Topik: marketplace

  • Jutaan Seller Shopee, Tokopedia Cs Mau Dipajaki, Ini Respons Asosiasi e-Commerce

    Jutaan Seller Shopee, Tokopedia Cs Mau Dipajaki, Ini Respons Asosiasi e-Commerce

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menanggapi terkait rencana pemerintah yang akan mewajibkan perusahaan e-commerce seperti Shopee hingga Tokopedia untuk memungut pajak penjualan para pedagang (seller) di platform tersebut.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan mengatakan, kebijakan ini perlu diterapkan secara hati-hati dan bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan para pelaku UMKM, serta kesiapan infrastruktur, baik di sisi platform maupun pemerintah.

    “Jika nantinya platform memang ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual orang pribadi dengan omzet tertentu, tentu implementasinya akan berdampak langsung pada jutaan seller, khususnya pelaku UMKM digital,” ujar Budi kepada Bisnis, Jumat (27/6/2025).

    Adapun, platform e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia akan ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan di platform mereka. 

    Ketentuan ini akan berlaku bagi penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, yang dikenakan tarif pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan. Tujuannya adalah menyederhanakan proses pemungutan pajak sekaligus meningkatkan penerimaan negara di tengah tekanan fiskal yang memburuk.

    “Sampai saat ini, aturan resminya memang belum diterbitkan, sehingga kami belum bisa memberikan tanggapan secara teknis. Namun, kami memahami bahwa wacana ini sudah mulai disosialisasikan secara terbatas oleh Direktorat Jenderal Pajak [DJP] kepada beberapa marketplace sebagai bagian dari proses persiapan implementasi,” katanya.

    Selain itu, Budi mengatakan pentingnya sosialisasi yang luas dan komprehensif kepada masyarakat. Dia menyebut bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan yang kolaboratif, terencana, dan inklusif agar tidak menimbulkan disrupsi pada pertumbuhan ekosistem digital nasional.

    Alhasil, Asosiasi e-Commerce sebagai ekosistem berkomitmen untuk memastikan kesiapan sistem, dukungan teknis, serta komunikasi yang memadai kepada para seller.

    “Apapun kebijakan dari pemerintah, kami tentu akan patuh dan siap menjalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepatuhan terhadap regulasi merupakan bagian dari komitmen kami sebagai pelaku industri e-commerce dalam mendukung ekosistem yang sehat dan berkelanjutan,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mewajibkan perusahaan e-commerce seperti Shopee hingga Tokopedia untuk memungut pajak penjualan para pedagang di platform tersebut.

    Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyebut kebijakan ini didasari tugas pemerintah untuk menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku UMKM yang berjualan secara daring dan UMKM yang berjualan secara luring.

    “Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap pembahasan,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, dikutip Kamis (26/6/2025).

    Hanya saja, Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani belum memastikan kapan aturan baru tersebut akan berlaku. Rosmauli meminta setiap pihak bersabar karena pemerintah akan memberikan penjelasan lebih lanjut usai aturan resminya terbit.

  • Tokopedia Buka Suara Soal Pemerintah Pungut Pajak Penjual E-commerce

    Tokopedia Buka Suara Soal Pemerintah Pungut Pajak Penjual E-commerce

    Bisnis.com, JAKARTA — Tokopedia dan Tiktok Shop menanggapi rencana pemerintah yang akan mewajibkan perusahaan e-commerce untuk memungut pajak penjualan para pedagang di platform tersebut.

    Manajemen perusahaan Tokopedia dan Tiktok Shop mengaku sebagai bagian dari ekosistem digital, pihaknya akan mendukung upaya pemerintah atas upaya pengembangan perpajakan yang berkeadilan dan transparan bagi seluruh pihak (stakeholder). 

    “Jika regulasi ini disahkan, kami berharap implementasinya mempertimbangkan kebutuhan akan waktu persiapan yang memadai di berbagai aspek, ” kata Juru Bicara Tokopedia dan Tiktok Shop kepada Bisnis, Jumat (27/6/2025). 

    Dalam hal ini, pihaknya meminta agar penerapan aturan pelaksana dilakukan dengan persiapan yang matang dari berbagai aspek, termasuk kesiapan teknis platform dan kapasitas para penjual—terutama pelaku UMKM—untuk dapat mematuhi ketentuan tersebut.

