Topik: neraca perdagangan

  • Nego Tarif Trump, Indonesia Lobi Exxon dan Chevron Buat Impor Minyak – Page 3

    Nego Tarif Trump, Indonesia Lobi Exxon dan Chevron Buat Impor Minyak – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Indonesia bakal terus berupaya melobi Amerika Serikat (AS), usai Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk mengenakan tarif impor sebesar 32 persen kepada Indonesia. Salah satunya dengan menawarkan impor energi dari Negeri Paman Sam, dengan estimasi nilai USD 15,5 miliar.

    Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, Pemerintah RI berupaya untuk membuat neraca perdagangan Indonesia-AS lebih seimbang.

    Salah satunya, dengan melakukan impor langsung minyak dari Amerika Serikat. Lantaran selama ini Indonesia lebih memilih untuk mendatangkan minyak mentah dari Singapura yang jadi negara perantara.

    “Karena selama ini juga kita mengimpor dari beberapa negara. Ada yang indirect, kita melaksanakan impor dari Singapura. Kemudian kita juga mengimpor dari Timur Tengah,” ujar Yuliot di Jakarta, Selasa (8/7/2025).

    Komunikasi dengan ExxonMobil dan Chevron

    Untuk itu, Indonesia telah menjalin komunikasi dengan beberapa raksasa migas asal AS, seperti ExxonMobil dan Chevron untuk melakukan impor minyak mentah secara langsung.

    “Jadi dengan beberapa produsen minyak dari Amerika kita juga sudah berkomunikasi. Seperti dengan Exxon, mereka punya produksi global sekitar 5,5 juta barel per hari. Sementara untuk Chevron mereka punya tingkat produksi secara global sekitar 3 juta barel,” ungkapnya.

    “Mereka selama ini suplai ke Singapura, dari Singapura baru kita impor. Jadi pada saat posisi kita indirect, berarti akan tercatat bukan ekspor dari Amerika, tapi tercatat dari negara lain. Itu yang jadi catatan kita,” kata Yuliot.

     

  • Kena Tarif Trump 32%, Indonesia Tetap Impor Minyak dan LPG dari AS? – Page 3

    Kena Tarif Trump 32%, Indonesia Tetap Impor Minyak dan LPG dari AS? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk mengenakan tarif impor 32 persen kepada Indonesia. Keputusan itu muncul tatkala Indonesia tengah berupaya untuk memangkas surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat (AS), termasuk lewat rencana impor energi seperti minyak mentah dan LPG hingga senilai USD 15,5 miliar.

    Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, Pemerintah RI melalui perwakilan delegasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto bakal terus berupaya untuk membujuk Amerika Serikat agar menurunkan tarif impor.

    “Jadikan untuk keberlanjutan, pak Menko Perekonomian masih mengupayakan. Jadi kan kita sudah offer untuk trade balance dari sisi energi sekitar USD 15,5 miliar. Jadi kita lihat saja keputusan akhirnya,” ujar Yuliot di Jakarta, Selasa (8/7/2025).

    Saat ditanya apakah penetapan tarif resiprokal tersebut turut berdampak pada proses negosiasi dagang, Yuliot meminta agar publik tetap tenang. Ia menyerahkan keputusan akhirnya kepada tim delegasi maupun Donald Trump.

    “Kita lihat itu kebijakan dari Presiden Trump kira-kira bagaimana. Jadi untuk beberapa negara sudah ditetapkan, sudah disampaikan oleh beliau sendiri, termasuk Indonesia. Jadi, kita relatif harus cool juga menanggapi kondisi seperti ini,” ungkapnya.

    Begitu pun soal putusan apakah nantinya Indonesia bakal tetap memperbanyak impor energi langsung dari AS meskipun terkena tarif 32 persen, ia memilih tak banyak berbicara. “Kita tunggu pak Airlangga,” kata Yuliot.

     

  • Lengkap! Ini Isi Surat Trump ke Prabowo soal Keputusan Tarif 32%

    Lengkap! Ini Isi Surat Trump ke Prabowo soal Keputusan Tarif 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menetapkan tarif resiprokal 32% untuk seluruh produk Indonesia yang masuk ke AS. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.

    Keputusan Trump ini diumumkan langsung lewat surat terbuka yang diunggah melalui akun TruthSocial @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/205). Surat tersebut ditujukan langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

    Lewat surat tersebut, Trump menyinggung kerja sama perdagangan antara AS dan Indonesia yang kuat, tapi tidak begitu menguntungkan bagi AS. Pasalnya, nilai perdagangan ini justru membuat neraca perdagangan AS defisit. 

