Topik: neraca perdagangan

  • Defisit Transaksi Berjalan Kuartal II/2025 Melebar ke US Miliar

    Defisit Transaksi Berjalan Kuartal II/2025 Melebar ke US$3 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) melaporkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2025 tercatat sebesar US$3 miliar atau melebar dari kuartal I/2025. Defisit itu mengakhiri tren penyusutan current account defisit atau CAD pada tiga kuartal sebelumnya. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, tren CAD sempat menyusut pada kuartal I/2025 yakni US$0,2 miliar. Itu melanjutkan tren penyusutan pada dua kuartal sebelumnya yakni kuartal IV/2024 sebesar US$1 miliar, dan kuartal III/2024 sebesar US$2 miliar.

    Dalam laporannya, BI menyebut defisit transaksi berjalan pada tiga bulan kedua 2025 itu masih terjaga rendah meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan defisit US$0,2 miliar pada kuartal sebelumnya. 

    “Lebih tinggi dibandingkan dengan defisit 0,2 miliar dolar AS (0,1% dari PDB) pada triwulan I 2025,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Junanto Herdiawan melalui siaran pers, Kamis (21/8/2025). 

    Adapun neraca perdagangan nonmigas tetap membukukan surplus yakni US$14,8 miliar, meski lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yakni US$17,7 miliar. 

    Surplus itu sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas. 

    Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas menyusut ke US$4,2 miliar pada kuartal II/2025, sejalan dengan harga minyak global yang lebih rendah. Pada kuartal I/2025, defisit neraca perdagangan migas tercatat sebesar US$4,7 miliar. 

    Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat pada kuartal II/2025 menjadi US$9,8 miliar dari sebelumnya pada kuartal I/2025 sebesar 9,3 miliar. Kenaikan defisit itu seiring dengan kenaikan pembayaran dividen dan bunga/kupon sesuai pola triwulanan. 

    Di sisi lain, neraca pendapatan sekunder mencatatkan surplus US$1,7 miliar pada kuartal II/2025, atau lebih tinggi dari kuartal I/2025 sebesar US$1,6 miliar.

    “Surplus neraca pendapatan sekunder meningkat dipengaruhi kenaikan hibah dan remitansi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri,” tulis Junanto. 

    Adapun BI turut mencatat bahwa kinerja transaksi modal dan finansial tetap terkendali di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. 

    Investasi langsung membukukan peningkatan surplus pada kuartal II/2025 yakni arus masuk neto sebesar US$2,6 miliar, atau naik tipis dari US$2,5 miliar pada kuartal I/2025. BI memandang hal itu sebagai cerminan dari terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian dan iklim investasi domestik. 

    Sementara itu, investasi portofolio mencatat defisit hingga US$8 miliar pada kuartal II/2025 atau berbalik arah dari surplus pada kuartal I/2025 US$1,5 miliar. 

    “Terutama didorong oleh aliran keluar modal asing dalam bentuk surat utang domestik. Sementara itu, investasi lainnya mencatat surplus dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri sektor swasta. Dengan perkembangan tersebut, transaksi modal dan finansial pada triwulan II 2025 mencatat defisit sebesar 5,2 miliar dolar AS,” terang Junanto. 

    Dengan perkembangan tersebut, BI mencatat neraca permbayaran Indonesia atau NPI pada kuartal II/2025 sebesar US$6,7 miliar, dengan posisi cadangan devisa pada akhir Juni 2025 tetap tinggi sebesar US$152,6 miliar. Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

    “Posisi cadangan devisa tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” terang Junanto. 

    Ke depan, BI menyatakan bakal enantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait, guna memperkuat ketahanan sektor eksternal. 

    Pada keseluruhan 2025, Kinerja NPI diprakirakan tetap sehat ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial serta defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB. 

    “Surplus transaksi modal dan finansial didukung oleh aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik yang tetap baik dan imbal hasil investasi yang menarik,” pungkas Junanto. 

  • Prabowo Siap Genjot Ketahanan Energi RI, Begini Siasatnya

    Prabowo Siap Genjot Ketahanan Energi RI, Begini Siasatnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto berfokus untuk menjaga ketahanan energi dalam negeri. Untuk mendorong ini, pemerintah siapkan anggaran sebesar Rp 402,4 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026.

    Berdasarkan dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, ketahanan energi merupakan kemampuan negara dalam memberikan akses energi secara berkesinambungan dengan harga yang terjangkau dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

    “Sejalan dengan hal itu, strategi untuk meningkatkan ketahanan energi ditempuh dengan meningkatkan produksi lifting migas, menjaga stabilitas harga, mengakselerasi transisi ke energi baru terbarukan, serta akselerasi pengembangan ekonomi hijau,” tulis dokumen tersebut, dikutip Selasa (19/8/2025).

    Ketahanan energi dinilai mempunyai peran kunci dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, sektor energi merupakan sumber penerimaan negara, pendukung kegiatan masyarakat, dan kegiatan ekonomi dari hulu sampai dengan hilir.

    Setidaknya ketahanan energi dilihat dari empat kategori utama, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, aksesibilitas, dan akseptabilitas. Adapun, ketahanan energi terjadi ketika negara memiliki akses kepada sumber energi secara berkelanjutan (ketersediaan) dengan didukung iklim investasi yang kondusif.

