Topik: longsor

  • Kisah Jurnalis BTV Selamat dari Banjir dan Longsor Aceh Tengah

    Kisah Jurnalis BTV Selamat dari Banjir dan Longsor Aceh Tengah

    Takengon, Beritasatu.com – Kisah dramatis dialami Wahyu, jurnalis BTV yang terjebak di tengah bencana longsor dan banjir bandang di Kabupaten Aceh Tengah. Peristiwa ini terjadi saat Wahyu sedang meliput Festival Linge pada 24 November 2025 di Desa Linge, Kecamatan Linge.

    Awalnya, kegiatan berlangsung normal. Namun, tiga hari kemudian, tepatnya 27 November 2025, bencana alam besar menghantam wilayah tersebut. Longsor dan banjir bandang memutus akses utama, merusak jembatan, serta menyebabkan desa terisolasi total.

    Wahyu bersama 41 orang lainnya tidak memiliki sinyal dan kesulitan mendapatkan informasi dari luar. Kepanikan sempat muncul, tetapi mereka memilih untuk tetap tenang dan mencari cara menyelamatkan diri.

    Dengan logistik yang kian menipis, rombongan memutuskan keluar dari Desa Linge pada 29 November 2025. Mereka menyeberangi sungai menggunakan perahu karet, sebelum melanjutkan perjalanan ekstrem dengan berjalan kaki puluhan kilometer menuju Takengon, tepatnya Bandara Rembele.

    Perjalanan itu penuh tantangan. Mereka melewati sejumlah jalur longsor, menembus jalan yang tertutup material tanah, serta bermalam di desa-desa terpencil. Bantuan warga yang memberikan tumpangan dan makanan menjadi penyemangat di tengah kondisi sulit. Pada beberapa lokasi, mereka harus meniti longsor sepanjang ratusan meter yang masih labil dan berbahaya.

    Pada hari berikutnya, harapan semakin terang ketika rombongan bertemu tim rescue dari Yayasan HAKA yang memberikan evakuasi lanjutan. Setelah menempuh perjalanan sekitar 50 kilometer dalam beberapa hari, Wahyu dan rombongan akhirnya tiba di Takengon dengan selamat.

  • UB Buka Crisis Center bagi Mahasiswa Korban Banjir Sumatera

    UB Buka Crisis Center bagi Mahasiswa Korban Banjir Sumatera

    Malang, Beritasatu.com – Universitas Brawijaya (UB) membuka crisis center untuk memverifikasi dan mendata mahasiswa yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor di berbagai wilayah Sumatera. Inisiatif ini dilakukan agar proses penyaluran bantuan dapat berlangsung cepat, tepat sasaran, serta sesuai kebutuhan masing-masing mahasiswa.

    Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Dr Setiawan Noerdajasakti turun langsung memantau jalannya pendataan. Ia menegaskan, verifikasi merupakan langkah penting sebelum bantuan diberikan.

    “Kami ingin memastikan seluruh mahasiswa terdampak benar-benar mendapatkan bantuan tanpa ada yang terlewat. Ini bentuk tanggung jawab UB untuk hadir dalam kondisi darurat,” ujarnya, Selasa (9/12/2025).

    Menurut Setiawan, sejumlah mahasiswa menghadapi berbagai kesulitan, mulai dari kendala finansial, komunikasi yang terputus, hingga kehilangan tempat tinggal sementara.

    Karena itu, UB menyiapkan skema bantuan yang mencakup dukungan finansial, pendampingan psikologis, kebutuhan harian, serta akses akademik agar proses belajar tetap berjalan.

    “Bantuan tidak hanya uang. Kami tidak ingin proses pendidikan mahasiswa terhambat akibat bencana,” katanya.

    Setiawan menambahkan, setelah tahap verifikasi rampung, UB akan menggelar rapat internal untuk menentukan bentuk bantuan dan mekanisme penyalurannya. Kampus juga akan terus memantau perkembangan mahasiswa di wilayah terdampak banjir Sumatera secara berkala.

    “UB tidak hanya menyalurkan bantuan, tetapi juga mendampingi sampai mahasiswa pulih,” tegasnya.

    Langkah ini turut mendapat dukungan dari Eksekutif Mahasiswa UB. Sekretaris Menko Pelayanan EM UB, Yusuf Hafidzun Alim menilai mekanisme verifikasi crisis center berjalan transparan dan akurat.

    “Kolaborasi ini penting agar bantuan benar-benar tepat sasaran dan sesuai regulasi kampus,” ujarnya.

