Topik: neraca perdagangan

  • Surplus Neraca Dagang RI Susut, Purbaya Sebut Akibat Permintaan Domestik Pulih

    Surplus Neraca Dagang RI Susut, Purbaya Sebut Akibat Permintaan Domestik Pulih

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai surplus neraca dagang Indonesia pada Oktober 2025 yang semakin susut justru menandai perbaikan permintaan domestik. 

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 mengalami surplus senilai US$2,39 miliar. Ini menjadi surplus ke-66 kalinya secara beruntun sejak Mei 2020, tetapi menjadi yang terendah sejak April 2025 dan lebih rendah dari Oktober 2024 yaitu US$2,71 miliar.

    Namun demikian, Purbaya menilai pembukuan surplus yang lebih rendah itu menjadi tanda bahwa permintaan domestik membaik. Sebaliknya, surplus neraca dagang yang terlalu besar, di mana berarti nilai ekspor melambung tinggi, dinilai olehnya menjadi tanda-tanda bahwa permintaan domestik buruk. 

    “Kalau surplusnya kegedean, tandanya apa? Permintaan domestik kan jelek. Kalau surplusnya menyusut tetapi masih surplus, artinya ada tanda-tanda perbaikan di domestic demand. Jadi Anda enggak bisa terjemahkan langsung satu titik aja,” terangnya kepada wartawan saat ditemui usai Rapimnas Kadin 2025, Park Hyatt, Jakarta, Senin (1/12/2025). 

    Menurut Purbaya, perlu untuk melihat seperti apa perkembangan neraca perdagangan Indonesia ke depan. Dia memperkirakan apabila kinerja surplus perdagangan membaik, maka bisa jadi menjadi tanda bahwa ekonomi domestik membaik. 

    “Kita lihat beberapa bulan ke depan seperti apa. Kalau balik ke normal, artinya ekonomi domestik mulai normal lagi dengan permintaan yang lebih bagus dibanding sebelum-sebelumnya,” jelasnya. 

    Seperti diberitakan sebelumnya, BPS mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus US$2,39 miliar secara tahunan (year on year/YoY) pada Oktober 2025. Angka itu merupakan surplus neraca perdagangan terendah sejak April 2025 atau dalam enam bulan terakhir. 

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Isnartini mengatakan bahwa Indonesia mencatatkan ekspor Oktober sebesar US$24,24 miliar atau turun 2,31% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

    Sementara itu, nilai impor Oktober 2025 mencapai US$21,84 miliar atau turun 1,15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini dipengaruhi oleh penurunan impor migas.

    “Neraca perdagangan Indonesia dengan ini telah mencatat surplus selama 66 bulan berturut turun sejak Mei 2020,” ujar Pudji pada Rabu (1/10/2025). 

    Surplus pada Oktober 2025 lebih ditopang pada komoditas nonmigas yaitu sebesar US$4,41 miliar dengan komoditas penyumbang surplus utama lemak dan minyak hewan/nabati, kemudian bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

    Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas defisit US$1,92 miliar dengan komoditas penyumbang defisit yaitu minyak mentah dan hasil minyak.

  • Konsensus Ekonom Ramal Surplus Dagang RI Turun ke US,8 Miliar pada Oktober 2025

    Konsensus Ekonom Ramal Surplus Dagang RI Turun ke US$3,8 Miliar pada Oktober 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsensus ekonom memproyeksikan surplus neraca perdagangan Indonesia akan berlanjut pada Oktober 2025 atau 66 bulan secara beruntun. Kendati demikian, surplus diproyeksikan akan menurun dibandingkan bulan sebelumnya.

    Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kinerja neraca perdagangan Indonesia selama Oktober 2025 pada Senin (1/12/2025) esok.

    Berdasarkan konsensus proyeksi 18 ekonom yang dihimpun Bloomberg, nilai tengah (median) surplus neraca perdagangan pada Oktober 2025 diproyeksikan sebesar US$3,80 miliar. Proyeksi tersebut lebih rendah dari realisasi neraca dagang bulan sebelumnya atau September 2025 senilai US$4,34 miliar.

    Estimasi tertinggi dikeluarkan oleh Ekonom Barclays Bank PLC Brian Tan dengan nominal US$4,75 miliar. Sebaliknya, estimasi terendah diberikan oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual dengan angka US$2 miliar.

    David menjelaskan proyeksi tersebut dipengaruhi oleh ekspor yang hanya naik 0,05% secara tahunan (year on year/YoY) dan 2,78% secara bulanan (month on month/MoM). Di sisi lain, impor naik lebih tinggi sebesar 2,23% YoY dan 8,87% MoM.

    “Trade balance [neraca dagang] turun di Oktober karena ekspor tumbuh lebih lambat. Ini juga terindikasi dari data impor negara-negara lain, terutama ekspor ke China, Jepang, dan India,” jelas David kepada Bisnis, Minggu (30/11/2025).

    Dari sisi harga, David mencatat bahwa komoditas ekspor cenderung stagnan kecuali tembaga dan timah yang naik.

    Sementara itu, impor naik terutama dari Singapura. Menurut David, kenaikan itu diimbangi oleh harga komoditas impor yang sebagian besar juga turun.