    Kebijakan tarif impor sebesar 32% ini dinilai AS perlu dlakukan untuk menyeimbangan defisit dagang tersebut. Menurut Trump, angka yang ditetapkan ini lebih rendah dari semestinya untuk menutupi kesenjangan defisit. 

    Tak hanya Indonesia, Trump juga memberikan surat serupa dengan penetapan tarif yang berbeda ke 14 negara pada waktu yang sama. 

    Beberapa negara tersebut yaitu, Thailand dikenakan tarif 36% dan berlaku per Agustus mendatang, kemudian tarif untuk Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. 

    Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif Trump sebesar 25%. Kemudian, Kazakhstan dikenakan tarif 30%. Di luar Asia, Trump juga menetapkan Bosnia dengan pungutan 30% dan Serbia menghadapi tarif 35%.

    Hingga saat ini, hanya Inggris dan Vietnam yang berhasil mencapai kesepakatan dagang dengan AS. Trump menurunkan tarif terhadap Vietnam dari yang semula 46% menjadi 20%.

    Berikut isi lengkap surat Trump untuk Prabowo:

    Yang Mulia

    Prabowo Subianto

    Presiden Republik Indonesia

    Jakarta

    Bapak Presiden yang terhormat:

    Ini adalah suatu kehormatan besar bagi saya untuk mengirimkan surat ini kepada Anda karena ini menunjukkan kekuatan dan komitmen Hubungan Perdagangan kami, dan fakta bahwa Amerika Serikat telah setuju untuk terus bekerja sama dengan Indonesia, meskipun memiliki Defisit Perdagangan yang signifikan dengan Negara Anda yang hebat. Meskipun demikian, kami telah memutuskan untuk bergerak maju bersama Anda, tetapi hanya dengan PERDAGANGAN yang lebih seimbang, dan adil. Oleh karena itu, kami mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam Ekonomi Amerika Serikat yang luar biasa, Pasar Nomor Satu di Dunia, sejauh ini. Kami telah memiliki waktu bertahun-tahun untuk membahas Hubungan Perdagangan kami dengan Indonesia, dan telah menyimpulkan bahwa kami harus menjauh dari Defisit Perdagangan jangka panjang, dan sangat gigih, yang ditimbulkan oleh Tarif Indonesia, dan Non Tarif, Kebijakan dan Hambatan Perdagangan. Sayangnya, hubungan kami jauh dari Timbal Balik. Mulai 1 Agustus 2025, kami akan membebankan Tarif kepada Indonesia hanya sebesar 32% untuk setiap dan semua produk Indonesia yang dikirim ke Amerika Serikat, terpisah dari semua Tarif Sektoral. Barang yang dipindahkan untuk menghindari Tarif yang lebih tinggi akan dikenakan Tarif yang lebih tinggi itu. Harap dipahami bahwa angka 32% jauh lebih sedikit dari apa yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesenjangan Defisit Perdagangan yang kita miliki dengan Negara Anda. Seperti yang Anda ketahui, tidak akan ada Tarif jika Indonesia, atau perusahaan di Negara Anda, memutuskan untuk membangun atau memproduksi produk di Amerika Serikat dan, pada kenyataannya, kami akan melakukan segala kemungkinan untuk mendapatkan persetujuan dengan cepat, profesional, dan rutin — dengan kata lain, dalam hitungan minggu.

    Jika karena alasan apa pun Anda memutuskan untuk menaikkan Tarif Anda, maka, berapa pun jumlah yang Anda pilih untuk menaikkannya, akan ditambahkan ke 32% yang kami kenakan. Harap dipahami bahwa Tarif ini diperlukan untuk memperbaiki Tarif Indonesia selama bertahun-tahun, dan Non Tarif, Kebijakan dan Hambatan Perdagangan, yang menyebabkan Defisit Perdagangan yang tidak berkelanjutan ini terhadap Amerika Serikat. Defisit ini merupakan ancaman besar bagi Ekonomi kita dan, memang, Keamanan Nasional kita!

    Kami berharap dapat bekerja sama dengan Anda sebagai Mitra Perdagangan Anda selama bertahun-tahun yang akan datang. Jika Anda ingin membuka Pasar Perdagangan yang sebelumnya ditutup ke Amerika Serikat, dan menghilangkan Tarif, dan Non Tarif, Kebijakan, dan Hambatan Perdagangan Anda, kami akan, mungkin, mempertimbangkan penyesuaian pada surat ini. Tarif ini dapat dimodifikasi, naik atau turun, tergantung pada hubungan kami dengan Negara Anda. Anda tidak akan pernah kecewa dengan Amerika Serikat.