    Proses verifikasi dilakukan melalui pengecekan identitas, bukti kondisi terdampak, perincian kebutuhan, serta wawancara langsung. Sejumlah mahasiswa tercatat membutuhkan bantuan mendesak, seperti tempat tinggal sementara, logistik, dan dukungan komunikasi.

    Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Deu Gulton mengapresiasi langkah cepat UB dalam mendampingi mahasiswa asal Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang keluarganya terkena dampak luas bencana tersebut.

    “Banjir di Sumatera sangat besar, beberapa rumah bahkan tertutup lumpur. Banyak teman kami kesulitan dana karena akses jalan dan komunikasi terputus. Bantuan dari UB sangat membantu,” tutup Deu Gulton.

  • Wapres Gibran Apresiasi Aksi Donasi Warga untuk Korban Bencana Sumatra

    Wapres Gibran Apresiasi Aksi Donasi Warga untuk Korban Bencana Sumatra

    Jakarta: Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menyampaikan apresiasi sekaligus terima kasih kepada masyarakat yang bahu-membahu memberikan bantuan bagi warga terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. 

    Respons ini disampaikan Wapres menyusul adanya polemik terkait penggalangan dana yang dilakukan sejumlah influencer dan komunitas.

    “Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat yang telah bahu-membahu menggalang bantuan bagi warga terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatra,” ujar Gibran dalam keterangan tertulis, Selasa (9/12/2025).

    Wapres menilai gerakan donasi yang muncul spontan dari masyarakat merupakan wujud nyata semangat gotong-royong yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia. Ia menyebut inisiatif berbagai kelompok, termasuk individu dan influencer, sebagai bukti kepedulian sosial yang tidak pernah padam.

    “Gerakan warga bantu warga seperti yang dilakukan oleh banyak lembaga sosial, komunitas, hingga individu seperti Saudara Ferry Irwandi, Praz Teguh, Willie Salim, dan lainnya merupakan aksi nyata dari semangat gotong royong dan kepedulian sosial yang sejak lama menjadi kekuatan bangsa kita,” kata Gibran.

    Lebih jauh, Wapres berharap bantuan yang disalurkan masyarakat dapat memberi manfaat nyata bagi para korban bencana serta menjadi dukungan moral dalam masa pemulihan.
     

    Pernyataan ini disampaikan Gibran setelah sebelumnya anggota Komisi I DPR RI, Endipat Wijaya, menyinggung gerakan donasi untuk korban bencana. Dalam rapat kerja dengan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, Endipat membandingkan besaran donasi publik yang dinilainya tidak sebanding dengan bantuan negara.

    Meski tidak menyebut nama, publik menduga pernyataan tersebut ditujukan kepada influencer yang sebelumnya menggalang dana hingga miliaran rupiah.

    Menanggapi polemik itu, Wapres menegaskan bahwa peran warga dan influencer tidak bertentangan dengan upaya pemerintah. Sebaliknya, keduanya saling melengkapi dalam membantu penanganan bencana.

    Ia menekankan bahwa partisipasi publik adalah aset penting, sekaligus memperlihatkan kuatnya solidaritas masyarakat Indonesia ketika menghadapi musibah.

    Jakarta: Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menyampaikan apresiasi sekaligus terima kasih kepada masyarakat yang bahu-membahu memberikan bantuan bagi warga terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. 
     
    Respons ini disampaikan Wapres menyusul adanya polemik terkait penggalangan dana yang dilakukan sejumlah influencer dan komunitas.
     
    “Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat yang telah bahu-membahu menggalang bantuan bagi warga terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatra,” ujar Gibran dalam keterangan tertulis, Selasa (9/12/2025).

    Wapres menilai gerakan donasi yang muncul spontan dari masyarakat merupakan wujud nyata semangat gotong-royong yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia. Ia menyebut inisiatif berbagai kelompok, termasuk individu dan influencer, sebagai bukti kepedulian sosial yang tidak pernah padam.
     
    “Gerakan warga bantu warga seperti yang dilakukan oleh banyak lembaga sosial, komunitas, hingga individu seperti Saudara Ferry Irwandi, Praz Teguh, Willie Salim, dan lainnya merupakan aksi nyata dari semangat gotong royong dan kepedulian sosial yang sejak lama menjadi kekuatan bangsa kita,” kata Gibran.
     
    Lebih jauh, Wapres berharap bantuan yang disalurkan masyarakat dapat memberi manfaat nyata bagi para korban bencana serta menjadi dukungan moral dalam masa pemulihan.
     

