Topik: longsor

  • Akses Darat Terputus, Basarnas Kirim Bantuan ke Pasaman Barat Lewat Jalur Laut

    Akses Darat Terputus, Basarnas Kirim Bantuan ke Pasaman Barat Lewat Jalur Laut

    JAKARTA – Kondisi medan yang sulit ditembus jalur darat membuat beberapa daerah terdampak banjir hanya bisa dijangkau melalui perairan.

    Di tengah situasi tersebut, Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) mulai mendistribusikan bantuan logistik melalui jalur laut ke dua wilayah terdampak banjir di Kabupaten Pasaman Barat karena akses darat masih belum memungkinkan untuk dilalui.

    Koordinator Pos SAR Pasaman (OSC) Novi Yurandi di Simpang Empat, Minggu, mengatakan bahwa bantuan logistik tersebut dikirim menggunakan Kapal KN SAR 240 Ramawijaya dari Pelabuhan Teluk Bungus Padang menuju Nagari Katiagan dan Maligi.

    “Logistik itu merupakan barang dari posko Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumbar yang didistribusikan oleh kapal Basarnas karena masih ada warga terdampak yang sulit dijangkau bantuan melalui darat,” ujarnya.

    Ia menjelaskan total bantuan yang diangkut mencapai 14,3 ton. Di Nagari Katiagan, Kecamatan Kinali, logistik yang diturunkan antara lain mie instan 200 kardus, air mineral 50 kotak, beras, makanan instan, pakaian layak pakai, perlengkapan kebersihan, hingga susu dan perlengkapan bayi.

    Sementara itu, wilayah Maligi di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie turut menerima jumlah bantuan yang sama karena masyarakat di daerah tersebut masih sangat terbatas akses kebutuhan dasar akibat banjir.

    Data dari posko komando bencana Pasaman Barat di Nagari Katiagan mencatat banjir yang terjadi sejak 24 November 2025 telah menyebabkan ribuan warga terdampak. Di Katiagan saja, 262 jiwa terpaksa mengungsi dan lebih dari 4.800 jiwa terdampak.

    Di Nagari Maligi, banjir mengakibatkan satu warga terluka, lebih dari 7.000 jiwa terdampak, empat rumah rusak sedang, dan satu jembatan mengalami kerusakan.

    Secara keseluruhan, hingga Sabtu (6/12) malam, banjir dan longsor di wilayah Pasaman Barat telah menyebabkan empat orang meninggal dunia, tiga orang dilaporkan hilang, lima warga terluka, serta 4.365 jiwa harus mengungsi. Total warga terdampak bencana mencapai lebih dari 55 ribu jiwa.

    Selain merendam permukiman, bencana ini juga menyebabkan kerusakan fasilitas umum dan infrastruktur, mulai dari rumah warga, sekolah, tempat ibadah, hingga jembatan dan ruas jalan. Lahan pertanian seluas lebih dari 900 hektare ikut terdampak.

  • Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Desember 2025

    Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh Nasional 8 Desember 2025

    Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    PERISTIWA
    menyerahnya empat bupati di Aceh yang tidak sanggup menangani bencana banjir dan longsor cukup menarik perhatian publik.
    Bisa saja ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan para kepala daerah yang wilayahnya terdampak banjir dan longsor ini, apakah benar demikian adanya atau sekadar sindiran, kalau tidak mau disebut tamparan, terhadap pemerintah pusat.
    Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh merupakan bencana kedua terbesar di Aceh setelah tsunami 26 Desember 2004.
    Hingga tulisan ini selesai disusun, bencana telah merenggut 940 nyawa, 329 jiwa lainnya hilang dan 5.000 korban terluka.
    Bencana juga mengisolasi puluhan desa di berbagai kabupaten. Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menepis anggapan bahwa empat kepala daerah itu menyerah.
    Keempat kepala daerah tersebut, yaitu Bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil, Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan Bupati Aceh Tengah Haili Yoga.
    Mereka secara terbuka menyatakan ketidaksanggupan menangani darurat bencana ini melalui surat resmi yang ditujukan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto.
    Dari kacamata adminstrasi publik, pernyataan para kepala daerah ini bukan sekadar keluhan administratif, melainkan jeritan dari garis depan yang mengungkap celah struktural dalam sistem penanggulangan bencana nasional.
    Tito Karnavian merespons dengan menegaskan bahwa para bupati bukan menyerah total, melainkan tetap berupaya semampu mereka di tengah keterbatasan.
    Muncul pertanyaan, mengapa mereka sampai pada titik bernada putus asa ini? Apakah ini sindiran halus terhadap pemerintah pusat atau murni ketidakberdayaan? Apa implikasinya bagi tata kelola bencana di Indonesia?
    Ketidakberdayaan yang diungkapkan para bupati ini bukanlah fenomena baru dalam sejarah bencana Indonesia. Namun, dalam kasus Aceh, ia mencapai puncak yang mengkhawatirkan.
    Bupati Aceh Utara, misalnya, membandingkan banjir ini dengan tsunami 2004 yang legendaris, di mana kerusakan kali ini menjangkau 27 kecamatan, jauh lebih luas daripada wilayah pesisir yang terdampak dulu.
    Jalan terputus, jembatan ambruk, dan material longsor menumpuk mengakibatkan akses darat lumpuh total.
    Sementara itu, tiga bupati lainnya menghadapi situasi serupa, yakni longsor yang mengunci akses dari utara dan selatan, membuat distribusi bantuan justru menjadi mimpi buruk logistik.
    Fenomena “ketidakberdayaan” para kepala daerah ini mengingatkan “absurditas” Albert Camus dalam mitos Sisyphus yang sangat terkenal itu.
    Para bupati seperti Sisyphus yang mendorong batu ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya berguling kembali.
    Mereka berjuang dengan sumber daya lokal yang terbatas, antara lain anggaran daerah yang tipis, minimnya peralatan darurat, dan tim SAR yang sudah kelelahan, di hadapan bencana yang skalanya melampaui kapasitas manusiawi.
    Menyerah memang bukan kekalahan, melainkan pengakuan atas absurditas situasi, mengapa harus mati-matian berpura-pura ketika realitas alam begitu nyata?
    Tentu saja ini bukan nihilisme, tetapi panggilan untuk solidaritas lebih besar, di mana individu (daerah) mengakui keterbatasan untuk membuka jalan bagi intervensi kolektif.
    Merujuk pada teori “ketergantungan”, dalam sistem dunia modern, Aceh sebagai periferi dalam struktur ekonomi-politik Indonesia, bergantung pada pusat (Jakarta) untuk sumber daya krusial seperti dana darurat, alat berat, dan koordinasi nasional.
    Ketidakberdayaan ini mencerminkan ketidakseimbangan struktural di mana daerah otonom dijanjikan kemandirian, tetapi dalam bencana, mereka tetap menjadi subordinate, bahkan terkesan dibiarkan seorang diri dan menderita.
    Apakah langkah keempat bupati Aceh ini semacam sindiran? Mungkin benar secara halus.
    Surat-surat yang mereka tulis dan ditujukan langsung kepada Presiden bisa dibaca sebagai kritik terhadap Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang masih sentralistik.
    BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memegang kendali utama, sementara daerah hanya pelaksana lapangan.
    Atau, ini murni ketidakberdayaan akibat ketiadaan anggaran dan faktor eksternal seperti perubahan iklim yang memperburuk curah hujan, deforestasi hutan lindung di Aceh yang tak terkendali, dan lambannya respons pemerintah pusat.
    Dari perspektif sosiologi, para bupati kehilangan “modal simbolik”, yakni kemampuan untuk tampil sebagai pemimpin kuat karena struktur sosial yang menempatkan mereka di posisi lemah.
    Harus digarisbawahi bahwa mereka menyerah bukan karena malas, tetapi karena sistem yang gagal memberi mereka alat untuk bertahan.
    Bupati Aceh Utara secara eksplisit memohon intervensi Presiden Prabowo Subianto, menyoroti bahwa banjir ini telah “melebihi tsunami 2004.”
    Ini adalah seruan untuk deklarasi status darurat nasional, yang akan membuka akses ke dana cadangan negara, dukungan militer (seperti evakuasi udara TNI), dan bantuan internasional jika diperlukan.
    Lebih dalam, pesan ini adalah kritik terhadap desentralisasi yang setengah hati dengan jargon terkenal, “dilepas kepalanya tetapi dipegang ekornya”.