    “Terutama minyak, batu bara dan komoditas pertanian seperti coklat,” tutupnya.

  • Kurs Dolar AS Hari Ini 25 November 2025, Rupiah Perkasa

    Kurs Dolar AS Hari Ini 25 November 2025, Rupiah Perkasa

    Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) memandang depresiasi nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bakal terjadi. Kuncinya, depresiasi ini bisa tetap terkendali.

    Kepala Biro Banking Research & Analytics BCA, Victor George Petrus Matindas, memandang dari sudut pandang perbankan, depresiasi mata uang lazim terjadi meskipun tidak ada faktor tambahan yang membuat penurunannya lebih besar.

    “Sebenarnya yang terpenting itu memang bukan sekadar arahnya naik atau turun, bukan sekadar menguat atau melemah, oke dia agak depresiasi, tapi yang penting dia itu managable, jadi manage depreciation,” ungkap Victor dalam Indonesia Economic Outlook 2026, di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (24/11/2025).

    Pelemahan mata uang rupiah, kata dia, bisa berdampak positif di satu sisi. Misalnya, keuntungan dari ekspor. Meskipun, dia meyakini Bank Indonesia (BI) tetap akan menjaga level rupiah pada kondisi fundamental yang kuat.

    “Kita yakin Bank Indonesia itu pasti akan menjaga nilai rupiah kita itu di level yang sehat di level fundamental yang kuat,” tegasnya.

    Dia menjelaskan, nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS akan dipengaruhi oleh besaran suku bunga acuan atau Fed Fund Rate. Jika masih sejalan dengan prediksi membaik, maka akan berdampak ke menguatkan nilai mata uang rupiah.

    Meskipun, dia melihat pula dampak dari pengenaan tarif resiprokal AS yang bisa mengganggu neraca perdagangan RI. Kondisi itu akan berdampak ke pelemahan rupiah. “Kalau seandainya makin surplus, itu kan rupiah itu menguat tapi seandainya neraca dagangnya ini melemah tentu saja rupiahnya cenderungnya juga akan ikut melemah,” beber dia.

     

  • Ekonomi Jatim Jadi Tertinggi se-Pulau Jawa, Gubernur Khofifah Singgung Soal Soliditas Semua Pihak

    Ekonomi Jatim Jadi Tertinggi se-Pulau Jawa, Gubernur Khofifah Singgung Soal Soliditas Semua Pihak

    Liputan6.com, Jakarta Di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan fluktuasi ekonomi global, perekonomian Jawa Timur pada kwartal III menunjukkan kinerja yang tangguh dan tumbuh secara inklusif, bahkan mengungguli perekonomian nasional.

    Berdasarkan data terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per 5 November 2025, secara quarter to quarter (q-to-q) terhadap kwartal II 2025 perekonomian Jatim tumbuh sebesar 1,70%. Hal tersebut seperti disampaikan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Surabaya.

    “Alhamdulillah, secara (q-to-q) ekonomi Jatim tumbuh 1,70%, angka ini adalah pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Pulau Jawa. Ini menunjukkan daya tahan dan soliditas ekonomi Jatim yang luar biasa,”  kata Khofifah pada Selasa, (11/11/2025).

    “Di tengah fluktuasi ekonomi dunia, Jawa Timur mampu membuktikan bahwa kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kekuatan utama dalam menjaga pertumbuhan yang stabil dan inklusif,” imbuhnya.

    Sementara itu, secara year on year (y-o-y) terhadap kwartal III 2024, perekonomian Jatim tumbuh 5,22%. Pertumbuhan tersebut tercatat di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang secara (q-to-q) terhadap kwartal II 2025 tumbuh 1,43%, sementara secara (y-on-y) tumbuh 5,04%.

    “Dengan angka tersebut, Jatim tercatat penyumbang perekonomian terbesar kedua di Pulau Jawa sebesar 25,65%, dan nasional sebesar 14,54%,” terang Khofifah.

    Perbesar

    Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa perekonomian di wilayah provinsinya mengalami pertumbuhan. (Humas Pemprov Jatim)… Selengkapnya

    Lebih lanjut, Khofifah menyampaikan jika industri pengolahan tercatat sebagai penyumbang sumber pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 1,87%. Sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi pada pengadaan listrik dan gas sebesar 9,18%. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen PMTB sebesar 5,25%.

    Sementara dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada jasa perusahaan sebesar 9,89%. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 7,19%. “Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi (q-to-q) adalah pertumbuhan sektor pertanian. Karena masuk masa puncak panen tebu dan masuk masa panen tembakau,” ujarnya.

    Selain itu ada juga peningkatan distribusi listrik dan gas untuk industri dan rumah tangga, serta peningkatan progres proyek infrastruktur dan peningkatan realisasi investasi. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi y-on-y adalah peningkatan realisasi investasi, peningkatan jumlah wisawatan nusantara, dan peningkatan ekspor luar negeri.

    Pertumbuhan komponen ekspor barang dan jasa didorong oleh meningkatnya ekspor komoditas perhiasan/permata ke luar negeri. Selain itu, perdagangan ke luar provinsi juga mengalami peningkatan karena adanya program misi dagang antara Jawa Timur dengan beberapa provinsi seperti Kalimantan Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Selatan.