     
    Pernyataan ini disampaikan Gibran setelah sebelumnya anggota Komisi I DPR RI, Endipat Wijaya, menyinggung gerakan donasi untuk korban bencana. Dalam rapat kerja dengan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, Endipat membandingkan besaran donasi publik yang dinilainya tidak sebanding dengan bantuan negara.
     
    Meski tidak menyebut nama, publik menduga pernyataan tersebut ditujukan kepada influencer yang sebelumnya menggalang dana hingga miliaran rupiah.
     
    Menanggapi polemik itu, Wapres menegaskan bahwa peran warga dan influencer tidak bertentangan dengan upaya pemerintah. Sebaliknya, keduanya saling melengkapi dalam membantu penanganan bencana.
     
    Ia menekankan bahwa partisipasi publik adalah aset penting, sekaligus memperlihatkan kuatnya solidaritas masyarakat Indonesia ketika menghadapi musibah.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Update Korban Banjir Sumatera: 967 Meninggal dan 262 Hilang

    Update Korban Banjir Sumatera: 967 Meninggal dan 262 Hilang

    Jakarta, Beritasatu.com – Jumlah korban jiwa akibat bencana banjir bandang dan longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera terus bertambah. Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Rabu (10/12/2025) pagi menyebutkan sebanyak 967 orang meninggal dunia dan 262 orang masih dinyatakan hilang.

    Selain korban meninggal dan hilang, BNPB mencatat sedikitnya 5.000 warga mengalami luka-luka akibat terjangan banjir, material longsor, serta derasnya arus air yang menghancurkan permukiman dan fasilitas umum.

    Bencana besar yang melanda 52 kabupaten/kota itu juga menyebabkan kerusakan infrastruktur secara masif. Sebanyak 157.900 rumah warga rusak, mulai dari rusak ringan hingga berat.

    Selain itu, banjir bandang dan longsor Sumatera turut merusak 1.200 fasilitas umum, 215 fasilitas kesehatan, 584 bangunan pendidikan, 423 rumah ibadah, 287 gedung perkantoran, serta 498 jembatan yang putus atau tidak lagi berfungsi.

    Aceh menjadi provinsi dengan jumlah korban meninggal dunia tertinggi, yakni 391 orang, sementara 31 lainnya masih hilang. Banyak wilayah di provinsi tersebut yang terisolasi akibat jembatan putus dan akses darat yang belum dapat dilalui.

    Di Sumatera Utara, BNPB melaporkan 338 korban meninggal dan 138 orang hilang. Banjir bandang yang terjadi secara tiba-tiba di sejumlah daerah membuat proses evakuasi warga sulit dilakukan. Sumatera Barat juga mengalami dampak signifikan dengan 238 korban meninggal dan 93 orang hilang.

    Apabila dilihat berdasarkan wilayah kabupaten/kota, Kabupaten Agam di Sumatera Barat mencatat jumlah korban meninggal dunia terbanyak, yakni 181 orang. Disusul kemudian Aceh Utara dengan 138 korban meninggal, dan Tapanuli Tengah 110 korban meninggal.

    Jumlah korban banjir bandang dan longsor Sumatera diperkirakan masih dapat bertambah seiring proses pencarian yang terus dilakukan oleh tim SAR gabungan, TNI/Polri, relawan, dan masyarakat.

  • Mensos Janji Hunian Sementara Korban Bencana Dilengkapi Jaminan Hidup

    Mensos Janji Hunian Sementara Korban Bencana Dilengkapi Jaminan Hidup

    JAKARTA – Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyampaikan hunian sementara bagi korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat akan dilengkapi dengan jaminan hidup untuk menunjang perekonomian sehari-hari mereka.

    “Di hunian sementara itu nanti akan ada jaminan hidup. Mereka sementara kan harus bisa memperoleh dukungan ekonomi untuk bisa hidup sehari-hari, maka nanti ada itu, setelah itu masuk ke pemberdayaan,” katanya dilansir ANTARA, Selasa, 9 Desember.

    Ia menjelaskan berdasarkan hasil koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hunian sementara akan menunjang kehidupan para pengungsi minimal dalam waktu satu tahun, yang kemudian akan diberikan hunian tetap sesuai dengan kondisi masing-masing korban.

    “Kemarin sudah dilaporkan oleh kepala BNPB tentang perencanaan hunian sementara itu yang sifatnya sementara ini setahun, minimal itu setahun, bisa dua tahun. Berikutnya adalah hunian tetap yang tergantung pada kondisinya, kalau secara umum, hunian tetap itu biasanya tanah disediakan oleh daerah, kemudian yang membangun adalah APBN lewat BNPB,” ujar dia.

