Topik: longsor

  • Beri Hiburan untuk Anak-anak di Padang, Komeng: Aku Ingin Mereka Kuat

    Beri Hiburan untuk Anak-anak di Padang, Komeng: Aku Ingin Mereka Kuat

    Jakarta, Beritasatu.com – Komedian sekaligus anggota DPD Alfiansyah Bustami atau Komeng menyambangi wilayah terdampak banjir bandang dan longsor di Padang, Sumatera Barat, untuk melihat kondisi korban sekaligus memberikan dukungan.

    Dalam kunjungannya bersama relawan Palang Merah Indonesia (PMI), Komeng berupaya menghibur masyarakat, terutama anak-anak yang kini tinggal di pengungsian dalam rangkaian giat tanggap darurat bencana.

    Dalam video yang diunggah melalui akun Instagram miliknya, Komeng mendatangi sejumlah kecamatan di Kota Padang. Ia turut membantu penyaluran air bersih bagi warga yang kesulitan akses akibat bencana.

    “Ketika air bersih mengalir, harapan pun ikut mengalir. Mari kita jaga dan memastikan setiap warga mendapat hak atas air yang layak,” kata Komeng, Selasa (9/12/2025).

    Tidak hanya menyalurkan air bersih, Komeng turut membantu warga memasak bagi para pengungsi. Seperti ciri khasnya, Komeng tetap menyelipkan candaan yang membuat suasana dapur umum menjadi lebih hangat.

    Kehadirannya rupanya menjadi hiburan tersendiri bagi para pengungsi yang sedang berjuang melewati masa sulit.

    Komeng juga melakukan psikososial support program (PSP) untuk membantu memulihkan trauma pada anak-anak di pengungsian. Dalam kesempatan itu, ia membagikan hadiah dan mencoba menularkan semangat agar anak-anak tetap kuat menghadapi musibah.

    “Saya sempat memberikan layanan PSP yang diharapkan bisa memulihkan trauma anak-anak. Saya juga bagi-bagi hadiah agar mereka tetap kuat,” ujarnya.

    Melihat langsung dampak bencana yang melanda tiga provinsi di Sumatera, Komeng mengaku sangat prihatin.

    “Walaupun rumah-rumah tidak hancur, tetapi lumpurnya tinggi sekali. Bahkan, di dalam rumah penuh lumpur. Saya sangat prihatin melihat kondisi ini, dan berharap semuanya bisa lekas pulih,” tutupnya.

