Topik: neraca perdagangan

  • Ekspor AS ke RI Bebas Tarif, Neraca Dagang Indonesia Bisa Terguncang

    Ekspor AS ke RI Bebas Tarif, Neraca Dagang Indonesia Bisa Terguncang

    JAKARTA – Direktur Indonesia-China Center of Economic and Law Studies (Celios), M. Zulfikar, menyoroti ketimpangan dalam kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).

    Kata dia, meskipun tarif ekspor Indonesia ke AS telah diturunkan menjadi 19 persen, produk-produk asal AS justru masuk ke Indonesia dengan tarif 0 persen. Kondisi inilah bakal menimbulkan risiko jangka panjang yang cukup serius terhadap neraca perdagangan nasional.

    “Tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 19 persen, sementara produk AS mendapat tarif 0 persen, berpotensi menimbulkan risiko serius terhadap neraca perdagangan Indonesia,” katanya kepada VOI, Rabu, 16 Juli.

    Di satu sisi, lanjut dia, memang ada keuntungan bagi beberapa komoditas unggulan seperti alas kaki, pakaian jadi, minyak mentah kelapa sawit atau CPO, dan karet. Tapi kalau dibandingkan dengan Vietnam yang berhasil menurunkan tarif ekspor dari 46 persen ke 20 persen, posisi Indonesia terlihat kurang optimal.

    “Bila dibandingkan, penurunan tarif ekspor Vietnam dari 46 persen ke 20 persen jauh lebih signifikan dibanding Indonesia yang hanya turun dari 32 persen ke 19 persen. Ini menunjukkan bahwa posisi negosiasi Vietnam jauh lebih efektif, dan seharusnya Indonesia bisa mendorong penurunan tarif yang lebih optimal,” ujar Zulfikar.

    Ia menilai bahwa posisi negosiasi Indonesia belum maksimal dalam mendorong penurunan tarif ekspor secara lebih signifikan. Di sisi lain, Indonesia justru membuka peluang impor besar-besaran dari AS, terutama di sektor strategis.

    Zulfikar menyebut, sektor migas, elektronik, suku cadang pesawat, serealia (termasuk gandum), dan farmasi bakal membanjiri pasar domestik. Selama tahun 2024 saja, telah mencapai 5,37 miliar dolar AS atau sekitar Rp 87,3 triliun.

    Potensi lonjakan impor ini dinilai bisa semakin memperlebar defisit perdagangan migas dan menekan nilai tukar rupiah.

    “Ini akan membebani struktur subsidi energi di RAPBN 2026. Pemerintah memang mengajukan alokasi subsidi energi sebesar Rp 203,4 triliun, namun angka tersebut diperkirakan tidak mencukupi. Proyeksi kebutuhan riil bisa mencapai Rp 300–320 triliun, terlebih karena ketergantungan terhadap impor BBM dan elpiji terus meningkat,” katanya.

    Lebih lanjut, Celios memperingatkan bahwa perjanjian dagang ini berpotensi memaksa Indonesia membeli minyak dan elpiji dari Negeri Paman Sam tersebut dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasar saat ini yang dijalankan oleh Pertamina.

    Jika terjadi, hal ini akan menjadi beban jangka panjang bagi APBN dan mengganggu stabilitas fiskal. “Ini tentu menjadi persoalan jika Indonesia terikat dalam kesepakatan yang merugikan secara jangka panjang. Karenanya, transisi energi bukan hanya penting, tapi mendesak,” tegas Zulfikar.

    Di sisi pangan, menurut Zulfikar, liberalisasi tarif juga berdampak pada ketahanan serta kedaulatan pangan nasional. “Dengan tarif 0 persen, produk gandum AS mendapat keuntungan besar di pasar Indonesia. Konsumen mungkin menikmati harga produk berbasis gandum yang lebih murah, seperti mi instan dan roti, namun produsen pangan lokal berpotensi terdampak secara negatif,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump memangkas tarif impor RI sebesar 19 persen. Sementara ekspor dari AS ke Indonesia tidak akan dikenakan pajak. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen untuk berinvestasi terhadap sejumlah produk Amerika.

    “Indonesia akan membayar Amerika Serikat Tarif 19 persen untuk semua barang yang mereka ekspor kepada kami, sementara ekspor AS ke Indonesia akan bebas hambatan tarif dan non-tarif,” tulis Trump melalui akun @realDonaldTrump di media sosial Truth Social.

