Topik: marketplace

  • Jualan Online Makin Cuan? Selamat, Kini Kena Pajak 0,5%

    Jualan Online Makin Cuan? Selamat, Kini Kena Pajak 0,5%

    Mulai tahun ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak menerapkan mekanisme baru untuk pemungutan pajak bagi pedagang online.

    Menurut DJP, pajak yang dikenakan adalah 0,5% dari omzet, dan kini akan dipotong langsung oleh platform digital seperti marketplace dan e-commerce, seperti Shopee, Tokopedia, hingga TikTok Shop

    Simak berita video lainnya di sini yaa.

  • Dirjen Pajak: Aturan baru pajak di e-commerce tak naikkan harga barang

    Dirjen Pajak: Aturan baru pajak di e-commerce tak naikkan harga barang

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memastikan aturan baru pemungutan pajak penghasilan (PPh) 22 dari pedagang daring (online) oleh niaga elektronik (e-commerce) tak berdampak terhadap kenaikan harga barang.

    “Ini bukan pajak baru, tidak akan menaikkan harga,” kata Bimo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dia menjelaskan pedagang daring di niaga elektronik biasanya sudah menghitung kewajiban pajak mereka saat menetapkan harga barang.

    Terkait aturan baru pun, kata dia, perubahan terletak pada mekanisme pemungutan dan pelaporan pajak.

    Bila sebelumnya pedagang perlu menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak mereka sendiri, kini tugas tersebut dialihkan ke platform niaga elektronik.

    “Supaya lebih bisa untuk rekonsiliasi, untuk level of playing field (keadilan berusaha) antara yang di e-commerce dan non e-commerce jadi sama,” jelasnya.

    Dia berharap tidak ada simpang siur terkait potensi kenaikan harga akibat aturan baru.

    Kebijakan itu, menurut Bimo, telah disusun dengan sangat adil sesuai dengan yang selama ini telah terimplementasi.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi meneken PMK 37/2025 pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025 untuk menunjuk lokapasar (marketplace) sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) untuk memungut pajak dari pedagang daring.

    Besaran PPh 22 yang dipungut yaitu sebesar 0,5 persen dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam setahun. Pungutan itu di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Adapun pedagang yang menjadi sasaran kebijakan ini adalah yang memiliki omzet di atas Rp500 juta, dibuktikan dengan surat pernyataan baru yang disampaikan ke lokapasar tertunjuk.

    Sedangkan pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta terbebas dari pungutan ini. Pengecualian juga berlaku untuk sejumlah transaksi lain, seperti layanan ekspedisi dan transportasi daring (ojek online atau ojol), penjual pulsa, hingga perdagangan emas.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tak Ada Skrining, Tukang Tipu Bisa Ngiklan

    Tak Ada Skrining, Tukang Tipu Bisa Ngiklan

    Bisnis.com, JAKARTA— Anggota Komisi I DPR RI, Nico Siahaan, mempertanyakan lemahnya pengawasan terhadap konten iklan di platform digital seperti Instagram. 

    Hal ini disampaikan Nico dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital seperti Google, YouTube, Meta (Induk dari Instagram dan Facebook), dan TikTok di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/7/2025) 

    Dalam forum tersebut, Nico secara terang menyuarakan kekhawatirannya terhadap iklan-iklan yang tidak melalui proses kurasi atau penyaringan yang memadai.

    “Saya jadi korban iklan Instagram, pemasangan iklan itu enggak ada skrinning, tukang tipu bisa ngiklan. Jadi mana tanggung jawabnya [platform]? Jadi kami harus melakukan seleksi sendiri,” kata Nico. 

    Nico menilai tidak adil apabila platform digital meminta agar tidak disamakan aturannya dengan televisi konvensional, sementara di sisi lain mereka tidak menjalankan tanggung jawabnya secara optimal. 

    Dia menyoroti lemahnya pengawasan terhadap iklan, yang bahkan membuka celah bagi penipuan. Menurutnya, seharusnya platform digital juga menerapkan pengawasan yang lebih ketat agar tidak merugikan konsumen.