    Terima kasih atas perhatian Anda terhadap masalah ini!

  • Industri Padat Karya RI Terancam Babak Belur Imbas Tarif Trump 32%

    Industri Padat Karya RI Terancam Babak Belur Imbas Tarif Trump 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut Indonesia bisa kehilangan pasar Amerika Serikat (AS) imbas pengenaan tarif resiprokal sebesar 32% dari Presiden AS Donald Trump.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengkhawatirkan kebijakan Tarif Trump berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke AS. Imbasnya, Indonesia bisa kehilangan pangsa pasar di Negara Paman Sam.

    “Jika kita memang dikenakan tarif resiprokal tetap 32%, lalu Trump benar mengatakan bahwa akan mengenakan tambahan 10% untuk negara-negara BRICS, tentu saja Indonesia kehilangan pasar dari Amerika Serikat,” kata Andry kepada Bisnis, Selasa (8/7/2025).

    Apalagi, dia mengungkap dampak tarif resiprokal 32% ini bisa mempengaruhi kinerja industri padat karya yang banyak mengekspor ke AS, seperti tekstil, alas kaki, elektronik ringan, industri perikanan, karet, hingga furniture.

    Menurutnya, pemerintah harus segera memberikan stimulus atau insentif tambahan kepada industri-industri yang terdampak. Serta, melakukan diversifikasi ekspor melalui misi dagang, terutama BRICS.

    “Kementerian Perdagangan harus membawa sejumlah pengusaha yang memang terdampak atau pelaku usaha yang terdampak ke negara-negara yang potensial kita bisa bekerja sama dengan mereka, dan dorongan yang cukup kuat adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan pasar dari BRICS,” ujarnya.

    Sebab, lanjut dia, BRICS memiliki total perdagangan yang cukup besar dibandingkan negara lain, yakni dengan kinerja ekspor dan impor sebesar 20% dari pangsa ekspor dan impor dunia.

    Selain itu, Andry menuturkan bahwa pemerintah juga perlu menjajaki pasar di Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Eropa. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah segera melakukan diversifikasi ekspor lantaran membutuhkan waktu yang cukup panjang.

    “Kalau kita melakukan diversifikasi tanpa adanya proses akselerasi melalui kerja sama dengan mitra dagang, melalui misi dagang juga antara pemerintah dan juga pengusaha yang terdampak,” terangnya.

    Di samping itu, dia menuturkan bahwa pemerintah harus segera melakukan upaya mitigasi, terutama mengamankan dan memasarkan pasar domestik di tengah penurunan daya beli masyarakat.

    “Karena tentunya negara-negara yang terdampak [tarif Trump] pasti akan mengirimkan produk-produknya ke Indonesia, karena dirasa cukup mudah untuk memasarkan produk mereka di Indonesia,” ungkapnya.

    Pasalnya, Andry mengkhawatirkan jika pemerintah terlambat mengangtisipasi tarif Trump, justru akan berdampak pada melonjaknya angka pengangguran di Tanah Air.

    “Jika terlambat menurut saya ancaman pengangguran ini akan semakin nyata. Ini menurut saya hal yang harus segera dilakukan dengan cepat,” pungkasnya.

    Sebagai gambaran, AS menjadi penyumbang surplus tertinggi ke perdagangan Indonesia, yakni sebesar US$7,08 miliar pada Januari—Mei 2025. AS berhasil menggeser posisi India yang selama ini berada di urutan pertama bagi perdagangan Indonesia.

    Sejak 2020–2024, neraca perdagangan Indonesia dengan AS terus menorehkan surplus di kisaran US$10 miliar—US$16,6 miliar dengan tren pertumbuhan surplus sebesar 5,32%.

    Pada Januari—Desember 2024, surplus neraca perdagangan dengan AS tercatat sebesar US$14,34 miliar. Pada periode itu, Negara Paman Sam menempati posisi kedua penyumbang surplus terbesar bagi Indonesia.

    Pada 2024, AS menjadi negara tujuan ekspor utama nomor kedua bagi Indonesia dengan pangsa sebesar 9,94% atau senilai US$26,3 miliar. Di sisi lain, untuk negara asal impor, AS merupakan negara pemasok utama keempat bagi Indonesia dengan pangsa sebesar 5,12% atau senilai US$12 miliar.

