Topik: marketplace

  • Soal Shopee Cs Bakal Bantu DJP Pungut Pajak Penjual Online, Menteri Maman Bilang Begini

    Soal Shopee Cs Bakal Bantu DJP Pungut Pajak Penjual Online, Menteri Maman Bilang Begini

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman angkat bicara mengenai rencana pemerintah melibatkan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia sebagai pemungut pajak dari penjual di platform tersebut.

    Maman mengatakan, sejauh ini Kementerian UMKM belum bisa berkomentar banyak mengenai rencana tersebut.

    “Ini saya belum bisa jawab,” kata Maman ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

    Kendati belum dapat memberikan komentar, Maman memastikan akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai rencana tersebut.

    Dia menyebut, Kementerian UMKM kemungkinan baru dapat memberikan tanggapan usai berkoordinasi dengan kementerian yang membidangi urusan keuangan dan kekayaan negara itu.

    “Nanti Saya akan sampaikan setelah kita koordinasi dengan Kemenkeu,” ujarnya.

    Reuters sebelumnya melaporkan, pemerintah Indonesia dikabarkan akan mewajibkan perusahaan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia untuk memungut pajak atas penjualan dari para UMKM yang berjualan di masing-masing platform.  

    Dalam catatan Bisnis, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Rosmauli menyampaikan, pajak yang dimaksud adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, bukan jenis pajak baru, atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). 

    Otoritas fiskal memandang langkah ini turut mendorong pedagang yang berjualan secara daring untuk menjalankan kewajiban perpajakannya.  

    “Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (26/6/2025).  

  • Respons idEA soal Penjual Online yang bakal Dipungut Pajak oleh Pemerintah – Page 3

    Respons idEA soal Penjual Online yang bakal Dipungut Pajak oleh Pemerintah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah dilaporkan akan menarik pajak dari penjual online yang berdagang di platform e-commerce. Kebijakan ini disebut bisa meningkatkan penerimaan negara serta menciptakan keseteraan perlakuan antara toko online dan offline.

    Menanggapi wacana tersebut, idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) menyatakan pihaknya akan patuh dan siap menjalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    “Kepatuhan terhadap regulasi merupakan bagian dari komitmen kami sebagai pelaku industri e-commerce dalam mendukung ekosistem yang sehat dan berkelanjutan,” tutur Sekterasi Jenderal idEA Budi Primawan usai dihubungi Tekno Liputan6.com, Kamis (26/6/2025).

    Kendati demikian, menurut Budi, mengingat belum ada aturan resmi soal penarikan pajak ini, idEA belum bisa memberikan tanggapan teknis terkait wacana ini.

    Hanya untuk sekarang, ia menuturkan, wacana ini sudah disosialisasikan secara terbatas oleh Direktor Jenderal Pajak (DJP) pada sejumlah marketplace sebagai bagian dari proses implementasi.

    Untuk itu, ia mengatakan, jika nantinya platform ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual pribadi dengan omzet tentu, implementasinya tentu akan berdampak langsung pada jutaan seller, khususnya UMKM digital.

  • Ini Kriteria Penjual di E-Commerce yang Kena Pajak – Page 3

    Ini Kriteria Penjual di E-Commerce yang Kena Pajak – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan regulasi baru yang mewajibkan platform e-commerce untuk memungut dan menyetorkan pajak dari pendapatan para penjual yang bertransaksi di platform mereka.

    Kebijakan ini disebut sebagai langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menciptakan kesetaraan perlakuan antara toko daring (online) atau e-commerce dan toko fisik (offline).

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun buka suara soal rencana pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 pedagang di niaga elektronik (e-commerce).

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli dalam keterangannya di Jakarta, Kamis menjelaskan, rencana penunjukan lokapasar (marketplace) sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi merchant di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting).

    Bila sebelumnya mekanisme pembayaran PPh dilakukan secara mandiri oleh pedagang daring (online), diubah menjadi sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh lokapasar sebagai pihak yang ditunjuk.

    “Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan,” kata Rosmauli.

    Lantas siapa saja pedagang online yang bakal dipungut pajak?