  • Pikul Genset, Prajurit TNI Jalan Kaki ke Pelosok Tapanuli Tengah

    Pikul Genset, Prajurit TNI Jalan Kaki ke Pelosok Tapanuli Tengah

    Pikul Genset, Prajurit TNI Jalan Kaki ke Pelosok Tapanuli Tengah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebanyak 40 personel TNI dari Yonif 122/TS dan Yonif 125/Simbisa menembus jalur longsor dengan berjalan kaki untuk menyalurkan bantuan ke Dusun Lapan Lombu, Kelurahan Nauli, Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (6/12/2025).
    Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabid Penum) Pusat Penerangan (Puspen)
    TNI
    Kolonel Laut (P) Agung Saptoadi mengatakan, para prajurit menempuh perjalanan selama kurang lebih tiga jam dari Desa Parsingkaman melalui Aek Raisan dan Aek Mompang.
    “Sepanjang rute, ditemukan sedikitnya 20 titik longsor yang menghambat akses menuju lokasi,” ujar Agung dalam siaran pers yang diterima
    Kompas.com
    , Selasa (9/12/2025).
    Setibanya di Kelurahan Nauli, pasukan jalan kaki ini mendata kondisi wilayah dan kebutuhan warga.
    Dari data tersebut diketahui bahwa aliran listrik masih tersedia, tetapi masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih karena saluran air terputus sekitar satu kilometer dari permukiman.
    Selain itu, tercatat korban jiwa di beberapa lokasi: di Aek Mompang lima orang (tiga ditemukan, dua masih dicari), di Desa Mardame 13 orang (11 ditemukan, dua masih dicari).
    Sementara itu, di Kecamatan Sitahuis dan Kelurahan Nauli tidak ada korban jiwa.
    “Di lokasi, personel TNI bersama masyarakat juga telah menyiapkan tempat pendaratan atau 
    l
    anding zone
    (LZ) helikopter yang dinilai sangat strategis untuk mendukung pendorongan logistik melalui udara,” ujar dia.
    Agung melaporkan bahwa
    landing zone
    helikopter tersebut diperkirakan dapat menjangkau tiga wilayah terdampak, yaitu Desa Naga Timbul dengan sekitar 1.200 jiwa, Kelurahan Nauli sekitar 2.000 jiwa, dan Desa Mardame sekitar 1.100 jiwa.
    “Kebutuhan mendesak masyarakat saat ini meliputi beras, mi instan, minyak goreng, genset beserta bahan bakar, perangkat Starlink, obat-obatan seperti obat gatal dan demam untuk anak maupun dewasa, serta pakaian layak pakai,” ungkap dia.
    Sebagai tindak lanjut laporan pasukan pejalan kaki, tim menyusun beberapa rencana kegiatan.
    Rencana tersebut meliputi pendorongan logistik menggunakan helikopter Mi-17 sebanyak tiga sorti, pendirian dapur lapangan, perbaikan saluran air bersih, pengiriman logistik dengan berjalan kaki ke dusun yang belum terjangkau, serta pelayanan kesehatan dan pemberian obat-obatan kepada masyarakat.
    “Seluruh upaya tersebut dilakukan untuk memastikan kebutuhan dasar warga terpenuhi sekaligus mempercepat stabilisasi kondisi di wilayah terdampak bencana,” kata dia.
    Berdasarkan foto yang diterima
    Kompas.com
    , sejumlah prajurit berseragam loreng hijau itu tampak berjalan kaki menyusuri jalan setapak dengan membawa logistik, genset, dan lain-lain.
    Setibanya di pemukiman warga, mereka langsung memberikan pengecekan dan pengobatan gratis kepada warga.

    Salurkan bantuan Anda untuk korban banjir Sumatera lewat tautan kanal donasi di bawah ini:
    https://kmp.im/BencanaSumatera
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Said Didu Semprot Kepala Daerah di Sumatra: Berhenti Bohongi Presiden, Nyawa Manusia Bukan Mainan

    Said Didu Semprot Kepala Daerah di Sumatra: Berhenti Bohongi Presiden, Nyawa Manusia Bukan Mainan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Aktivis Sosial, Muhammad Said Didu, kembali mengkritik pemerintah terkait penanganan bencana banjir dan longsor di Sumatra, khususnya di Aceh.

    Said Didu menganggap respons pemerintah tidak mencerminkan kondisi fakta yang dialami masyarakat di lapangan.

    Ia meminta pejabat negara berhenti menyajikan laporan yang dianggapnya tidak jujur kepada Presiden.

    “Wahai pejabat dan pembantu Presiden, dengarkan ini dan berhentilah bohongi Presiden,” ujar Said Didu di X @msaid_didu (9/12/2025).

    “Nyawa manusia kalian permainkan,” tegas pria kelahiran Kabupaten Pinrang ini.

    Ia kemudian menayangkan rekaman seorang warga Aceh yang dengan penuh emosional menggambarkan kondisi memilukan di lokasi terdampak banjir.

    Warga tersebut mengaku kecewa dengan hasil rapat terbatas Presiden bersama kepala daerah yang digelar di Aceh pada malam sebelumnya.

    “Halo kawan-kawan, kalian tahu kan, Presiden Prabowo ke Aceh, mereka melakukan rapat terbatas tadi malam,” ucap warga itu.

    Baginya, rapat tersebut tidak menyentuh isi persoalan yang paling mendesak dan tidak mencerminkan situasi sesungguhnya.

    “Tapi, isi rapatnya kalau kita nonton sampai habis, itu pedih. Tidak sesuai dengan kondisi di lapangan yang dilaporkan. Ada yang minta, apalah bajulah,” tukasnya.

    Warga yang belum diketahui identitasnya itu menegaskan bahwa saat ini sejumlah tokoh dan influencer telah turun langsung ke daerah terdampak bencana seperti Aceh Tamiang, dan menyebut kondisi wilayah tersebut sangat mengenaskan.