    Selain itu, kemampuan untuk menyediakan sumber energi yang beragam dan berkelanjutan atau energi hijau (akseptabilitas) dengan harga terjangkau (keterjangkauan) menjadi syarat ketahanan energi.

    Meski begitu, dalam mewujudkan ketahanan energi, Indonesia menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut

    1. Lifting minyak bumi Indonesia cenderung menurun dalam lima tahun terakhir. Lifting minyak bumi turun dari 707 ribu barel per hari (bph) di 2020 menjadi 579,7 ribu bph di 2024.

    Menurunnya lifting minyak bumi menyebabkan Pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan domestik, sehingga berdampak pada defisit neraca perdagangan sektor migas

    2. Sumber energi Indonesia masih didominasi oleh energi fosil dengan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) baru mencapai 14,68 persen pada tahun 2024. Sumber energi fosil meliputi batubara (40,48 persen), minyak bumi (29,15 persen), dan gas bumi (15,69 persen).

    3. Pengembangan dan investasi EBT tidak secepat yang diharapkan dikarenakan berbagai faktor antara lain daya tarik investasi dan infrastruktur EBT seperti jaringan transmisi yang masih terbatas.

    4. Subsidi energi dan kompensasi belum sepenuhnya tepat sasaran dan masih banyak dinikmati oleh golongan mampu, sehingga berdampak pada besarnya anggaran subsidi energi dan kompensasi yang harus ditanggung Pemerintah.

    Oleh sebab itu, dalam menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah menjadikan ketahanan energi sebagai agenda prioritas pada tahun 2026 dan memberikan dukungan fiskal untuk ketahanan energi. Pemanfaatan dukungan fiskal untuk ketahanan energi terutama diarahkan untuk peningkatan lifting migas, stabilisasi harga, dan pengembangan EBT.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Badai PHK Tekstil Masih Terjadi, Pengusaha Tuding Mafia Impor Biang Keladi

    Badai PHK Tekstil Masih Terjadi, Pengusaha Tuding Mafia Impor Biang Keladi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pegiat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menuding mafia kuota impor sebagai biang kerok keterpurukan sektor tekstil nasional. Kehadiran mafia impor juga menjadi salah satu pemicu badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus terjadi.

    Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mencatat sekitar 250.000 pekerja terkena PHK akibat penutupan 60 pabrik sepanjang 2023-2024.

    Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) baru-baru ini juga merilis data pengurangan tenaga kerja sampai dengan Agustus 2025 sekitar 400.000 orang yang didominasi sektor TPT dan alas kaki.

    Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil menilai hal tersebut terjadi tak lepas dari kehadiran mafia kuota impor. Adapun, kuota impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian setiap tahunnya terus naik.

    “Tapi di sisi lain kita lihat banyak perusahaan tutup dan PHK karena tidak mampu bersaing dengan barang impor. Artinya, kuota impor yang dikeluarkan Kemenperin telah memakan porsi produk lokal di pasar domestik,” kata Agus dalam keterangan resminya, Selasa (19/8/2025).

    Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), impor benang dan kain pada 2016 masing-masing hanya sebesar 230.000 ton dan 724.000 ton. Namun, pada 2024, impor kedua produk tersebut masing-masing telah mencapai 462.000 ton dan 939.000 ton.

    Untuk diketahui, kuota impor tekstil diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui pertimbangan teknis (Pertek) berdasarkan peraturan tata niaga impor dari Kementerian Perdagangan.

    Dalam hal ini, Agus menerangkan bahwa tak sedikit keluhan dari industri lokal tentang kuota impor yang
    mereka ajukan umumnya hanya diberikan kurang dari sepertiga kapasitas produksinya per tahun.

    “Kalau kebutuhan industri dari impor hanya diberikan 30%, tapi data impornya naik, lantas kuota impor yang besar diberikan pada siapa?” ungkap Agus.

    Di sisi lain, Sekjen APSyFI Farhan Aqil Syauqi menyoroti kontribusi sektor TPT terhadap produk domestik bruto (PDB) setiap tahunnya terus turun dari 1,16% pada 2016 hingga hanya 0,99% pada 2024.

    Tak hanya itu, neraca perdagangan TPT juga turun dari US$3,6 miliar pada 2016 hingga hanya US$2,4 miliar pada 2024.

    “Bahkan dari sisi volume, perdagangan TPT kita sudah minus 57.000 ton sejak tahun 2017 dan defisitnya terus membesar karena pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekspor,” ungkapnya.

    Terkait dengan data pertumbuhan industri TPT sebesar 4,35% pada kuartal II/2025 secara tahunan yang
    dipublikasikan oleh BPS, dia menjelaskan bahwa data BPS sudah benar sesuai dengan metode statistik yang digunakan.

    “Tapi memang BPS kan tidak menghitung importasi ilegal yang seharusnya menjadi pengurang dalam perhitungan PDB,” ungkapnya.

    Pihaknya juga mengakui bahwa ada investasi baru yang juga mendongkrak angka pertumbuhan. Namun, di sisi lain,  terdapat investasi mangkrak yang tidak diperhitungkan.

    “Ya memang kan dalam perhitungan PDB yang dihitung hanya tambahan investasinya saja, investasi yang berhenti tidak dihitung sebagai pengurang,” jelasnya.

    Terkait dengan mafia kuota impor tekstil yang dituduhkan, Aqil enggan menanggapinya meskipun anggotanya sangat terpengaruh dengan banjirnya barang impor.