    Kriteria Pedagang

    Dia pun menegaskan yang menjadi sasaran aturan baru ini merupakan pedagang daring yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. Artinya, UMKM di platform lokapasar yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak dikenakan pungutan PPh dalam skema ini, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

     

  • Penjelasan DJP soal Pedagang di Toko Online Bakal Dipajaki

    Penjelasan DJP soal Pedagang di Toko Online Bakal Dipajaki

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan rencana untuk memungut pajak kepada penjual di e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop dan sejenisnya. Rencana itu sedang dalam tahap finalisasi aturan.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan tujuan memungut pajak kepada pedagang online untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil dengan UMKM offline.

    “Saat ini rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap finalisasi aturan oleh pemerintah. Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline,” kata Rosmauli kepada detikcom, Rabu (25/6/2025).

    Rosmauli menekankan bahwa tidak ada pajak baru yang dibebankan dan pedagang kecil tetap dikecualikan. Penjelasan lebih lengkap akan disampaikan jika aturan sudah terbit.

    “Tidak ada pajak baru yang dibebankan dan pedagang kecil (UMKM) tetap akan dilindungi. Begitu aturannya resmi diterbitkan, kami akan sampaikan secara terbuka dan lengkap kepada publik,” ucap Rosmauli.

    Sebelumnya diberitakan, pemerintah akan mewajibkan platform e-commerce memungut pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjual. Kriteria pedagang yang dikenakan pajak adalah mereka yang memiliki omzet antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun.

    “Dapat diumumkan paling cepat bulan depan,” tulis Reuters berdasarkan sumber.

    Dorong Penerimaan Negara

    Berdasarkan sumber Reuters, rencana itu akan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan negara. Data Kementerian Keuangan menunjukkan pendapatan negara sampai Mei 2025 turun 11,4% (yoy) atau terkumpul Rp 995,3 triliun.

    Sementara itu, industri e-commerce Indonesia sedang berkembang pesat dengan estimasi nilai barang dagangan tahun lalu sebesar US$ 65 miliar dan diharapkan tumbuh menjadi US$ 150 miliar pada 2030, menurut laporan Google, Temasek dan konsultan Bain & Co.

    Perubahan tersebut akan mempengaruhi operator e-commerce seperti TikTok Shop, Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli dan Bukalapak. Kebanyakan dari mereka menentang aturan tersebut dengan alasan dapat meningkatkan biaya administrasi dan menjauhkan penjual dari pasar online.

    Indonesia sendiri pernah memperkenalkan peraturan serupa pada akhir 2018 yang mengharuskan semua operator pasar membagikan data penjual dan membuat mereka membayar pajak atas pendapatan penjualan. Aturan itu dicabut tiga bulan kemudian karena reaksi keras dari industri.

    (aid/ara)

  • Siap-siap! Pedagang di Shopee-Tokopedia Bakal Kena Pajak

    Siap-siap! Pedagang di Shopee-Tokopedia Bakal Kena Pajak

    Jakarta

    Beredar kabar platform e-commerce bakal diwajibkan pemerintah memungut pajak dari hasil penjualan para pedagang. Pedagang yang dimaksud adalah mereka yang berjualan di berbagai marketplace seperti Tokopedia, Shopee hingga TikTok Shop.

    Meski belum ada regulasi resminya namun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah mulai mensosialisasikan rencana itu ke pihak marketplace. Regulasi baru diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara. Aturan itu diumumkan paling cepat bulan depan.

    Kabar soal marketplace diwajibkan memungut pajak penjual di e-commerce dibenarkan Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan. Namun Budi belum bisa merinci aturan teknisnya.

    “Sampai saat ini, aturan resminya memang belum diterbitkan, sehingga kami belum bisa memberikan tanggapan secara teknis. Namun, kami memahami bahwa wacana ini sudah mulai disosialisasikan secara terbatas oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada beberapa marketplace sebagai bagian dari proses persiapan implementasi,” kata Budi saat dihubungi detikcom, dikutip Rabu (25/6/2025).

    Budi menyatakan siap menjalankan aturan yang berlaku secara patuh. Menurutnya, idEA berkomitmen mendukung ekosistem bisnis yang sehat dan berkelanjutan.

    Pada kesempatan itu ia juga menyinggung soal dampak aturan baru yang bakal dirasakan jutaan penjual di e-commerce. Oleh karena itu, kata dia, penting memastikan kesiapan sistem hingga komunikasi memadai kepada para penjual.

