Topik: neraca perdagangan

  • negara berkembang butuh munculkan gerakan kolektif

    negara berkembang butuh munculkan gerakan kolektif

    Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2001-2009 Hassan Wirajuda di Beijing, China pada Rabu (2/7). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

    Hassan Wirajuda: negara berkembang butuh munculkan gerakan kolektif
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 03 Juli 2025 – 09:49 WIB

    Elshinta.com – Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengungkapkan negara-negara berkembang membutuhkan gerakan kolektif untuk mengatasi perubahan geopolitik yaitu munculnya berbagai perang antarnegara maupun penerapan tarif sepihak oleh Amerika serikat.

    “Kita mengalami kekalutan geopolitik, baik di bidang perdamaian dan keamanan maupun ekonomi dan pada saat yang sama, tatanan dunia yang didasarkan piagam PBB juga melemah sehingga memerlukan upaya kolektif untuk mengatasi hal tersebut,” kata Hassan Wirajuda di Beijing kepada Antara pada Rabu (2/7).

    Perang yang dimaksud Hassan antara lain perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Timur Tengah termasuk serangan Israel ke Palestina yang berlarut-larut, konflik Israel yang didukung Amerika Serikat melawan Iran hingga perang singkat India-Pakistan. Menurut Hassan, masih ada juga konflik lama yang belum tampak tuntas seperti di Yaman, Libia, Somalia, Sudan maupun Sudan Selatan.

    “Indonesia dan negara-negara lain berkepentingan adanya ‘minimum order’, tidak bisa tidak, harus ada yaitu ‘global governance’. Banyak pihak boleh mengecam PBB tapi bayangkan dunia tanpa PBB, boleh mengecam ‘global governance’ tapi bayangkan dunia tanpa tatanan dunia. Jadi memerlukan upaya kolektif, Indonesia, China dan negara-negara lain masih menyuarakan itu karena dirugikan akibat perbuatan negara-negara besar,” jelas Hassan.

    Belajar dari sejarah, Hassan mengungkapkan, pada masa perang dingin, sudah ada contoh-contoh gerakan kolektif. Misalnya di bidang politik adalah munculnya Gerakan Non Blok (GNB) pada 1961 yang menyuarakan kelompok negara yang tidak mau berpihak dengan Pakta Warsawa untuk Eropa Timur dan NATO untuk Amerika Serikat dan Eropa Barat.

    Contoh lain adalah di bidang ekonomi dengan lahirnya Kelompok 77 (G77) pada periode 1970-an yang terdiri dari negara-negara berkembang dan China sebagai bentuk protes atas eksploitasi sumber daya alam negara-negara berkembang oleh perusahaan-perusahaan multinasional milik negara maju.

    “Sayangnya sekarang belum ada upaya kolektif. Semua bicara tentang kebijakan tarif unilateral Presiden AS Trump yang dipaksakan kepada semua negara, tapi apa ada upaya kolektif menghadapi hal itu? Masing-masing negara dibiarkan bernegosiasi sendiri dengan AS yang posisinya lebih kuat, kecuali dengan China yang memang punya pengaruh besar,” jelas Hassan.

    Bahkan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia maupun Vietnam melakukan negosiasi bilateral dengan AS meski posisi Indonesia lebih lemah, dan ASEAN pun tidak punya suara kolektif.

    “Jadi ada keperluan untuk menyuarakan secara kolektif suara negara-negara yang menjadi korban,” ungkap Hassan.

    Dalam upaya negosiasi tarif dengan AS, Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan AS Kenneth Homer Bessent dan Ketua United States Trade Representative (USTR) Jamieson Greer untuk membahas agar AS mengurangi tarif impor atas Indonesia yang ditetapkan sebesar 32 persen.

    Namun dalam perjalanannya, Airlangga menyebut tarif impor yang dikenakan terhadap Indonesia bisa mencapai angka 47 persen, terutama untuk produk tekstil dan garmen sebagai penjumlahan tarif dasar dengan tambahan tarif sebesar 10 persen yang berlaku selama masa 90 hari.