  • Komisi I DPR nilai kesepakatan Prabowo dengan Trump buat RI naik kelas

    Komisi I DPR nilai kesepakatan Prabowo dengan Trump buat RI naik kelas

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta menilai kesepakatan penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) menjadi 19 persen yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden Prabowo Subianto membuat Indonesia sedikit demi sedikit naik kelas dalam geliat ekonomi global.

    Meski di atas kertas kesepakatan tarif Trump tersebut dinilai merugikan Indonesia, menurut dia, posisi Indonesia semakin diperhitungkan oleh AS secara geoekonomi. Terlebih lagi, dia mengatakan PDB per kapita Indonesia menunjukkan tren positif dalam 1 dekade terakhir.

    “Meski Indonesia belum bisa dikategorikan ke dalam negara maju, tapi kita optimis dengan tren yang positif, kita on the track ke arah sana,” kata Sukamta di Jakarta, Rabu.

    Dengan kondisi tersebut, dia harapkan daya tawar Indonesia meningkat dalam percaturan global, yang bukan hanya soal ekonomi dan perdagangan, melainkan juga politik global. Salah satunya, kata dia, soal upaya menciptakan perdamaian di Timur Tengah dan kemerdekaan Palestina secara penuh.

    Di sisi lain, dia menilai bahwa kesepakatan tarif impor itu menjadi tantangan bagi Indonesia karena neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat diprediksi bisa menurun bahkan malah jadi defisit. Padahal, kata dia, neraca perdagangan sejak 2020 sampai tahun ini selalu surplus.

    “Pemerintah pastinya sudah berhitung untung rugi untuk Indonesia, sebelum adanya kesepakatan dengan Trump,” katanya.

    Selain itu, menurut dia, Indonesia juga diprediksi akan dibanjiri produk-produk murah dari asing. Pasalnya, produk AS akan memiliki harga yang lebih murah karena bisa masuk tanpa tarif, yang membuat produk-produk dari negara lain pun akan “banting harga” agar kompetitif dengan AS.

    “Yang berpotensi terancam adalah produk-produk lokal. Bagaimana produk-produk lokal bisa bersaing dengan produk-produk luar tersebut,” katanya.

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan tarif impor senilai 19 persen akan diberlakukan terhadap produk-produk Indonesia yang masuk ke AS, berdasarkan negosiasi langsung yang dilakukannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto.

    “Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang impor dari mereka ke negara kita,” ucap Trump terkait kesepakatan yang dicapai dengan RI dalam hal tarif impor, seperti dipantau dari media sosial Truth Social di Jakarta, Rabu.

    Nilai baru tersebut menunjukkan telah tercapai kesepakatan untuk menurunkan tarif impor AS untuk produk Indonesia dari angka 32 persen yang diumumkan pertama kali oleh Trump pada April lalu.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump Pangkas Tarif RI Jadi 19%, Ini Dampaknya ke Industri

    Trump Pangkas Tarif RI Jadi 19%, Ini Dampaknya ke Industri

    Jakarta

    Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pelaku industri Indonesia mengapresiasi hasil negosiasi dengan Pemerintah Amerika Serikat. Hasil dari negosiasi ini adalah tarif impor produk Indonesia di AS turun dari 32% menjadi 19%.

    Bahkan, berkat kepiawaian Presiden Prabowo dalam bernegosiasi, Indonesia berhasil memperoleh tarif yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Hal ini menjadi modal penting bagi peningkatan daya saing industri nasional.

    “Para pelaku industri nasional sangat mengapresiasi capaian Bapak Presiden Prabowo dalam upaya merundingkan kembali tarif impor Indonesia ke Amerika. Ini merupakan bukti nyata dari kepemimpinan beliau dalam memperjuangkan kepentingan industri dalam negeri di kancah global,” ujar Agus dalam keterangannya tertulis, Rabu (16/7/2025).

    Menperin menyampaikan kesepakatan ini akan menggairahkan sektor manufaktur Indonesia karena pintu ekspor ke Amerika kembali terbuka lebih luas lagi.

    Kesepakatan ini juga akan meningkatkan daya saing produk manufaktur Indonesia di pasar ekspor terutama di pasar Amerika.