    “Jika nantinya platform memang ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual orang pribadi dengan omzet tertentu, tentu implementasinya akan berdampak langsung pada jutaan seller, khususnya pelaku UMKM digital. Karena itu, penting bagi kami sebagai ekosistem untuk memastikan kesiapan sistem, dukungan teknis, serta komunikasi yang memadai kepada para seller,” bebernya.

    Sebagai informasi, berdasarkan laporan Reuters, platform e-commerce akan diwajibkan untuk memotong dan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan penjual yang memiliki omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.

    Budi lantas meminta kebijakan tersebut diterapkan secara hati-hati dan bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM maupun infrastrukturnya. Ia menekankan pentingnya sosialisasi secara luas kepada masyarakat.

    “Dari sisi asosiasi, idEA mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara hati-hati dan bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM, kesiapan infrastruktur baik di sisi platform maupun pemerintah, serta pentingnya sosialisasi yang luas dan komprehensif kepada masyarakat,” sebut dia.

    “Kami percaya bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan yang kolaboratif, terencana, dan inklusif agar tidak menimbulkan disrupsi pada pertumbuhan ekosistem digital nasional,” tambah Budi.

    Laporan Reuters menyebut kebijakan ini bertujuan menciptakan persaingan yang setara dengan toko fisik. Namun, aturan tersebut ditentang oleh platform e-commerce. Ada kekhawatiran akan meningkatkan biaya administrasi dan membuat penjual hengkang dari platform mereka.

    Sumber Reuters menambahkan, ada juga denda yang diusulkan untuk pelaporan yang terlambat oleh platform e-commerce. detikcom sudah berusaha menghubungi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan namun belum mendapat respons.

    Indonesia sendiri memperkenalkan peraturan serupa pada akhir 2018 yang mengharuskan semua operator pasar membagikan data penjual dan membuat mereka membayar pajak atas pendapatan penjualan. Aturan itu dicabut tiga bulan kemudian karena reaksi keras dari industri.

    (ily/rrd)

  • DJP Minta Marketplace Pungut Pajak Pedagang, Ecommerce Buka Suara

    DJP Minta Marketplace Pungut Pajak Pedagang, Ecommerce Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam sebuah laporan, terungkap pemerintah berencana meminta platform e-commerce memungut pajak pedagang online. Indonesian E-commerce Association (idEA) buka suara soal kabar rencana tersebut.

    “Sampai saat ini, aturan resminya memang belum diterbitkan, sehingga kami belum bisa memberikan tanggapan secara teknis,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Budi Primawan dalam keterangannya kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/6/2025).

    Namun, ia menambahkan sosialisasi telah dilakukan secara terbatas kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada marketplace, untuk bagian proses persiapan implementasi.

    Menurut Budi, yang paling penting adalah memastikan kesiapan ekosistem untuk melakukan hal tersebut. Mulai dari sistem, dukungan teknis dan komunikasi pada para seller.

    “Jika nantinya platform memang ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual orang pribadi dengan omzet tertentu, tentu implementasinya akan berdampak langsung pada jutaan seller, khususnya pelaku UMKM digital. Karena itu, penting bagi kami sebagai ekosistem untuk memastikan kesiapan sistem, dukungan teknis, serta komunikasi yang memadai kepada para seller,” kata Budi.

    idEA juga mendorong untuk penerapan kebijakan dilakukan secara berhati-hati dan bertahap. Dalam hal ini mempertimbangkan kesiapan beberapa pihak.

    Salah satunya adalah kesiapan pelaku UMKM. Begitu juga infrastruktur platform dan pemerintah, serta sosialisasi kepada masyarakat.

    “Kami percaya bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan yang kolaboratif, terencana, dan inklusif agar tidak menimbulkan disrupsi pada pertumbuhan ekosistem digital nasional,” ujarnya.

    Budi menambahkan pihaknya siap bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mendukung kebijakan perpajakan, transparan dan mendorong kepatuhan. Termasuk tanpa menghambat pelaku UKM.

    Dia memastikan pula pihaknya akan patuh dan siap menjalankan aturan yang berlaku. “Kepatuhan terhadap regulasi merupakan bagian dari komitmen kami sebagai pelaku industri e-commerce dalam mendukung ekosistem yang sehat dan berkelanjutan,” imbuh Budi.