    Airlangga mengatakan permintaan utama AS ke Indonesia ialah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara, di mana RI tercatat surplus 18-19 miliar dolar AS.

    Selain itu USTR menyoroti Peraturan BI Nomor 21/2019. Dalam peraturan itu disebutkan Indonesia menetapkan standar nasional Quick Response Indonesian Standard (QRIS) untuk semua pembayaran yang menggunakan kode QR di Indonesia.

    Sumber : Antara

  • Mendag Budi: Surplus neraca perdagangan dipengaruhi mitra dagang baru

    Mendag Budi: Surplus neraca perdagangan dipengaruhi mitra dagang baru

    ANTARA – Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut peningkatan nilai surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada Mei 2025 dipengaruhi oleh penambahan mitra dagang yang baru. Tercatat, nilai surplusnya pada Mei 2025 sebesar 4,30 miliar dolar AS. (Pradanna Putra Tampi/Sandy Arizona/Gracia Simanjuntak)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Top! Shopee Ekspor 10 Juta Produk Lokal di Semester I 2025

    Top! Shopee Ekspor 10 Juta Produk Lokal di Semester I 2025

    Jakarta

    Shopee Indonesia mengungkap pertumbuhan jumlah ekspor produk lokal yang signifikan di tahun 2025. Di semester 1 2025, jumlah produk lokal yang diekspor melalui Program Ekspor Shopee mencapai 10 juta produk, menunjukkan sinyal positif bagi pencapaian target ekspor nasional.

    Diketahui, produk fesyen, perlengkapan rumah, dan kebutuhan olahraga menjadi kategori terfavorit dalam Program Ekspor Shopee pada Semester 1 2025. Sementara barang-barang dari toko UMKM maupun brand lokal paling banyak dikirimkan ke Malaysia, Filipina, Singapura oleh Shopee.

    Secara akumulatif, sejak tahun 2019 ada lebih dari 60 juta produk lokal yang diekspor ke negara-negara di Asia Timur, Asia Tenggara, dan Amerika Latin melalui Program Ekspor Shopee.

    Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso menyatakan akses perdagangan internasional seperti Program Ekspor Shopee merupakan katalis penting bagi pertumbuhan bisnis UMKM, serta menopang neraca perdagangan Indonesia agar tetap positif di tengah situasi ekonomi global yang fluktuatif.

    “Sekarang dengan teknologi canggih ekspor semakin mudah, seperti lewat Shopee ini UMKM bisa ekspor langsung. Ini adalah salah satu cara dan kemudahan untuk (pengusaha lokal) bisa ekspor. Dukungan dari Pemerintah juga kita sudah siapkan,” ujarnya dalam peluncuran Program Ekspor Shopee FLEXI di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    “Kita memiliki perwakilan dagang, ada Indonesia Trade Promotion Center (ITPC), kemudian ada 46 Atase Perdagangan di 33 negara yang siap membantu UMKM bisa ekspor. Jadi teman-teman UMKM bisa melakukan ekspor, melalui Shopee ini juga salah satu caranya,” imbuh Busan, sapaan akrab Mendag.

    Dia menambahkan Pemerintah menggandeng berbagai pihak untuk mendorong pertumbuhan nilai ekspor nasional. Busan menyinggung tahun ini Pemerintah menargetkan nilai ekspor Indonesia bisa tumbuh 7,1% secara tahunan mencapai USD 294,45 miliar.

    “Kami ingin lebih banyak lagi UMKM bisa ekspor, termasuk juga melalui Program Ekspor Shopee. Saya ucapkan terima kasih kepada Shopee sudah memfasilitasi UMKM kita tidak hanya untuk jualan di dalam negeri, tapi juga menembus pasar ekspor,” tutur Busan.