    “Keputusan Amerika untuk menurunkan atau menyesuaikan tarif terhadap sejumlah komoditas ekspor manufaktur Indonesia tentu akan meningkatkan daya saing produk kita di pasar mereka. Ini akan berdampak langsung terhadap industri terutama utilisasi, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan struktur industri nasional,” terang Agus.

    Selain itu dalam skema rantai produksi, saat ini rasio output sektor manufaktur Indonesia untuk tujuan pasar ekspor dan domestik adalah 20:80. Artinya, sebesar 20% output produk manufaktur Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor yang sebagian dijual ke pasar Amerika.

    Sepanjang 2024, nilai ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat mencapai US$ 26,31 miliar atau sekitar 9,94% dari total ekspor Indonesia ke dunia sebesar US$ 264,70 miliar. Untuk tingkat utilisasi industri Indonesia pada 2024 juga dicatat sebesar 65,3%.

    “Ini menandakan ruang utilisasi produksi yang bisa ditingkatkan industri lebih tinggi lagi guna merespons permintaan positif pasar ekspor Amerika setelah kesepakatan tarif ini,” jelas Agus.

    Lebih lanjut, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan dengan Amerika sebesar US$ 14,34 miliar, yang menyumbang 46,2% dari total surplus perdagangan Indonesia pada tahun tersebut.

    Menperin menambahkan pengumuman kesepakatan tarif impor Amerika ini diyakini akan menggairahkan industri untuk meningkatkan utilisasi produksi terutama utilisasi industri padat karya yang berorientasi ekspor.

    “Tentunya, hal ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja lebih luas lagi pada industri padat karya seperti industri tekstil, produk tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan lainnya,” tutur Agus.

    (hns/hns)

  • Tarif Impor AS untuk Indonesia Lebih Rendah 1% dari Vietnam, Ekonom: Sangat Tipis

    Tarif Impor AS untuk Indonesia Lebih Rendah 1% dari Vietnam, Ekonom: Sangat Tipis

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengenaan tarif impor dari Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 19% dinilai berpotensi menguntungkan kedua negara.

    Kendati demikian, ekonom menilai besaran tarif impor yang dipatok Trump terhadap barang-barang asal Indonesia turun menjadi 19% dari sebelumnya 32%, terbilang tipis dibandingkan dengan Vietnam.

    Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyebut, jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asean seperti Vietnam, pengenaan tarif impor barang Indonesia ke AS hanya beda tipis, yakni 1%.

    “Sangat tipis perbedaannya [tarif impor Indonesia dengan Vietnam ke AS], bisa dikatakan sama. Daya saing tetap sangat ditentukan oleh daya saing produk kita,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

    Kendati demikian, dia menyebut bahwa pengenaan tarif impor yang lebih rendah dari sebelumnya akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke AS.

    Menurut dia, pengenaan tarif dari AS ini juga menjadi momentum Indonesia mengambil peluang dari pasar Negara Paman Sam. “Ini perkembangan bagus, tentunya dampak bagi ekspor Indonesia ke AS,” ujarnya.

    Namun, Wijayanto menuturkan bahwa kesepakatan ini berpotensi menguntungkan bagi kedua belah pihak. Menurut dia, produk AS tidak akan berkompetisi dengan produk Indonesia, melainkan akan berkompetisi dengan produk dari negara lain, termasuk China, Korea, dan Jepang.

    “Justru konsumen kita berpotensi mendapatkan produk dengan harga yang lebih kompetitif,” tuturnya.

    Di sisi lain, Wijayanto memperkirakan kesepakatan Indonesia—AS ini akan sedikit berpengaruh terhadap kinerja ekspor, lantaran harga barang menjadi mahal sehingga konsumsi AS akan turun.

    “Ini berdampak ke seluruh eksportir ke AS. Bagi Indonesia, tidak terlalu signifikan,” ujarnya.

    Adapun, Wijayanto menyebut Uni Eropa bisa menjadi pasar potensial bagi Indonesia. Dia berharap nilai perdagangan Indonesia ke AS dan Uni Eropa akan meningkat.

    “Sehingga surplus neraca perdagangan juga akan naik karena kita mengalami surplus dari kedua kawasan tersebut,” tuturnya.