    “Itu seperti kota zombie dan neraka. Dan mereka tadi malam tidak ada berbicara sedikit pun bagaimana mengevakuasi mayat, bagaimana yang kelaparan bisa makan hari ini. Tidak ada, kawan-kawan,” imbuhnya.

  • Data terbaru: Korban meninggal bencana Sumatera mencapai 964 orang

    Data terbaru: Korban meninggal bencana Sumatera mencapai 964 orang

    ANTARA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data terbaru jumlah korban meninggal dunia akibat banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat per Selasa (9/12) yang mencapai 946 orang. Upaya pencarian dan evakuasi korban yang masih hilang terus dilakukan dengan pengerahan personel tambahan. (Irfan Hardiansyah/Yovita Amalia/Hilary Pasulu)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mirwan MS Diberhentikan, Baital Mukadis Jadi Plt Bupati Aceh Selatan

    Mirwan MS Diberhentikan, Baital Mukadis Jadi Plt Bupati Aceh Selatan

    Banda Aceh, Beritasatu.com – Pemerintah Aceh sudah menerima pemberitahuan resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai pemberhentian Mirwan MS sebagai bupati Aceh Selatan. Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA mengatakan selanjutnya Wakil Bupati Baital Mukadis diangkat sebagai pelaksana tugas (Plt) bupati Aceh Selatan.

    Muhammad MTA mengatakan masa pemberhentian sementara tersebut akan berlangsung selama tiga bulan. Terkait jenis sanksi atau ketentuan yang berlaku selama masa nonaktif, seluruh kebijakan berada di bawah kewenangan Kemendagri.

    “Biasanya, pejabat yang dinonaktifkan akan mengikuti program pembinaan terkait pemerintahan yang diagendakan Kemendagri. Jika nantinya diperlukan pertimbangan dari Pemerintah Aceh, gubernur akan menyampaikannya secara resmi kepada mendagri,” ujarnya di Aceh, Selasa (9/12/2025).

    Penonaktifan Mirwan MS dilakukan di tengah sorotan publik terhadap keberangkatannya melaksanakan ibadah umrah saat daerahnya terdampak bencana banjir bandang dan longsor.

    Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengonfirmasi soal pemberhentian sementara tersebut kepada wartawan di kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025).

    “Tentang dua keputusan SK yang sudah saya tanda tangani hari ini berkaitan Bupati Aceh Selatan, SK pertama mengenai pemberhentian sementara 3 bulan atas nama Mirwan MS Bupati Aceh Selatan, Provinsi Aceh,” katanya.

    Sebelumya, Mirwan MS sudah memberikan permintaan maaf karena umrah tanpa izin dan saat daerahnya dalam darurat bencana. Permintaan maaf itu disampaikan Mirwan kepada pemerintah pusat dan masyarakat luas.

  • Pemerintah Siapkan Lokasi Relokasi Permukiman Korban Bencana Sumbar

    Pemerintah Siapkan Lokasi Relokasi Permukiman Korban Bencana Sumbar

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fitrah Nur memaparkan sejumlah lokasi yang direkomendasikan pemerintah daerah di Sumatera Barat sebagai titik relokasi pemukiman bagi warga terdampak bencana.

    Fitrah merupakan salah satu Ketua Tim Satgas Peninjauan Pemukiman yang bertugas memeriksa kondisi rumah para korban bencana di wilayah tersebut.

    Ia menjelaskan, berdasarkan data per Senin (8/12/2025), terdapat 8.888 rumah rusak yang terbagi dalam kategori ringan, sedang, berat, dan hanyut. Kementerian PKP menyatakan siap melaksanakan relokasi begitu lokasi pembangunan disepakati.

    “Kita sudah siapkan itu. Lahan saya sudah dapat dari pemda, dari pak gubernur. Untuk di Kota Padang ada dua titik. Kemudian di Tanah Datar ada satu titik,” ujar Fitrah saat ditemui di kantor Kementerian Hukum, Selasa (9/12/2025).