    “Terakhir di Nusa Tenggara Timur mampu mencatatkan transaksi tertinggi sepanjang sejarah misi dagang yaitu mencapai Rp 1,882 triliun,” ujar Gubernur Jatim.

    Perbesar

    Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa perekonomian di wilayah provinsinya mengalami pertumbuhan. (Humas Pemprov Jatim)… Selengkapnya

    Data BPS juga mencatat kinerja ekspor Jawa Timur selama periode Januari-September 2025 meningkat 20,23% (c-to-c) atau tercatat senilai USD 3,86 Miliar. Adapun neraca perdagangan Jawa Timur mengalami surplus sebesar USD 1,33 Miliar.

    “Hal ini membuktikan bahwa daya saing produk ekspor Jawa Timur meningkat. Negara tujuan ekspor Non Migas masih didominasi Swiss, Tiongkok dan Amerika,” ungkap Khofifah..

    Menurut Gubernur Khofifah, capaian pertumbuhan ekonomi ini adalah bukti sejalan dengan semangat “Jatim Tangguh, Terus Bertumbuh”, yang terus mengalir dalam denyut pembangunan daerah.

    “Tangguh berarti kemampuan Jawa Timur menghadapi tekanan global tanpa kehilangan arah. Terus Bertumbuh berarti konsistensi memperkuat produktivitas, memperluas investasi, dan menjaga kesejahteraan rakyat,” katanya.

    Gubernur juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh komponen masyarakat, dunia usaha dan industri atas capaian tersebut. Menurutnya, keberhasilan ini tidak lahir secara kebetulan, melainkan hasil kerja bersama dari seluruh pihak.

    “Ini bukti ketangguhan dan kolaborasi seluruh kekuatan ekonomi daerah. Semangat ini adalah wujud dari filosofi Jatim Bisa, bahwa dengan kerja keras, gotong royong, dan inovasi, kita mampu menjaga ketahanan sekaligus menciptakan pertumbuhan yang berkualitas,” pungkasnya.

  • Kemenkeu Akui Perjanjian Dagang Gerus Penerimaan Negara

    Kemenkeu Akui Perjanjian Dagang Gerus Penerimaan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyatakan bahwa risiko penurunan penerimaan negara akibat tarif impor Amerika Serikat (AS) dan sejumlah perjanjian perdagangan bebas menjadi motif pemerintah untuk memperluas basis penerimaan dari kepabeanan dan cukai pada 2026. 

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu, pada rapat Komisi XI DPR, Senin (17/11/2025) memaparkan, penerimaan bea cukai tahun depan yang ditargetkan Rp336 triliun diperkirakan terdampak akibat respons pemerintah terhadap dinamika global.

    Dinamika dimaksud utamanya adalah pengenaan bea masuk impor atau tarif resiprokal AS. Dalam hal ini, produk dan komoditas asal Indonesia bakal dikenakan tarif atau bea masuk impor sebesar 19%. Sebaliknya, produk maupun komoditas asal AS yang masuk ke RI dikenai tarif 0%.

    Sejalan dengan itu, pemerintah pun menandatangani sejumlah perjanjian ekonomi komprehensif (CEPA), salah satunya yakni dengan Uni Eropa atau IEU-CEPA. Manuver itu untuk mengimbangi dinamika tarif AS, sehingga Indonesia diharapkan memperluas pasar ekspornya. 

    Kendati demikian, konsekuensi dari penandatanganan CEPA itu, Indonesia dan Uni Eropa juga akan saling memberikan insentif dalam hal ini membebaskan bea masuk pengiriman barang oleh satu sama lain. 

    “Ke depan akan menjadi sumber risiko pendapatan negara, kenapa? Karena kami harus memberikan konsesi-konsesi dalam konteks perjanjian dagang dengan Amerika dan juga termasuk Eropa. Kemarin sudah ditandatangani IEU-CEPA di mana di sana akan banyak penurunan bea masuk dan bea keluar untuk mendorong pertumbuhan ekonominya,” terang Febrio di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Selasa (18/11/2025). 

    Saat ini pun, lanjut Febrio, pemerintah Indonesia masih mendorong penyelesaian negosiasi dengan AS. Selain menyusun legal drafting, pemerintah turut mengupayakan agar komoditas asli Indonesia seperti kakao hingga sawit, serta terbaru tekstil dan alas kaki, dikecualikan dari tarif 19%. 

    Ke depan, Dirjen Kemenkeu lulusan Universitas Indonesia (UI) meyakini pertumbuhan ekspor Indonesia masih akan positif. Optimisme itu terlihat dari kinerja PDB kuartal III/2025, di mana ekspor tumbuh hingga 9,91% (yoy).  Akan tetapi, perlu dicatat pertumbuhan tinggi itu sebab eksportir melakukan frontloading guna menghindari tarif 19% ke AS. 

    Dengan potensi turunnya pemasukan sebab tarif AS dan IEU-CEPA, pemerintah pun berharap peluang penerimaan kepabeanan dan cukai lain. Oleh sebab itu, pemerintah berencana mengenakan bea keluar untuk emas dan batu bara, serta cukai MBDK. 