    “Perlu diselidiki lebih lanjut, tapi dengan posisi Kemenperin yang menolak usulan pengenaan bea masuk antidumping [BMAD] untuk benang filamen, sepertinya mafia kuota impor itu memang ada,” pungkasnya.

    Bisnis telah mencoba menghubungi pihak Kemenperin, dalam hal ini Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, untuk memberikan tanggapan. Namun, tidak ada respons hingga berita ini ditayangkan.

  • Menko Airlangga: Perekonomian RI Tunjukkan Ketahanan di Tengah Tantangan Global – Page 3

    Menko Airlangga: Perekonomian RI Tunjukkan Ketahanan di Tengah Tantangan Global – Page 3

    Airlangga memaparkan sejumlah capaian ekonomi selama 10 bulan kepemimpinan Presiden Prabowo. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tercatat 5,12%, didukung inflasi yang terkendali sebesar 2,37% pada Juli 2025, masih berada dalam target 2,5±1%.

    Kualitas pertumbuhan ekonomi juga membaik, terlihat dari indikator ketenagakerjaan dan penurunan tingkat kemiskinan.

    Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 4,91% pada Februari 2024 menjadi 4,76% pada Februari 2025, angka terendah sejak 1998.

    Tingkat kemiskinan berada di 8,47% pada Maret 2025, sementara kemiskinan ekstrem berhasil ditekan menjadi 0,85%. Selama semester pertama 2025, tercipta 1,2 juta lapangan kerja baru.

    Ketahanan ekonomi Indonesia juga terlihat dari surplus neraca perdagangan yang konsisten selama lebih dari lima tahun berturut-turut atau 62 bulan.

     

  • Bertemu Ketua Parlemen Timor Leste dan Brunei, Puan Bahas Isu Perempuan dan Perlindungan PMI

    Bertemu Ketua Parlemen Timor Leste dan Brunei, Puan Bahas Isu Perempuan dan Perlindungan PMI

    JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menggelar pertemuan bilateral dengan Ketua Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor Leste, Maria Fernanda Lay di Gedung DPR, Jakarta. Selain Ketua Parlemen Timor Leste, Puan juga bertemu Ketua Majelis Legislatif Brunei Darussalam, HE. Pehin Orang Kaya Seri Lela Dato Seri Setia Awang Haji Abdul Rahman Bi Dato Setia Haji Mohamed Taib.

    Pertemuan bilateral antara Puan dengan Ketua Parlemen Timor Leste dan Brunei Darussalam dilakukan secara terpisah di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu, 16 Agustus, siang.

    Pertemuan ini merupakan kunjungan kehormatan setelah Ketua Parlemen Timor Leste dan Brunei Darussalam hadir dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat, 15 Agustus, bersama sejumlah Ketua Parlemen ASEAN lainnya.

    Kedua pimpinan parlemen itu juga memenuhi undangan makan malam bersama Puan dan jajaran DPR, semalam.

    “Merupakan sebuah kehormatan bagi saya untuk bertemu secara resmi dengan ibu Ketua Parlemen Timor Leste, Ibu Maria Fernanda Lay dan Yang Mulia Pehin Dato Abdul Rahman Taib, pada kunjungannya ke Jakarta, setelah kemarin kita menikmati gala dinner,” ujar Puan dalam keterangannya, Sabtu, 16 Agustus.

    “Saya ucapkan sekali lagi, terima kasih atas kehadiran Ibu (Ketua Parlemen Timor Leste) di Jakarta, dan kesediaan bapak Ketua (Parlemen Brunei) memenuhi undangan saya untuk menghadiri acara dalam rangka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80,” sambungnya.

    Dalam pertemuannya dengan Ketua Parlemen Timor Leste, Puan mengatakan kedua negara memiliki kesamaan nilai sebagai negara yang menjunjung demokrasi, hak asasi manusia, dan rule of law. Ia juga menilai kedua negara perlu terus bekerja sama untuk memajukan perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan.

    “Kedua negara juga perlu memajukan kerja sama internasional, dan mendorong penyelesaian perang dan konflik. Perdamaian merupakan pra-syarat agar kita dapat melaksanakan pembangunan di negara kita,” katanya.

    Puan menyatakan, Indonesia terus mendukung Timor Leste yang akan memperoleh keanggotaan penuh ASEAN pada Oktober 2025 serta mendukung Parlemen Timor Leste menjadi anggota tetap di AIPA (ASEAN Inter-Parliamentary Assembly). Pada pertemuan ini, Ketua Parlemen Maria Fernanda Lay meminta dukungan Indonesia atas keanggotaan Timor Leste di ASEAN.

    Lebih lanjut, keduanya membicarakan isu perempuan. Sebagai sesama pimpinan parlemen perempuan, Puan mengajak Maria Fernanda Lay untuk bekerja sama dalam konteks pemberdayaan perempuan, terutama untuk aktif di dunia politik.

    “Kita tentu dapat menjadi inspirasi bagi para perempuan muda untuk masuk ke dunia politik. Karena dengan masuk ke dunia politik, Perempuan dapat berkontribusi menyelesaikan permasalahan di negara kita,” ungkap perempuan pertama yang menjabat sebagai ketua DPR RI itu.