    Dengan kata lain, otonomi daerah memberikan tanggung jawab besar, tetapi tanpa dukungan finansial dan teknis yang memadai.
    Mereka, keempat kepala daerah itu, ingin menyuarakan dengan lantang bahwa bencana seperti ini adalah isu nasional, bukan regional apalagi lokal, terutama di Aceh yang masih trauma pasca-konflik dan rekonstruksi tsunami.
    Mendagri Tito merespons saat
    zoom meeting
    nasional, meminta daerah lain bahu membahu, tetapi ini terasa seperti pengalihan dengan satu pertanyaan besar; mengapa pusat tidak langsung turun tangan dengan skala penuh?
    Padahal, respons ideal pemerintah pusat harus mengikuti prinsip
    golden hour
    dalam penanggulangan bencana, yaitu aksi cepat dalam 72 jam pertama untuk meminimalkan korban yang notabene rakyat sendiri.
    Pertama, deklarasikan status darurat nasional sejak hari pertama, seperti yang dilakukan pada tsunami 2004, untuk memobilisasi BNPB, TNI, Polri, dan relawan secara masif.
    Kedua, prioritaskan evakuasi dan distribusi bantuan melalui jalur udara dan laut, mengingat akses darat lumpuh, gunakan helikopter untuk men-
    drop
    logistik dan tim medis.
    Ketiga, alokasikan dana darurat secara transparan, termasuk rekonstruksi infrastruktur seperti jembatan dan jalan, sambil mengintegrasikan pendekatan mitigasi jangka panjang seperti reboisasi dan sistem peringatan dini.
    Keempat, libatkan komunitas lokal dan NGO internasional untuk membangun resiliensi, bukan hanya sekadar respons reaktif.
    Apakah ada indikasi pemerintah pusat kewalahan dalam melakukan penangangan bencana Aceh, juga Sumatera Utara dan Sumatera Barat?
    Meski tidak diakui secara terbuka, jawabannya mungkin saja “ya”. Konferensi pers Tito Karnavian di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, misalnya, menunjukkan koordinasi sedang berjalan, tetapi jelas lambat.
    Hingga 6 Desember 2025, desa-desa masih terisolasi, dan korban hilang belum juga ditemukan.
    Pemerintah pusat tampak seolah-olah bergantung pada
    zoom meeting
    dan seruan solidaritas daerah lain, alih-alih intervensi langsung seperti
    deployment
    pasukan besar-besaran.
    Ini bisa jadi karena beban multi-bencana, yaitu banjir yang juga melanda Sumatera Utara dan Sumatera Barat, meski fokus pada Aceh.
    Atau keterbatasan anggaran di tengah prioritas lain seperti pembangunan IKN atau program andalan yang diusung pemerintahan saat ini?
    Namun, kewalahan ini bukan alasan. Ia adalah panggilan untuk reformasi sistem, di mana pusat tidak lagi menjadi pahlawan terakhir, melainkan mitra proaktif bagi daerah.
    Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengatakan, fenomena siklon tropis “Senyar” yang membawa hujan bulanan dalam tiga hari menjadi pemicu utama terjadinya bencana.
    Namun, seperti yang diungkap Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), akar masalahnya lebih dalam lagi, yakni deforestasi masif dan hilangnya fungsi hidrologis hulu sungai akibat eksploitasi hutan untuk lahan perkebunan sawit dan proyek PLTA.
    Pengamat menyebut bencana ini sebagai “dosa ekologis” yang membuat lahan tidak lagi mampu menahan air, memperparah banjir bandang. Bencana akibat ulah manusia sendiri.
    Manajemen BNPB seolah-olah tidak berfungsi karena terlambat bertindak dan tidak terkoordinasi.
    Penyebabnya bisa saja pengurangan anggaran BNPB, efisiensi ala pemerintahan baru, yang membuat sumber daya mengecil.
    Hasilnya? Akses jalan putus total di Tapanuli Tengah (50 km longsor), jembatan ambruk di Aceh Tamiang, dan desa-desa terisolasi seperti di Bener Meriah, yang hanya bisa dijangkau helikopter.
    Benar, manajemen seperti amburadul. Bukan karena alam semata, tetapi karena persiapan yang terkesan setengah hati.
    Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyebut situasi “mencekam”
    banjir Sumatera
    “hanya berseliweran di media sosial.”
    Pernyataan yang terlontar pada 28 November 2025, terdengar seperti mengecilkan duka, saat warga menderita terisolasi, listrik padam, telekomunikasi lumpuh serta melalui siang dan malam dikepung air yang meluap.
    Dalam situasi
    chaos
    seperti ini pemerintah seharusnya lebih meningkatkan komunikasi positif, bukan defensif.
    Komunikasi antarpejabat seperti
    zoom meeting
    nasional ala Mendagri Tito Karnavian terasa seperti formalitas, sementara bupati-bupati Aceh “menyerah” via surat karena tidak ada respons cepat.
    Namun di sisi lain, daerah juga sebaiknya transparan dan menyederhanakan birokrasi terkait pendistribusian aneka bantuan, baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri yang diperuntukkan bagi masyarakat korban banjir.
    Dalam kondisi bencana luar biasa yang terjadi saat ini, ego sektoral dan kekakuan administratif, apalagi masih adanya niat ‘memainkan’ aneka bantuan tersebut justru hanya akan menambah penderitaan rakyat dan akhirnya akan merusak reputasi daerah itu sendiri ke depannya.
    Bencana Aceh 2025 bukan hanya tragedi alam, tetapi cermin kegagalan kolektif. Jika tidak diatasi dengan serius, “menyerah” akan menjadi norma baru bagi daerah-daerah pinggiran.
    Saatnya pemerintah pusat mendengar jeritan itu bukan sebagai keluhan, tetapi sebagai mandat untuk segera melakukan perubahan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BPBD Catat Korban Meninggal Banjir Bandang di Agam Capai 180 orang