  • Pasar cermati kesepakatan dagang RI dan AS, IHSG diprediksi mendatar

    Pasar cermati kesepakatan dagang RI dan AS, IHSG diprediksi mendatar

    Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (26/6/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/rwa. (ANTARA FOTO/FAUZAN)

    Pasar cermati kesepakatan dagang RI dan AS, IHSG diprediksi mendatar
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 07 Juli 2025 – 10:09 WIB

    Elshinta.com – Analis Phintraco Sekuritas Ratna Lim memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak mendatar pada perdagangan Senin (07/07), dengan sentimen utama akan berasal dari tingkat global. Sentimen utama akan berasal dari perkembangan negosiasi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS), seiring semakin dekatnya batas waktu jeda tarif resiprokal selama 90 hari yaitu pada 9 Juli 2025.

    “IHSG diperkirakan masih akan bergerak konsolidasi dalam kisaran 6.800 sampai 7.000,” ujar Ratna Lim di Jakarta, Senin.

    Selama pekan ini, pelaku pasar akan fokus terhadap perkembangan kesepakatan dagang antara AS dengan negara mitra dagang. Presiden AS Donald Trump mulai mengirimkan surat kepada 12 negara mengenai besaran tarif yang akan mereka hadapi. Delegasi Indonesia dijadwalkan akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan AS pada 7 Juli 2025.

    Indonesia menawarkan komitmen untuk melakukan pembelian produk AS dalam jangka panjang senilai 34 miliar dolar AS, atau di atas defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia yang sebesar 19 miliar dolar AS. Pembelian itu termasuk pembelian energi senilai 15,5 miliar dolar AS.

    Di sisi lain, pelaku pasar juga akan mencermati Federal Open Market Committee (FOMC) Minutes untuk mencermati kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter The Fed pada tahun ini. Sementara itu, OPEC+ akan menaikkan produksi minyak sebesar 548 ribu barel per hari (bpd) mulai Agustus 2025, atau lebih cepat dari sebelumnya 411 ribu bpd pada periode Mei hingga Juli 2025.

    Dari dalam negeri, selama pekan ini, pelaku pasar menyambut aksi penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO), yang mana ada delapan perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di sisi lain, selama pekan ini akan dirilis data cadangan devisa, penjualan motor dan mobil, consumer confidence, serta retail sales.

    Bursa saham AS di Wall Street ditutup menguat pada perdagangan terakhir Jumat (04/07) pekan kemarin, menjelang kesepakatan tarif dagang antara AS dengan beberapa negara mitra dagang. Indeks Dow Jones menguat 0,77 persen di level 44.825,53. Begitu juga dengan S&P 500 naik 0,83 persen di level 6.279,35, dan indeks Nasdaq melesat 1,02 persen ke 20.601,10.

     

    Sumber : Antara

  • Sederet Jurus RI Lobi AS Demi Redam Tarif Trump

    Sederet Jurus RI Lobi AS Demi Redam Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia melancarkan sejumlah jurus diplomasi sebagai upaya negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) dalam meredam tarif impor tinggi. Kebijakan yang juga dikenal dengan sebutan Tarif Trump ini bakal berlaku 2 hari lagi atau tepatnya pada 9 Juli 2025.

    Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyatakan bakal menerapkan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32%, lantaran Indonesia dianggap menghambat laju perdagangan AS, yakni penerapan tarif sepihak (tidak timbal balik), TKDN, sistem perizinan impor kompleks, dan devisa hasil ekspor (DHE).

    Kemudian pada 9 April 2025, AS menangguhkan pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari untuk 56 negara mitra, termasuk Indonesia.

    Selain itu, pada 4 Juni 2025, Presiden AS menggandakan tarif sektoral (baja, aluminium, dan produk turunannya) menjadi 50% untuk semua negara, kecuali Inggris.

    Indonesia termasuk negara awal yang melakukan negosiasi dengan AS. Pasalnya, Trump menegaskan tidak akan mempertimbangkan penundaan tenggat 9 Juli untuk pemberlakuan kembali tarif impor.

    Lantas, apa saja tawaran yang disampaikan Indonesia ke AS untuk meredam tarif Trump?

    Sejauh ini, pemerintah Indonesia setidaknya memiliki tujuh penawaran ke AS agar menurunkan tarif resiprokal 32% tersebut. Seperti mengurangi tarif impor dan bea masuk untuk semua barang menjadi 0%, termasuk minuman beralkohol, teknologi informasi dan komunikasi, baja, seluler, elektronik, alat medis, dan lainnya.