    Selain di Padang dan Tanah Datar, ia menyebut pemerintah daerah juga tengah menyiapkan lahan relokasi di Padang Panjang, meski status tanah adat masih menunggu penyelesaian. Sementara di Kabupaten Agam terdapat satu lokasi yang diajukan tetapi sertifikatnya belum diterima.

    “Di Padang Panjang itu karena tanah ulayat, itu masih diupayakan oleh pemda. Di Kabupaten Agam ada satu titik, tetapi sertifikatnya belum dapat,” jelas Fitrah.

    Ia menambahkan, kondisi kerusakan rumah warga yang terdampak banjir dan longsor di Sumatera Barat terbagi menjadi empat kategori, yakni rusak ringan, sedang, berat, dan hanyut.

    Dari jumlah tersebut, 691 rumah dinyatakan hanyut, dan kemungkinan bertambah karena sebagian rumah rusak berat tidak lagi dapat diperbaiki.

    Fitrah menjelaskan, banyak rumah hanyut akibat perubahan jalur sungai yang menyeret permukiman di sempadan aliran air. “Kemungkinan itu akan nambah juga di yang hanyut tadi, 691,” katanya.

    Selain itu, rumah rusak berat tercatat sebanyak 1.733 unit, rusak sedang 1.027 unit, dan rusak ringan 5.347 unit. Data tersebut merupakan pembaruan terbaru per Senin kemarin.

    Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa Kementerian PKP tengah mengupayakan pengajuan relokasi berdasarkan usulan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota. Namun, proses pembangunan belum dapat dimulai karena anggaran khusus relokasi belum tersedia.

    “Nah, kemarin yang khusus Sumatera Barat untuk yang hanyut, yang hilang, kita sudah mengupayakan lokasi dari Pemda untuk relokasi. Namun, kan anggarannya belum ada,” ujarnya.

    Fitrah menegaskan bahwa saat ini pemerintah pusat dan daerah masih fokus pada fase tanggap darurat, sehingga pelaksanaan relokasi belum bisa dilakukan.

    “Dan sekarang juga masih tanggap darurat. Kita mungkin belum bisa masuk, soalnya situasinya masih kepada situasi penyelamatan. Tapi kita sudah siapkan,” pungkasnya.

  • Negara, Viral, dan Solidaritas Warga Disebut “Kecil”

    Negara, Viral, dan Solidaritas Warga Disebut “Kecil”