    Upaya Shopee Akselerasi Ekspor Produk Lokal

    Sementara itu, Deputy Director of Government Relations Shopee Indonesia, Balques Manisang mengungkapkan Shopee berupaya untuk terus mendorong agar semakin banyak UMKM dan brand lokal bisa ekspor. Terbaru, Shopee memperkenalkan inovasi Program Ekspor Shopee FLEXI yang memberikan fleksibilitas bagi penjual di Shopee untuk mengelola toko di luar negeri agar bisa mengoptimalkan potensi penjualan.

    “Program ini menawarkan peluang bagi para pelaku usaha dan UMKM di Indonesia untuk bisa menarik minat belanja Pembeli di luar negeri, dimulai dari Malaysia sebagai debut pertama kami meluncurkan program FLEXI ini. Kami berharap program ini dapat senantiasa mendongkrak tidak hanya kapabilitas dan potensi bisnis UMKM di Indonesia, tetapi juga dapat turut mendukung tercapainya nilai ekspor nasional ke depannya,” jelas Balques.

    Balques menekankan Program Ekspor Shopee diarahkan untuk memperkuat daya saing UMKM di pasar internasional. Melalui program ini pengusaha UMKM dapat memahami cara pemasaran, dan bagaimana menyesuaikan produk dengan selera konsumen di luar negeri. Hal ini menjadi bekal penting agar UMKM kita bisa terus kuat, kreatif, dan siap bersaing secara global.

    Program Ekspor Shopee sendiri telah hadir sejak tahun 2019 dan telah membantu lebih dari 50 juta produk UMKM di ekspor ke berbagai negara. Berbeda dengan Program Ekspor Shopee FLEXI, metode reguler yang saat ini berjalan secara otomatis mengkonversi produk, harga, dan bahasa di toko Shopee Indonesia ke mata uang dan bahasa di negara tujuan.

    “Program regular menawarkan kemudahan ekspor, sementara program FLEXI menawarkan kebebasan bagi penjual untuk mengatur strategi berjualan di toko luar negeri.” tutup Balques.

    (akd/akd)

  • Perang Israel & Iran Mereda, Neraca Perdagangan RI Juni Diramal Aman

    Perang Israel & Iran Mereda, Neraca Perdagangan RI Juni Diramal Aman

    Jakarta

    Kondisi perang tarif dagang hingga konflik antara Israel-Iran dinilai tidak berdampak signifikan pada perekonomian RI. Indonesia mencatatkan surplus pada neraca perdagangan US$ 15,38 miliar secara kumulatif periode Januari-Mei 2025.

    Pandangan ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso. Ia juga mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat nilai ekspor Indonesia kumulatif Januari-Mei 2025 naik 6,98%, di mana tren kenaikan nilai ekspor mencapai 11,54%.

    “Artinya kalau kita lihat sekarang ini, kita belum melihat ini ada gangguan perang dagang,” kata Budi dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025 di Aryaduta Hotel Menteng, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Sedangkan untuk ekspor, secara kumulatif periode Januari-Mei 2025 nilainya mencapai US$ 111,98 miliar. Lalu untuk bulan Mei 2025 saja, ekspor mencapai US$ 24,61 miliar.

    Budi menyebut, ekspor RI pada bulan April lalu sempat turun dibandingkan Mei. Namun kondisi itu karena awal April terdapat libur panjang Idul Fitri, serta banyak ekspor tertunda karena para eksportir masih wait and see atas pengumuman tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.

    Hal ini apalagi mengingat bahwa Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu mitra dagang dengan penyumbang surplus terbesar bagi perdagangan RI. Budi mengatakan, pada 2024 lalu AS menduduki posisi kedua negara dengan kontribusi surplus terbesar US$ 14,34 miliar.