    Di sisi lain, tahun ini juga pemerintah telah mendapatkan sumber penerimaan kepabeanan baru dalam konteks bea keluar. Contohnya, bea keluar tembaga sejalan dengan Kementerian ESDM yang mengizinkan ekspor konsentrat untuk sementara waktu. 

    “Di mana konsentrat tembaga dikenakan bea keluar sehingga ada pendapatan dari sana, tetapi itu sifatnya tidak permanen. Kenapa? Karena arah kebijakan hilirisasi tetap kami dorong,” terang Febrio. 

    Resilien

    Menurut ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, prospek ekspor Indonesia diperkirakan tetap cerah di tengah penerapan tarif 19%. Hal itu kendati beberapa komoditas tertentu diperkirakan bakal tetap tertekan seperti perikanan, minyak sawit olahan, dan komponen otomotif. 

    Yusuf memperkirakan, penurunan ekspor awal pada Januari–Agustus 2025 sebesar 12,4% bisa distabilkan melalui peningkatan impor energi dan produk pertanian dari AS. Nilainya bisa mencapai US$15 miliar. 

    “Strategi ini membantu menjaga akses pasar sekaligus menyeimbangkan neraca perdagangan jangka pendek,” terangnya kepada Bisnis, Selasa (18/11/2025). 

    Kemudian, terkait dengan dampak IEU-CEPA, sekaligus sejumlah perjanjian perdagangan bebas dengan UAE, EFTA, Kanada dan Australia, turut diperkirakan berdampak signifikan secara teknis terhadap ekspor Indonesia. 

    Sebab, perjanjian perdagangan bebas itu mencakup penghapusan lebih dari 98% tarif pada produk ekspor strategis. Penerapan tarif 0% untuk ekspor Indonesia ke negara-negara dimaksud diyakini bisa meningkatkan daya saing harga, tetapi juga membuka peluang penetrasi pasar yang sebelumnya terhambat hambatan non-tarif. 

    Dia memperkirakan komoditas seperti minyak sawit, perikanan, dan komponen otomotif mengalami ekspansi volume ekspor secara substansial. 

    “Secara kuantitatif, proyeksi pertumbuhan ekspor dapat mencapai 8–10% pada 2026, dengan kontribusi ekspor terhadap PDB tetap di kisaran 23–24%,” jelas Yusuf.

    Kendati berkontribusi terhadap PDB, kebijakan baru dalam hal kepabenan ini bakal menekan penerimaan APBN dari sektor tersebut. Pada APBN 2026, target penerimaan kepabeanan dan cukai yakni Rp336 triliun. 

    “Meskipun pendapatan kepabeanan hingga Maret 2025 masih tumbuh 9,6% menjadi Rp77,5 triliun berkat meningkatnya volume perdagangan, potensi pengurangan tarif dari CEPA dan impor bebas tarif dari AS bisa menurunkan revenue secara signifikan jika tidak diimbangi oleh peningkatan volume perdagangan dan investasi asing langsung,” ungkapnya.

  • RI Pacu Industri Petrokimia, Tekan Defisit hingga Jadikan PSN

    RI Pacu Industri Petrokimia, Tekan Defisit hingga Jadikan PSN

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia tengah memperkuat fondasi industri petrokimia nasional. Upaya yang dilakukan yakni menekan defisit kebutuhan bahan baku dan rencana pemerintah menjadikan industri tersebut menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). 

    Data dari Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menunjukkan bahwa dalam 5 tahun terakhir, Indonesia masih dibayangi defisit besar pada komoditas petrokimia. Defisit pada 2020 tercatat sebesar 7,32 juta ton atau senilai US$7,1 miliar, kemudian meningkat menjadi 8,10 juta ton atau US$10,8 miliar pada 2021. 

    Pada 2022, defisit berada di level 7,75 juta ton atau US$11 miliar dan kembali naik menjadi 8,50 juta ton US$9,5 miliar pada 2023. Tren ini berlanjut pada 2024 ketika defisit melonjak menjadi 10,5 juta ton dengan nilai sekitar US$11 miliar. 

    Sekjen Inaplas Fajar Budiyono mengatakan peningkatan defisit ini menggambarkan betapa besarnya kebutuhan bahan baku yang belum mampu dipenuhi oleh kapasitas produksi dalam negeri.

    Untuk itu, pihaknya telah menggodok Roadmap Pengembangan Industri Petrokimia 2025–2045 sebagai bagian dari strategi meningkatkan kemandirian industri sekaligus menurunkan ketergantungan terhadap impor bahan baku yang terus melonjak dalam beberapa tahun terakhir. 

    Fajar menerangkan kenaikan defisit bahan baku petrokimia tak hanya menjadi beban bagi industri hulu, tetapi juga menghambat pertumbuhan industri hilir yang membutuhkan pasokan stabil dengan harga kompetitif.

    “Kondisi defisit yang kita hadapi setiap tahun menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap impor sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Industri hilir kita tumbuh pesat, sementara kapasitas hulu belum mengikuti,” kata Fajar dalam Outlook Industri Petrokimia 2026, dikutip Sabtu (15/11/2025). 