  • Potensi Besar Pasar Uni Eropa untuk Indonesia via IEU-CEPA

    Potensi Besar Pasar Uni Eropa untuk Indonesia via IEU-CEPA

    Bisnis.com, JAKARTA — Uni Eropa diyakini akan menjadi pasar baru bagi Indonesia sejalan dengan adanya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (IEU-CEPA).

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menuturkan bahwa Uni Eropa merupakan pasar yang cukup besar bagi Indonesia untuk mengerek kinerja ekspor. Terlebih, produk Indonesia yang masuk ke Eropa akan bebas dari tarif bea masuk alias 0%.

    Budi menjelaskan bahwa setelah hampir 1 dekade perjanjian dagang IEU—CEPA akan segera rampung. Adapun, perjanjian tersebut akan ditandatangani Presiden pada September 2025.

    “Mudah-mudahan itu menjadi alternatif pasar yang baru buat Indonesia karena potensi ekspor kita ke EU cukup besar, sehingga komoditas-komoditas kita banyak yang mendapatkan akses pasar dengan tarif 0%,” kata Budi saat ditemui di Gedung Parlemen DPR, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

    Dengan begitu, lanjut dia, produk unggulan Indonesia termasuk minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunan bisa segera masuk ke pasar Eropa.

    “Sehingga produk-produk unggulan kita dan tentu produk-produk lain yang potensial bisa segera masuk ke sana,” ujarnya.

    Menurut Budi, melalui perjanjian dagang ini Indonesia akan mendapatkan banyak akses pasar mengingat Uni Eropa yang mengenakan tarif bea masuk 0%. “Sehingga ini kesempatan yang besar,” tuturnya.

    Apalagi, kata Budi, perdagangan Uni Eropa lebih besar dari AS terhadap nilai impor di dunia. Jika nilai impor Uni Eropa dari dunia berada di sekitar US$6,6 triliun, imbuhnya, impor AS dari dunia hanya sekitar US$3,4 triliun.

    Sementara itu, total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa baru mencapai US$30 miliar. Dengan kata lain, Indonesia memiliki peluang lebar untuk mengerek neraca perdagangan.

    “Jadi kita mempunyai kesempatan yang besar karena kita telah mengusahakan produk-produk ekspor utama kita itu, untuk mendapatkan akses 0% dan sudah disetujui,” ujar Budi.

  • Tarif AS turun ke 19 persen, Menperin yakin bisa pacu daya saing RI

    Tarif AS turun ke 19 persen, Menperin yakin bisa pacu daya saing RI

    Ini akan berdampak langsung terhadap industri terutama utilisasi, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan struktur industri nasional

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan kesepakatan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang turun menjadi 19 persen dari semula 32 persen diyakini dapat memacu daya saing produk manufaktur domestik di pasar ekspor.

    “Keputusan Amerika untuk menurunkan atau menyesuaikan tarif terhadap sejumlah komoditas ekspor manufaktur Indonesia akan meningkatkan daya saing produk kita di pasar mereka. Ini akan berdampak langsung terhadap industri terutama utilisasi, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan struktur industri nasional,” kata Agus di Jakarta, Rabu.

    Menurut Menperin, kesepakatan ini akan menggairahkan sektor manufaktur Indonesia karena pintu ekspor ke Amerika kembali terbuka lebih luas lagi, serta menegaskan bahwa pelaku industri domestik mengapresiasi kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang berhasil mencapai kesepakatan positif dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai pemberlakuan tarif resiprokal bagi kedua negara.

    Menurut dia, dalam skema rantai produksi, saat ini rasio output sektor manufaktur Indonesia untuk tujuan pasar ekspor dan domestik adalah 20:80.

    Artinya, sebesar 20 persen output produk manufaktur Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. Sisanya, 80 persen mengisi permintaan di pasar domestik.

    “Dari total 20 persen output produk manufaktur yang berorientasi ekspor tersebut, sebagian dijual ke pasar Amerika,” kata dia.

    Menperin menyebutkan sepanjang tahun 2024, nilai ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 26,31 miliar dolar AS atau sekitar 9,94 persen dari total ekspor Indonesia ke dunia yang sebesar 264,70 miliar dolar AS.

    “Untuk tingkat utilisasi industri Indonesia pada 2024 juga dicatat sebesar 65,3 persen, yang menandakan ruang utilisasi produksi yang bisa ditingkatkan industri lebih tinggi lagi guna merespons permintaan positif pasar ekspor Amerika pasca kesepakatan tarif ini,” katanya.