    Sedangkan pada Laporan Neraca Dagang BPS hingga Mei 2025, AS menduduki posisi pertama dengan kontribusi sebesar US$ 7,08 miliar. Namun hingga saat ini, proses negosiasi tarif masih berlangsung dengan AS dan diharapkan tarif impor RI bisa di turun dari 32%.

    “Sekarang bulan Mei ini ekspor kita meningkat dibanding bulan April. Jadi mudah-mudahan ke depan situasinya semakin bagus, semakin kondusif. Dan sekarang juga misalnya masalah di Timur Tengah sudah mulai mereda dan sebagainya. Itu adalah area positif supaya generasi ekspor kita tetap berjalan dengan baik,” ujarnya.

    Saat ditanya lebih lanjut menyangkut proyeksinya untuk perdagangan bulan Juni 2025, Budi belum dapat memastikannya. Namun ia optimistis, kondisi akan semakin membaik sehingga tidak mempengaruhi perdagangan RI.

    “Mudah-mudahan sih nggak akan (ada pengaruh), sekarang justru semakin reda kan ya. Kalau misalnya perang juga mudah-mudahan nggak ada lagi, sudah kondusif,” kata Budi, ditemui usai acara.

    Pemerintah Indonesia juga masih menunggu hasil atas langkah negosiasi dengan AS. Menurutnya tidak banyak hambatan dari proses negosiasi tersebut, namun memang kesepakatan belum terjalin.

    “Cuman memang belum ketemu lagi aja, belum deal dan sebagainya. Jadi nunggu waktu. Di negara lain juga belum deal semua. Ya kita maunya (turun dari tarif impor 32%),” ujarnya.

    (shc/kil)

  • Mendag: RI-AS belum sepakat soal tarif resiprokal

    Mendag: RI-AS belum sepakat soal tarif resiprokal

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut sampai saat ini belum ada kesepakatan dengan Amerika Serikat terkait dengan negosiasi tarif resiprokal sebesar 32 persen.

    “Yang masih kita tunggu adalah dengan Amerika, yang belum deal dan sebagainya. Jadi nunggu waktu, di negara lain juga belum deal semua,” ujar Budi di Jakarta, Rabu.

    Budi berharap negosiasi dengan Amerika Serikat dapat berjalan dengan mulus, meski sudah mendekati batas akhir yakni pada 8 Juli mendatang.

    Ia optimis, hubungan Indonesia dan Amerika Serikat semakin membaik. Apalagi, kedua negara saling membutuhkan dalam hal perdagangan.

    “Kan ini sama-sama butuh, Amerika juga butuh kita, kita juga butuh. Mereka butuh kita, kita juga butuh pasar dia,” katanya.

    Di sisi lain, Amerika merupakan negara penyumbang surplus nomor satu bagi neraca perdagangan Indonesia dengan nilai 7,08 miliar dolar AS. Sementara India, berada pada urutan kedua dengan 5,30 miliar dolar AS dan Filipina sebesar 3,69 miliar dolar AS.

    Untuk mempertahankan angka tersebut, lanjut Budi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga melakukan identifikasi komoditas unggulan untuk ekspor ke Amerika.

    Budi mengatakan pemerintah masih terus menunggu proses negosiasi, namun di sisi lain juga melakukan persiapan apabila diplomasi tidak berjalan dengan baik.

    “Jadi perang dagang Amerika ini kan cepat sekali berubah, sehingga kita harus antisipasi, kalau ada perubahan ya kita sudah siap,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia memberikan penawaran kedua atau second best offer, salah satunya investasi di sektor mineral kritis atau critical mineral bersama dengan Danantara Indonesia.

    “Indonesia juga menawarkan ke Amerika critical mineral untuk Amerika bersama Danantara untuk melakukan investasi di dalam ekosistem critical mineral,” ujar Airlangga di Jakarta, Senin (30/7).