    Pabrik Petrokimia

    Untuk diketahui, sektor ini memiliki peran strategis dalam menopang pertumbuhan berbagai industri hilir, mulai dari plastik, farmasi, kimia dasar, hingga komposit untuk kebutuhan industri penerbangan masa depan.

    Di samping itu, Fajar menerangkan roadmap tersebut tidak semata fokus pada peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga pada penguatan integrasi antara refinery dan cracker sehingga Indonesia mampu menghadirkan produk petrokimia yang lebih kompetitif, menghemat devisa, dan memperkuat struktur industri secara menyeluruh.

    Lebih lanjut, dokumen Inaplas juga mencatat bahwa tekanan terhadap industri petrokimia global semakin kuat akibat berbagai dinamika internasional, seperti pandemi Covid-19, perang Rusia–Ukraina. 

    Tak hanya itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, kebijakan tarif Amerika Serikat, kampanye negatif terhadap plastik, percepatan transisi energi hijau, hingga melemahnya kinerja manufaktur global juga mendorong pelemahan industri. 

    Untuk menghadapi tekanan global tersebut, industri petrokimia saat ini fokus diarahkan pada pemulihan kapasitas produksi dan penyelesaian proyek kilang seperti RDMP serta pembangunan cracker kedua, mengingat tekanan global yang masih cukup berat. 

    Memasuki 2030, Indonesia ditargetkan mencapai kecukupan pasokan melalui pembangunan cracker ketiga, fasilitas GRR baru, pembangunan Condensate Splitter Unit, serta penerapan energi hijau untuk menurunkan ketergantungan impor.

    Selanjutnya pada 2035, Indonesia bersiap memasuki fase pengembangan produk bernilai tambah tinggi, termasuk engineering plastic yang menjadi bahan utama komposit untuk industri pesawat masa depan. 

    Pada 2045, tahap akhir roadmap menargetkan terwujudnya integrasi penuh antara kilang dan petrokimia sehingga Indonesia tidak hanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan domestik, tetapi juga mengekspor produk akhir bernilai tinggi.

    “Integrasi refinery dan petrokimia akan memberikan keuntungan besar bagi negara. Biaya logistik turun, produk lebih kompetitif, dan kita bisa mengurangi devisa impor yang selama ini membebani neraca perdagangan. Itu sebabnya pembangunan GRR dan cracker baru menjadi prioritas dalam roadmap,” jelasnya. 

    Industri Petrokimia Jadi PSN 

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan pemerintah tengah berencana untuk menjadikan industri petrokimia sebagai PSN. Hal ini juga telah dikoordinasikan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 

    Untuk diketahui, saat ini PSN industri petrokimia yang tengah digarap yaitu pabrik kimia Chlor Alkali-Ethylene Dichloride (CA-EDC) yang akan dibangun PT  Tbk. (TPIA) dan ditargetkan mulai produksi pada kuartal I/2027. 

    Fasilitas manufaktur ini juga telah resmi menyandang status proyek strategis nasional (PSN) yang didukung pemerintah. Hal ini tertuang dalam RPJMN 2025-2029 dalam Perpres No. 12/2025. 

    “Sudah ada pembahasan di Kementerian Perekonomian. Untuk PSN Petrokimia ini sebenarnya sudah beberapa kali pembahasan, dua hari lalu juga masih ada pembahasan terkait ini, masih berproses,” jelasnya. 

    Dalam hal ini, Wiwik juga menerangkan bahwa berbagai persyaratan untuk menjadikan industri petrokimia ini telah dipenuhi dan dilengkapi. Sebagai pembina industri, Kementerian Perindustrian juga terus bersurat ke Kemenko Perekonomian. 

    “Jadi kita menunggu penetapan yang semoga dalam waktu dekat sudah bisa ditetapkan,” tuturnya. 

    Penetapan status PSN ini lantaran pihaknya menilai penguatan sektor petrokimia nasional menjadi langkah strategis dalam menjaga stabilitas pasokan bahan baku bagi berbagai industri hilir. 

    Sebab, industri petrokimia memiliki peran fundamental sebagai pemasok utama bahan baku untuk plastik, serat sintetis, karet sintetis, bahan kimia fungsional, hingga berbagai bahan kebutuhan industri tekstil dan farmasi.

    “Kebutuhan industri petrokimia nasional terus meningkat pesat, namun kapasitas produksi dalam negeri belum mampu mengimbanginya. Ini menyebabkan ketergantungan yang sangat besar terhadap impor. Karena itu, penguatan struktur industri hulu menjadi urgensi nasional,” pungkasnya. 

  • Outlook Aluminium 2026: Harga Diprediksi Stabil, Produksi Menguat

    Outlook Aluminium 2026: Harga Diprediksi Stabil, Produksi Menguat

    Bisnis.com, JAKARTA — Harga aluminium diperkirakan stabil pada kisaran US$2.600–US$2.700 per ton pada 2026, setelah sempat mengalami kenaikan akibat sejumlah faktor eksternal.

    Direktur Pengembangan Usaha PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Arif Haendra mengatakan bahwa pergerakan harga aluminium tahun depan kemungkinan tidak akan jauh berbeda dengan kondisi saat ini karena adanya dinamika pasar global.