    Selain itu juga meningkatkan impor dari AS untuk menyeimbangkan neraca perdagangan, terutama dengan membeli minyak mentah dan sumber energi lainnya, pesawat terbang dan peralatan pertahanan, serta produk pertanian.

    Kesepakatan Dagang & Investasi

    Indonesia dan AS disebut akan menandatangani sejumlah kesepakatan dagang dan investasi senilai total US$34 miliar atau setara Rp551,1 triliun (kurs US$1=Rp16.209) sebagai bagian dari upaya mencapai kesepakatan negosiasi tarif resiprokal AS.

    Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia mengungkapkan bahwa Indonesia berencana berinvestasi di AS, sekaligus membeli produk pertanian dan produk energi senilai US$15,5 miliar atau setara Rp251,23 triliun dari Negeri Paman Sam.

    Rencana tersebut tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) yang dijadwalkan ditandatangani pada 7 Juli 2025. Airlangga menuturkan, MoU ini merupakan bagian dari negosiasi tarif Indonesia dengan AS. Meski demikian, dia menekankan hal ini bukan berarti negosiasi dagang antara kedua negara sudah selesai.

    “Kita masih harus menunggu pengumuman final dari pihak AS,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/7/2025) dikutip dari Bloomberg saat menjawab pertanyaan soal kesepakatan besaran tarif.

    Airlangga, yang memimpin tim negosiasi Indonesia dengan AS menyebut MoU tersebut akan melibatkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) serta entitas swasta.

    Pemerintah juga disebut siap memborong alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan pesawat dari AS sebagai bagian dari paket kesepakatan dagang komprehensif yang tengah dirundingkan kedua negara.

    Airlangga menyatakan komitmen Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS. Pada tahun lalu, USTR mencatat defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia mencapai US$17,9 miliar. Oleh sebab itu, Indonesia akan melakukan impor sejumlah barang dari AS.

    Upaya tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk menekan ancaman tarif sebesar 32% yang akan diberlakukan AS, dengan target memperoleh tarif yang lebih rendah dibandingkan Vietnam yang sebelumnya mendapatkan tarif 20%.

    Airlangga menyebut PT Garuda Indonesia tengah menjajaki potensi kerja sama baru, termasuk pembelian pesawat dan layanan perawatan. Pada sektor pertahanan, Airlangga mengungkapkan pemerintah membuka peluang untuk memperluas pengadaan alutsista dari AS.

  • Nasib Lobi Dagang RI, Jepang Cs dengan AS jelang Deadline 9 Juli 2025

    Nasib Lobi Dagang RI, Jepang Cs dengan AS jelang Deadline 9 Juli 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah negara masih dalam proses negosiasi dagang dengan Pemerintah Amerika Serikat (AS) jelang tenggat pada 9 Juli 2025.

    Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah mengancam akan menetapkan tarif baru bagi negara-negara yang gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum tenggat pekan depan. Langkah ini akan semakin meningkatkan tekanan terhadap mitra dagang yang tengah berpacu merampungkan perjanjian dengan pemerintahannya.

    AS pertama kali mengumumkan rencana penerapan tarif timbal balik yang lebih tinggi pada 2 April 2025, namun memberikan jeda 90 hari guna memberi ruang bagi negosiasi. Selama periode itu, tarif universal sebesar 10% diberlakukan.

    Terbaru, Trump menyatakan pemerintahannya kemungkinan mulai mengirimkan surat ketetapan tarif impor sepihak kepada negara-negara mitra dagang mulai Jumat (4/7/2025). Ketetapan sepihak ini lebih cepat dibandingkan tenggat negosiasi pada 9 Juli mendatang.

    “Kami mungkin akan mulai mengirim beberapa surat, mungkin 10 surat per hari ke berbagai negara, memberitahukan berapa tarif yang harus mereka bayar untuk bisa berbisnis dengan AS,” ujar Trump dikutip dari Bloomberg, Jumat (4/7/2025).

    Saat ditanya apakah akan ada kesepakatan dagang tambahan, Trump menjawab, “Kami punya beberapa kesepakatan lain, tetapi kecenderungan saya adalah mengirim surat dan memberitahu berapa tarif yang harus mereka bayar. Itu jauh lebih mudah.”

