaya penanggulangan dampak dari kebijakan tersebut. 

    Meski demikian, Pemerintah AS kembali mengumumkan penundaan pemberlakuan Tarif Resiprokal selama 90 hari hingga 9 Juni 2025 mendatang.

    Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, Pemerintah Indonesia akan melakukan upaya diplomasi dan negosiasi secara langsung terkait kebijakan tersebut. 

    Delegasi Indonesia akan melakukan kunjungan kerja ke AS pada tanggal 16-23 April 2025 untuk bertemu dengan berbagai pihak penting AS yakni US Trade Representative (USTR), Secretary of Treasury, dan Secretary of Commerce.

  • Berharap Tarif Impor AS Turun, Bahlil Sebut Indonesia Siap Impor Energi dari Amerika Serikat

    Berharap Tarif Impor AS Turun, Bahlil Sebut Indonesia Siap Impor Energi dari Amerika Serikat

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengutarakan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengimpor energi dari AS. Kebijakan ini terkait dengan tarif impor AS

    Kebijakan ini bertujuan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dengan AS. Bila neraca ini seimbang, diharapkan Donald Trump akan menurunkan tarif impor produk-produk Indonesia.

    Bahlil menjelaskan rencana tersebut telah didiskusikan dengan Presiden Prabowo dalam rapat bersama Presiden Prabowo di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis 17 April 2025.

    “Kita rapat tadi dengan Bapak Presiden untuk memastikan komoditas apa saja yang akan kita tambah impornya dari Amerika Serikat, demi menciptakan keseimbangan dalam neraca perdagangan,” ujarnya.

    Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia mengalami surplus perdagangan dengan AS sebesar $14,5 miliar. Namun, Pemerintah AS mencatat surplus ini lebih besar.

    Bahlil pun menegaskan tak ada penambahan kuota impor. Pemerintah Indonesia mengalihkan pembelian dari negara lain agar bisa mengimpornya dari AS. Sebelumnya, Indonesia mengimpor energi dari negara-negara Timur Tengah, Afrika dan Asia Tenggara.

    Ada tiga jenis energi yang diimpor. Yaitu, LPG, Crude Oil, dan BBM siap pakai. Terkait jumlahnya, LPG yang diimpor menjadi 65% hingga 80%. Sebelumnya, berada di angka 54%. Sedangkan impor crude oil menjadi 40%. Sebelumnya, berada di angka di bawah 4%.

    Terkait besaran nominal impor BBM siap pakai, jumlah impor belum ditentukan. Namun, nilai nominalnya di atas $10 miliar. Bahlil menjelaskan bahwa hal tersebut akan dibahas Kementerian ESDM dengan Pertamina.

    Sementara itu, proses negosiasi Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Adidaya tersebut terkait besaran tarif impor AS sedang berlangsung. Pemerintah Indonesia mengajukan tawaran strategis.

    Menlu RI Sugiono Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu, Menkeu RI Sri Mulyani Indrawati, dan Wakil Menkeu Thomas Djiwandono termasuk juga dalam delegasi tersebut.

    Negosiasi ini dimulai dari tanggal 16 hingga 23 April 2025. Hasil negosiasi ini memang patut untuk ditunggu masyarakat Indonesia. Sebabnya, besaran tarif impor AS sangat menentukan kelangsungan sektor usaha strategis di Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • RI Tambah Impor Pangan dan Energi dari AS, Swasembada Dikorbankan?

    RI Tambah Impor Pangan dan Energi dari AS, Swasembada Dikorbankan?

    Jakarta

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia akan menambah impor pangan dan energi dari Amerika Serikat (AS). Meski impor ditambah, namun ia mengklaim upaya swasembada untuk dua sektor yang digagas Presiden Prabowo Subianto itu tak akan terganggu.

    Seperti diketahui, tambahan impor dari AS dilakukan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dan AS, ini dilakukan sebagai tawaran untuk penurunan tarif tinggi bagi barang Indonesia yang masuk ke pasar AS.

    Dengan tambahan impor yang mau dilakukan, Airlangga menjamin hal ini tidak akan membuat produk impor banjir di dalam negeri dan melemahkan usaha swasembada energi. Sebab Indonesia hanya akan mengalihkan asal pasar produk impor pangannya saja.

    Misalnya, produk gandum dan kedelai, baik kedelai utuh maupun olahan susu kedelai, selama ini Indonesia mengimpor produk tersebut dari berbagai negara seperti Ukraina dan Australia. Kini Indonesia mengurangi pembelian dari negara tersebut dan memfokuskan pembelian gandum dan kedelai dari Amerika Serikat.