    Ia menjelaskan, mineral kritis yang ditawarkan antara lain tembaga, nikel, dan kebutuhan untuk ekosistem industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV), peralatan militer, serta industri elektronik.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menko Airlangga sebut perekonomian Indonesia masih “on the track”

    Menko Airlangga sebut perekonomian Indonesia masih “on the track”

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan perekonomian Indonesia masih on the track yang salah satunya tercermin dari nilai perdagangan yang kembali surplus.

    “Kalau kita lihat neraca perdagangan Indonesia di bulan Mei (2025) kembali surplus yang ke-61 bulan berturut-turut dengan positif 4,3 miliar (dolar AS), di mana ekspor non-migas kita 5,83 miliar (dolar AS) dan defisit dari migas 1,53 miliar (dolar AS),” katanya di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan yang disumbang oleh komoditas non migas berasal dari lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Adapun penyumbang defisit migas berasal dari komoditas hasil minyak dan minyak mentah.

    Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Mei 2025 mencatat surplus sebesar 15,38 miliar dolar AS. Surplus tersebut ditopang oleh komoditas nonmigas yang sebesar 23,10 miliar dolar AS, sedangkan migas masih mengalami defisit 7,72 miliar dolar AS.

    “Pak Presiden (Prabowo Subianto) minta agar program kemandirian energi bisa dilaksanakan. Dengan kemandirian energi, maka tentu defisit ini kita akan kurangi,” kata Airlangga.

    Adapun capaian ekspor pada Mei 2025 sebesar 24,61 miliar dolar AS, naik 9,68 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Secara kumulatif, nilai ekspor pada Januari hingga Mei 2025 mencapai 111,98 miliar dolar AS atau naik 6,98 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Sedangkan nilai ekspor migas tercatat senilai 5,92 miliar dolar AS atau turun 11,26 persen.

    Untuk nilai impor pada bulan yang sama, mencapai 20,31 miliar dolar AS atau naik 4,14 persen dibandingkan Mei 2024. Secara kumulatif, total nilai impor sepanjang Januari-Mei 2025 mencapai 96,60 miliar dolar AS atau naik 5,45 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

    Nilai impor migas tercatat senilai 13,64 miliar dolar AS atau turun 7,44 persen, sedangkan nilai impor non-migas tercatat senilai 82,96 miliar dolar AS atau naik 7,92 persen.

    “Di tengah situasi ini, kita juga lihat inflasi di bulan kemarin sebesar 1,87 (persen) secara year-on-year dan 1,35 (persen) secara year-to-date. Artinya, angka inflasi kita pun di bawah target 2,5 plus minus 1,” kata Airlangga.

    Kendati demikian, ia mengingat bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juni 2025 mengalami penurunan akibat perang dagang.

    Dalam laporan yang dirilis oleh S&P Global, tercatat PMI Manufaktur Indonesia sebesar 46,9 pada Juni 2025, turun dari 47,4 pada Mei 2025, dan berada di bawah ambang batas netral 50,0.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mendag sebut surplus neraca perdagangan dipengaruhi mitra dagang baru

    Mendag sebut surplus neraca perdagangan dipengaruhi mitra dagang baru

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan peningkatan nilai surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada Mei 2025 dipengaruhi penambahan mitra dagang yang baru.

    “Kenapa kemudian meningkat, salah satunya sebenarnya ternyata banyak partner baru. Jadi banyak pasar-pasar atau buyer itu, yang kemudian ketika sudah ada perdagangan, itu membuat semangat mereka,” ujar Budi usai menghadiri Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, Rabu.

    Neraca perdagangan RI pada Mei 2025 kembali mencetak surplus selama 61 bulan berturut-turut.

    Nilainya surplus ini sebesar 4,30 miliar dolar AS, sedangkan pada April 2025 tercatat sebesar 0,16 miliar dolar AS.

    Meski sama-sama mencetak surplus, kata Budi, namun pada bulan April sempat terjadi penurunan.

    Ia menyebut menurunnya nilai surplus pada April disebabkan oleh banyaknya ekspor yang tertunda.