    “Aluminium tahun depan saya kira masih akan bertengger seperti saat ini karena kita kan enggak tahu kondisi eksternal,” ujar Arif saat ditemui disela-sela Outlook Industri Aluminium 2025, Sabtu (15/11/2025). 

    Menurut dia, kenaikan harga yang terjadi belakangan ini dipengaruhi oleh anomali pasar, termasuk lonjakan harga tembaga yang berdampak pada substitusi kebutuhan ke aluminium. 

    Dengan kondisi kenaikan harga tersebut diprediksi menaikkan laba perusahaan hingga 5% pada akhir tahun ini. Terlebih, tak ada kenaikan biaya produksi dalam operasional smelter. 

    “Kalau sudah normal, harga akan kembali ke sekitar US$2.600–US$2.700 per ton. Sekarang US$2.800 per ton karena harga tembaga lagi melonjak tinggi,” ujarnya.

    Arif menjelaskan bahwa kenaikan harga tembaga terjadi karena gangguan produksi, termasuk penghentian operasi oleh Freeport serta beberapa tambang tembaga di Chile. Kondisi ini mendorong pasar beralih menggunakan aluminium sebagai bahan substitusi.

    “Pada saat harga tembaga naik, berpindahlah ke aluminium. Kabel-kabel listrik tegangan tinggi sekarang banyak yang menggunakan aluminium karena lebih ringan. Konduktivitas listriknya juga mirip,” jelasnya.

    Dia menambahkan bahwa meskipun suplai aluminium turut meningkat, jumlahnya tidak signifikan sehingga tetap mendorong kenaikan harga.

    Sejalan dengan tren harga global, industri aluminium Indonesia juga menunjukkan penguatan yang signifikan. Peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, surplus neraca perdagangan, dan bertambahnya investasi pada proyek refinery baru mempertegas peran penting aluminium sebagai backbone industri Indonesia, terutama di sektor kemasan, konstruksi, otomotif, dan energi terbarukan.

    Direktur Industri Logam, Ditjen Ilmate Kemenperin, Dodiet Prasetyo, menyampaikan bahwa outlook industri aluminium pada 2026 mengindikasikan tren yang semakin positif.

    “Indonesia bergerak menjadi produsen alumina dan aluminium yang semakin kuat. Peningkatan kapasitas aluminium primer serta bertambahnya fasilitas refinery menunjukkan ketahanan pasokan dalam negeri makin kokoh,” ujar Dodiet.

    Data Kementerian Perindustrian mencatat bahwa pada Januari–Agustus 2025, ekspor alumina mencapai 3,66 juta ton, mendekati capaian tahun sebelumnya. 

    Sementara itu, impor turun menjadi 816.000 ton, seiring mulai beroperasinya PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) untuk pasokan bahan baku alumina untuk Inalum.

    Peningkatan kapasitas produksi nasional juga terlihat dari kinerja smelter aluminium dan refinery alumina. Hingga pertengahan 2025, total output refinery mencapai 2,01 juta ton alumina, sementara smelter aluminium menghasilkan 352 ribu ton aluminium primer, dengan utilisasi mendekati 91% untuk smelter aluminium dan 64% untuk refinery alumina.

    “Dengan adanya rencana perluasan PT Inalum, optimalisasi produksi PT Hua Chin Aluminum Indonesia, dan beroperasinya PT Kalimantan Aluminium Industry, pasokan aluminium primer kita diperkirakan dapat menembus lebih dari 1 juta ton pada 2027,” terangnya.

    Kondisi tersebut akan memperkuat pasokan bahan baku industri hilir seperti kabel listrik, aluminium plate/sheet/foil, pengecoran logam aluminium, hingga industri aluminium ekstrusi yang membutuhkan bahan setidaknya 1 juta ton aluminium per tahun.

    Perkiraan global dari lembaga internasional menunjukkan bahwa harga aluminium pada 2026 relatif stabil, berada di kisaran US$2.200–2.625 per ton. 

    Hal ini ditopang meningkatnya permintaan dari sektor kendaraan listrik (EV), energi terbarukan, dan otomotif global. Stabilitas harga ini memberikan ruang bagi industri nasional untuk memperluas kapasitas dan investasi hilirisasi.

    Menurut Dodiet, harga yang kompetitif dan pasokan domestik yang semakin kuat merupakan kombinasi ideal untuk mempercepat pertumbuhan industri hilir Indonesia. 

    “Ini momentum besar bagi pengembangan produk turunan seperti panel surya, komponen otomotif, hingga berbagai aplikasi industri maju,” pungkasnya. 

  • Airlangga Ungkap Rencana RI Bikin Avtur dari Sawit

    Airlangga Ungkap Rencana RI Bikin Avtur dari Sawit

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan rencana Indonesia membuat bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis kelapa sawit.

    “Saat ini kami sedang mempersiapkan tahap selanjutnya yaitu penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) berbasis kelapa sawit,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Kamis (13/11/2025).

    Menurut Airlangga, salah satu contoh yang baik adalah kerja sama antara PT Pindad dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) dalam pengembangan fasilitas produksi industri pertahanan. “Inisiatif ini akan memanfaatkan sumber daya lokal, termasuk material berbasis minyak sawit,” tambahnya.