    Di sisi lain, untuk menerapkan kebijakan tersebut, maka diperlukan edukasi ke berbagai pedagang di platform e-commerce untuk menjaga ekosistem. 

    “Kami juga mendorong upaya edukasi dan sosialisasi yang luas agar seluruh pihak memahami persyaratan yang berlaku,” tuturnya. 

    Edukasi dan sosialisasi juga menjadi penting untuk mendukung pertumbuhan UMKM, serta berkontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia.

    “Kami terus menjalin kerja sama erat dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan kesiapan teknis, serta memfasilitasi edukasi dan komunikasi kepada jutaan penjual di platform kami,” jelasnya. 

    Sebagai informasi, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyebut kebijakan ini didasari tugas pemerintah untuk menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku UMKM yang berjualan secara daring dan UMKM yang berjualan secara luring.

    “Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap pembahasan,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, beberapa waktu lalu. 

    Hanya saja, Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani belum memastikan kapan aturan baru tersebut akan berlaku. Rosmauli meminta setiap pihak bersabar karena pemerintah akan memberikan penjelasan lebih lanjut usai aturan resminya terbit.

    “Kapan berlakunya nanti akan diatur oleh ketentuan tersebut,” ucapnya.

  • Eks Stafsus Sri Mulyani Bicara soal Pajak Pedagang di Toko Online

    Eks Stafsus Sri Mulyani Bicara soal Pajak Pedagang di Toko Online

    Jakarta

    Wacana pemerintah untuk menerapkan kebijakan pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 terhadap para pedagang online di e-commerce tengah mendapat sorotan dari masyarakat. Pengamat Perpajakan yang juga merupakan Eks Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut memberikan respons tentang hal ini.

    Prastowo memberikan sejumlah penjelasan untuk memahami kebijakan baru tersebut atau yang ia sebut dengan istilah ‘pajak merchant’. Setidaknya ada tiga poin penjelasan yang ia jabarkan untuk menggambarkan pajak tersebut.

    Pertama, pedagang atau merchant dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta setahun tetap tidak membayar pajak. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Kedua, merchant dengan omzet di atas Rp 500 juta s.d Rp 4,8 miliar setahun, selama ini dikenai pajak hanya 0,5% dari omzet. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

    Lalu yang ketiga, untuk merchant dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar, maka Marketplace akan memungut PPh 0,5% dari transaksi. Jumlah ini boleh dikurangkan dari kewajiban pajak akhir tahun.

    “Ini yang akan diatur. Adil kan? Yang mikro dilindungi. Yang kecil dibantu dengan tarif rendah. Yang menengah difasilitasi dengan pemungutan yang lebih mudah dan tarif rendah,” ujar Prastowo, dikutip dari unggahan pada akun media sosial X @prastow, Jumat (27/6/2025).

    Pria yang kini menjadi Stafsus Gubernur DKI Jakarta ini juga menekankan, esensi pajak itu sendiri ialah nilai gotong royong. Ia juga mengakui bahwa pajak memang beban, namun dengan cara tersebutlah hidup bersama menjadi mungkin berjalan.

    Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sudah melakukan sosialisasi terbatas menyangkut rencana mewajibkan e-commerce seperti Tokopedia hingga Shopee memungut pajak kepada pedagang di platform mereka.

    DJP diketahui sedang mempersiapkan aturan yang menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan rencana ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.

    “Rencana ketentuan ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk,” jelas Rosmauli dalam keterangan tertulis.

    (shc/rrd)

  • Apindo dukung rencana pengutan pajak terhadap pedagang e-commerce

    Apindo dukung rencana pengutan pajak terhadap pedagang e-commerce

    Arsip tangkapan layar – Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita. (ANTARA/Ade Irma Junida)

    Apindo dukung rencana pengutan pajak terhadap pedagang e-commerce
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 27 Juni 2025 – 14:15 WIB

    Elshinta.com – Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mendukung rencana pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 pedagang di niaga elektronik (e-commerce). Menurutnya, kebijakan tersebut bukan penerapan baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis.

    “Kami sebagai pelaku usaha mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan PPh final 0,5 persen bagi pelaku usaha online,” kata Suryadi dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Jumat.

    Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan PPh final 0,5 persen yang diatur dalam Pemerintah Nomor 55 tahun 2022, atau dikenal sebagai PPh final UMKM. Untuk rencana kebijakan mendatang, pungutan pajak bagi pedagang daring dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan pembayaran yang sederhana, yaitu dipungut oleh lokapasar (marketplace).

    Di era digitalisasi dan implementasi sistem inti perpajakan (Coretax), lanjut dia, transparansi data akan makin meningkat dan pemerintah memiliki akses terhadap informasi pelaku usaha yang belum sepenuhnya patuh. Dia pun mengingatkan pelaku usaha daring yang peredaran bruto usahanya di bawah Rp500 juta per tahun untuk tidak khawatir, karena tidak akan dikenakan PPh final ini.

    “Oleh karena itu, kami mengajak para pelaku usaha online untuk mendukung penuh kebijakan ini. Mari kita bersama menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan. Kepatuhan bersama akan memperkuat fondasi ekonomi nasional yang inklusif menuju Indonesia Emas 2045,” tuturnya.

    Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan rencana penunjukan lokapasar (marketplace) sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi merchant di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting).

    Bila sebelumnya mekanisme pembayaran PPh dilakukan secara mandiri oleh pedagang daring (online), diubah menjadi sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh lokapasar sebagai pihak yang ditunjuk.

    “Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli.

    Sumber : Antara

  • Kasus "Home Industry" Senpi Rakitan di Lampung, Amunisi Dijual di "Marketplace", Kode Mur dan Baut
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 Juni 2025

    Kasus "Home Industry" Senpi Rakitan di Lampung, Amunisi Dijual di "Marketplace", Kode Mur dan Baut Regional 27 Juni 2025

    Kasus “Home Industry” Senpi Rakitan di Lampung, Amunisi Dijual di “Marketplace”, Kode Mur dan Baut
    Tim Redaksi
    LAMPUNG, KOMPAS.com –
    Sebanyak 8.000 butir peluru yang disita aparat
    Polda Lampung
    di Purbalingga dijual secara daring di marketplace.
    Ribuan peluru ini terungkap dalam rangkaian kasus pembuatan senjata api (senpi) rakitan di Lampung dengan tiga orang tersangka, RK, A, dan ABT.
    Kasubdit III Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung, Komisaris Polisi (Kompol) Zaldi Kurniawan, mengatakan ribuan peluru itu ditemukan saat pihaknya menangkap tersangka ABT di Purbalingga, Jawa Tengah.
    “Amunisi berbagai ukuran kaliber. Ada amunisi buatan Pindad juga yang kita sita,” kata Zaldi saat dihubungi, Jumat (27/6/2025).
    Dari hasil penyidikan, ribuan peluru tajam itu ternyata dijual oleh tersangka ABT secara daring di marketplace dengan nama toko “murbaut2006” dan “Taliroso Shop”.
    Dua toko yang dimiliki tersangka ABT itu menyamarkan peluru yang dijualnya dengan menjual mur dan baut.
    Modusnya yaitu menampilkan gambar mur, baut, atau kunci pas, namun dengan mencantumkan ukuran kaliber di belakang nama produk.
    “Jadi disamarkan dengan foto mur atau baut dan kunci, seperti menjual produk umum, tetapi di belakang nama produk ada kode kaliber peluru untuk menghindari pengawasan dari pihak e-commerce,” katanya.
    Setelah pembeli memesan, tersangka ABT mengirimkan produk menggunakan jasa kargo hingga ke tempat pembeli.
    Diketahui, temuan aparat kepolisian dalam rangkaian pengungkapan industri rumahan senjata api (senpi) rakitan juga membongkar bisnis jual-beli amunisi secara bebas.
    Kapolda Lampung Inspektur Jenderal (Irjen) Helmy Santika mengatakan, dari rangkaian pengungkapan kasus, pihaknya menyita lebih dari 8.000 butir amunisi peluru tajam dan hampa.
    “Total amunisi yang disita lebih dari 8.000 butir dengan berbagai macam ukuran kaliber,” katanya di Mapolda Lampung, Kamis (26/6/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Top 3 Tekno: Penjual Online bakal Dipungut Pajak oleh Pemerintah Jadi Sorotan – Page 3

    Top 3 Tekno: Penjual Online bakal Dipungut Pajak oleh Pemerintah Jadi Sorotan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah berencana akan menarik pajak dari penjual online yang berdagang di platform e-commerce. Berita ini menjadi sorotan para pembaca di kanal Tekno Liputan6.com, Kamis (26/6/2025) kemarin.