    Politisi dari PDI Perjuangan tersebut menyebut minimnya moderasi terhadap iklan di media sosial membuat perlindungan konsumen menjadi lemah. Dia membandingkan dengan praktik kurasi yang diterapkan marketplace yang dinilai lebih bertanggung jawab.

    “Kalau enggak mau tanggung jawab, jangan mau ada iklan jual beli di situ. Ini perlindungan konsumen juga,” katanya.

    Nico juga menyinggung adanya ketimpangan regulasi antara media konvensional dan platform digital, terutama soal periklanan. 

    Dia menyebut media sosial memiliki kebebasan lebih besar, bahkan untuk produk-produk yang dilarang tayang di televisi nasional.

    Lebih jauh, Nico menyoroti dampak ketidakseimbangan regulasi tersebut terhadap industri penyiaran konvensional. 

    Dia mencontohkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa ribuan pekerja media televisi karena semakin tergerusnya porsi iklan akibat dominasi platform digital.

    “Di televisi sudah ada PHK di depan mata kami, sudah 4 ribu batch pertama. Orang bilang itu risiko bisnis. Ini kita duduk lah sama-sama temen-temen, kalau bisa ada pasal-pasal yang disampaikan. Kesannya jangan diatur sama, supaya fair,” katanya lagi.

    Nico menegaskan media sosial memang menghasilkan kontribusi ekonomi bagi Indonesia. Namun, dia mengingatkan bahwa kontribusi dari warga Indonesia kepada platform tersebut juga sangat besar, sehingga perlu ada keadilan dan penghargaan terhadap posisi masing-masing. 

    Dia juga mengkritik minimnya upaya platform digital dalam mengedukasi publik tentang konten berbahaya, termasuk judi online.

    “Sosialisasi anti judol enggak ada tuh dari platform. Temen-temen sudah melakukan tapi kurang banyak. Dampaknya udah terlalu besar. Ini sama-sama memikirkan menyelamatkan generasi muda, bagaimana yang bisa kita lakukan untuk Indonesia,” katanya.

  • Pemerintah Terbitkan Pajak e-Commerce, Bagaimana Nasib Ojol?

    Pemerintah Terbitkan Pajak e-Commerce, Bagaimana Nasib Ojol?

    Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan soal pemungutan pajak e-commerce untuk pelaku usaha di lapak daring. Lantas, bagaimana nasib ojek online (ojol) yang mengais rezeki di sektor yang hampir sama?

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan, marketplace tak memungut pajak penghasilan sehubungan dengan sejumlah transaksi. Salah satunya, kata mereka, mitra ojek online.

    “Ojek online ini tidak dipungut (pajak e-commerce), termasuk dalam pengecualian,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama dalam taklimat media di Jakarta, dikutip dari Antaranews, Selasa (15/7).

    Hal tersebut mengacu pada aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMK-37/2025).

    Ojol terdampak pajak e-commerce Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Selain ojol, penjual pulsa dan kartu perdana juga tak dikenakan pajak e-commerce. Sebab, lini usaha terkait sudah punya aturannya tersendiri di PMK 6/2021.

    Kemudian, penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan pabrik emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batang juga tak dipungut pajak e-commerce.

    Pungutan juga tak dilakukan terhadap penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas (SKB) pemotongan atau pemungutan PPh penjualan.

    “Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace. Kami sosialisasikan dan mereka juga butuh penyesuaian di sistemnya. Ketika mereka sudah siap untuk implementasi, mungkin dalam sebulan-dua bulan ke depan baru kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMSE,” kata dia.

    (sfn/rgr)

  • Pemerintah Minta Ecommerce China Hingga Amerika Pungut Pajak PPh dari Seller

    Pemerintah Minta Ecommerce China Hingga Amerika Pungut Pajak PPh dari Seller

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan menunjuk ecommerce luar negeri seperti Amazone Amerika Serikat hingga Alibaba China sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet pedagang online asal Indonesia.

    Direktur Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa langkah ini menyasar platform digital di negara seperti Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat yang banyak digunakan oleh pelaku usaha asal Indonesia.