    Lebih lanjut, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan dengan Amerika sebesar 14,34 miliar dolar AS, yang menyumbang 46,2 persen dari total surplus perdagangan Indonesia pada tahun tersebut.

    Menperin optimistis pengumuman kesepakatan tarif impor Amerika ini diyakini menggairahkan industri untuk meningkatkan utilisasi produksi terutama utilisasi industri padat karya yang berorientasi ekspor.

    “Tentunya, hal ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja lebih luas lagi pada industri padat karya seperti industri tekstil, produk tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan lainnya,” ujarnya lagi.

    Di lain sisi, Menperin menyampaikan pelaku industri di Indonesia terutama sektor padat karya, juga mengapresiasi telah disepakati secara politik perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

    Perjanjian dagang ini juga dinilai sangat dinanti dan diapresiasi oleh pelaku industri karena akan membuka hambatan ekspor yang selama ini dihadapi oleh produk manufaktur Indonesia.

    Perjanjian IEU-CEPA ini diyakini yang akan membuka akses pasar ekspor Indonesia ke kawasan Eropa secara lebih luas dan kompetitif.

    “Pelaku industri juga berterima kasih dan mengapresiasi kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo yang telah mencapai kesepakatan untuk penyelesaian perjanjian dagang IEU-CEPA. Perjanjian ini sangat ditunggu-tunggu dan dibutuhkan oleh industri manufaktur saat ini agar agar dapat menjual produknya di pasar Eropa serta meningkatkan daya saing produk manufaktur lebih tinggi lagi dibanding produk serupa dari negara lain,” ujar Menperin.

    Keberhasilan Presiden Prabowo atas kesepakatan dagang dengan Amerika dan Uni Eropa merupakan tonggak sejarah penting bagi industri manufaktur Indonesia.

    “Kami yakin dengan dua kesepakatan perdagangan ini maka ekosistem manufaktur Indonesia akan lebih kuat, maju, mandiri dan berdaya saing tinggi ke depannya. Industri manufaktur nasional juga akan berkontribusi lebih tinggi lagi bagi program industrialiasi Presiden Prabowo guna mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada tahun 2029,” katanya.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ketum Hipmi: Upaya Pemerintah maksimal buat tarif Trump jadi 19 persen

    Ketum Hipmi: Upaya Pemerintah maksimal buat tarif Trump jadi 19 persen

    Saya baru berbincang dengan Bang Bahlil. Beliau bercerita, ternyata ancaman itu didengar pihak Amerika. Sehingga mereka melunak, dan menurunkan tarifnya jadi 19 persen,

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Akbar Himawan Buchari menilai negosiasi pemerintah telah maksimal membuat finalisasi keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap produk asal Indonesia sebesar 19 persen.

    “Upaya Pemerintah sudah maksimal sehingga menurunkan tarif dari semula 32 persen menjadi 19 persen,” kata Akbar dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

    Akbar mengatakan, sejak April, Pemerintah telah berupaya maksimal agar tarif resiprokal yang dipatok Presiden AS Donald Trump tidak terlalu tinggi. Negosiasi pun dilakukan, sambil melancarkan upaya lain.

    Menurut dia, hampir semua menteri terkait berjibaku dalam orkestasi Presiden Prabowo Subianto. Misalnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang menjadi nakhoda negosiator dengan pihak Washington.

    Namum, siapa sangka gebrakan dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bisa menyempurnakan puzzle kerja keras ini. Di hadapan DPR, Bahlil akan membatalkan rencana impor minyak dan gas dari Amerika jika tarif tidak turun.

    “Saya baru berbincang dengan Bang Bahlil. Beliau bercerita, ternyata ancaman itu didengar pihak Amerika. Sehingga mereka melunak, dan menurunkan tarifnya jadi 19 persen,” tutur Akbar.

    Memang jika dilihat angkanya, lanjut Akbar, tarif itu masih relatif tinggi. Namun, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia lebih kecil. Laos 40 persen, Thailand 36 persen, Malaysia 25 persen, dan Vietnam 20 persen.

    Kata Akbar, defisit perdagangan Amerika dengan Indonesia hanya 19 miliar dolar AS. Sementara, Pemerintah akan mengimpor energi dan produk agrikultur dari Amerika Serikat (AS) senilai 34 miliar dollar AS. Langkah itu menjadi bagian dari negosiasi tarif resiprokal dengan AS.