    Informasi lain yang juga populer datang dari Jess No Limit yang telah menorehkan prestasi gemilang di kancah global. YouTuber asal Indonesia ini resmi dianugerahi dua penghargaan dari Guinness World Records (GWR).

    Lebih lengkapnya, simak tiga berita terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com berikut ini.

    1. Respons idEA soal Penjual Online yang bakal Dipungut Pajak oleh Pemerintah

    Pemerintah dilaporkan akan menarik pajak dari penjual online yang berdagang di platform e-commerce. Kebijakan ini disebut bisa meningkatkan penerimaan negara serta menciptakan keseteraan perlakuan antara toko online dan offline.

    Menanggapi wacana tersebut, idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) menyatakan pihaknya akan patuh dan siap menjalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    “Kepatuhan terhadap regulasi merupakan bagian dari komitmen kami sebagai pelaku industri e-commerce dalam mendukung ekosistem yang sehat dan berkelanjutan,” tutur Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan usai dihubungi Tekno Liputan6.com, Kamis (26/6/2025).

    Kendati demikian, menurut Budi, mengingat belum ada aturan resmi soal penarikan pajak ini, idEA belum bisa memberikan tanggapan teknis terkait wacana ini.

    Hanya untuk sekarang, ia menuturkan, wacana ini sudah disosialisasikan secara terbatas oleh Direktor Jenderal Pajak (DJP) pada sejumlah marketplace sebagai bagian dari proses implementasi.

    Untuk itu, ia mengatakan, jika nantinya platform ditunjuk sebagai pemotong pajak untuk penjual pribadi dengan omzet tentu, implementasinya tentu akan berdampak langsung pada jutaan seller, khususnya UMKM digital.

    Baca selengkapnya di sini 

     

  • Asosiasi Pengusaha Dukung Pengenaan PPh 0,5% untuk Penjual Online, Ini Alasannya

    Asosiasi Pengusaha Dukung Pengenaan PPh 0,5% untuk Penjual Online, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia mendukung rencana pemerintah menerapkan Pajak Penghasilan final (PPh) final 0,5% bagi pelaku usaha online. Langkah ini dinilai dapat menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan.

    Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Suryadi Sasmita menyampaikan, penerapan PPh final UMKM melalui skema Peraturan Pemerintah (PP) No.55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan bukanlah hal baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis digital.

    “Ini penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis digital dengan tarif yang ringan sebesar 0,5% dari peredaran bruto dan mekanisme pelaksanaan pembayaran yang sederhana, yaitu dipungut oleh marketplace,” ujarnya dalam keterangan, dikutip Jumat (27/6/2025).

    Di era digitalisasi dan implementasi sistem inti perpajakan atau Coretax, transparansi data akan semakin meningkat dan pemerintah niscaya memiliki akses terhadap informasi pelaku usaha yang belum sepenuhnya patuh.

    Kepada pelaku usaha online dengan peredaran usaha bruto usaha di bawah Rp500 juta per tahun, Suryadi meminta tidak khawatir. Pasalnya, pelaku usaha kategori ini tidak akan dikenakan PPh final UMKM.

    “Bagi pelaku usaha online yang peredaran bruto usahanya di bawah Rp500 juta per tahun tidak perlu khawatir, karena tidak akan dikenakan PPh final ini,” katanya. 

    Untuk itu, dia mengajak pelaku usaha online untuk mendukung kebijakan ini. Menurutnya, kebijakan ini dapat menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan.

    “Mari kita  bersama menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan,” ucapnya. 

    Dalam catatan Bisnis, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyampaikan bahwa peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah.

    “Ketentuan masih dalam tahap finalisasi,” tuturnya. 

    Pada dasarnya, ketentuan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.  

    Secara prinsip, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online.

    Kebijakan ini pun tidak mengubah prinsip dasar tersebut, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan langkah tersebut, proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.