    Puan berharap, kerjasama di bidang ekonomi antara Indonesia dan Timur Leste semakin meningkat seiring dengan perdagangan bilateral kedua negara pada tahun 2024 mencapai yang mencapai US$ 391 juta, tumbuh 12 persen dari tahun 2023.

    “Dalam kesempatan ini, saya mendorong finalisasi Bilateral Investment Treaty antara Indonesia dan Timor Leste segera diselesaikan. Hal ini guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan dalam mendorong iklim usaha yang berkelanjutan,” sebut Puan.

    Sementara saat bertemu dengan Ketua Majelis Legislatif Brunei Darussalam, HE. Pehin Orang Kaya Seri Lela Dato Seri Setia Awang Haji Abdul Rahman Bi Dato Setia Haji Mohamed Taib, Puan menyinggung mengenai kerja sama ekonomi.

    Puan sangat mengapresiasi CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) antara Indonesia dan Brunei sejak tahun 2020, yang berkontribusi pada peningkatan perdagangan bilateral. Apalagi neraca perdagangan kedua negara pada tahun 2024 yaitu USD 655 juta, atau tumbuh 30 persen sejak tahun 2020.

    “Oleh karena itu, kita perlu terus mendorong peningkatan perdagangan kedua negara,” ucapnya.

    “Saya berpandangan kita dapat mengeksplorasi sektor dan komoditi yang berpotensi untuk hubungan ekonomi, termasuk perdagangan produk halal (makanan dan minuman), ketahanan energi, pertanian dan perikanan,” imbuh Puan.

    Dalam kesempatan tersebut, Puan juga meminta dukungan parlemen Brunei Darussalam bagi pekerja migran Indonesia (PMI) di sana. Di sisi lain, Ketua Perlemen Pehin mengakui kontribusi pekerja Indonesia dalam pembangunan di Brunei.

    Puan pun menilai perlu peran parlemen untuk mempercepat finalisasi Memorandum of Understanding (MoU) penempatan dan pelindungan PMI sektor domestik di Brunei. Di mana saat ini terdapat sekitar 45.000 WNI yang bekerja di berbagai sektor di Brunei, terutama di bidang konstruksi dan rumah tangga.

    “MoU ini akan memperkuat perlindungan baik bagi pekerja migran Indonesia dan juga warga Brunei sebagai penerima pekerja,” jelas Puan.

    Mengingat pentingnya penguatan kerja sama kedua parlemen, DPR RI telah membentuk Kelompok Persahabatan Bilateral Parlemen (GKSB) dengan Parlemen Timor Leste dan Parlemen Brunei Darussalam pada masa jabatan 2024-2029.

    Puan pun berharap kedua negara, baik Indonesia-Timor Leste maupun Indonesia-Brunei Darussalam dapat meningkatkan hubungan antar masyarakat (people-to-people contact). Puan juga mendorong lebih besarnya kerja sama di bidang pariwisata dan pendidikan, melalui pertukaran mahasiswa/ pelajar, pengajar, serta penelitian bersama.

    “Hingga tahun 2024, tercatat lebih 10.000 mahasiswa Timor Leste menempuh pendidikan di Indonesia. Saya berharap lulusan Timor Leste dari Indonesia dapat menjadi jembatan untuk mempererat hubungan kedua negara,” ungkap Puan.

    “Saya juga mengapresiasi pelaksanaan kerja sama antara institusi Pendidikan Indonesia dan Brunei Darussalam yang telah berjalan sangat erat,

    Salah satunya melalui Persekutuan Guru-Guru Melayu Brunei (PGGMB) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI),” kata Puan.

  • Menko Airlangga sebut sejumlah leading indicator ekonomi, positif

    Menko Airlangga sebut sejumlah leading indicator ekonomi, positif

    Kalau kita lihat juga sejumlah leading indicator, kita lihat Indeks Kepercayaan Konsumen juga positif, kemudian juga penjualan riil juga positif

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 sebesar 5,12 persen year-on-year (yoy) tercermin dari realisasi positif sejumlah indikator utama (leading indicator) perekonomian.

    Ia menuturkan sejumlah leading indicator tersebut termasuk Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), Indeks Pertumbuhan Riil (IPR), neraca perdagangan, impor barang modal, realisasi investasi, hingga cadangan devisa.

    “Kalau kita lihat juga sejumlah leading indicator, kita lihat Indeks Kepercayaan Konsumen juga positif, kemudian juga penjualan riil juga positif,” kata Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat.

    Ia menyampaikan bahwa IKK masih terus optimis dengan capaian pada Juli 2025 tercatat sebesar 118,1. Sementara itu, IPR tumbuh 4,77 persen yoy per Juli 2025.

    Realisasi investasi pada periode Januari hingga Juni 2025 mencapai Rp924,9 triliun, atau tumbuh 13,6 persen yoy, dengan serapan tenaga kerja mencapai 1,26 juta orang.

    “Ekspor, impor, dan neraca perdagangan juga (tumbuh) positif. Ekspor tumbuh double digit 11,29 persen yoy, impor (naik) 4,28 persen yoy. Neraca perdagangan bulan Juni sebesar 4,1 miliar dolar AS (Rp66,24 triliun, kurs 1 dolar AS = Rp16.162),” ujar Airlangga.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia hingga Juni 2025 mencapai 23,43 miliar dolar AS (Rp378,67 triliun) dengan impor sebesar 19,33 miliar dolar AS (Rp312,41 triliun).