    Namun, berdasarkan instruksi Presiden Prabowo Subianto, apabila daerah mengalami kesulitan untuk menyediakan tanah maka bisa menggunakan tanah-tanah negara.

    “Yang ini nanti akan diurus lebih lanjut. Jadi ada hunian sementara, ada hunian tetap. Setelah hunian sementara bisa disediakan, maka kami nanti bersama kementerian lain masuk untuk pemberdayaan, mulai dari pemulihan ekonomi, pelatihan keterampilannya, maupun dukungan usaha. Ini yang nanti akan kami lakukan setelah hunian sementaranya selesai,” kata dia.

    Untuk mempercepat penanganan hunian sementara, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah menyiapkan stok Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) yang dapat langsung dikirim.

    “Di Medan sudah standby lebih dari 400 unit dan di Bandung sekitar 100 unit. Jika diperlukan, kami siap menambah sesuai kebutuhan di lapangan,” kata Menteri PKP Maruarar Sirait.

    Ia mengatakan koordinasi lintas kementerian dan pemerintah daerah akan segera dilakukan sesuai arahan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

    “Kami memastikan semua langkah berjalan cepat dan terkoordinasi, agar masyarakat terdampak segera mendapatkan hunian yang aman dan layak,” ujarnya.

    Ia juga telah mengirimkan tiga direktur jenderal (dirjen) Kementerian PKP untuk mengecek rumah korban terdampak bencana di Sumatra.

    Oleh Lintang Budiyanti Prameswa

  • Anies Mendongeng untuk Anak Korban Banjir di Aceh, Tenda Pengungsian Pecah

    Anies Mendongeng untuk Anak Korban Banjir di Aceh, Tenda Pengungsian Pecah

    GELORA.CO –  Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus eks Calon Presiden Anies Baswedan mendongeng di tenda pengungsian anak korban banjir Aceh Tamiang, Selasa malam (9/12/2025). Kehadirannya menghadirkan riuh tawa sekaligus pesan jujur, sembari menghantarkan bantuan logistik di desa terparah terdampak.

    Di Dusun Landuh, Kabupaten Aceh Tamiang, anak-anak merasakan duka mendalam.

    Mereka kehilangan keceriaan masa kecil, wajah lelah tampak setelah berhari-hari tinggal di tenda darurat. Perlahan, senyum mulai kembali muncul ketika relawan hadir sekadar menghibur.

    Suasana tenda berwarna oranye yang gelap hanya diterangi cahaya senter.

    Di tengah kelelahan itu, Anies Baswedan, yang akrab disapa Abah, duduk dikelilingi anak-anak dan membawakan sebuah dongeng.

    Ia mengisahkan cerita tentang seorang anak bernama Badu yang suka berbohong hingga akhirnya benar-benar digigit buaya.

    Pesan moral itu disampaikan dengan interaksi langsung.

    “Apa pelajarannya di sini? Tidak boleh apa? Bohong,” ucap Anies, disambut jawaban serentak anak-anak: “Harus jujur.”

    Tawa dan celoteh pecah ketika Anies mendalami ceritanya dengan peragaan.

    Anak-anak tampak fokus, sesekali bersorak, seakan lupa sejenak pada duka yang mereka alami.

    Dengan rompi biru bertuliskan weAreHumanies dan syal bermotif hitam putih, Anies terlihat serius namun hangat.

    Di belakangnya, pakaian dan tas tergantung di kayu penopang tenda, memperlihatkan kesederhanaan hidup pengungsi.

    Malam itu, tenda pengungsian yang muram berubah menjadi ruang penuh riuh tawa dan pesan kejujuran.

    Baca juga:  Mendagri Minta Kepala Daerah Jangan Korupsi Dana Bencana: Saya Mohon, Sanksinya Dunia Akhirat

    Banjir bandang dan longsor yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, meninggalkan luka mendalam bagi warga. 

    Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang mencatat 58 jiwa meninggal, 23 hilang, dan lebih dari 262.000 jiwa mengungsi di 12 kecamatan.

    Sementara itu, laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bencana di Sumatra secara keseluruhan menewaskan 961 orang, 293 hilang, dan 5.000 luka-luka.

    Kunjungi dan Beri Bantuan di Desa Terparah

    Selain mendongeng, Anies juga mengunjungi salah satu desa terparah terdampak banjir di Aceh Tamiang. Kedatangannya untuk menghantarkan bantuan logistik sekaligus memberikan semangat kepada masyarakat.

    Kunjungan ini tidak banyak diketahui publik, hanya beredar melalui akun TikTok “Apa Aja” yang diunggah 16 jam sebelum Selasa (9/12/2025) pukul 11.30 WIB.