    Lalu, bagaimana perkembangan terakhir proses negosiasi sejumlah negara dengan AS menjelang deadline 9 Juli 2025? Berikut rangkumannya:

    Indonesia

    Pemerintah Indonesia saat ini masih menunggu keputusan final dari AS terkait dengan tarif usai proses negosiasi.

    Untuk melobi AS, Indonesia pun siap memborong alat utama sistem persenjataan atau alutsista dan pesawat AS, sebagai bagian dari paket kesepakatan dagang komprehensif yang tengah dirundingkan kedua negara.

    Dilansir dari Bloomberg, Jumat (4/7/2025), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan komitmen Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS. Pada tahun lalu, USTR mencatat defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia mencapai US$17,9 miliar.

    Oleh sebab itu, Indonesia akan melakukan impor sejumlah barang dari AS. Upaya tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk menekan ancaman tarif sebesar 32% yang akan diberlakukan AS, dengan target memperoleh tarif yang lebih rendah dibandingkan Vietnam yang sebelumnya mendapatkan tarif 20%.

    Misalnya, PT Garuda Indonesia tengah menjajaki potensi kerja sama baru, termasuk pembelian pesawat dan layanan perawatan. Pada sektor pertahanan, Airlangga mengungkapkan pemerintah membuka peluang untuk memperluas pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari AS.

    “Ini untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik,” ungkapnya dalam pernyataan resmi.

    Selain itu, sambung Airlangga, Indonesia juga akan meningkatkan impor gas dan produk pertanian dari AS untuk memperkuat ketahanan energi dan pangan.

    Pemerintah turut menjanjikan perlakuan yang lebih adil bagi perusahaan AS, melalui pelonggaran aturan kandungan lokal, peningkatan perlindungan hak kekayaan intelektual, dan membuka akses ke Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) bagi penyedia asal AS.

    Dari sektor mineral kritis, pemerintah berencana memberikan akses prioritas bagi pembeli asal AS, memperketat pengawasan kepemilikan asing di rantai pasok, serta menjalin kerja sama untuk menjamin keamanan dan transparansi pasokan bagi industri utama AS.

    Langkah itu dinilai akan memudahkan perusahaan AS menghindari ketergantungan pada perusahaan logam yang terafiliasi dengan China, mengingat Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia.

    Indonesia juga berkomitmen untuk menerapkan tarif mendekati nol terhadap lebih dari 1.700 komoditas asal AS, atau sekitar 70% dari total impor negeri Paman Sam. Airlangga mengungkapkan itu mencakup sektor-sektor utama yang diminta AS seperti elektronik, mesin, kimia, kesehatan, baja, pertanian, dan otomotif.

    “Pesannya jelas, Indonesia ingin membangun hubungan ekonomi yang seimbang dan berorientasi ke depan, dengan manfaat nyata bagi dunia usaha dan pekerja di kedua negara,” jelasnya.

    Jepang

    Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba membantah anggapan bahwa negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS) mengalami kebuntuan, menjelang tenggat pemberlakuan tarif impor sebesar 24% secara menyeluruh pada 9 Juli mendatang.

    “Pembicaraan terus bergerak maju, perlahan tapi pasti. Ada berbagai isu yang dibahas, termasuk hambatan non-tarif, dan masing-masing poin tersebut sedang dinegosiasikan secara bertahap,” ujar Ishiba dalam wawancara televisi dikutip dari Bloomberg pada Jumat (4/7/2025).

    Ishiba tampak berupaya meredam kekhawatiran bahwa Jepang tidak mampu memperoleh konsesi besar dari AS, dan dapat menjadi sasaran keputusan sepihak Washington untuk memberlakukan tarif setinggi 35%. Meski demikian, dia tidak memberikan indikasi bahwa kesepakatan bisa segera dicapai sebelum tenggat tarif timbal balik diberlakukan pekan depan.

    Pernyataan Ishiba juga berseberangan dengan komentar Menteri Keuangan AS Scott Bessent yang sebelumnya menyebut bahwa pemilu majelis tinggi Jepang pada 20 Juli menjadi kendala domestik yang membatasi ruang manuver Tokyo untuk menyelesaikan kesepakatan. Komentar Bessent juga muncul setelah rentetan kritik Presiden Donald Trump terhadap Jepang dalam beberapa hari terakhir.

    Pemilu majelis tinggi Jepang yang dijadwalkan pada 20 Juli akan menjadi ajang evaluasi publik terhadap kinerja pemerintahan minoritas Ishiba. Survei menunjukkan inflasi menjadi kekhawatiran utama pemilih, dan kesepakatan dagang yang dinilai terlalu menguntungkan Trump bisa menuai resistensi di dalam negeri.