    Selain itu, isu tarif resiprokal yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat sebagian komoditas ekspor tertahan, sehingga terjadi penurunan nilai surplus.

    Namun demikian, baik nilai ekspor maupun neraca perdagangan RI pada Mei 2025 mulai memperlihatkan peningkatan yang signifikan.

    Budi juga menyebut tidak ada komoditas tertentu yang mendorong peningkatan ekspor.

    “Komoditasnya sebenarnya memang tidak banyak berubah ya. Tetapi secara sisi volume memang meningkat,” imbuhnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus Neraca Perdagangan pada Mei 2025 disumbang oleh komoditas nonmigas, yakni lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan surplus komoditas nonmigas mencapai 5,83 miliar dolar AS, sedangkan komoditas migas tercatat defisit 1,53 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.

    “Komoditas penyumbang surplus utamanya adalah lemak dan minyak hewani atau nabati HS15, bahan bakar mineral atau HS27, serta besi dan baja HS72,” ujar Pudji di Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Secara kumulatif, neraca perdagangan periode Januari-Mei 2025 mencatat surplus sebesar 15,38 miliar dolar AS.

    Surplus tersebut ditopang oleh komoditas nonmigas yang sebesar 23,10 miliar dolar AS, sedangkan migas masih mengalami defisit 7,72 miliar dolar AS.

    Pudji menyampaikan tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat yaitu sebesar 7,08 miliar dolar AS, India sebesar 5,30 miliar dolar AS dan Filipina sebesar 3,69 miliar dolar AS.

    Sedangkan, negara penyumbang defisit terdalam adalah Tiongkok (8,15 miliar dolar AS), Singapura (2,79 miliar dolar AS) dan Australia (2,11 miliar dolar AS).

    Secara rinci, komoditas penyumbang surplus pada Januari-Mei 2025 adalah lemak dan minyak hewan atau nabati (12,44 miliar dolar AS), bahan bakar mineral atau (11,51 miliar dolar AS) serta besi dan baja (7,53 miliar dolar AS).

    BPS juga melaporkan nilai ekspor Indonesia pada Mei 2025 mencapai 24,61 miliar dolar AS dan impor 20,31 miliar dolar AS.

    “Secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2025 mencapai 111,98 miliar dolar AS dan nilai impor secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2025 mencapai 96,60 miliar dolar AS,” imbuh Pudji.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Airlangga: Pemerintah sedang tunggu tanggapan soal tarif resiprokal AS

    Airlangga: Pemerintah sedang tunggu tanggapan soal tarif resiprokal AS

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah sedang menunggu tanggapan (feedback) ​​​​berkaitan dengan proses negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS).

    “Indonesia sudah memberikan second offer seperti yang saya sudah sampaikan, dan second offer ini sudah diterima oleh USTR (United States Trade Representative) dan sudah di-review, tentu Indonesia tinggal menunggu feedback, apakah masih ada feedback tambahan berkait dengan proses negosiasi yang ada,” ujarnya di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu.

    Beberapa hari yang lalu, pemerintah Indonesia disebut menyampaikan penawaran kedua terbaik atau “second best offer” dalam upaya negosiasi tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

    Menjelang batas akhir negosiasi yang jatuh pada 8 Juli mendatang, Airlangga mengatakan bahwa permintaan yang diajukan pemerintah AS, baik berupa tarif maupun hambatan dagang, telah disepakati oleh pemerintah Indonesia.

    Pihaknya sudah berkomunikasi langsung dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent yang pada prinsipnya mengapresiasi sejumlah tawaran dari Indonesia.

    Namun tentunya, keputusan akhir negosiasi tarif antara Indonesia dan AS tidak bergantung pada satu pihak.

    Pemerintah AS harus berkoordinasi dengan USTR, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan.