    “Seharusnya, itu sudah membalikkan neraca perdagangan Amerika, yang sebelumnya defisit akan menjadi surplus,” ungkapnya.

    Dia berharap, tarif masih bisa diturunkan. Sebab, tarif yang tinggi akan menekan industri padat karya. Terlebih pada tekstil, alas kaki, dan perikanan yang cenderung bergantung pada pasar Amerika.

    Ia menyebut ekspor pakaian ke Amerika dengan persentase tembus 60 persen, furniture 59 persen, produk olahan ikan 56 persen, dan alas kaki 33 persen.

    “Bila tarif tinggi tetap diberlakukan, risiko penurunan permintaan akan mengguncang kinerja ekspor dan kelangsungan usaha,” ucap Akbar.

    Lebih lanjut dia mengatakan, ketidakpastian global masih terjadi, begitu juga dengan indeks manufaktur (PMI). Data terbaru menunjukkan PMI Manufaktur Indonesia turun ke 46,9 pada Juni 2025 dari 47,4 pada Mei 2025.

    Hal itu menandakan kontraksi tiga bulan beruntun, melanjutkan kontraksi bulan April 2025 yang merupakan kontraksi paling tajam sejak Agustus 2021.

    Selain itu, beban biaya produksi meningkat, mulai dari harga energi, bahan baku impor yang masih rentan fluktuasi nilai tukar, hingga kenaikan upah minimum yang belum diimbangi dengan perbaikan productivity gains.

    “Hal ini membuat pelaku usaha wait and see, dan lebih kepada efisiensi,” kata Akbar.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump Patok Tarif Impor RI 19%, Prabowo Masih Berharap Dapat 0%

    Trump Patok Tarif Impor RI 19%, Prabowo Masih Berharap Dapat 0%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mengaku belum puas meski Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk menurunkan tarif impor bagi produk dan barang dari Indonesia ke 19%. 

    Sebelumnya, Trump sudah memutuskan untuk mengenakan tarif sebesar 32% terhadap produk dan barang impor dari Indonesia. Namun, kedua negara akhirnya menyepakati penurunan tarif impor itu dengan sejumlah syarat. 

    Meski sudah turun ke 19%, terendah sekawasan Asean, Prabowo mengaku belum puas dengan hasil negosiasinya dengan Trump karena tidak mencapai 0%. 

    “Ya kalau puas ya 0%,” ucapnya singkat kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, Rabu (26/7/2025). 

    Sebagaimana diketahui, kendati produk dan barang impor dari Indonesia ke AS dikenakan tarif lebih rendah, Negeri Paman Sam masih tetap mendapatkan tarif yang jauh lebih rendah. 

    Sesuai dengan kesepakatan Prabowo dan Trump, impor produk dan barang dari AS ke Indonesia bebas tarif atau 0%. 

    Presiden ke-8 RI itu menyebut Indonesia akan terus menerus bernegosiasi dengan AS. Utamanya untuk menghindari potensi terjadinya defisit neraca perdagangan di antara keduanya. 

    “Ya kita terus akan, namanya hubungan dagang itu terus-menerus kita negosiasi,” ungkap Prabowo.

    Prabowo tidak memerinci lebih lanjut soal bagaimana pemerintah akan secara terus melakukan negosiasi. Namun demikian, dia mengungkap akan bertemu dengan Trump sebelum akhir tahun ini. 

    “Beliau [Trump] katakan mungkin sekitar September, Oktober,” ujar Prabowo. 

    Di sisi lain, Prabowo menyebut sudah sudah melakukan perhitungan atas potensi dampak terhadap perekonomian Indonesia imbas tarif 0 bagi produk dan barang dari AS ke Indonesia. 

    Pria yang juga Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut telah berunding denga Trump dalam kaitannya dengan kesepakatan dagang tersebut. 

    Sebagaimana diketahui, AS adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Pada 2025 saja, negara adidaya itu merupakan di antara negara dengan tujuan ekspor terbesar Indonesia. 

    Adapun Trump menyatakan kesepakatan antara Indonesia dan AS membuka seluruh pasar Indonesia bagi Negara Paman Sam untuk pertama kalinya dalam sejarah.

    Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia tidak hanya akan memberikan akses pasar lebih leluasa ke AS. Indonesia akan mengimpor energi dari negara tersebut senilai US$15 miliar atau sekitar Rp244,56 triliun (asumsi kurs Rp16.304 per dolar AS).

    Selain itu, pemerintah Indonesia akan mengimpor produk pertanian Amerika senilai US$4,5 miliar atau sekitar Rp73,36 triliun.

    Di samping itu, Trump menambahkan bahwa Indonesia juga bakal mengimpor 50 pesawat Boeing yang mayoritas merupakan tipe Boeing 777.

    “Sebagai bagian dari perjanjian ini, Indonesia telah berkomitmen untuk membeli energi Amerika senilai US$15 miliar, produk pertanian Amerika senilai US$4,5 miliar, dan 50 pesawat Boeing, banyak di antaranya tipe [Boeing] 777,” kata Trump, dikutip pada Rabu (16/7/2025).

    Menurut Trump, AS untuk pertama kalinya memiliki akses secara penuh bisa mengekspor produk peternak, petani, dan nelayan ke Indonesia.

    “Untuk pertama kalinya, peternak, petani, dan nelayan kita akan memiliki akses penuh dan total ke pasar Indonesia yang berjumlah lebih dari 280 juta jiwa,” tuturnya.

  • Ekonom: Ekspor unggulan RI diuntungkan, namun waspadai neraca dagang

    Ekonom: Ekspor unggulan RI diuntungkan, namun waspadai neraca dagang

    Jakarta (ANTARA) – Produk ekspor unggulan Indonesia seperti alas kaki, pakaian jadi, hingga karet dan CPO diuntungkan dengan tarif bea masuk 19 persen ke Amerika Serikat (AS) seperti yang baru saja diumumkan Presiden AS Donald Trump, kata ekonom lembaga wadah pemikir (think tank) Celios.

    Namun, menurut Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira Adhinegara yang dihubungi Antara di Jakarta, Rabu, Indonesia juga perlu mewaspadai impor produk dari AS yang diperkirakan membengkak, seperti migas, produk elektronik, suku cadang pesawat, sereal dan gandum, serta produk farmasi menyusul pernyataan Trump bahwa negaranya mendapat tarif nol persen ke Indonesia.

    “Tarif 19 persen untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0 persen, sebenarnya punya risiko tinggi,” kata Bhima.

    Menurut Bhima, sektor migas, produk elektronik, suku cadang pesawat, serealia dan gandum, serta produk farmasi mencatat nilai impor yang tinggi pada 2024. Karena itu, dampak potensi meningkatnya impor terhadap neraca perdagangan harus diwaspadai.

    “Tercatat sepanjang 2024, total impor lima jenis produk ini mencapai 5,37 miliar dolar AS atau setara Rp87,3 triliun,” ujar dia.

    Bhima menjelaskan AS akan sangat diuntungkan dari penetrasi ekspor gandum ke Indonesia karena tarif 0 persen. Hal ini juga perlu diwaspadai menyusul pemerintah memiliki target swasembada pangan melalui pemberdayaan petani dan produsen pangan lokal.

    “Konsumen mungkin senang harga mie instan, dan roti bakal turun, tapi produsen pangan lokal terimbas dampak negatifnya,” kata Bhima.

    Lebih lanjut, ia menilai tarif untuk produk Indonesia ke AS idealnya masih bisa turun lagi.

    “Penurunan tarif Vietnam dari 46 persen ke 20 persen lebih signifikan dibanding penurunan tarif Indonesia yang sebelumnya 32 persen ke 19 persen. Idealnya Indonesia bisa lebih turun lagi,” katanya.

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan tarif impor senilai 19 persen akan diberlakukan terhadap produk-produk Indonesia yang masuk ke AS, berdasarkan negosiasi langsung yang dilakukannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto.

    Nilai baru tersebut menunjukkan telah tercapai kesepakatan untuk menurunkan tarif impor AS untuk produk Indonesia dari angka 32 persen yang diumumkan pertama kali oleh Trump pada April lalu.

    Trump mengatakan Indonesia berjanji akan membebaskan semua halangan tarif dan non-tarif bagi produk AS yang masuk ke RI.

    Apabila ada produk dari negara ketiga dengan tarif lebih tinggi yang akan diekspor ke AS melalui Indonesia, tarif 19 persen itu akan ditambahkan pada produk tersebut.