    Di desa itu, Anies terlihat berada di sebuah pondok pesantren yang masih berdiri kokoh meski banyak rumah hancur disapu air dan hantaman kayu-kayu besar bekas ilegal logging dari pegunungan. Di sekitar pesantren, sebuah masjid tetap tegak berdiri.

    Saat bercengkrama dengan seorang ustadz, Anies menyebut banjir di Aceh Tamiang sebagai musibah. Ia menilai pesantren menjadi benteng yang melindungi rumah-rumah penduduk dari hantaman kayu besar.

    “Tadi bapak bilang kayu ini dengan akar-akarnya, iya ini artinya kayu ini kan langsung dari hutan ada yang sudah terpotong-potong juga ya,” ucap Anies.

    Ia menambahkan, “InshaAllah, dalam suasana seperti ini berbicara hikmah memang sulit. Tapi kita percaya hikmah itu ada.”

    Anies juga mengingatkan bahwa pada 2005 tempat itu pernah terkubur, namun ia percaya suatu saat pondok pesantren akan menjadi besar.

    “Ini justru jadi catatan dan sejarah bahwa daerah ini pernah diterpa gempa, pernah dilanda suasana seperti saat ini, terus bangkit. Pondok pesantren ini semakin tua semakin kokoh. Biar masjid ini menjadi simbol. Namanya masjid apa?” tanyanya.

    Ustadz menjawab, “Masjid Assunnah, Pesantren Darul Mukhlisin.”

    Namun kondisi pengungsian tetap penuh tantangan. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Langsa, Putra Zulfirman, melaporkan banyak pengungsi mulai terserang penyakit.

    “Warga yang mengungsi banyak mengalami ISPA, batuk, demam, penyakit kulit, dan gatal-gatal. Anak-anak juga mulai mengalami gangguan pencernaan akibat kondisi lingkungan yang tidak higienis,” ujarnya.

    Seorang warga pengungsi menambahkan, “Kami sudah seminggu di tenda, anak-anak sering batuk dan demam. Air bersih sangat terbatas.”

    Di tengah kondisi itu, dongeng sederhana dan kunjungan ke desa terparah menjadi hiburan sekaligus pengingat bahwa kejujuran dan semangat bangkit adalah nilai yang harus dijaga, bahkan di saat paling sulit.

    Di balik riuh tenda dan kokohnya masjid pengungsian, pesan jujur dan semangat bangkit menjadi cahaya kecil bagi Aceh Tamiang.

  • Ucapan Cak Imin ‘Kita Masih Kuat Kok’ Saat Tolak Bantuan Internasional Bikin Publik Naik Darah

    Ucapan Cak Imin ‘Kita Masih Kuat Kok’ Saat Tolak Bantuan Internasional Bikin Publik Naik Darah

    GELORA.CO – Pernyataan Menteri Koordinator PMK, Muhaimin Iskandar, yang menegaskan.

    Bahwa Indonesia menolak bantuan internasional dengan alasan “kita masih kuat kok”, langsung mencuri perhatian publik.

    Ucapan itu disampaikan di tengah salah satu bencana terbesar yang menghantam Sumatra dalam dua dekade terakhir.

    “Selagi kita masih kuat, ngapain (terima bantuan internasional)? Kita masih kuat kok,”ujar Cak Imin didepan awak media Kementerian Sosial di Jakarta 8/12/2025 dilansir suara.com.

    Kontras antara nada optimistis pemerintah dan skala bencana di lapangan menjadi sorotan tajam.

    Data resmi yang dirilis berbagai lembaga menunjukkan betapa berat kondisi yang sebenarnya dihadapi masyarakat Sumatra.

    Reuters melaporkan bahwa sebanyak 950 orang tewas dan 274 lainnya masih hilang akibat rentetan banjir dan longsor.

    Kerusakan meluas dari Aceh hingga Sumatera Barat, menyapu pemukiman, merusak jalan utama, dan memutus jaringan logistik vital.

    Sementara itu, pemerintah pusat menegaskan bahwa kapasitas nasional masih memadai, baik dari sisi pendanaan maupun sumber daya bantuan.

    Namun laporan dari daerah memperlihatkan kenyataan berbeda.

    Sejumlah wilayah dilaporkan kehabisan bahan bakar, akses pangan terbatas, hingga minimnya suplai air bersih bagi pengungsi.

    Beberapa kabupaten bahkan disebut hampir tak tersentuh bantuan karena jalur darat terputus total.

    Pernyataan “kita masih kuat kok” akhirnya menjadi pemantik diskusi lebih luas kekuatan siapa yang dimaksud?