    BPBD Catat Korban Meninggal Banjir Bandang di Agam Capai 180 orang

    JAKARTA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), mencatat korban meninggal dunia akibat bencana hidrometeorologi di daerah itu mencapai 180 orang.

    “Ini berdasarkan korban yang ditemukan meninggal dunia dampak longsor dan banjir bandang pada Sabtu (6/12) malam,” kata Kepala Pelaksana BPBD Agam Rahmat Lasmono dilansir ANTARA, Minggu, 7 Desember.

    Dia mengatakan 180 korban tersebut berasal dari Kecamatan Malalak (11 orang), Matur (satu orang), Tanjung Raya (10 orang), Palembayan (132 orang), dan Ampek Nagari (satu orang). Selain itu, kata dia, ada yang belum teridentifikasi 24 orang.

    Kemudian untuk korban belum ditemukan, lanjutnya, sebanyak 78 orang yang tersebar di Kecamatan Malalak (enam orang), Palembayan (69 orang), Lubuk Basung (satu orang), dan Tanjung Raya (dua orang).

    “Pencarian kita lanjutkan pada Minggu (hari), dengan menurunkan tim SAR gabungan dari BPBD Agam, Basarnas, TNI, Polri, PMI dan relawan,” kata Rahmat Lasmono.

    Adapun korban yang dirawat akibat mengalami luka-luka sebanyak 13 orang. Sementara untuk warga yang mengungsi sebanyak 10.167 orang dan warga yang terisolir 9.464 orang,

    Sementara rumah rusak ringan 377 unit, rusak sedang sebanyak 273 unit, dan rusak berat mencapai 728 unit

    Selain itu jembatan rusak ada di 26 titik dan telah diperbaiki sembilan  titik, jalan rusak 37 titik, fasilitas pendidikan 11 titik dan lainnya.

  • Politik-Hukum Terkini: Prabowo Rapat Darurat Banjir Sumatera

    Politik-Hukum Terkini: Prabowo Rapat Darurat Banjir Sumatera

    Jakarta, Beritasatu.com– Bencana alam hebat berupa banjir bandang dan longsor melanda tiga provinsi di Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Tragedi ini menjadi ujian berat bagi kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang baru berjalan 1 tahun. Skala kerusakan yang masif memicu desakan dari DPR agar status bencana segera ditingkatkan menjadi bencana nasional.

    Menanggapi situasi darurat ini, Presiden Prabowo Subianto bergerak cepat dengan memimpin rapat koordinasi di Aceh. Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan seluruh jajaran Kabinet Merah Putih. Pertemuan tingkat tinggi ini bertujuan memastikan penanganan logistik, pemulihan infrastruktur, dan keamanan berjalan terpadu. Pemerintah berkomitmen penuh mengatasi kesulitan yang dialami rakyat.

    Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga bertindak dengan mengirimkan tim inspektorat ke lokasi bencana. Pengawasan ini untuk memastikan kepala daerah bertindak sesuai prosedur dan hukum. Wamendagri bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi jika ditemukan pelanggaran dalam penanganan darurat di tiga wilayah terdampak tersebut.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengintensifkan penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. Kasus ini mencakup suap, terkait mutasi jabatan, proyek pembangunan, serta gratifikasi. Proses hukum ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas praktik culas di tingkat pemerintahan daerah.

    Berikut lima isu politik-hukum terkini Beritasatu.com:

    Presiden Prabowo Subianto menyatakan, serangkaian bencana alam, termasuk banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatera, merupakan ujian kepemimpinan yang signifikan di awal masa jabatannya.

    Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat melakukan kunjungan kerja ke Aceh, Minggu (7/12/2025). Kunjungan ini untuk memantau langsung penanganan dampak musibah yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Di hadapan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Bupati Bireuen Mukhlis Takabeya, Prabowo mengakui, ia dan jajaran pemerintahan daerah baru menjabat selama 1 tahun. Namun, ia menegaskan, tujuan utama mereka dipilih adalah untuk mengatasi berbagai kesulitan dan tantangan yang muncul.

    “Ini adalah musibah, tantangan yang kita hadapi bersama. Meskipun baru 1 tahun menjabat, baik presiden, gubernur, maupun bupati, kita semua dipilih oleh rakyat untuk bertugas mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada,” kata Prabowo.

    Pemerintah pusat didesak segera menetapkan status bencana nasional atas musibah banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Desakan tegas ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ansory Siregar.

    Menurut Ansory, perkembangan data kerusakan terbaru menunjukkan skala tragedi pada tiga provinsi tersebut telah melampaui kemampuan penanganan yang dimiliki oleh pemerintah daerah masing-masing.

    Politikus PKS tersebut menilai, bencana yang melanda kawasan Sumatera tidak lagi bisa dikategorikan sebagai masalah regional. Situasi saat ini, menurutnya, sudah memenuhi kriteria sebagai darurat kemanusiaan berskala nasional yang memerlukan intervensi dan mobilisasi sumber daya penuh dari pemerintah pusat.