    Negara, Viral, dan Solidaritas Warga Disebut “Kecil”
    Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
    BELAKANGAN
    publik dibuat gaduh oleh pernyataan anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Endipat Wijaya, dalam rapat bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dalam forum itu, ia menyoroti aksi para relawan dan kreator konten yang menggalang donasi untuk korban bencana di Sumatera.
    Donasi yang disebutnya “sekitar Rp 10 miliar” itu, menurut Endipat, “kecil” bila dibandingkan dengan bantuan pemerintah yang mencapai “triliunan rupiah”.
    Narasi ini sontak memicu gelombang kritik. Di tengah solidaritas publik yang mengalir spontan dari berbagai penjuru, pernyataan semacam ini terasa janggal. Bukan hanya karena menyentuh sensitivitas warga yang sedang berduka, tetapi juga karena berpotensi meremehkan energi kemanusiaan yang lahir dari inisiatif warga.
    Salah satu figur yang menjadi sorotan adalah
    Ferry Irwandi
    . Relawan independen yang dalam hitungan hari mampu menggalang miliaran rupiah untuk korban banjir dan longsor. Di mata publik, aksi seperti ini bukan sekadar angka, melainkan wujud nyata kepedulian yang hadir ketika negara masih meraba-raba langkah.
    Dalam banyak peristiwa bencana, publik sering kali menyaksikan hal yang sama: warga bergerak lebih cepat dari pemerintah. Kehadiran mereka bukan untuk menandingi negara, melainkan untuk mengisi ruang-ruang kosong yang tidak selalu mampu dijangkau oleh sistem birokrasi.
    Dalam situasi darurat, menit dan jam pertama adalah segalanya. Di titik inilah relawan menjadi penopang hidup para penyintas.
    Pernyataan bahwa kontribusi warga “kecil” bukan hanya tidak tepat secara etis, tetapi juga keliru dalam memahami dinamika penanganan bencana. Negara memiliki kewajiban konstitusional menghadirkan bantuan, itu tidak bisa disebut sebagai kemurahan hati, melainkan mandat.
    Sebaliknya, kontribusi publik adalah tindakan moral yang lahir dari empati, tanpa kewajiban, tanpa birokrasi, tanpa anggaran rutin. Mengukurnya hanya dengan angka berarti melupakan substansi solidaritas itu sendiri.
    Dalam konteks Sumatera, relawan hadir sejak hari pertama dengan perahu karet seadanya, dapur umum dadakan, logistik swadaya, dan informasi digital yang sering kali lebih cepat daripada rilis resmi pemerintah. Warga yang saling mengulurkan tangan memainkan peran krusial ketika akses jalan terputus, listrik padam, dan komunikasi lumpuh.
    Bagian lain dari pernyataan Endipat yang memicu polemik adalah dorongannya kepada Komdigi agar “mengamplifikasi” capaian pemerintah supaya tidak kalah viral dari relawan. Catatan ini menyingkap persoalan lain: narasi publik diasumsikan sebagai arena kompetisi citra, bukan ruang untuk menyampaikan informasi yang benar-benar dibutuhkan warga.
    Dalam penanganan bencana, perhatian pemerintah semestinya fokus pada efektivitas, bukan popularitas. Bila pemerintah merasa publikasi resmi kurang, solusinya bukan menyepelekan relawan atau membanding-bandingkan kontribusi, melainkan memperbaiki transparansi, kecepatan informasi, dan koordinasi lapangan. Bukan tugas warga untuk membuat negara terlihat hadir; itu tanggung jawab negara itu sendiri.
    Sebaliknya, kehadiran relawan justru membantu pemerintah mengurangi beban penanganan. Alih-alih dipandang sebagai “kompetitor viral”, mereka semestinya diapresiasi sebagai mitra kemanusiaan. Negara yang percaya diri tidak akan merasa tersaingi oleh solidaritas warganya.
    Salah satu kritik terbesar publik adalah tentang cara pandang yang menjadikan empati sebagai objek perbandingan kuantitatif. Rp 10 miliar dari publik memang tidak sebanding dengan triliunan anggaran pemerintah, tetapi tidak seharusnya dibandingkan sejak awal. Yang satu adalah kewajiban negara, yang lain adalah kemurahan hati masyarakat. Yang satu muncul dari pajak dan alokasi APBN, yang lain berasal dari dompet pribadi dan kepedulian spontan.
    Fakta bahwa masyarakat bisa menghimpun miliaran rupiah dalam hitungan hari justru menegaskan dua hal. Pertama, tingginya rasa
    solidaritas warga
    . Kedua, adanya kepercayaan publik terhadap gerakan sosial akar rumput. Relawan dipercaya karena dianggap sigap, transparan, dan dekat dengan penyintas. Kritik terhadap pemerintah harus dibaca sebagai dorongan untuk memperbaiki kinerja, bukan sebagai ancaman terhadap kewibawaan negara.
    Polemik ini harusnya menjadi bahan refleksi, bukan sekadar kontroversi sesaat. Pemerintah perlu menyadari bahwa apresiasi terhadap relawan tidak akan mengurangi legitimasi negara. Sebaliknya, merangkul relawan sebagai mitra strategis akan memperkuat ketahanan sosial saat bencana.
    Sikap defensif dan fokus pada citra justru menimbulkan kesan bahwa pemerintah lebih sibuk membela reputasi daripada memperbaiki pelayanan. Di era keterbukaan informasi, yang dibutuhkan bukan amplifikasi narasi, melainkan transparansi data, kecepatan respons, dan komunikasi publik yang empatik.
    Pada akhirnya, bencana adalah urusan semua pihak. Baik itu negara, masyarakat sipil, relawan, dan warga biasa. Tidak ada yang perlu merasa paling berjasa. Yang terpenting adalah memastikan para penyintas mendapatkan bantuan tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat kebutuhan.
    Solidaritas warga bukan kompetitor negara. Ia adalah fondasi yang menguatkan kita setiap kali bencana datang. Dan fondasi seperti ini tidak boleh diremehkan. Tidak pernah “kecil”. Tidak akan pernah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Petakan Kerusakan Rumah dan Siapkan Relokasi di Sumbar