    Salah satu kekhawatiran utama Jepang adalah potensi tarif sektoral sebesar 25% terhadap industri otomotif, sektor andalan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja di Negeri Sakura.

    Negosiator Jepang bersikukuh bahwa isu tarif mobil harus menjadi bagian integral dari kesepakatan, sembari menekankan kontribusi industri tersebut terhadap investasi dan penciptaan lapangan kerja di AS.

  • Prabowo Siapkan Rp251,24 Triliun untuk Impor LPG – LNG dari Amerika Serikat

    Prabowo Siapkan Rp251,24 Triliun untuk Impor LPG – LNG dari Amerika Serikat

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengungkapkan komoditas energi yang bakal diimpor dari Amerika Serikat (AS) adalah LPG, LNG, dan minyak mentah.

    Rencana impor tersebut merupakan salah satu upaya negosiasi RI untuk menurunkan tarif resiprokal 32% dari Presiden AS Donald Trump. Dalam negosiasi itu, Indonesia berencana untuk membelanjakan US$34 miliar atau setara Rp551,1 triliun (asumsi kurs Rp16.209 per US$).

    Dari total jumlah tersebut, sebanyak US$15,5 miliar atau setara Rp251,24 triliun dialokasikan untuk belanja energi dari Negeri Paman Sam.

    Yuliot menuturkan, saat ini pihaknya masih menunggu hasil pembahasan dari tim di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait rencana impor energi tersebut.

    Menurutnya, komoditas impor energi yang akan dibeli dari AS adalah LPG, minyak mentah, dan LNG.

    “Jadi untuk produk, ini kami sudah lakukan pemetaan dari ESDM. Yang pertama kan kita membutuhkan LPG, jadi untuk LPG kita juga akan meningkatkan impor dari Amerika. Kemudian crude [minyak mentah] untuk kebutuhan dalam negeri,” ucap Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (4/7/2025).

    Khusus minyak mentah, dia mengatakan Indonesia memang sudah impor dari AS. Namun, impor itu masih dilakukan melalui negara lain alias tak langsung dari AS.

    Oleh karena itu, ke depan pihaknya bakal mengimpor minyak mentah secara langsung ke AS.

    Kendati, Yuliot belum bisa merinci kapan dan berapa volume impor energi dari AS tersebut. Pihaknya mengatakan masih menunggu koordinasi dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 

    “LNG termasuk yang salah satu komoditas yang diimpor dari AS. Volumenya belum,” kata Yuliot.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah bakal berencana untuk membelanjakan US$34 miliar untuk impor AS. Hal ini demi menurunkan tarif resiprokal dari AS.

    Dia menyampaikan hal tersebut dalam rangka meningkatkan impor dari AS agar menyeimbangkan surplus perdagangan AS dengan RI yang saat ini masih mencatatkan defisit. 

    Selain itu, nilai tersebut juga termasuk dengan rencana investasi yang akan Indonesia lakukan di Negeri Paman Sam. Meski demikian, saat ditanya perincian terkait kesepakatan apa saja yang akan ditingkatkan impornya dan investasi apa saja, dirinya belum dalam menyampaikannya.  

    “Detailnya sedang kita bahas, tetapi totalnya sebesar itu [US$34 miliar] untuk barang dan investasi,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (3/7/2025). 

    Komoditas impor yang sudah pasti, lanjut Airlangga, yakni pembelian energi yang totalnya akan mencapai US$15,5 miliar atau setara Rp251,24 triliun. Selain itu, terdapat pula rencana pembelian dari sektor agrikultur untuk menyeimbangkan surplus neraca perdagangan AS dengan Indonesia.  

    Untuk mengamankan hal tersebut, Airlangga menyampaikan nantinya akan diadakan perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dengan mitra dagang di Amerika Serikat pada 7 Juli mendatang. 

    “[Perjanjian tersebut termasuk] terkait dengan rencana investasi, termasuk di dalamnya oleh BUMN dan Danantara,” tutur Airlangga. 

  • BI Perkirakan Rupiah Ada di Kisaran Rp16.000-Rp16.500 per Dolar AS pada 2026

    BI Perkirakan Rupiah Ada di Kisaran Rp16.000-Rp16.500 per Dolar AS pada 2026

    JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memprakirakan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), pada 2026 berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS.

    Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis, 3 Juli, menyampaikan komitmen bank sentral untuk terus memperkuat dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ke depan.