    Apakah kapasitas administratif negara atau ketahanan masyarakat di lapangan yang sedang berjibaku menyelamatkan keluarga mereka?

    Laporan Reuters menyebut beberapa lokasi terdampak “run low on fuel and food”, menggambarkan urgensi yang jauh dari kata aman.

    Kondisi ini diperparah oleh besarnya kebutuhan pemulihan.

    Pemerintah memperkirakan biaya rekonstruksi mencapai Rp 51,8 triliun.

    Angka yang membuat publik bertanya-tanya bagaimana beban sebesar itu dapat ditanggung tanpa tambahan dukungan internasional.

    Di sisi lain, sejumlah pejabat menjelaskan bahwa penolakan bantuan asing dilakukan demi menjaga.

    Kemandirian nasional dan memastikan pengelolaan bantuan tetap terkoordinasi oleh negara.

    Namun narasi itu sulit diterima sebagian masyarakat yang melihat langsung sulitnya distribusi bantuan di wilayah bencana.

    Video warga yang berteriak meminta suplai makanan hingga antrean panjang pembagian air bersih memperkuat kekhawatiran banyak pihak

    Apakah negara benar-benar kuat, atau justru sedang berjuang keras menutupi fakta lapangan?

    Berbagai pengamat kebijakan menilai keputusan menutup pintu bantuan internasional bukan hanya soal logistik, tetapi juga menyangkut persepsi politik.

    Di tengah tekanan publik dan kerusakan yang masif, sikap pemerintah yang terlalu percaya diri dinilai berpotensi menunda penanganan yang lebih cepat dan efektif.

    Meski demikian, pemerintah masih memiliki waktu untuk melakukan evaluasi.

    Situasi bencana berkembang cepat, dan keputusan untuk membuka atau menutup akses bantuan asing bukanlah keputusan permanen.

    Banyak pihak berharap pemerintah memprioritaskan keselamatan warga ketimbang mempertahankan citra kuat di hadapan dunia.***

  • Anggaran Bencana Sumut Dipangkas Bobby dari Rp843 M Jadi Rp70 M, Warga Kelabakan Saat Banjir Menggulung!

    Anggaran Bencana Sumut Dipangkas Bobby dari Rp843 M Jadi Rp70 M, Warga Kelabakan Saat Banjir Menggulung!

    GELORA.CO –  Sumatera Utara tengah diguncang kehebohan besar setelah fakta mengejutkan mencuat.

    Anggaran penanganan bencana ternyata dipangkas habis-habisan di era Bobby Nasution.

    Temuan ini sontak memantik kegaduhan publik, terutama setelah banjir dan longsor di akhir 2025 menggulung puluhan wilayah dengan kerugian mencapai Rp 9,98 triliun.

    Laporan lembaga analisis anggaran FITRA Sumut mengungkap bahwa Belanja Tak Terduga (BTT) dikutip inilah.com

    anggaran yang menjadi tulang punggung penanganan darurat mengalami penurunan paling drastis dalam lima tahun terakhir.

    Data menunjukkan bahwa Sebelum era Bobby, BTT berada di kisaran Rp 843,1 miliar.

    Dalam Perubahan APBD 2025, angkanya anjlok menjadi Rp 98,3 miliar. kemudian Di APBD 2026, dipangkas lagi menjadi hanya Rp 70 miliar.

    Angka itu hanyalah 0,8 persen dari total belanja daerah Rp 12,5 triliun.

    Para pengamat menyebut pemangkasan ini sebagai langkah yang “tidak berimbang dengan risiko bencana Sumut”.

    Risiko Meningkat, Anggaran Menyusut

    Padahal sejak September 2025, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini mengenai hujan ekstrem yang diprediksi menghantam Sumatera Utara.

    BNPB juga menempatkan beberapa kabupaten dalam status siaga banjir dan longsor.

    Alih-alih memperkuat mitigasi, pemerintah provinsi justru memangkas pos anggaran yang paling dibutuhkan ketika risiko meningkat.

    Keputusan itu kini dipandang sebagai salah satu penyebab lemahnya respons pemerintah saat bencana benar-benar terjadi.

    Bencana Menggulung, Warga Kewalahan

    Ketika hujan ekstrem melanda, sungai-sungai besar di Sumut meluap dan merendam ribuan rumah. Longsor memutuskan akses jalan di berbagai daerah.

    Kerugian ditaksir mencapai hampir Rp 10 triliun, meliputi rusaknya infrastruktur, fasilitas kesehatan, sekolah, hingga lahan pertanian dan perkebunan.