    Pemerintah Petakan Kerusakan Rumah dan Siapkan Relokasi di Sumbar

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) melakukan survei peninjauan ke tiga provinsi terdampak banjir dan longsor di Sumatera. Tiga pejabat eselon I yang terjun langsung, yakni Dirjen Perumahan Perdesaan Imran, Dirjen Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Aziz Andriansyah, dan Dirjen Kawasan Permukiman Fitrah Nur.

    Fitrah, yang meninjau langsung kondisi pemukiman di Sumatera Barat, mengatakan bahwa rumah warga terdampak terbagi dalam kategori rusak ringan, sedang, berat, serta yang hanyut.

    “Data kemarin, itu ada 691 yang hanyut. Kemungkinan akan bertambah dengan kategori rusak berat karena kondisinya sudah tidak memungkinkan diperbaiki,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Hukum, Selasa (9/12/2025).

    Menurut Fitrah, rumah yang hanyut itu berada di kawasan yang terdampak perpindahan alur sungai, sehingga banyak permukiman hilang di sempadan sungai. Selain itu, rumah rusak berat berjumlah 1.733 unit, rusak sedang 1.027 unit, dan rusak ringan mencapai 5.347 unit.

    “Data ini sudah kami perbarui per Senin kemarin,” tegasnya.

    Ia menambahkan, pihaknya sedang mengupayakan pengajuan relokasi berdasarkan rekomendasi Pemerintah Provinsi Sumatra Barat hingga tingkat kabupaten dan kota. “Untuk rumah yang hanyut dan hilang, kami sudah menyiapkan opsi lokasi relokasi dari Pemda dan wali kota. Namun anggarannya belum tersedia,” kata Fitrah.

    Saat ini pemerintah pusat dan daerah masih fokus pada penanganan darurat, sehingga PKP belum dapat masuk ke tahap pembangunan hunian.

    “Situasi masih dalam fase penyelamatan, tetapi kami sudah siapkan kebutuhan selanjutnya,” jelasnya.

    Banjir besar di Kota Padang menimbulkan kerusakan pada enam jembatan, jalan, bendungan, dan fasilitas PDAM. Total kerugian infrastruktur diperkirakan mencapai Rp 202,8 miliar.

    Wali Kota Padang Fadly Amran menyampaikan bahwa perbaikan difokuskan pada jembatan dan fasilitas vital agar aktivitas warga segera pulih.

    “Kerusakan paling parah terjadi pada Jembatan Gunung Nago senilai Rp 45 miliar, dan Jembatan Kalawi Limau Manis yang putus dengan kerugian Rp 35 miliar,” pungkasnya.

  • Mensos Ingatkan Pedagang Bahan Pokok: Tak Pantas Situasi Seperti Ini Menaikkan Harga

    Mensos Ingatkan Pedagang Bahan Pokok: Tak Pantas Situasi Seperti Ini Menaikkan Harga