    Dalam rangka hilirisasi, Indonesia sedang mengubah minyak sawit menjadi energi bersih yakni melalui program mandatori biodiesel yang saat ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Pada 2024 Indonesia telah menerapkan program B40 yang telah berhasil mengurangi impor bahan bakar fosil lebih dari 15,6 juta kiloliter dan mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 41,46 juta ton setara CO₂.

    Untuk memastikan daya saing dan keberlanjutan, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 16 Tahun 2025 untuk memperkuat sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) yang memastikan produk minyak sawit Indonesia sudah sesuai standar lingkungan dan global.

    “Kami juga sedang mempersiapkan Sistem Informasi ISPO yang menghubungkan data perkebunan, sertifikasi dan perdagangan. Sistem ini juga meningkatkan transparansi dan memungkinkan pelacakan produk secara real-time,” ujar Airlangga.

    Minyak sawit menjadi salah satu pilar ekonomi terpenting Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi besar minyak sawit terhadap surplusnya nilai neraca perdagangan Indonesia sebesar US$ 4,34 miliar pada September 2025.

    Dari Januari-September 2025, volume ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 28,66 juta ton atau meningkat 11,26% dibandingkan tahun lalu. Harga rata-rata minyak sawit mentah dan tandan buah segar juga tetap di atas Rp 3 ribu per kilogram (kg) sehingga berdampak positif bagi produsen dan jutaan petani kecil.

    “Minyak sawit akan terus memainkan peran kunci sebagai sumber pendapatan, energi, inovasi dan kekuatan nasional. Kita tidak boleh berhenti pada ekspor bahan mentah. Melalui strategi hilirisasi, kita ingin meningkatkan nilai tambah, menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan memperkuat industri kita,” tegas Airlangga.

    (acd/acd)

  • Harga Biodiesel Melonjak, BPDP Terapkan Skema Fleksibel

    Harga Biodiesel Melonjak, BPDP Terapkan Skema Fleksibel

    Bisnis.com, NUSA DUA, BALI – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menerapkan skema fleksibel untuk menanggung selisih harga biodiesel berbasis sawit dan solar fosil.

    Langkah ini diambil menyusul lonjakan harga minyak sawit dunia yang membuat program mandatori biodiesel menghadapi tekanan tinggi dan risiko beban subsidi yang membengkak.

    Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman mengatakan skema fleksibel ini memungkinkan kadar campuran biodiesel disesuaikan berdasarkan perbedaan harga antara biodiesel dan solar. Jika gap harga melebar, maka persentase campuran bisa diturunkan sehingga program tetap berjalan tanpa membebani fiskal secara berlebihan.

    “Rekomendasi kami itu pakai skema fleksibel. Persentase campuran biodiesel bisa naik atau turun tergantung selisih harga sawit dan solar. Kalau gap-nya besar, seperti sekarang, baurannya bisa diturunkan,” ujar Eddy saat ditemui di sela-sela acara 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025). 

    Sesuai regulasi yang berlaku, Eddy menjelaska, produsen biodiesel diwajibkan menjual biodiesel kepada perusahaan distribusi solar, yang kemudian menyalurkan solar tersebut ke konsumen dengan harga yang setara dengan harga solar fosil.

    Ini artinya, apabila harga biodiesel lebih tinggi daripada solar fosil, maka BPDP bertugas untuk menanggung selisih harga tersebut. Mekanisme ini memastikan produsen biodiesel tetap dapat menjual produknya meski harga biodiesel lebih mahal dari solar fosil.

    Adapun saat ini, selisih harga biodiesel dan solar yang ditanggung BPDP mencapai sekitar Rp6.000 per liter, termasuk ongkos angkut, pajak, dan PPN. Namun, angka tersebut bersifat sangat fluktuatif, mengikuti pergerakan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global.

    Dia menambahkan, harga biodiesel tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi produksi domestik, namun juga oleh dinamika pasar internasional.

    Eddy menuturkan, produksi minyak nabati pesaing seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari di negara lain dapat menekan harga sawit dunia. Sebaliknya, jika pasokan global terbatas, maka harga bisa melonjak dan memengaruhi besarnya subsidi yang harus ditanggung BPDP.

    “Ini bukan cuma soal produksi dalam negeri. Dunia yang menentukan. Kalau produksi pesaing banyak, harga bisa turun karena orang beralih. Tapi kalau pasokannya sedikit, harga naik. Pokoknya ekonomi ini mengikuti market price global,” jelasnya.

    Eddy menambahkan, mekanisme fleksibel akan menjadi lebih relevan seiring rencana pemerintah menerapkan B50 pada semester II/2026. Namun hingga saat ini, pembahasan tersebut masih berlangsung dan belum ada proyeksi terhadap potensi tambahan beban subsidi jika harga sawit global kembali melonjak.

    Selain itu, Eddy menekankan program biodiesel tetap menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam energi terbarukan dan pencapaian target energi nasional.

    “Program ini dapat mengurangi ketergantungan pada solar impor, menghemat miliaran dolar setiap tahunnya, dan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia,” ujarnya.