    “Ada lokapasar seperti di Singapura, China, Jepang, atau Amerika yang ternyata banyak orang Indonesia yang berjualan. Kita bisa menunjuk mereka untuk memungut PPh 22 sebesar 0,5%,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (15/7/2025).

    Menurut Yoga, DJP telah menerapkan pendekatan serupa sejak 2020 dalam penunjukan platform digital luar negeri sebagai penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN). Dengan pengalaman tersebut, DJP meyakini penerapan PPh 22 juga bisa dilaksanakan secara efektif.

    “Supaya di dalam negeri tidak teriak, lalu pindah semuanya pakai lokapasar luar negeri,” kata Yoga, menyinggung kekhawatiran munculnya kecemburuan sosial antarpenjual domestik dan yang memanfaatkan marketplace asing.

    Yoga menyebutkan bahwa DJP telah berdiskusi dengan sejumlah marketplace besar dan meminta mereka mulai menyiapkan sistem pendukung untuk pemungutan PPh ini. Dia optimistis prosesnya tidak akan memakan waktu lama.

    “Kalau berkaca dari yang tahun 2020 lalu, tidak butuh waktu lama. Kalau tidak salah, dua bulan sudah selesai penyelesaian sistem. Yang di luar negeri, seperti Amerika dan Eropa, itu saja bisa siap dan akhirnya ditetapkan. Kami yakin tidak ada masalah dengan itu dan bisa dilaksanakan dengan cepat,” jelas Yoga.

    Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37/2025 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025.

    Dalam aturan itu, marketplace asing yang ditunjuk sebagai PPMSE akan memungut PPh 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto tahunan pedagang Indonesia yang berjualan di platform mereka. Pungutan ini terpisah dari kewajiban PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Kewajiban pungutan hanya berlaku bagi pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun. Penjual perlu menyampaikan surat pernyataan penghasilan ke marketplace bersangkutan. Sementara itu, pelaku usaha dengan omzet di bawah ambang batas tersebut dibebaskan dari pungutan. Adapun beberapa jenis transaksi dikecualikan dari skema ini, antara lain layanan ekspedisi, transportasi daring (ojek online), penjualan pulsa, hingga perdagangan emas.

  • Ada Cabangnya di Bandung, Mengenal Sejarah Komunitas Digimon Indonesia

    Ada Cabangnya di Bandung, Mengenal Sejarah Komunitas Digimon Indonesia

    Pengurus pusat DIGI-IN disebut Royal Knights dan menggunakan nama karakter Digimon. Mereka bertanggung jawab mengelola komunitas secara nasional, termasuk media sosial, merchandise, kerja sama media, serta keikutsertaan dalam event nasional dan internasional.

    Komunitas ini aktif di berbagai platform seperti Instagram, TikTok, Twitter/X, Threads, Discord, YouTube, Blogger, serta memiliki marketplace jual beli koleksi Digimon.

    Marketplace DIGI-IN sendiri menjadi surga bagi para kolektor, dengan item seperti Digivice, V-Pet, kartu, dan figure Digimon yang diburu dengan harga mulai ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah, termasuk preorder item langka dari Jepang.

    Beberapa anggotanya adalah influencer dan tokoh publik, termasuk Yoshi Sudarso, aktor Power Rangers Dino Charge, Alshad Ahmad, Frans Sanjaya, Meutia Amanda dan banyak lagi lainnya.

    Setiap tahun, DIGI-IN menggelar gathering nasional serentak di bulan Agustus untuk memperingati Odaiba Memorial Day dan Hari Kemerdekaan Indonesia. Kegiatan seperti battle Digivice, duel kartu, kompetisi game, hingga workshop komunitas menjadi bagian rutin.

    Komunitas ini juga aktif tampil di berbagai event besar seperti Indonesia Comic Con, Indonesia Anime Con, Comic Frontier, The 90s Festival, Battle of The Toys, Animetoku Con, Tanoshii World, Coolectible, Japan Heroes United, Clash of Collectibles, Jakarta Toys & Comics Fair, Grand Asia Open, Anime Festival Asia hingga Bandai Card Game Fest dan masih banyak lagi, baik untuk membuka booth, pameran koleksi, turnamen, maupun promosi komunitas.