    Mensos Ingatkan Pedagang Bahan Pokok: Tak Pantas Situasi Seperti Ini Menaikkan Harga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul menegaskan, menaikkan harga bahan-bahan pokok di Provinsi Aceh setelah terjadinya bencana banjir dan tanah longsor sangat tidak pantas dilakukan.
    “Sungguh tidak pantas ya dalam situasi yang seperti ini kita menaikkan harga. Di tengah-tengah orang yang lagi berduka,” kata Saifullah saat ditemui di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025).
    Saifullah mengatakan, Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem juga telah berpesan kepada para pemilik toko agar tidak menaikkan harga di saat situasi tengah berduka.
    Mensos yang karib dipanggil Gus Ipul ini menuturkan bahwa masyarakat semestinya harus saling tolong-menolong saat sedang diterpa musibah.
    “Pak Mualem juga mengatakan kalau ingkar, kalau ada yang melanggar berarti pada akan ditindak. Jadi ini dalam situasi gini kita sepatutnya untuk tolong-menolong,” kata dia.
    Gus Ipul pun memastikan pemerintah akan terus mempercepat penyaluran bantuan kepada warga terdampak seiring harga bahan-bahan pokok yang mulai melonjak.
    “Kalau percepatan dilakukan oleh semuanya ya. Yang dilakukan percepatan oleh semuanya termasuk Kementerian Sosial kemarin sudah bisa masuk bantuannya ke Bener Meriah dan Aceh Tengah,” ujar Gus Ipul.
    Gus Ipul menyampaikan bahwa saat ini semua pihak berjibaku membantu menyalurkan bantuan logistik bagi para korban.
    “Semuanya, bukan dari kami saja dari banyak pihak. Semua berusaha untuk bisa mengirim bantuan menjangkau yang mungkin malah belum mendapatkan bantuan itu,” ucap dia.
    Adapun hingga Selasa (9/12/2025), warga Desa Alur Mentawak, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, masih berada dalam kondisi terisolasi.
    Salah seorang warga, Syahfitri (22), mengatakan akses utama desa tertimbun material longsor.
    Keterisolasian membuat harga bahan pokok melambung tinggi.
    Menurut Syahfitri, BBM dijual Rp 40.000 per liter, telur Rp 100.000 per papan, dan cabai mencapai Rp 250.000 per kilogram.
    Ia berharap pemerintah segera membuka kembali akses jalan agar distribusi pangan dapat kembali normal.
    “Sekarang keluarga kami ungsikan ke Lhokseumawe. Karena sangat sulit kebutuhan bahan pangan di sana,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nusron Siap Cabut HGU Pengusaha Demi Bikin Rumah Korban Banjir Sumatra

    Nusron Siap Cabut HGU Pengusaha Demi Bikin Rumah Korban Banjir Sumatra

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengaku siap melakukan pencabutan sertifikat hak guna usaha (HGU) sejumlah perusahaan di atas lahan negara.

    Nusron menuturkan, hal tersebut dilakukan dalam rangka melaksanakan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang hendak membangun hunian sementara bagi masyarakat terdampak bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Sumatra.

    “Ya siap, tidak masalah [kalau harus cabut HGU]. Artinya kalau masyarakat membutuhkan hunian tetap, dan tidak ada lahan yang tersedia, nanti kita akan minta lahannya para pengusaha yang berdiri di atas lahan negara yang hari ini menjadi HGU,” kata Nusron saat ditemui di Jakarta, Senin (8/12/2025).

    Meski demikian, Nusron belum dapat merinci di mana saja lokasi HGU yang akan dicabut. Dia mengatakan masih akan melakukan pemetaan terlebih dahulu.

    Adapun, saat ini HGU sejumlah perusahaan yang berdiri di atas lahan negara tersebut tersebar di 52 Kabupaten dan Kota.

    “Belum. Lokasinya kan baru kita [tentukan kalau sudah di survei] ada di 52 Kabupaten/Kota terdampak,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan kesiapan pemerintah pusat untuk mencabut sementara Hak Guna Usaha (HGU) bila diperlukan, demi memastikan percepatan pemulihan masyarakat terdampak banjir Sumatra. 

    Prabowo menegaskan bahwa pemerintah harus segera menyediakan lahan untuk pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. 

    Presiden menekankan perlunya koordinasi menyeluruh antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat, termasuk seluruh kementerian serta lembaga teknis terkait seperti ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan.

    “Saya kira ini harusnya adalah nanti koordinasi pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah pusat semua K/L dan terutama ATR, Kehutanan, ATR BPN dicek semua. Kalau perlu HGU-HGU bisa dicabut sementara, dikurangi. Ini kepentingan rakyat, lebih penting. Lahan harus ada,” ujar Prabowo dalam Rapat Koordinasi Penanganan Banjir Aceh, Minggu (7/11/2025).

    Dia menilai bahwa semua data penggunaan lahan harus segera diperiksa, bahkan membuka opsi untuk mencabut sementara atau mengurangi HGU apabila itu menjadi satu-satunya cara untuk menyediakan lahan bagi masyarakat terdampak. Prabowo juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan opsi konstruksi pre-fabrikasi agar lahan dan biaya bisa lebih efisien.