    Di samping itu, menurut Eddy, bauran biodiesel juga mendorong inovasi teknologi dan pengembangan energi terbarukan alternatif, seperti used cooking oil, hydrotreated vegetable oil (HVO), dan bahan bakar efisien lainnya.

  • Poin-poin Penting Perjanjian Kerja Sama RI-Australia di Bidang Militer hingga Ekonomi

    Poin-poin Penting Perjanjian Kerja Sama RI-Australia di Bidang Militer hingga Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto telah mengakhiri kunjungan kenegaraannya dari Australia, sejumlah kesepakatan telah disepakati.

    Kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo ke Australia berlangsung selama satu hari dengan sejumlah agenda yang mencerminkan komitmen Indonesia dalam memperkuat hubungan strategis dengan negara tetangga.

    Kunjungan kenegaraan ini sekaligus menjadi momentum penting yang memperkuat posisi Indonesia dan Australia sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik.

    Dalam kunjungan tersebut, Prabowo membawa pulang sejumlah kesepakatan antara Indonesia dan Australia. Kedua negara resmi mencapai tiga kesepakatan substansial mengenai perjanjian bilateral baru di bidang keamanan bersama.

    Kesepakatan ini diumumkan oleh Perdana Menteri Australia Anthony Albanese saat memberikan keterangan pers bersama Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di atas kapal perang HMAS Canberra, Garden Island Naval Base, Australia, Rabu (12/11/2025).

    Perjanjian baru tersebut menandai era baru hubungan kedua negara di bidang pertahanan dan keamanan, memperkuat dasar-dasar kerja sama yang telah terbangun selama tiga dekade terakhir.

    Dokumen ini merupakan kelanjutan dan perluasan dari sejumlah perjanjian sebelumnya, termasuk Lombok Treaty 2006 yang menegaskan kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia, serta Defence Cooperation Agreement (DCA) yang ditandatangani pada 2024.

    Melalui perjanjian ini, Indonesia dan Australia sepakat melakukan konsultasi reguler di tingkat pemimpin dan menteri terkait isu-isu keamanan kawasan, mengidentifikasi serta melaksanakan kegiatan keamanan bersama yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

    Di samping itu, kedua negara sepakat berkoordinasi dalam menghadapi ancaman keamanan, dengan mempertimbangkan langkah-langkah bersama untuk menjaga stabilitas dan perdamaian regional.

    Kesepakatan ini juga menjadi simbol pengakuan bersama bahwa stabilitas kawasan hanya dapat dicapai melalui kerja sama erat antara kedua negara. Hubungan bilateral yang didasari pada prinsip kepercayaan, saling menghormati, dan komitmen terhadap perdamaian dinilai semakin kuat.

    Presiden Prabowo dalam kesempatan tersebut menegaskan pentingnya semangat good neighbour policy atau kebijakan bertetangga baik sebagai dasar hubungan Indonesia dan Australia.

    “Tetangga yang baik akan saling membantu di masa sulit, dan dalam budaya Indonesia, ada pepatah, ketika kita menghadapi keadaan darurat, tetangga kitalah yang akan membantu kita. Mungkin saudara kita akan tetap jauh, tetapi tetangga kita adalah yang paling dekat, dan hanya tetangga yang baik yang akan saling membantu,” ungkap Prabowo.

    Di bidang ekonomi, hubungan ekonomi Indonesia dan Australia memiliki potensi besar untuk terus dikembangkan, meskipun nilai perdagangan kedua negara saat ini baru mencapai sekitar US$15 miliar. Mengingingat, neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan defisit hampir US$9 miliar, tetapi pemerintah mengklaim bahwa kontribusi sektor jasa, seperti pariwisata, mampu menyeimbangkan posisi tersebut.

    Tingginya jumlah wisatawan Australia yang berkunjung ke Indonesia, terutama ke Bali, disebut menjadi salah satu faktor penting dalam hubungan ekonomi kedua negara. Pemerintah pun berharap ke depan wisatawan Australia dapat menjelajahi destinasi lain di Indonesia, seperti Labuan Bajo dan wilayah potensial lainnya.

    Selain pariwisata, minat investasi dari perusahaan-perusahaan Australia juga menunjukkan peningkatan. Beberapa perusahaan diketahui tengah menjajaki dan memperluas investasi di Indonesia, meliputi sektor rumah sakit, hilirisasi, dan agrikultur, khususnya di bidang peternakan sapi.

    Kunjungan Balasan

    Perdana Menteri Albanese juga menyampaikan rencananya untuk berkunjung ke Indonesia pada Januari 2026 guna menandatangani secara resmi perjanjian tersebut setelah melalui proses domestik di masing-masing negara.

    Melalui langkah ini, kedua negara menunjukkan tekad untuk memperdalam kerja sama pertahanan dan keamanan, memperkuat stabilitas regional, serta menegaskan persahabatan yang kokoh antara dua bangsa bertetangga di kawasan selatan dunia.

    “Saya berharap dapat berkunjung ke Indonesia pada Januari tahun depan atas undangan Presiden untuk menandatangani perjanjian baru secara resmi setelah melalui proses domestik,” tandas Albanese.