    Airlangga menyatakan nilai impor barang modal yang signifikan pada triwulan II 2025 mendukung pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.

    “Yang baik adalah impor daripada barang modal yang besarnya 32,5 persen secara year-on-year dan cadangan devisa relatif aman lebih dari 6 bulan yaitu di atas 152 miliar dolar AS (Rp2,46 kuadriliun),” imbuhnya.

    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan dalam Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU Tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan Jakarta, Jumat, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 disumbang oleh konsumsi masyarakat dan ekspor dari hilirisasi.

    Prabowo menyebut lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi Indonesia disumbang oleh sektor konsumsi masyarakat, yang kenaikannya hingga 4,97 persen.

    Ekspor Indonesia pun disebut tumbuh kuat yakni 10,67 persen. Menurut Prabowo, hal tersebut disumbang oleh nilai tambah dari hilirisasi yang memperkuat ekspor.

    “Kita rasakan sekarang, ekonomi triwulan II 2025 tumbuh 5,12 persen year-on-year, membaik dari triwulan I, 4,87 persen,” ujar Prabowo.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ada IP-CEPA, Mendag Bidik Perdagangan RI-Peru Tembus Rp15,65 Triliun

    Ada IP-CEPA, Mendag Bidik Perdagangan RI-Peru Tembus Rp15,65 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) membidik perdagangan Indonesia dengan Peru bisa mencapai US$960 juta atau Rp15,65 triliun (asumsi kurs Rp16.309 per dolar AS) pada tahun pertama Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Peru (Indonesia-Peru CEPA/IP-CEPA) berjalan.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa total perdagangan Indonesia dengan Peru mencapai US$480 juta pada 2024. Jika diperinci, total perdagangan Indonesia dengan Peru terdiri dari nilai ekspor yang mencapai US$331,2 juta dan nilai impor sebesar US$149,6 juta pada 2024.

    Adapun, Kemendag membidik perdagangan Indonesia-Peru bisa naik dua kali lipat dari total perdagangan pada 2024, usai IP-CEPA berjalan.

    “Kan sekarang total trade-nya US$480 juta [perdagangan Indonesia dengan Peru pada 2024]. Ya, nanti setelah implementasi CEPA berjalan ya minimal 2 kali lipat total trade-nya. Setelah implementasi, tahun pertama minimal dua kali lipat total trade-nya,” kata Budi saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Budi mengungkap neraca perdagangan Indonesia juga mencatatkan surplus US$181 juta. Menurutnya, dengan adanya IP-CEPA, maka akan semakin memudahkan kerja sama antara kedua negara. Bahkan, Budi menyebut tekstil dan alas kaki dalam negeri memiliki peluang besar untuk diekspor ke Peru.

    “Akses pakaian jadi tekstil kita ke Peru termasuk alas kaki itu besar. Kita dapat banyak kemudahan akses pasar untuk itu. Ini salah satu untuk mendorong akses pasar kita di luar negeri,” ujarnya.

    Dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan ekspor alas kaki hingga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Peru sebagian besar akan dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% alias bebas tarif.

    Dia menjelaskan, setidaknya ada 10 komoditas ekspor utama Indonesia yang telah mendapatkan penghapusan, penurunan, dan pengurangan tarif ke Peru usai adanya IP-CEPA.

    Secara terperinci, mobil penumpang dan kendaraan bermotor lainnya untuk mengangkut orang (selain pos 87.02) termasuk station wagon dan mobil balap (HS 8703).

    Berikutnya, alas kaki (HS 6404, HS 6403, HS 6402), CPO dan fraksinya, baik dimurnikan atau tidak, tetapi tidak dimodifikasi secara kimia (HS 1511).

    Berikutnya, lemari pendingin, pembeku, dan peralatan pendingin atau pembeku lainnya, listrik atau bukan listrik, pompa panas selain mesin AC pos 84.15 (HS 8414), kertas dan karton, serta kelompoknya (HS 4802).

    Lalu, margarin (HS 1517). Cengkeh, baik dalam bunga utuh, buah utuh, bunga cengkeh, maupun tangkainya (HS 0907). Serta, mesin cetak dan kelompoknya (HS 8443).

    “Ini semua sudah mendapatkan referensi akses pasar yang sangat amat bagus. Jadi hampir semuanya sudah 0%. Nanti akan diberikan komitmen bea masuk 0%,” jelas Djatmiko dalam Media Briefing IP-CEPA di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Adapun, pengenaan bea masuk 0% dari adanya IP-CEPA ini akan mulai berlaku tergantung dari jadwal kesepakatan. “Ada yang di hari pertama, ada yang nanti di tahun ke-2, dan tahun ke-3. Tapi hampir semuanya mendapat 0%,” terangnya.

    Mengacu data Kemendag, terdapat lima komoditas utama ekspor Indonesia ke Peru pada 2024. Mereka di antaranya, mobil dan kendaraan bermotor lainnya senilai US$120,8 juta, alas kaki/sol karet bagian atas tekstil US$21,8 juta.

    Lalu, ada minyak sawit dan pecahannya senilai US$21,4 juta, lemari es dan pompa panas non-AC senilai US$16,5 juta, serta alas kaki bagian atas kulit senilai US$14,9 juta. 