    “Laporan-laporan dari lapangan menyebutkan banyak wilayah terdampak yang masih terisolasi dan sulit dijangkau, bahkan beberapa hanya bisa diakses melalui jalur udara atau alur logistik yang sangat terbatas,” ujar Ansory dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu (7/12/2025).

    Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat koordinasi (rakor) mendesak di Aceh pada Minggu (7/12/2025) malam. Tindakan ini merupakan respons cepat pemerintah pusat untuk memastikan penanganan bencana banjir bandang dan tanah longsor di wilayah Sumatera berjalan efektif dan terpadu.

    Rapat penting tersebut diadakan di posko terpadu penanganan bencana alam Aceh yang berlokasi di Pangkalan Udara (Lanud) Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar. Rapat digelar tak lama setelah kedatangan Presiden Prabowo Subianto sekitar pukul 19.00 WIB. Pertemuan ini menunjukkan mobilisasi penuh dari jajaran eksekutif dan keamanan negara.

    Pada awal rakor, Presiden Prabowo memberikan arahan strategis kepada seluruh peserta sebelum Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyampaikan laporan mendalam mengenai situasi terkini di lapangan. Kehadiran para menteri yang dikenal sebagai Kabinet Merah Putih dalam jumlah besar menegaskan komitmen nasional terhadap pemulihan wilayah terdampak.

    Menteri-menteri kunci yang hadir, antara lain Menko PMK Pratikno, Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Selain itu, sektor vital seperti menteri pekerjaan umum , menteri kesehatan, menteri sosial, dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjamin penanganan infrastruktur, logistik, dan layanan publik dapat segera dilakukan.

    Aspek keamanan dan koordinasi di lapangan juga menjadi prioritas. Rapat ini dihadiri oleh pimpinan tertinggi TNI-Polri, termasuk Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, beserta seluruh kepala staf angkatan.

    Gubernur Aceh Muzakir Manaf turut hadir untuk menjembatani koordinasi antara pusat dan daerah. Konsolidasi kepemimpinan ini bertujuan untuk memastikan tidak ada hambatan dalam pengerahan sumber daya militer dan kepolisian untuk membuka akses yang terisolasi serta mendistribusikan bantuan kemanusiaan.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan telah mengintensifkan penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. Sebanyak 80 saksi telah dimintai keterangan dalam rangkaian pemeriksaan yang berlangsung maraton sejak akhir November hingga awal Desember 2025.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, pemeriksaan saksi dilakukan pada 29 November 2025, dan dilanjutkan secara berkesinambungan mulai 1 hingga 5 Desember 2025. Kasus yang disidik KPK meliputi dugaan suap terkait pengurusan mutasi jabatan, suap proyek pembangunan, hingga penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

    Puluhan saksi yang diperiksa KPK berasal dari spektrum yang sangat luas di internal Pemkab Ponorogo. Mereka yang dimintai keterangan meliputi pejabat eselon tinggi hingga tingkat daerah, seperti kepala dinas, kepala badan, camat, lurah, bahkan kepala desa.

    “Dalam proses pemeriksaan yang telah dilakukan penyidik mendalami, salah satunya mengenai mekanisme dan prosedur mutasi bagi para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo,” jelas Budi Prasetyo kepada awak media, Minggu (7/12/2025).

    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengambil langkah tegas dengan mengirimkan inspektur khusus ke wilayah Sumatera yang dilanda bencana banjir bandang dan tanah longsor. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya, yang memastikan pengawasan ketat terhadap kinerja kepala daerah di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Menurut Bima, jajaran inspektorat khusus telah diturunkan ke daerah terdampak untuk melakukan pemeriksaan mendalam terhadap penanganan darurat yang dilakukan pemerintah daerah.

    “Kemendagri sudah menurunkan inspektur khusus ke sana (wilayah terdampak bencana) untuk melakukan pemeriksaan,” tegas Bima, dilansir dari Antara, Minggu (7/12/2025).

    Lebih lanjut, Wamendagri Bima Arya tidak menutup kemungkinan adanya sanksi administratif yang akan dijatuhkan kepada kepala daerah. Sanksi ini akan diberikan apabila ditemukan bukti adanya pelanggaran prosedur atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku dalam proses penanganan situasi darurat bencana.

  • Civitas Akademika Paramadina Desak Prabowo Tetapkan Bencana Nasional untuk Sumatra

    Civitas Akademika Paramadina Desak Prabowo Tetapkan Bencana Nasional untuk Sumatra

    Bisnis.com, JAKARTA — Civitas Akademika Paramadina mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan status bencana nasional terhadap bencana banjir dan longsor di Sumatra.