    Sebelumnya, laporan Reuters menyebutkan pemerintah berencana menerapkan aturan baru terkait pajak untuk penjual. Kabarnya e-commerce akan diminta memotong pajak sebesar 0,5% untuk penjual dengan omzet Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.

    Mengutip dua sumber, Reuters menuliskan kebijakan baru itu disebut untuk meningkatkan pendapatan. Selain itu bertujuan menyamakan kedudukan dengan toko fisik.

    Kabarnya aturan itu akan diumumkan paling cepat bulan depan. Reuters juga menyebutkan platform e-commerce menentang aturan itu karena meningkatkan biaya administrasi untuk penjual.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Toko Online Bakal Kena Pajak, Jutaan Pedagang Kena Dampak

    Toko Online Bakal Kena Pajak, Jutaan Pedagang Kena Dampak

    Jakarta

    Beredar kabar pemerintah bakal mewajibkan platform e-commerce seperti Tokopedia hingga Shopee memungut pajak dari hasil penjualan. Regulasi resmi belum diterbitkan namun sudah mulai disosialisasikan secara terbatas oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ke marketplace.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan mengatakan, aturan tersebut bakal berdampak pada jutaan penjual di e-commerce. Oleh karena itu, kata dia, penting untuk memastikan kesiapan sistem hingga komunikasi memadai kepada para penjual.

    “Jika nantinya platform memang ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual orang pribadi dengan omzet tertentu, tentu implementasinya akan berdampak langsung pada jutaan seller, khususnya pelaku UMKM digital. Karena itu, penting bagi kami sebagai ekosistem untuk memastikan kesiapan sistem, dukungan teknis, serta komunikasi yang memadai kepada para seller,” katanya saat dihubungi detikcom, Rabu (25/6/2025).

    Sebagai informasi, berdasarkan laporan Reuters, platform e-commerce akan diwajibkan untuk memotong dan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan penjual yang memiliki omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.

    Budi lantas meminta kebijakan tersebut diterapkan secara hati-hati dan bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM maupun infrastrukturnya. Ia menekankan pentingnya sosialisasi secara luas kepada masyarakat.

    “Dari sisi asosiasi, idEA mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara hati-hati dan bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM, kesiapan infrastruktur baik di sisi platform maupun pemerintah, serta pentingnya sosialisasi yang luas dan komprehensif kepada masyarakat,” sebut dia.

    “Kami percaya bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan yang kolaboratif, terencana, dan inklusif agar tidak menimbulkan disrupsi pada pertumbuhan ekosistem digital nasional,” tambah Budi.

    Laporan Reuters menyebut kebijakan ini bertujuan menciptakan persaingan yang setara dengan toko fisik. Namun, aturan tersebut ditentang oleh platform e-commerce. Ada kekhawatiran akan meningkatkan biaya administrasi dan membuat penjual hengkang dari platform mereka.

    (ily/rrd)

  • Gerak Cepat, Menko Zulhas Tinjau Operasional Kopdes Merah Putih di Kabupaten Bandung – Page 3

    Gerak Cepat, Menko Zulhas Tinjau Operasional Kopdes Merah Putih di Kabupaten Bandung – Page 3

    Tak hanya menyediakan sembako saja, Kopdes Merah Putih Ceria Sembako juga memiliki layanan pengiriman seperti surat, dokumen, barang, paket, hingga belanja online marketplace. Beragam layanan tersebut diharapkan bisa mendorong roda ekonomi di daerah.

    Selain itu, Zulhas mengatakan jika kebutuhan distribusi barang membludak, maka Kopdes Merah Putih bisa memanfaatkan dana pinjaman untuk membeli kendaraan untuk distribusi.

    “Truk kaya gini beli. Kalau 1 kurang, 2 belinya,” tutup Zulhas kepada pengurus Kopdes Merah Putih Cileunyi Wetan.

  • APJII: Transformasi Digital Nasional bukan Cuma Perluas Jaringan, Perkuat Pusat Interkoneksi Lebih Penting! – Page 3

    APJII: Transformasi Digital Nasional bukan Cuma Perluas Jaringan, Perkuat Pusat Interkoneksi Lebih Penting! – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, menilai transformasi digital nasional tidak cukup hanya dengan memperluas jaringan, yang lebih penting adalah memperkuat pusat-pusat gravitasi interkoneksi.