    Hasil akhir dari negosiasi yang telah melalui pertukaran dokumen berulang kali antara Indonesia-AS bersifat dinamis karena mempertimbangkan negara-negara lain yang juga melakukan negosiasi tarif.

    “Saat sekarang, tim Indonesia standby di Washington dan di China. Kita tunggu saja bagaimana pemerintah Amerika merespons, dan hari ini mereka sedang sibuk urusan budget, peak budget itu sampai tanggal 4 (Juli). Jadi, mungkin sesudah itu baru masalah tarif ini bisa terbahas selanjutnya,” ungkap Airlangga.

    Batas akhir negosiasi tarif jatuh pada 8 Juli 2025 atau 90 hari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif resiprokal kepada negara-negara mitra dagang utamanya pada awal April 2025.

    Permintaan utama pemerintah AS saat mengenakan tarif resiprokal 32 persen ke Indonesia dinilai sebatas menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RI kembali pertahankan surplus neraca perdagangan 61 bulan

    RI kembali pertahankan surplus neraca perdagangan 61 bulan

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    RI kembali pertahankan surplus neraca perdagangan 61 bulan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 01 Juli 2025 – 23:11 WIB

    Elshinta.com – Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025.

    Angka tersebut diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama.

    “Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

    Sumber : Antara

  • Rupiah menguat dipengaruhi surplus Neraca Perdagangan Indonesia

    Rupiah menguat dipengaruhi surplus Neraca Perdagangan Indonesia

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat dipengaruhi surplus Neraca Perdagangan Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 01 Juli 2025 – 18:24 WIB

    Elshinta.com – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi Neraca Perdagangan Indonesia yang surplus 4,3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada Mei 2025.

    “Neraca Perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 61 bulan berturut turut sejak Mei 2020,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), surplus Neraca Perdagangan disumbang oleh komoditas non migas, yakni lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

    Surplus komoditas non migas mencapai 5,83 miliar dolar AS, sedangkan komoditas migas tercatat defisit 1,53 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.

    Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Mei 2025 mencatat surplus sebesar 15,38 miliar dolar AS. Surplus tersebut ditopang oleh komoditas nonmigas yang sebesar 23,10 miliar dolar AS, sedangkan migas masih mengalami defisit 7,72 miliar dolar AS.

    Sentimen lainnya berasal dari kekhawatiran investor terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak Amerika Serikat (AS) yang baru. RUU tersebut berpotensi meningkatkan defisit fiskal 3,8 triliun dolar AS.

    Mengutip Xinhua, Senat AS telah meloloskan RUU pemotongan pajak besar Presiden AS Donald Trump yang menandai langkah prosedural utama menuju pengesahan aturan tersebut sebelum reses pada 4 Juli mendatang.

    RUU itu yang setebal 940 halaman dengan judul “One Big Beautiful Bill Act”, disetujui dalam pemungutan suara dengan skor 51-49.

    Aturan baru ini untuk memperpanjang pemotongan pajak 2017, memotong pajak lainnya, serta meningkatkan pengeluaran militer dan keamanan perbatasan, sekaligus mengimbangi kerugian pendapatan melalui pemotongan besar-besaran pada Medicaid, kupon makanan, energi terbarukan, hingga program kesejahteraan sosial lainnya.

    Setelah pemungutan suara, para senator kemungkinan akan menghadapi debat dan proses amandemen yang panjang di hari-hari mendatang.

    Setelah RUU tersebut lolos di Senat, maka RUU tersebut akan kembali ke DPR AS untuk pemungutan suara terakhir sebelum menuju Gedung Putih.

    “Investor khawatir bahwa pemotongan pajak yang agresif, yang dipasangkan dengan pengurangan belanja pemerintah, dapat mengikis disiplin fiskal dan memicu inflasi jangka panjang,” ujar Ibrahim.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Selasa di Jakarta menguat sebesar 39 poin atau 0,24 persen menjadi Rp16.200 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.238 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.192 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.231 per dolar AS.

    Sumber : Antara