    Jadi, jumlah total produk impor kedelai tidak akan meningkatkan di Indonesia. Sementara upaya peningkatan produksi dalam negeri untuk swasembada juga akan terus meningkat.

    “Swasembada pangan tidak akan terganggu dengan apa yang dibeli dari AS. Karena selama ini baik itu gandum, soya bean, dan soya bean milk kita impor tak hanya dari dari AS, tapi dari Australia, Ukraina, dan negara lain. Kami hanya melakukan pengalihan impor untuk bahan baku pangan tersebut,” papar Airlangga dalam keterangan pers virtual, Jumat (18/4/2025).

    Selain produk pangan macam gandum hingga kedelai, Indonesia juga berencana untuk menambah impor komoditas energi dari Amerika, mulai dari gas LPG, crude oil atau minyak mentah, hingga olahan bensin atau bahan bakar minyak (BBM).

    Sama seperti komoditas pangan, Indonesia pun hanya memindahkan asal barang dalam rangka tambahan impor komoditas energi dari AS. Artinya, hal ini tidak akan mengganggu upaya menambah produksi energi di dalam negeri untuk mencapai swasembada.

    Hal ini sebelumnya sempat dijelaskan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Menurutnya, Indonesia tidak menambah volume impor secara keseluruhan. Yang saat ini dilakukan adalah hanya mengubah asal impor minyak dan gas.

    Minyak dan gas yang awalnya didapatkan dari negara-negara Timur Tengah, Afrika, hingga Asia Tenggara kini dikurangi. Gantinya impor akan dilakukan langsung dari Amerika Serikat.

    “Ini kita switch aja, kita pindah aja ke Amerika dan itu tidak membebani APBN dan juga tidak menambah kuota impor kita. Nggak ada isu itu sebenarnya. Switch aja, cuma dipindahin,” beber Bahlil usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025) kemarin.

    Menurutnya, hal ini tidak akan menimbulkan masalah juga antara Indonesia dengan negara-negara awal pengekspor minyak dan gas. Sebab selama ini perdagangan yang dilakukan di Indonesia tidak mengikat satu sama lain. Semua dilakukan dengan asas perdagangan bebas.

    “Ya ini kan persoalan dagang aja. Kita juga nggak ada sebuah keterikatan yang mewajibkan bahwa harus sama dengan yang sekarang. Biasa aja dagang,” sebut Bahlil.

    (hal/fdl)

  • Produk Tekstil hingga Alas Kaki Kena Tarif Impor AS hingga 47 Persen

    Produk Tekstil hingga Alas Kaki Kena Tarif Impor AS hingga 47 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Ekspor produk dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) ternyata sudah dikenakan tarif impor yang tinggi, meskipun tarif resiprokal Donald Trump terhadap Indonesia sebesar 32 persen ditunda selama 90 hari mulai Rabu (9/5/2025).

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, tarif impor AS yang semula berada di kisaran 10 persen hingga 37 persen, kini meningkat jadi 20 persen hingga 47 persen setelah penambahan bea masuk sebesar 10 persen mulai awal April 2025. 

    Tarif hingga 47 persen tersebut dikenakan untuk produk-produk unggulan dari Indonesia ke AS seperti tekstil, garmen, furniture, hingga alas kaki, yang ternyata lebih tinggi dari beberapa negara di ASEAN dan dan di luar ASEAN.  

    “Dengan tambahan 10 persen, ekspor kita biayanya lebih tinggi, karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia, bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut,” kata Airlangga dalam konferensi pers virtual dari Washington, Jumat (18/4/2025).

    Pemerintah Indonesia dan AS telah sepakat untuk melakukan negosiasi terkait tarif impor tersebut untuk menciptakan sistem perdagangan yang adil dan seimbang antara kedua negara. Negosiasi perdagangan ini akan berlangsung selama 60 hari dengan kerangka kerja (framework) yang sudah disepakati. 

    Salah satu poin negosiasi yang ditawarkan Indonesia adalah meningkatkan volume impor energi dan komoditas pangan dari AS untuk menjaga keseimbangan neraca perdagangan. 

    Poin negosiasi lainnya adalah pemberian fasilitas bagi perusahaan-perusahaan AS yang hendak investasi di Indonesia.

    “Kami berharap dalam 60 hari kerangka kerja yang sudah ditetapkan dapat ditindaklanjuti dalam bentuk perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan AS,” kata Airlangga terkait upaya negosiasi Indonesia dalam merespons tarif impor AS.