    Sementara itu, Kemendag mencatat sebanyak lima komoditas impor Peru yang masuk ke pasar Tanah Air pada 2024. Berdasarkan catatan Kemendag, biji kakao menjadi komoditas dengan nilai impor tertinggi pada 2024, yakni mencapai US$87,6 juta.

    Djatmiko menjelaskan bahwa biji kakao menjadi komoditas impor tertinggi lantaran untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri guna diolah menjadi pasta atau produk lainnya.

    “Karena memang industri pengolahan kakao di Indonesia sudah sedemikian berkembang. Kebutuhan pasokan dalam negeri sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan industri sehingga kita perlu mengimpor biji kakao [dari Peru],” tuturnya.

    Komoditas lainnya adalah impor batu bara/bahan bakar padat sejenis US$15,6 juta, pupuk mineral, fosfat US$14,1 juta, anggur segar atau kering US$11,5 juta, dan seng yang tidak ditempa senilai US$5 juta pada 2024.

  • Cadangan Devisa RI Dibayangi Utang Luar Negeri dan Efek Tarif Trump 19%

    Cadangan Devisa RI Dibayangi Utang Luar Negeri dan Efek Tarif Trump 19%

    Bisnis.com, JAKARTA — Cadangan devisa Indonesia dibayangi oleh pembayaran utang luar negeri dan kemungkinan efek penerapan tarif 19% terhadap barang asal Indonesia oleh pemerintahan Donald Trump. 

    Tarif Trump belum berdampak terhadap kinerja ekspor yang merupakan salah satu sumber devisa negara. Namun demikian, pemberlakuan tarif 19% yang efektif pada 7 Agustus 2025, diproyeksikan akan menekan kinerja ekspor barang Indonesia ke AS. Apalagi AS adalah salah pangsa pasar ekspor terbesar kedua Indonesia setelah China.

    Adapun rilis terbaru Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa pada Juli 2025 posisi cadangan devisa berada di angka US$152,0 miliar pada Juli 2025 atau turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$152,6 miliar.

    Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), cadangan devisa sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada Maret 2025, yakni senilai US$157,1 miliar. Namun, setelahnya turun.

    Cadangan devisa relatif stabil posisinya sejak April 2025, yakni sebesar US$152,5 miliar. Posisinya kemudian turun pada Juli 2025, salah satunya untuk keperluan pembayaran utang luar negeri.

    “Perkembangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi,” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, Kamis (7/8/2025).

    Grafik Cadangan Devisa Januari – Juli 2025

    Sumber: Bank Indonesia, miliar US$

    BI melaporkan posisi terakhir utang luar negeri Indonesia per Mei 2025 adalah senilai US$435,6 miliar, setara Rp7.100,28 triliun (asumsi kurs JISDOR BI Rp16.300 per dolar AS pada akhir Mei 2025). Jumlah utang itu naik US$4,05 miliar atau sekitar Rp66 triliun dari bulan sebelumnya.

    Jumlah utang luar negeri per Mei 2025 naik dalam nominal dolar, tetapi menjadi turun saat dikonversi ke dalam rupiah karena terjadi penguatan kurs pada Mei 2025 dari bulan sebelumnya.

    Utang luar negeri Indonesia Mei 2025 mengalami kenaikan 6,8% secara tahunan (year on year/YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2025 sebesar 8,2% (YoY).

    “Perkembangan tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN [utang luar negeri] di sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN swasta,” ujar Denny.

    Dibayangi Tarif Donald Trump

    Ramdan menyampaikan bahwa BI juga melakukan intervensi di pasar keuangan demi menjaga stabilitas rupiah, terutama di tengah dinamika ekonomi global setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan tarif resiprokal ke banyak negara menjelang pemberlakuan.

    “Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2025 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” ujar Denny.

    BI, sambungnya, menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

    Oleh sebab itu, cadangan devisa sebesar US$152 miliar itu diyakini memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan tetap terjaganya prospek ekspor, neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus.

    Sejalan dengan itu, BI berharap cadangan devisa tersebut meningkat persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.

    “Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tutup Ramdan.

    Neraca Dagang RI-AS 

    Adapun tarif Trump 19% mulai berlaku pada 7 Agustus 2025. Alasan Trump mengenakan tarif impor barang sebesar 19% ke Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Seperti diketahui, neraca perdagangan AS dengan Indonesia selalu defisit. Hal itu sudah berlangsung bertahun-tahun. 

    Bisnis telah merangkum data neraca perdagangan Indonesia-AS selama tahun 2020 – Semester 1/2025 versi otoritas statistik AS, yang menunjukkan nilai sebesar US$101,7 miliar. Angka defisit bagi AS merupakan surplus bagi neraca perdagangan Indonesia.

    Adapun kebijakan tarif Trump telah memicu kekhawatiran baik pemerintah maupun kalangan pengusaha mengenai turunnya permintaan dari AS akibat tarif yang mencapai 19%. Lonjakan ekspor ke AS dan masih terjaganya surplus perdagangan ke negeri Paman Sam itu dinilai tidak akan bertahan lama dan ada potensi kemungkinan tergerus pasca penerapan tarif Trump. 

    BPS mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia dengan AS masih tercatat surplus di angka US$9,9 miliar pada semester 1/2025. Angka versi BPS itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan versi AS yang mencatatkan bahwa surplus perdagangan Indonesia ke AS mencapai US$11,7 miliar. 