    “Cadangan devisa kami cukup besar, 152,5 miliar dolar AS (posisi Mei 2025), dan ke depan kami berkomitmen untuk menjaga nilai tukar rupiah ini,” kata Perry, dikutip Antara.

    Ia menambahkan, berbagai faktor fundamental akan membawa nilai tukar rupiah ke arah penguatan untuk tahun depan. Faktor fundamental ini antara lain prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik, inflasi yang relatif rendah, serta imbal hasil dari investasi di Indonesia termasuk Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup menarik.

    Perry juga menegaskan komitmen bank sentral untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, baik melalui intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF) maupun intervensi di domestic non-delivery forward (DNDF) serta di pasar domestik.

    “Pada waktu itu (pasca pengumuman kebijakan tarif AS) pada 8 April (saat pasar domestik dibuka setelah libur Lebaran) rupiah pernah mencapai 16.865 per dolar AS, sekarang pada 30 Juni menguat ke 16.235 dolar AS,” kata dia.

    Selain rupiah yang menguat, Perry juga mencatat bahwa sejauh ini ketahanan eksternal perekonomian Indonesia relatif terjaga. Surplus neraca perdagangan tercatat tetap besar, terutama didukung ekspor komoditas nonmigas.

    Dari sisi neraca finansial dan modal, dampak kondisi global terlihat pada arus masuk investasi portofolio. Pada triwulan II 2025, terjadi outflow investasi portofolio sekitar 2,4 miliar dolar AS, setelah mencatat net inflow sebesar 0,3 miliar dolar AS pada triwulan I 2025.

    “Tapi akhir-akhir ini sudah terjadi pembalikan aliran portofolio ke Indonesia khususnya pada SBN,” ujar dia.

    Perry mengingatkan perlunya memperkuat langkah-langkah untuk mendorong aliran masuk modal asing, khususnya dalam penanaman modal asing, baik melalui perbaikan iklim investasi maupun penarikan penanaman modal asing ke Indonesia. Hal ini tidak hanya untuk memperkuat ketahanan eksternal tetapi juga mendorong pertumbuhan.

    Terkait dengan inflasi, Bank Indonesia memprakirakan inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen atau rentang 1,5 persen sampai dengan 3,5 persen pada 2026.

    “Berbagai langkah juga kami pantau di kantor-kantor perwakilan BI, 46 kantor-kantor kami juga dikerahkan untuk mengendalikan inflasi termasuk di dalam koordinasi dengan pemerintah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID), termasuk juga Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” kata Perry.

  • Nego Tarif Trump, RI Siap Borong Energi AS Rp 307, 72 Triliun

    Nego Tarif Trump, RI Siap Borong Energi AS Rp 307, 72 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah berencana akan meningkatkan belanja komoditas energi dari Amerika Serikat (AS), khususnya minyak, sebesar US$ 15,5 miliar. Jika dikonversi ke dalam rupiah, angka tersebut setara Rp 250 triliun mengacu kurs Rp 16.190 per dolar AS.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengungkapkan, saat ini Indonesia tengah berupaya memperbaiki defisit neraca perdagangan mencapai US$ 19 miliar. Pembelian ini pun sudah bagian dari kesepakatan negosiasi tarif Pemerintah Indonesia.

    “Tadi sudah dibahas tentang rencana Indonesia mengenai pembelian energi yang totalnya bisa mencapai US$ 15,5 miliar (Rp 307,72 triliun),” ungkap Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.

    Dirinya menambahkan, secara keseluruhan nilai yang ditawarkan Indonesia kepada AS perihal negosiasi tarif, yakni meningkatkan belanja atau volume impor hingga US$ 34 miliar atau setara dengan Rp 550 triliun. Angka tersebut, termasuk pembelian komoditas energi dari AS, serta kerjasama investasi antara kedua negara dan melibatkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    “Trade deficit Amerika terhadap Indonesia adalah US$ 19 miliar, tetapi yang kita offer pembelian kepada mereka itu jumlahnya melebihi, yaitu US$ 34 miliar,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, pemerintah memastikan mengajukan penambahan jumlah volume impor untuk berbagai jenis komoditas dari Amerika Serikat. Hal ini dilakukan Pemerintah sebagai bagian dari upaya negosiasi kebijakan tarif resiprokal.

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, delegasi Indonesia yang diwakili jajaran pejabat Kementerian dan Lembaga terkait ekonomi, telah melakukan komunikasi dengan pihak Pemerintahan AS.