    Tak hanya itu, puluhan warga dilaporkan meninggal dan hilang, ribuan mengungsi, dan lebih dari 1,5 juta jiwa terdampak langsung.

    Banyak warga mengeluhkan lambannya respons pemerintah.

    Sejumlah daerah mengaku tidak segera mendapat tenda, logistik, perahu karet, maupun alat berat untuk membuka jalur yang tertutup longsor.

    Kondisi darurat ini memicu perdebatan besar mengenai kesiapan Sumut menghadapi bencana.

    Publik Geram: “Kok Anggaran Mitigasi Dipotong?”

    Kemarahan publik makin memuncak ketika mengetahui bahwa beberapa proyek infrastruktur justru mendapat porsi anggaran lebih besar di periode yang sama.

    Ini menimbulkan pertanyaan besar.

    mengapa pos mitigasi bencana yang menyangkut keselamatan warga justru yang dikurangi paling drastis?

    Sejumlah pihak menyebut pemangkasan itu mencerminkan “salah prioritas anggaran”.

    Bahkan anggota DPRD Sumut menegaskan bahwa pemprov perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyusunan anggaran 2025–2026.

    Pengamat: “Pemangkasan Ini Bom Waktu”

    Pengamat kebijakan fiskal menilai keputusan tersebut sebagai “bom waktu yang akhirnya meledak.”

    Menurut mereka, Sumut adalah daerah rawan bencana yang seharusnya justru memperkuat kesiapsiagaan, bukan menguranginya.

    Mereka menegaskan bahwa penentuan anggaran bencana harus berbasis data risiko, bukan sekadar keputusan politik.

    Terlebih ketika cuaca ekstrem dan potensi bencana meningkat tajam.

    Ketika Anggaran Dipotong, Warga Jadi Korban

    Dari rangkaian fakta yang muncul, gambaran besar tampak jelas pemangkasan anggaran bencana telah melahirkan dampak yang sangat serius.

    Minimnya kesiapsiagaan dan lambatnya respons menjadi konsekuensi yang kini dibayar mahal oleh warga Sumatera Utara.

    Kehebohan dan kemarahan publik menunjukkan bahwa masyarakat menuntut transparansi dan prioritas anggaran yang tepat.

    Bencana memang tidak bisa dicegah, namun kerusakannya bisa diminimalisir asal pemerintah menempatkan keselamatan warganya sebagai prioritas utama.***

  • Tak Semua Bencana Bisa Gunakan BTT, BPBD Bondowoso Jelaskan Aturannya

    Tak Semua Bencana Bisa Gunakan BTT, BPBD Bondowoso Jelaskan Aturannya

    Bondowoso (beritajatim.com) – Plt Kalaksa BPBD Bondowoso, Kristianto, menegaskan bahwa penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) dalam penanganan bencana tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada aturan, indikator, dan prosedur yang wajib dipenuhi sebelum anggaran darurat itu dipakai.

    Menurutnya, klasifikasi bencana yang dapat dibayar melalui BTT harus merujuk pada Permendagri No 7 Tahun 2020, Pergub Jatim No 23 Tahun 2022, serta juknis indikator penetapan status tanggap darurat dari BNPB. Tiga regulasi inilah yang menjadi pegangan teknis BPBD dalam menentukan langkah di lapangan.

    Kristianto menjelaskan bahwa BTT digunakan untuk situasi darurat yang mencakup bencana alam, non-alam, dan bencana sosial. Contoh bencana alam adalah banjir, longsor, dan erupsi gunung. Non-alam meliputi pandemi Covid-19 atau PMK, sedangkan bencana sosial bisa berupa kerusuhan atau kejadian luar biasa lain.

    Selain itu, BTT bisa dipakai untuk keadaan darurat lain seperti operasi pencarian dan pertolongan yang sebelumnya tidak teranggarkan, serta kerusakan sarana prasarana publik yang mengganggu pelayanan.

    Namun untuk bisa masuk kategori tanggap darurat, pemda wajib mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Daerah. SK itu menjadi dasar untuk melakukan berbagai tindakan seperti pencarian korban, evakuasi, pemenuhan kebutuhan air bersih, sanitasi, pangan, layanan kesehatan, hingga penyediaan hunian sementara.

    Merujuk asesmen terbaru, peristiwa puting beliung di Kecamatan Jambesari belum memenuhi dua unsur utama penetapan status tanggap darurat, yakni unsur yang mengancam kehidupan dan penghidupan. Kehidupan berarti ada korban meninggal atau pengungsian; penghidupan berarti kerusakan signifikan pada sarana prasarana, lingkungan, hingga psikologis masyarakat.