  • Pengamat: Potensi Pajak dari Pedagang Online di E-Commerce sekitar Rp5,6 Triliun

    Pengamat: Potensi Pajak dari Pedagang Online di E-Commerce sekitar Rp5,6 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pajak mengestimasikan adanya potensi tambahan penerimaan senilai Rp5,6 triliun dari penunjukan marketplace atau toko online untuk memungut pajak penghasilan dari pedagang yang berjualan di tokonya.

    Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman mengungkapkan meski belum diketahui secara pasti terkait tarif yang akan dikenakan bagi para pedagang, hanya disebutkan dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, dirinya mengusulkan paling tidak tarif di rentang 0,5% hingga 2% saja. 

    Menurut perhitungannya, dengan nilai transaksi perdagangan melalui Shopee dan Tokopedia 2024 sekitar Rp563 triliun dan jika tarifnya 1% saja, maka potensi penerimaan pajaknya sekitar Rp5,6 triliun.

    “Dengan demikian, pengenaan PPh khusus untuk e-commerce melalui marketplace akan efektif menambah penerimaan negara,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (26/6/2025). 

    Jumlah Rp5,6 triliun tersebut setidaknya setara dengan belanja bantuan sosial (bansos) yang pemerintah lakukan pada Mei 2025 senilai Rp5,3 triliun, bahkan lebih tinggi dari realisasi penyaluran Makan Bergizi Gratis sepanjang tahun ini hingga 12 Juni 2025 senilai Rp4,4 triliun. 

    Raden melihat bukan hanya mendapat tambahan kas negara, tetapi dari bukti potong yang diterbitkan oleh marketplace, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dapat memantau pedagang mana yang memilik omzet di atas Rp4,8 miliar dan wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    “Pengenaan pungutan PPh ini akan menjadi Wajib Pajak baru dan potensi pajak baru,” lanjutnya. 

    Pasalnya, berdasarkan pengalaman mantan pegawai pajak tersebut, banyak pedagang menengah ke bawah yang memiliki omzet penjualan besar, bahkan di atas batasan omzet UMKM, tetapi tidak lapor pajak.

    Di mana para pelaku usaha melaporkan omzetnya di bawah Rp4,8 miliar setahun, karena kalau diatas itu otomatis menjadi wajib setor PPN sebesar 11%. Jika menambah kewajiban setor PPN 11%, maka harga jual akan terkerak naik dan menjadi mahal. 

    “Mereka kemudian menghindari kewajiban bayar PPN dengan cara lapor di bawah Rp4,8 miliar. Bahkan masih banyak yang belum lapor sebenarnya,” ujarnya. 

    Raden secara umum mendukung rencana pemerintah tersebut karena dari proses pemotongan tersebut, sebenarnya Ditjen Pajak dapat memberikan kewajiban kepada Shopee, Tokopedia, dan marketplace lainnya untuk memungut PPh atas penjualan yang dilakukan di aplikasi. 

    Nantinya, PPh ini dapat dikreditkan oleh pedagang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kemudian pedagang tinggal memberikan NPWP yang terdaftar atau NIK ke marketplace. NPWP dan NIK akan menjadi dasar identitas Wajib Pajak yang dipungut PPh oleh marketplace.

    Untuk diketahui, pemerintah berencan menunjuk marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). 

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyampaikan bahwa tujuan utama ketentuan ini adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. 

    Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru. 

    “Saat ini, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (26/6/2025). 

  • UMKM Terancam ‘Kabur’ dari Shopee Cs Imbas Rencana Pemungutan Pajak

    UMKM Terancam ‘Kabur’ dari Shopee Cs Imbas Rencana Pemungutan Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho melihat adanya potensi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) beralih ke platform lain, menyusul adanya rencana pemerintah melibatkan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia sebagai pemungut pajak dari penjual di platform tersebut.

    Wisnu menyampaikan, rencana ini kemungkinan akan mendorong pelaku UMKM kembali ke jalur penjualan informal seperti media sosial. Mengingat hingga saat ini platform media sosial relatif bebas dari regulasi dan pemungutan pajak.

    “Iya, ada potensi UMKM memilih kembali ke jalur penjualan informal seperti media sosial,” kata Wisnu kepada Bisnis, Kamis (26/6/2025).

    Selain itu, Wisnu melihat kebijakan ini dapat menjadi hambatan awal bagi UMKM yang baru merintis usaha, utamanya yang belum memiliki sistem pencatatan atau model bisnis yang stabil.