    Tak hanya aktif offline, DIGI-IN juga menyelenggarakan event online seperti kontes toy photography, kompetisi hatch V-Pet, dan nobar film Digimon. Komunitas ini telah diliput oleh berbagai media, tampil di podcast, dan menjadi pusat perhatian di kalangan fans.

    Bahkan salah satu admin DIGI-IN, Karsyah Hidayat, berhasil mewakili Indonesia dalam Turnamen Digimon Card Game se-Asia di Jepang, sebuah pencapaian besar yang turut mengangkat nama komunitas di kancah internasional.

    Jika Anda ingin menjadi bagian dari komunitas pecinta Digimon terbesar di Indonesia, cukup bergabung dengan grup Facebook DIGI-IN [Komunitas Digimon Indonesia]. Di sana bisa mendapatkan info kegiatan, mengikuti diskusi seru, dan menjalin relasi dengan sesama penggemar dari seluruh penjuru Indonesia.

     

  • Segini Pajak yang Wajib Dibayar Pedagang Toko Online

    Segini Pajak yang Wajib Dibayar Pedagang Toko Online

    Jakarta

    Pemerintah akan mengenakan pajak penghasilan untuk pedagang di marketplace online. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan aturan baru soal kebijakan tersebut.

    Kementerian Keuangan akan menugaskan pemungutan pajak penghasilan kepada pihak lain yang merupakan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) alias penyelenggara e-commerce. Contohnya bisa bermacam-macam, mulai Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, dan lain-lain.

    PMSE yang dimaksud berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia dan luar wilayah negara Republik Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria itu misalnya saja menggunakan rekening eskro (escrow account) untuk menampung penghasilan.

    Kemudian memiliki nilai transaksi dengan pemanfaat jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi di Indonesia dan juga jumlah trafik atau pengakses melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan Ditjen Pajak.

    “Menteri melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pihak Lain sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan penetapan batasan nilai transaksi dan/atau jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),” tulis beleid yang diteken langsung oleh Sri Mulyani itu, dilihat Senin (14/7/2025).

    Nah pedagang marketplace online yang akan dikenakan pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis dan bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia.

    Perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga masuk sebagai pedagang yang akan dikenakan pajak.

    Kewajiban-Tarif Pajak Pedagang Online


    Masih dalam beleid itu, pedagang online diwajibkan memberikan informasi berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nomor induk kependudukan dan juga alamat korespondensi kepada penyedia marketplace yang ditunjuk untuk memungut pajak.

    “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri sehubungan dengan transaksi yang dilakukan melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22,” tulis pasal 7 ayat 1.

    Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pihak lain atau dalam hal ini penyelengara PMSE.

    Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterapkan yaitu sebesar 0,5% dari Peredaran Bruto atau penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang online dan tercantum dalam dokumen tagihan. Pembayarannya tidak termasuk pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

    “Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Pedagang Dalam Negeri,” tulis pasal 8 ayat 3.

    Peredaran bruto dalam beleid tersebut diartikan sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan atau potongan sejenis.

    Dalam pasal 6 beleid tersebut dijelaskan bagi pedagang dalam negeri yang memiliki peredaran bruto melebihi Rp 500 juta diwajibkan menyampaikan informasi ke penyelenggara PMSE untuk dipotong pajaknya sebesar 0,5%. Namun, selama masih di bawah Rp 500 juta tidak diwajibkan menyampaikan informasi ke penyelenggara PMSE atau pihak lain yang ditunjuk pemerintah memungut pajak penghasilan.

    “Dalam hal Pedagang Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memiliki Peredaran Bruto melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Pedagang Dalam Negeri harus menyampaikan informasi kepada Pihak Lain berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),” tulis pasal 6 ayat 6.

    Surat pernyataan yang harus dilaporkan kepada penyelenggara PMSE harus disampaikan paling lambat pada akhir bulan ketika peredaran bruto atau penghasilan pedagang online itu telah melebihi Rp 500.000.000.