    Selain penetapan nilai tarif, kesepakatan yang diteken antara Trump dan Prabowo juga mencakup komitmen RI membeli energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS dan produk agrikultur senilai sebesar 4,5 miliar dolar AS.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Indra Arief Pribadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Nego Tarif Trump, Airlangga: Indorama Bakal Investasi Blue Ammonia di AS

    Nego Tarif Trump, Airlangga: Indorama Bakal Investasi Blue Ammonia di AS

    Bisnis.com, PARIS — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indorama Corporation bakal berinvestasi dalam pengembangan blue ammonia di Amerika Serikat (AS).

    Airlangga menuturkan upaya itu sebagai bagian dari negosiasi tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump kepada Indonesia sebesar 32%. Dengan investasi itu, diharapkan Trump bisa menurunkan tarif tersebut.

    “Kita ada investasi untuk blue ammonia oleh Indorama,” kata Airlangga di Prancis, Selasa (15/7/2025).

    Dia menuturkan Indorama merupakan perusahaan yang sudah memiliki jam terbang. Airlangga menyebut perusahaan global yang bergerak di berbagai bidang industri, terutama dalam produksi serat, benang, dan produk kimia itu sudah berdiri sejak 1975.

    “Indorama mulai dari Purwakarta 50 tahun yang lalu,” ujarnya.

    Kendati demikian, Airlangga tidak merinci berapa nilai investasi yang bakal ditanamkan perusahaan tersebut di AS.

    Adapun, blue ammonia merupakan amonia yang diproduksi dengan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) untuk mengurangi emisi karbondioksida selama proses produksinya.

    Blue ammonia memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan bakar bersih, baik untuk pembangkit listrik maupun transportasi, serta sebagai bahan baku dalam industri.

    Selain investasi blue ammonia oleh Indorama, Airlangga menyebut Danantara pun bakal berinvestasi di bidang refineries atau kilang minyak. Adapun nilai investasi itu mencapai US$8 miliar atau setara Rp129,93 triliun (asumsi kurs Rp16.241 per US$).

    “Ada rencana pembelian Danantara untuk refineries nah itu nilainya US$8 miliar,” tutur Airlangga.

    Dia menyampaikan, secara total Indonesia menyiapkan US$34 miliar atau setara Rp551,1 triliun untuk pembelian komoditas dari AS dan investasi.

    Menurutnya, belanja impor dan investasi itu dilakukan guna menekan surplus neraca perdagangan Indonesia dari AS. Dia berharap hal ini bisa merayu trump untuk mengurangi tarif resiprokal kepada RI.

    “Amerika tidak defisit, kemudian pembelian kita terus menerus,” ucap Airlangga.

    Asal tahu saja, pemerintah Indonesia terus melakukan perundingan dengan Amerika Serikat demi menurunkan tarif impor sebesar 32% yang ditetapkan Trump.

    Airlangga pun telah menemui Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick dan Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTR), Jamieson Greer pekan lalu tak lama setelah Trump menetapkan tarif impor untuk Indonesia.

    Airlangga menyebut, perundingan telah mencapai kemajuan dan kesepakatan-kesepakatan yang mencakup mengenai isu-isu tarif, hambatan non-tarif, ekonomi digital, keamanan ekonomi, serta kerja sama komersial dan investasi.

    Dia menuturkan, Indonesia dan AS sepakat untuk mengintensifkan kembali perundingan tarif dalam tiga minggu ke depan hingga menjelang tanggal pemberlakuan 1 Agustus 2025.

    “Kita sudah memiliki pemahaman yang sama dengan AS terkait progress perundingan. Kita akan mengoptimalkan waktu dalam tiga minggu ke depan, untuk secara intensif merundingkan lebih lanjut dan menuntaskan perundingan tarif ini dengan prinsip yang saling menguntungkan,” ujar Airlangga dikutip dari keterangan resminya, Senin (14/7/2025) lalu.

    Airlangga menuturkan, RI ingin meningkatkan hubungan komersial Indonesia dengan AS. Salah satu bentuk keseriusan Indonesia adalah penandatanganan MoU yang dilakukan perusahaan-perusahaan Indonesia di bidang Energi dan Pertanian dengan perusahaan dan Asosiasi Usaha AS untuk pembelian produk unggulan AS dan mendorong peningkatan investasi.