    “Apalagi, konsumen kita sangat sensitif terhadap harga. Beban kepatuhan tambahan di tahap awal bisa memengaruhi insentif untuk bertahan di ekosistem digital formal,” tuturnya.

    Menurut Wisnu, kondisi ini dapat menciptakan insentif negatif terhadap formalitas dan transparansi. Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk merancang kebijakan yang tidak hanya adil dari sisi fiskal, tapi juga memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk tetap berada di ekosistem formal.

    Misalnya, kata dia, dalam bentuk akses pembiayaan, pelatihan, atau visibilitas pasar yang lebih luas. Dia mencontohkan, banyak UMKM di Amerika Serikat (AS) yang tertib lapor pajak dan melakukan pelaporan administrasi secara formal lantaran ada insentif yang diberikan oleh pemerintah seperti insentif upah dan insentif Covid selama pandemi.

    Di sisi lain, dia memandang sebagian besar UMKM masih menghadapi tantangan dalam hal literasi pajak dan sistem pencatatan keuangan yang memadai.

    Merujuk riset yang ada, Wisnu menyebut bahwa, masih banyak UMKM belum memiliki pembukuan rapi atau memahami klasifikasi pajak yang berlaku.

    Jika kebijakan ini diharapkan dapat efektif dan inklusif, pemerintah perlu mendampingi dengan program edukasi dan digitalisasi pembukuan yang terjangkau, bukan hanya sekadar regulasi semata. 

    “Account representative DJP juga harus berperan aktif menjemput bola dan tidak bisa melakukan business as usual,” pungkasnya. 

  • Mafia Kelas Kakap Ditangkap, Ternyata Bocah 20 Tahun

    Mafia Kelas Kakap Ditangkap, Ternyata Bocah 20 Tahun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Empat orang ditangkap terkait kejahatan raksasa marketplace gelap ‘BreachForums’. Semua pelaku kejahatan yang dilaporkan berusia sekitar 20 tahun.

    Sebagai informasi, BreachForums merupakan salah satu forum diskusi kejahatan siber yang paling dikenal di dunia. Pada 2022, forum berubah menjadi tempat mengiklankan hasil data curian dan perekrutan kelompok kriminal.

    Tak jarang, marketplace gelap ini menjual tool-tool peretasan yang dipakai untuk membobol target, bahkan menyebabkan kerugian uang dalam jumlah besar. Bisa dibilang, marketplace ini adalah tempat para maling siber bertukar informasi dan bertransaksi.

    BreachForums baru ditutup pada Mei 2024. Pusat Pengaduan Kejahatan Internet (IC3) FBI menyebut ShinyHunters, identitas alias salah satu pelaku, pernah mengelola situs dari Juni hingga ditutup.

    Penangkapan dilakukan oleh brigade kejahatan dunia maya (BL2C) kepolisian Paris di Hauts-de-Seine hingga Seine-Maritime di pantai utara. Selain itu, penangkapan juga terjadi di pulau Reunion, lokasinya di antara Madagaskar dan Mauritius.

    Semua orang ditangkap memiliki identitas alias seperti Hollow, Noct, Depressed, dan ShinyHunters. Khusus untuk nama terakhir, sosok itu juga terkait dengan serangan pada Snowflake, Ticketmaster dan AT&T.

    Meski terlihat seperti individu, analis keamanan siber mengatakan ShinyHunter adalah kelompok mafia penjahat. Salah satu anggotanya, Sebastien Raoult, adalah seorang warga negara Perancis pernah ditangkap di AS sebelumnya, dikutip dari The Register, Kamis (27/6/2025).

    Semua tersangka dituduh berperan dalam serangan kelompok pada perusahaan pengecer Boulanger, departemen pemerintah France Travail, dan federasi sepak bola Perancis.

    Sebelumnya pada Februari lalu, pijak penegak hukum juga menangkap IntelBroker. Selain itu penangkapan lain juga dilakukan warga AS bernama Conor Brian Fitzpatrick atau yang dikenal sebagai Pompompurin dan merupakan mantan admin BreachForums.

    Pompompurin ditangkap Maret 2023 dan dihukum 20 tahun dengan pembebasan bersyarat pada Januari 2024. Dia belum menjalani dua tahun tahanan rumah, namun telah mendapatkan akses untuk kembali ke internet.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]