    Tonton juga video “Olahraga Padel Kena Pajak 10%, Menpora Bilang Begini” di sini:

    (hal/rrd)

  • Segini Pajak yang Wajib Dibayar Pedagang Toko Online

    Segini Pajak yang Wajib Dibayar Pedagang Toko Online

    Jakarta

    Pemerintah akan mengenakan pajak penghasilan untuk pedagang di marketplace online. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan aturan baru soal kebijakan tersebut.

    Kementerian Keuangan akan menugaskan pemungutan pajak penghasilan kepada pihak lain yang merupakan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) alias penyelenggara e-commerce. Contohnya bisa bermacam-macam, mulai Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, dan lain-lain.

    PMSE yang dimaksud berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia dan luar wilayah negara Republik Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria itu misalnya saja menggunakan rekening eskro (escrow account) untuk menampung penghasilan.

    Kemudian memiliki nilai transaksi dengan pemanfaat jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi di Indonesia dan juga jumlah trafik atau pengakses melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan Ditjen Pajak.

    “Menteri melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pihak Lain sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan penetapan batasan nilai transaksi dan/atau jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),” tulis beleid yang diteken langsung oleh Sri Mulyani itu, dilihat Senin (14/7/2025).

    Nah pedagang marketplace online yang akan dikenakan pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis dan bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia.

    Perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga masuk sebagai pedagang yang akan dikenakan pajak.

    Kewajiban-Tarif Pajak Pedagang Online


    Masih dalam beleid itu, pedagang online diwajibkan memberikan informasi berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nomor induk kependudukan dan juga alamat korespondensi kepada penyedia marketplace yang ditunjuk untuk memungut pajak.

    “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri sehubungan dengan transaksi yang dilakukan melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22,” tulis pasal 7 ayat 1.

    Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pihak lain atau dalam hal ini penyelengara PMSE.

    Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterapkan yaitu sebesar 0,5% dari Peredaran Bruto atau penghasilan yang diterima atau diperoleh pedagang online dan tercantum dalam dokumen tagihan. Pembayarannya tidak termasuk pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

    “Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Pedagang Dalam Negeri,” tulis pasal 8 ayat 3.

    Peredaran bruto dalam beleid tersebut diartikan sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan atau potongan sejenis.

    Dalam pasal 6 beleid tersebut dijelaskan bagi pedagang dalam negeri yang memiliki peredaran bruto melebihi Rp 500 juta diwajibkan menyampaikan informasi ke penyelenggara PMSE untuk dipotong pajaknya sebesar 0,5%. Namun, selama masih di bawah Rp 500 juta tidak diwajibkan menyampaikan informasi ke penyelenggara PMSE atau pihak lain yang ditunjuk pemerintah memungut pajak penghasilan.

    “Dalam hal Pedagang Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memiliki Peredaran Bruto melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Pedagang Dalam Negeri harus menyampaikan informasi kepada Pihak Lain berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa Pedagang Dalam Negeri memiliki Peredaran Bruto pada Tahun Pajak berjalan melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),” tulis pasal 6 ayat 6.

    Surat pernyataan yang harus dilaporkan kepada penyelenggara PMSE harus disampaikan paling lambat pada akhir bulan ketika peredaran bruto atau penghasilan pedagang online itu telah melebihi Rp 500.000.000.

    Tonton juga video “Olahraga Padel Kena Pajak 10%, Menpora Bilang Begini” di sini:

    (hal/rrd)

  • Sri Mulyani rilis aturan e-commerce pungut pajak dari pedagang

    Sri Mulyani rilis aturan e-commerce pungut pajak dari pedagang

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Sri Mulyani rilis aturan e-commerce pungut pajak dari pedagang
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 14 Juli 2025 – 21:46 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merilis aturan niaga elektronik (e-commerce) memungut pajak penghasilan (PPh) 22 dari pedagang.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, dikutip di Jakarta, Senin, aturan ini dikeluarkan untuk memberi kemudahan dan kesederhanaan administrasi serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak.