    “Tahun 2025 belum ada bencana di Bondowoso yang masuk kategori tanggap darurat. Kejadian puting beliung kemarin masih bisa ditangani dengan respon cepat menggunakan anggaran reguler BPBD,” ujar Kristianto.

    BPBD tetap memberikan bantuan bagi warga terdampak. Kebutuhan primer dipenuhi lebih dulu, disusul bantuan tambahan seperti selimut, kompor, dan perlengkapan dasar lainnya untuk rumah yang masuk kategori rusak sedang dan rusak berat.

    Tahun ini BPBD juga menyiapkan stimulan material bagi warga terdampak. Jika anggaran habis, instansi dibolehkan mencari sumber pendanaan lain, termasuk CSR perusahaan. Langkah tersebut menurut Kristianto sah secara regulasi.

    “Penanganan bencana itu kerja pentaheliks: pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media. Saat ini kami menggandeng beberapa perusahaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan warga terdampak,” katanya.

    Kristianto turut menjelaskan batasan teknis klasifikasi kerusakan bangunan. Di antaranya untuk rusak ringan adalah kerusakan maksimal 30 persen dan bangunan masih kokoh. Kemudian rusak sedang jika kerusakan maksimal 50 persen, struktur masih berdiri namun butuh perbaikan signifikan. Sementara rusak berat jika kerusakan lebih dari 50 persen seperti bangunan roboh atau tidak lagi bisa dihuni.

    Ia menambahkan, pemerintah memberikan stimulan sesuai kemampuan fiskal daerah. Karena itu BPBD terus membangun sinergi dengan berbagai pihak agar bantuan yang diterima warga bisa lebih maksimal.

    Kristianto menegaskan bahwa BTT tidak berada di BPBD, melainkan dikelola BPKAD. Meski begitu, semua perangkat daerah dapat mengajukan penggunaan BTT asalkan kebutuhan darurat tersebut jelas dan telah dibahas lintas instansi.

    Penjelasan ini memastikan bahwa penggunaan BTT tetap berada di jalur regulasi dan keputusan teknis yang akuntabel, sehingga anggaran darurat benar-benar menyentuh kondisi yang layak ditangani secara prioritas. (awi/ian)

  • Beri Hiburan untuk Anak-anak di Padang, Komeng: Aku Ingin Mereka Kuat

    Beri Hiburan untuk Anak-anak di Padang, Komeng: Aku Ingin Mereka Kuat

    Jakarta, Beritasatu.com – Komedian sekaligus anggota DPD Alfiansyah Bustami atau Komeng menyambangi wilayah terdampak banjir bandang dan longsor di Padang, Sumatera Barat, untuk melihat kondisi korban sekaligus memberikan dukungan.

    Dalam kunjungannya bersama relawan Palang Merah Indonesia (PMI), Komeng berupaya menghibur masyarakat, terutama anak-anak yang kini tinggal di pengungsian dalam rangkaian giat tanggap darurat bencana.

    Dalam video yang diunggah melalui akun Instagram miliknya, Komeng mendatangi sejumlah kecamatan di Kota Padang. Ia turut membantu penyaluran air bersih bagi warga yang kesulitan akses akibat bencana.

    “Ketika air bersih mengalir, harapan pun ikut mengalir. Mari kita jaga dan memastikan setiap warga mendapat hak atas air yang layak,” kata Komeng, Selasa (9/12/2025).

    Tidak hanya menyalurkan air bersih, Komeng turut membantu warga memasak bagi para pengungsi. Seperti ciri khasnya, Komeng tetap menyelipkan candaan yang membuat suasana dapur umum menjadi lebih hangat.

    Kehadirannya rupanya menjadi hiburan tersendiri bagi para pengungsi yang sedang berjuang melewati masa sulit.

    Komeng juga melakukan psikososial support program (PSP) untuk membantu memulihkan trauma pada anak-anak di pengungsian. Dalam kesempatan itu, ia membagikan hadiah dan mencoba menularkan semangat agar anak-anak tetap kuat menghadapi musibah.

    “Saya sempat memberikan layanan PSP yang diharapkan bisa memulihkan trauma anak-anak. Saya juga bagi-bagi hadiah agar mereka tetap kuat,” ujarnya.

    Melihat langsung dampak bencana yang melanda tiga provinsi di Sumatera, Komeng mengaku sangat prihatin.

    “Walaupun rumah-rumah tidak hancur, tetapi lumpurnya tinggi sekali. Bahkan, di dalam rumah penuh lumpur. Saya sangat prihatin melihat kondisi ini, dan berharap semuanya bisa lekas pulih,” tutupnya.