    Dalam surat terbuka yang diterima Bisnis pada Minggu (7/12/2025), Civitas Akademika Paramadina menyatakan dengan melihat korban jiwa, luka-luka, dan kerusakan yang ditimbulkan, sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bencana alam di tiga provinsi ujung barat pulau Sumatera tersebut, ditetapkan sebagai bencana nasional.

    Para akademisi tersebut meminta Prabowo untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait dengan pertimbangan tidak ditetapkannya bencana nasional di Sumatra.

    “Bersama dengan surat terbuka ini, semoga Bapak Presiden membacanya, izinkan kami bermohon sebagai warga negara, sebangsa dan setanah air, agar Bapak segera menetapkan bencana alam yang menimpa saudara-saudara kami di tiga provinsi tersebut sebagai Bencana Nasional, dengan segala konsekuensi dan tindakan yang mengikutinya. Agar seluruh masyarakat di 3 provinsi tersebut memiliki kepastian dalam penanggulangan dan pembangunan pasca bencana.”

    Para Akademisi meyakini keselamatan nyawa adalah hukum tertinggi dalam penanganan bencana (Salus populi suprema lex esto). Prinsip ini menjadi landasan etis serta operasional, diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mewajibkan negara hadir melindungi segenap warga negara dari bencana, memastikan respons yang cepat, terkoordinasi, dan mengedepankan perlindungan jiwa di atas segalanya.

    Lebih lanjut, para akademisi turut mendesak Prabowo untuk segera menghentikan segala bentuk perizinan baru dan mencabut izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang melakukan pelanggaran dan penyalahgunaan izin di seluruh Indonesia.

    Selain itu, Prabowo didesak untuk mengusut tuntas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan penebangan pohon yang tidak memiliki izin, melakukan tindakan pembalakan ilegal dan menjual hasil hutan secara ilegal.

    Akademisi mendesak Prabowo memberikan bantuan dan santunan yang layak bagi masyarakat yang kehilangan anggota keluarganya, yang sedang dirawat, kehilangan rumah, sawah, ladang, ternak dan harta benda lainnya. Berupa uang, makanan, obat-obatan, pakaian, terapi dan bantuan kemanusiaan lainnya.

    Selanjutnya, memastikan adanya pembangunan pasca bencana untuk membangun kembali perumahan yang layak, perkantoran, jalan, jembatan, irigasi, dan seluruh infrastruktur yang rusak serta memastikan seluruh pelayanan publik kembali berfungsi.

    Selain itu, Prabowo diminta memprioritaskan pembangunan fasilitas infrastruktur dasar yang rusak, seperti sekolah, rumah sakit, puskesmas agar pelayanan fungsi pendidikan bisa kembali normal.

    “Kami yakin Bapak Presiden Prabowo adalah orang yang paling memahami dan mencintai seluruh rakyat Indonesia. Langkah Bapak untuk membantu anak-anak sekolah melalui Makanan Bergizi Gratis (MBG), membangun sekolah rakyat, pemeriksaan kesehatan gratis serta menaikkan gaji guru adalah bentuk kepedulian dan kecintaan Bapak terhadap rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, kami mohon pada kesempatan ini Bapak juga bisa mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan saudara-saudara kami di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat,” lanjut Surat Terbuka tersebut.

  • 4 Potensi Wabah Penyakit Pasca-Bencana Banjir dan Tanah Longsor

    4 Potensi Wabah Penyakit Pasca-Bencana Banjir dan Tanah Longsor

    Epidemiolog Dicky Budiman menyorot soal dampak penyakit pasca-bencana banjir dan longsor seperti yang tengah terjadi di Sumatera. Setidaknya ada empat penyakit yang menjadi sorotan Dicky Budiman. Apa saja?

    “Yang paling sering dari data-data, bukan hanya di Indonesia tapi di dunia, setelah banjir atau longsor, itu adalah Leptospirosis,” jelasnya saat dihubungi oleh Tim 20Detik.

    “Kedua, yang bisa menjadi wabah adalah penyakit akibat sumber air bersihnya tercemar atau terkontaminasi. Di Indonesia pola epidemiologisnya setiap tahun pasca-banjir, muncul peningkatan kasus diare. Ketiga, yang sering menjadi wabah adalah demam tifoid,” tambah Dicky.

    Sementara potensi penyakit keempat datang dari peningkatan jumlah nyamuk yang bisa menyebabkan DBD maupun malaria. Namun, kasus DBD maupun malaria biasanya terjadi satu bulan pasca-bencana.

  • Pemkot Bandung Gerak Cepat, Rp2 Miliar Disalurkan untuk Ringankan Derita Korban Bencana di Sumatera

    Pemkot Bandung Gerak Cepat, Rp2 Miliar Disalurkan untuk Ringankan Derita Korban Bencana di Sumatera

    Bandung: Pemerintah Kota Bandung menyalurkan bantuan kemanusiaan senilai Rp2 miliar untuk warga terdampak banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Bantuan ini disalurkan melalui Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) sebagai wujud solidaritas warga Bandung dalam membantu ribuan korban bencana di Sumatera.

    Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan bahwa aksi cepat ini merupakan bagian dari upaya bersama yang dipimpin oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang sejak awal telah menggerakkan respons kemanusiaan berskala besar.

    Dalam beberapa hari terakhir, Gubernur Jawa Barat memimpin penggalangan donasi serta pendistribusian logistik bagi pengungsi di wilayah terdampak. Bahkan, Gubernur turun langsung membeli kebutuhan warga mulai dari pangan, selimut, perlengkapan bayi, pakaian, hingga obat-obatan, agar setiap bantuan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di lapangan.

    “Gerak cepat yang dilakukan Bapak Gubernur adalah contoh bagi kami di daerah. Itulah sebabnya Bandung bergerak cepat agar gelombang bantuan dari Jawa Barat semakin kuat,” kata Farhan.

    Farhan menambahkan bahwa dirinya menerima amanah langsung dari Gubernur untuk memastikan Kota Bandung hadir dalam misi kemanusiaan ini, meski ia tidak dapat ikut langsung dalam rombongan gubernur ke lokasi bencana. 

    Farhan menyampaikan duka mendalam atas besarnya dampak bencana, ribuan rumah rusak, fasilitas umum lumpuh, dan ratusan korban masih dinyatakan hilang. Kebutuhan logistik di lapangan pun diperkirakan masih akan terus meningkat.

    Ia menegaskan bahwa langkah Pemkot Bandung yang juga didukung Bank BJB, bukan hanya penyaluran dana, tetapi bagian dari panggilan kemanusiaan dan solidaritas.

    “Bencana di Sumatera adalah panggilan kemanusiaan bagi kita semua. Bandung hadir bukan hanya dengan bantuan dana, tetapi dengan rasa solidaritas warga Bandung untuk saudara-saudara kita di wilayah terdampak,” ujar Farhan.

    Farhan mengapresiasi penuh langkah Gubernur Jawa Barat dalam memastikan kehadiran Jawa Barat di Sumatera. Menurutnya, sinergi pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten akan membantu mempercepat pemulihan para korban bencana.

    “Saat Jawa Barat bergerak sebagai satu kesatuan, dampaknya jauh lebih besar. Kami di Kota Bandung memperkuat apa yang sudah dilakukan Pak Gubernur, supaya bantuan dari Jawa Barat benar-benar terasa bagi mereka yang terdampak,” tuturnya.

    Farhan juga mengajak masyarakat Bandung, mulai dari komunitas, pelaku usaha, lembaga keagamaan, hingga organisasi kemanusiaan untuk bersama-sama melanjutkan dukungan bagi saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Sumatera.

    Bandung: Pemerintah Kota Bandung menyalurkan bantuan kemanusiaan senilai Rp2 miliar untuk warga terdampak banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Bantuan ini disalurkan melalui Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) sebagai wujud solidaritas warga Bandung dalam membantu ribuan korban bencana di Sumatera.
     
    Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan bahwa aksi cepat ini merupakan bagian dari upaya bersama yang dipimpin oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang sejak awal telah menggerakkan respons kemanusiaan berskala besar.
     
    Dalam beberapa hari terakhir, Gubernur Jawa Barat memimpin penggalangan donasi serta pendistribusian logistik bagi pengungsi di wilayah terdampak. Bahkan, Gubernur turun langsung membeli kebutuhan warga mulai dari pangan, selimut, perlengkapan bayi, pakaian, hingga obat-obatan, agar setiap bantuan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di lapangan.

    “Gerak cepat yang dilakukan Bapak Gubernur adalah contoh bagi kami di daerah. Itulah sebabnya Bandung bergerak cepat agar gelombang bantuan dari Jawa Barat semakin kuat,” kata Farhan.
     
    Farhan menambahkan bahwa dirinya menerima amanah langsung dari Gubernur untuk memastikan Kota Bandung hadir dalam misi kemanusiaan ini, meski ia tidak dapat ikut langsung dalam rombongan gubernur ke lokasi bencana. 
     
    Farhan menyampaikan duka mendalam atas besarnya dampak bencana, ribuan rumah rusak, fasilitas umum lumpuh, dan ratusan korban masih dinyatakan hilang. Kebutuhan logistik di lapangan pun diperkirakan masih akan terus meningkat.
     
    Ia menegaskan bahwa langkah Pemkot Bandung yang juga didukung Bank BJB, bukan hanya penyaluran dana, tetapi bagian dari panggilan kemanusiaan dan solidaritas.
     
    “Bencana di Sumatera adalah panggilan kemanusiaan bagi kita semua. Bandung hadir bukan hanya dengan bantuan dana, tetapi dengan rasa solidaritas warga Bandung untuk saudara-saudara kita di wilayah terdampak,” ujar Farhan.
     