    Apa Kata Ekonom?

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA (BBCA) David Sumual mengamini data BI tersebut. Dia menyebut utang luar negeri (ULN) pemerintah serta Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang jatuh tempo pada bulan lalu memang memakan porsi yang besar dari cadangan devisa Tanah Air. 

    Meski demikian, David masih menilai bahwa eksternal Indonesia masih terkendali karena kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) sejauh ini masih positif. 

    “Tapi sejauh ini asing masih positif ytd [year-to-date] di SBN mengimbangi net flow asing di saham yang negatif,” terang David kepada Bisnis, Kamis (7/8/2025). 

    Ke depan, David memperkirakan cadangan devisa Indonesia sampai akhir 2025 berada di kisaran US$150 miliar sampai dengan US$155 miliar. Perkiraan itu dengan asumsi SBN pemerintah dengan denominasi dolar Australia dan yuan China, Kangaroo dan Dimsum Bond, jadi terbit. 

    “Proyeksi antara US$150 miliar sampai dengan US$155 miliar. Ada rencana  penerbitan Kangaroo dan Dimsum Bonds. Kalau jadi bisa tambah devisa,” terangnya. 

    Tidak hanya itu, David turut memperkirakan nilai tukar rupiah juga bakal berada di rentang antara Rp16.300 sampai dengan Rp16.600 per dolar Amerika Serikat (AS). 

  • Data BPS Bikin Kaget! Ekonomi RI Tumbuh 5,12%, Melenceng dari Ramalan Ekonom

    Data BPS Bikin Kaget! Ekonomi RI Tumbuh 5,12%, Melenceng dari Ramalan Ekonom

    Jakarta

    Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12% pada kuartal II-2025. Angka ini cukup mengejutkan karena bertolak belakang dengan proyeksi banyak ekonom. Para ekonom memperkirakan pertumbuhan tak akan sampai angka 5% di periode ini.

    Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II tercatat mencapai Rp 5.947 triliun. BPS menyebut pertumbuhan ekonomi secara tahunan (year-on-year/yoy) berada di angka 5,12%. Lalu dibandingkan dengan kuartal sebelumnya tercatat tumbuh 4,04%.

    Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, memproyeksikan angka pertumbuhan di kuartal II tak akan menyentuh 5%. Tauhid cukup kaget ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,12%.

    “Angka pertumbuhan ekonomi ini ya ditetapkan pemerintah 5,12% agak kaget. Di luar perkiraan banyak orang termasuk saya yang memperkirakan di bawah 5%. Bahkan jauh, sekitar 4,8%, 4,9%. Saya sempat perkirakan antara 4,7% sampai 5,0%” ujarnya kepada detikcom, Selasa (5/8/2025).

    Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira yang memperkirakan pertumbuhan kuartal II-2025 hanya berada di kisaran 4,5-4,7% yoy, bahkan lebih rendah dari realisasi kuartal I-2025 yang sebesar 4,87%. Menurutnya, lesunya daya beli masyarakat jadi penyebab utama.

    “Pertumbuhan kuartal II-2025 di kisaran 4,5-4,7% yoy, karena tidak ada lagi pendorong musiman setelah Lebaran, daya beli sedang lesu,” ujar Bhima.

    Lemahnya daya beli ini juga berdampak pada sektor manufaktur. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat berada di angka 49,2 pada Juli 2025. Meski membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang sempat anjlok ke 46,9, posisi ini masih di bawah ambang batas 50-yang berarti aktivitas manufaktur masih mengalami kontraksi.

    Selain itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 akan berada di bawah 5%, tepatnya pada kisaran 4,7-4,8% yoy. Alasannya serupa: konsumsi rumah tangga yang melemah.

    “CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 melambat ke kisaran 4,7-4,8%, turun dari 4,87% pada kuartal I,” ujarnya.

    Faisal juga menilai stimulus pemerintah belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan. Di sisi lain, kontribusi dari net ekspor pun makin mengecil, karena surplus neraca perdagangan terus menyusut selama kuartal II.

    “Kontribusinya terhadap pertumbuhan jadi lebih rendah. Kami juga prediksi belanja pemerintah masih minus. Di kuartal I minus, dan di kuartal II kami prediksi minus 1%, jadi kontraksi. Itu yang juga memperlambat laju ekonomi,” jelasnya.

    Proyeksi Dipangkas: Lembaga-lembaga Turut Ragu

    Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

    LPEM UI

    Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dalam riset Trade and Industry Brief Vol VIII No. 2 edisi Juni 2025 juga menyoroti adanya perlambatan ekonomi nasional.

    “Pada awal 2025, Indonesia menunjukkan gejala perlambatan ekonomi yang diakibatkan oleh tergerusnya daya beli, menyusutnya kelas menengah, dan menurunnya produktivitas sektoral yang tercermin dalam dinamika industri dan ketenagakerjaan,” tulis tim peneliti LPEM FEB UI.

    Mereka mencatat, sektor manufaktur-yang selama ini menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja-mengalami tantangan deindustrialisasi prematur: kontribusinya terhadap PDB menurun, serapan tenaga kerja melemah, dan produktivitas stagnan.

    Sementara sektor pertanian pun belum lepas dari persoalan klasik, mulai dari ketersediaan input, teknologi, logistik, pembiayaan, hingga persaingan dengan produk impor dan praktik perdagangan internasional yang tidak sehat.