    Maka, Sri Mulyani sebagai menteri keuangan menunjuk lokapasar (marketplace) sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) untuk memungut pajak dari pedagang.

    Dalam Pasal 8 ayat (1), dijelaskan bahwa besaran PPh 22 yang dipungut yaitu sebesar 0,5 persen dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam setahun. Pungutan itu di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

    Pungutan pajak itu berlaku untuk pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta. Hal itu dibuktikan dengan surat pernyataan baru yang disampaikan oleh pedagang kepada lokapasar yang ditunjuk sebagai PPMSE, paling lambat akhir bulan saat omzet melewati ambang batas tersebut.

    Sedangkan pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta terbebas dari pungutan ini, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang disampaikan kepada lokapasar yang ditunjuk. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 10 Ayat (1) butir a.

    Pengecualian juga berlaku untuk jasa pengiriman atau ekspedisi oleh pedagang yang merupakan mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi atau ojek daring (online).

    Pungutan juga tidak dilakukan terhadap penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas (SKB) pemotongan atau pemungutan PPh penjualan.

    Penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan juga tidak dikenai pungutan.

    Transaksi lain yang dikecualikan berkaitan dengan pulsa dan kartu perdana serta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya

    PMK itu ditetapkan pada 11 Juli 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025.

    Sumber : Antara

  • Segini Pajak yang Wajib Dibayar Pedagang Toko Online

    4 Marketplace Pemungut Pajak Pedagang Online, Ada Tokopedia-Shopee

    Jakarta – Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto memastikan 4 marketplace, yaitu Tokopedia, Shopee, Blibli, dan Lazada bakal jadi pemungut pajak penghasilan (PPh) para pedagang online. Bimo menyebut aturan resminya telah diterbitkan pemerintah.

    “Yang PMSE (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang melalui sistem elektronik, e-commerce memang aturannya sudah turun yang untuk platform dalam negeri, yang kayak Shopee, Tokopedia, Lazada, BliBli, itu nanti akan memungut PPh dari merchant yang berdagang di platform elektronik mereka,” ujar Bimo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Tak hanya PMSE di dalam negeri, platform luar negeri seperti Google hingga Netflix telah melaksanakan aturan tersebut sejak tahun 2025. Aturan baru terkait pajak di e-commerce, kata dia, bertujuan menciptakan asas keadilan.

    “Sudah yang di luar negeri, kayak Google, Netflix sudah duluan malah sejak tahun 2022. Jadi ini level of playing fieldnya supaya fair jadi yang di dalam negeri, sebelumnya kan voluntary pake SPT, nah ini dipungut sama platformnya,” terang Bimo.

    Bimo juga menyebut infrastruktur untuk implementasi aturan terbaru sudah disiapkan pemerintah, yang terhubung dengan Coretax. “Sudah, nanti akan di-embed di Coretax kita,”.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan aturan baru soal pengenaan pajak penghasilan untuk pedagang di marketplace online.
    Dalam beleid itu dijelaskan Kementerian Keuangan akan menugaskan pemungutan pajak penghasilan kepada pihak lain yang merupakan PMSE.

    PMSE yang dimaksud berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia dan luar wilayah negara Republik Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteria itu misalnya saja menggunakan escrow account untuk menampung penghasilan.

    Kemudian memiliki nilai transaksi dengan pemanfaat jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi di Indonesia dan juga jumlah trafik atau pengakses melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan Ditjen Pajak.

    “Menteri melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pihak Lain sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan penetapan batasan nilai transaksi dan/atau jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),” tulis beleid yang diteken langsung oleh Sri Mulyani itu, dilihat Senin (14/7/2025).

    Nah pedagang marketplace online yang akan dikenakan pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis dan bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon Negara Indonesia.

    Perusahaan jasa pengiriman atau ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lainnya yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau jasa melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga masuk sebagai pedagang yang akan dikenakan pajak.

    Lihat juga Video idEA ke Pemerintah: Tolong Perhatikan, E-Commerce Masih Penuh Tekanan

    (ily/hns)