    Farhan mengapresiasi penuh langkah Gubernur Jawa Barat dalam memastikan kehadiran Jawa Barat di Sumatera. Menurutnya, sinergi pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten akan membantu mempercepat pemulihan para korban bencana.
     
    “Saat Jawa Barat bergerak sebagai satu kesatuan, dampaknya jauh lebih besar. Kami di Kota Bandung memperkuat apa yang sudah dilakukan Pak Gubernur, supaya bantuan dari Jawa Barat benar-benar terasa bagi mereka yang terdampak,” tuturnya.
     
    Farhan juga mengajak masyarakat Bandung, mulai dari komunitas, pelaku usaha, lembaga keagamaan, hingga organisasi kemanusiaan untuk bersama-sama melanjutkan dukungan bagi saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Sumatera.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (MMI)

  • Jangan Gunakan Bencana untuk Perkaya Diri, Saya Akan Tindak Sangat Keras

    Jangan Gunakan Bencana untuk Perkaya Diri, Saya Akan Tindak Sangat Keras

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengapresiasi para bupati di wilayah Sumatra yang berjuang menangani bencana banjir dan longsor.

    “Terima kasih para bupati, kalian yang terus berjuang untuk rakyat, memang kalian dipilih untuk menghadapi kesulitan,” kata dia saat saat memimpin rapat terbatas penanganan bencana Sumatra di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu (7/12/2025).

    Prabowo lalu menyinggung bupati yang lari dalam masalah. Kendati tak menyebutkan nama bupati itu, Dia meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk segara mencopot bupati yang lari.

    “Kalau yang mau lari, lari aja, copot itu. Mendagri bisa ya diproses. Bisa?,” ujarnya.

    Lantas, Prabowo langsung menyampaikan istilah desersi, di mana orang yang melarikan dari tugas harus diberikan sanksi.

    Adapun yang dimaksud desersi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah: lari meninggalkan dinas ketentaraan.

    “Itu kalo tentara namanya desersi itu, dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah, waduh enggak bisa itu,” tutur dia.

  • Prabowo Sentil Bupati yang Lepas Tangan dari Bencana: Kalau Mau Lari Saja, Copot Langsung

    Prabowo Sentil Bupati yang Lepas Tangan dari Bencana: Kalau Mau Lari Saja, Copot Langsung

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menyentil sejumlah bupati yang melepas tanggung jawab dalam penanganan bencana yang terjadi di Sumatra.

    Dalam rapat pengarahan terkait penanganan dan pemulihan bencana yang digelar pada Minggu (7/12/2025), Prabowo sempat menyinggung para kepala daerah lari dari tanggung jawab.

    “Kalau yang mau lari, lari saja, dicopot langsung, Mendagri bisa ya diproses. Itu kalau di tentara namanya desersi, dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah. Itu tidak bisa tuh,” ujar Prabowo.

    Dalam kesempatan tersebut, Prabowo menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada para kepala daerah yang sigap menangani bencana.

    Prabowo menuturkan, bencana yang terjadi sebagai suatu tantangan dan ujian bagi kepala daerah. Namun, dia meyakini jika para kepala daerah dan bangsa Indonesia memiliki kekuatan untuk melaluinya.

    “Pengalaman kita pernah mengalami cobaan besar dan musibah besar, tapi kita kerja sama dengan kekompakan kita bisa melewatinya,” jelasnya.

    Sebelumnya, Prabowo mengatakan bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menimpa tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat merupakan tantangan yang dihadapi saat satu tahun kepemimpinannya.

    Di sela meninjau jembatan bailey (jembatan darurat portabel) di Sungai Teupin Mane, Kabupaten Bireuen, Aceh, Prabowo mengatakan di hadapan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Bupati Bireuen Mukhlis Takabeya, untuk menguatkan wilayah mereka yang terdampak bencana.

    “Ya ini musibah, tantangan yang kita coba, ini pimpinan baru satu tahun. Presiden satu tahun, gubernur satu tahun, bupati satu tahun, tapi kita dipilih untuk mengatasi kesulitan,” kata Prabowo.

  • K-9 temukan dua titik pencarian warga Tukka yang hilang akibat banjir

    K-9 temukan dua titik pencarian warga Tukka yang hilang akibat banjir

    ANTARA – Tim SAR gabungan yang diperkuat oleh empat ekor K-9 mengidentifikasi dua titik keberadaan warga yang hilang akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Desa Lot 3, Tukka, Tapanuli Tengah. Kepala Tim K-9 Ditpolsatwa Baharkam Polri, Kompol Kadarman, menyebut ketiadaan alat berat menjadi kendala dalam proses pencarian dan evakuasi pada Minggu (7/12). (Pradanna Putra Tampi/Soni Namura/Hilary Pasulu)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.