    Guna mendorong transformasi digital nasional, APJII meluncurkan Program APJII DC dengan menggandeng lima mitra strategis untuk menyediakan layanan kolokasi yang terintegrasi dan berkelanjutan bagi lebih dari 1.300 anggota APJII.

    Lima mitra tersebut antara lain PT Interlink Technology, PT Inti Pusat Data Nusantara, PT Mahavira System Integra (JLM Group), PT Omni Data Center Indonesia, dan Digital Realty Bersama.

    “Program APJII DC adalah langkah konkret kami untuk memastikan bahwa pertumbuhan data tidak hanya cepat, tetapi juga terkonsolidasi secara efisien dalam negeri,” ujar Arif melalui keterangan resminya, Kamis (19/6/2025).

    Ia menyebut Indonesia harus punya arsitektur internet yang berdaulat, efisien, dan terbuka.

    Program ini diperkuat oleh platform digital APJII DC Portal untuk mempermudah anggota APJII memilih paket kolokasi, memantau ketersediaan rak, dan melakukan pembayaran secara daring.

    Ketua Bidang IIX dan Data Center APJII, Adhi Lesmana, menjelaskan bahwa portal tersebut sudah dapat diakses.

    “Kami merancang marketplace terpadu agar anggota cukup ‘klik’ lokasi, spesifikasi, dan skema pembayaran, baik bulanan, kuartalan, hingga tahunan, tanpa proses rumit,” ucapnya memaparkan.

     

  • Sinergi dengan marketplace perluas peluang pasar IKM

    Sinergi dengan marketplace perluas peluang pasar IKM

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan sinergi antara pemerintah, lokapasar (marketplace), produsen, dan penjual dapat memperluas peluang pasar bagi industri kecil dan menengah (IKM).

    “Kuncinya adalah kolaborasi. Pemerintah miliki peran di regulasi, lalu jika marketplace dan pelaku usaha bisa bersama membangun sinergi, saya kira pasar mana pun bisa kita tembus,” kata Wamenperin Faisol dalam acara “Tokopedia dan TikTok Shop bersama Kemenperin Angkat Lokal Cepat Terkenal (KALCER)” di Jakarta, Kamis.

    Lebih lanjut, Faisol menilai kualitas produk IKM Indonesia tidak kalah untuk bersaing dengan produk-produk luar. Namun, jika pelaku usaha tidak diberikan dukungan oleh pihak-pihak terkait, maka peluang pasar tidak akan terbuka.

    “Ini yang menurut pemerintah bahwa kalau hanya menggantungkan pengusaha berjuang sendirian untuk mendapatkan pasar dan lakukan ekspor, mencari akses pembiayaan sendiri, sulit kita harapkan IKM akan tumbuh besar,” ujar Wamenperin.

    Selain itu, Faisol mengatakan pemerintah Indonesia juga telah melakukan sejumlah perjanjian dagang dengan beberapa negara seperti Uni Eropa hingga Tunisia.

    Ia berharap, dengan pemanfaatan teknologi digital oleh pelaku usaha atau industri kecil dan menengah, serta kerja sama strategis pemerintah dengan beberapa negara, semakin memberikan kesempatan untuk memasarkan produk dan usahanya naik kelas.

    “Kalau ini bisa ditandatangani, pasar ekspor akan terbuka, dan melengkapi apa yang sudah dilakukan oleh marketplace seperti Tokopedia dan TikTok Shop untuk IKM,” ujar Faisol.

    Selain itu, Wamenperin juga mengatakan dengan semakin mudahnya pelaku IKM mendapatkan akses pasar dan promosi, diharapkan kesadaran masyarakat untuk belanja produk lokal semakin meningkat pula.

    “Ini agar konsumen memiliki kesadaran, karena seringkali ada anggapan produk lokal kalah kualitas dan harganya lebih mahal (dari produk luar negeri),” kata Faisol.

    “Tapi, hari ini kita sama-sama meyakinkan masyarakat, menjamin bahwa kualitas bagus, harga bersaing, dan membangun semangat untuk beli produk lokal agar kesadaran produk dalam negeri bisa menyebar ke seluruh masyarakat dan membantu saudara-saudara kita,” imbuhnya.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.