    “Indonesia perlu menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk menampung angkatan kerja berpendidikan rendah-menengah agar bisa menekan angka kemiskinan dan menjaga daya beli,” saran LPEM UI.

    OECD

    Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,7%, dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 4,9%.

    World Bank

    Bank Dunia pun menyampaikan peringatan bahwa perekonomian Indonesia rawan terdampak gejolak global. Ketegangan geopolitik yang meningkat saat ini berisiko mendorong pelemahan ekonomi lebih lanjut.

    Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk, menyampaikan hal ini dalam peluncuran laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2025.

    Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 4,7%, dan 4,8% untuk tahun depan. Perkiraan ini mempertegas tren penurunan, setelah di kuartal I-2025 ekonomi RI hanya tumbuh 4,87%-turun dari angka 5% yang sempat tercapai sebelumnya.

    Menurut Carolyn, gejolak global menahan laju penciptaan lapangan kerja dan menghambat upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem. Pelemahan kinerja perdagangan dan investasi asing, ditambah arus modal yang labil, menciptakan tekanan luas terhadap stabilitas makroekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

    “Dalam situasi yang sangat rentan ini, ekonomi Indonesia memang menunjukkan ketahanan. Tapi kami melihat pertumbuhan PDB yang lebih rendah dari 5%. Konsumsi pemerintah dan investasi juga menurun tahun ini,” sebut Carolyn.

    Halaman 2 dari 2

    (fdl/fdl)

  • OJK nilai ekonomi RI berpeluang tumbuh lebih tinggi di semester II

    OJK nilai ekonomi RI berpeluang tumbuh lebih tinggi di semester II

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    OJK nilai ekonomi RI berpeluang tumbuh lebih tinggi di semester II
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 04 Agustus 2025 – 22:45 WIB

    Elshinta.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai ekonomi Indonesia ke depan memiliki potensi untuk tumbuh lebih tinggi terutama pada semester II 2025.

    Optimisme tersebut, menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, di Jakarta, Senin, didasarkan pada kondisi ekonomi global yang membaik, tensi perang dagang yang mereda, serta tercapainya kesepakatan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen.

    Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK, Mahendra mengatakan kesepakatan tarif 19 persen antara Indonesia dan AS memberikan kepastian bagi para pelaku usaha, termasuk di sektor jasa keuangan.

    Selain itu, Dana Moneter Internasional (IMF) juga baru saja menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 dan 2026 dari sebelumnya 4,7 persen menjadi 4,8 persen. Menurut dia, revisi tersebut mencerminkan keyakinan bahwa pemulihan ekonomi nasional akan berlangsung lebih kuat.

    “Ini menunjukkan bahwa sekalipun kebijakan (tarif) Amerika Serikat itu menimbulkan disrupsi besar, tapi dengan dicapainya kesepakatan, setidaknya memberikan satu sinyal dan kepastian mengenai bagaimana ini akan berujung pada keputusan yang kemudian akan menjadi masukan bagi pergerakan ekspor-impor,” ujar dia.

    Mahendra menilai kesepakatan dagang yang menekan tarif hingga 19 persen itu sebagai peluang strategis untuk meningkatkan daya saing ekspor nasional. Kebijakan ini dinilai dapat memperluas akses pasar dan menarik lebih banyak investasi asing.

    “Ini membawa angin segar baik untuk pertumbuhan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri. Dan tentu kami berharap dalam pelaksanaannya apabila dalam realisasinya kita bisa melihat dampak positif dari peluang-peluang itu, maka ada kemungkinan untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan bisa direvisi ke atas lebih lanjut lagi,” katanya, menjelaskan.

    Lebih lanjut, Mahendra mengatakan perbaikan ekonomi turut didorong oleh rilis data ekonomi dari negara-negara utama seperti AS dan China pada kuartal II 2025 yang masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 3 persen dan 5,2 persen.

    Kinerja manufaktur dan perdagangan global juga meningkat, disertai penguatan pasar keuangan internasional seiring dengan menurunnya volatilitas dan aliran modal ke negara berkembang yang berlanjut. 

    “Indikator domestik juga menunjukkan ketahanan. Permintaan dalam negeri stabil, inflasi rendah, dan pertumbuhan uang beredar meningkat. Di sisi lain, neraca perdagangan terus mencatatkan surplus dan cadangan devisa tetap tinggi, walau PMI manufaktur masih berada di zona kontraksi,” ujar dia.

    Lebih lanjut, Mahendra mengatakan menyambut baik keputusan lembaga pemeringkat global Standard & Poor’s (S&P) yang kembali mengafirmasi peringkat kredit sovereign Indonesia pada level BBB untuk jangka panjang dan A-2 untuk jangka pendek dengan outlook stabil.

    Menurut dia, penilaian itu mencerminkan kepercayaan investor terhadap sektor keuangan Indonesia.

    Dalam konteks sektor jasa keuangan, ia mengatakan OJK akan terus mendorong lembaga keuangan untuk berperan aktif dalam pembiayaan sektor-sektor prioritas, dengan tetap menjunjung prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik.

    “Kami mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang kompetitif dan berkelanjutan, melalui penguatan ekosistem jasa keuangan yang inklusif dan sehat,” ujar dia.

    Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk triwulan II 2025 pada Selasa (5/8).

    Sumber : Antara