Topik: longsor

  • Pantura dan Wilayah Pesisir Berpotensi Banjir Saat Lebaran Periode 29 Maret hingga 27 April

    Pantura dan Wilayah Pesisir Berpotensi Banjir Saat Lebaran Periode 29 Maret hingga 27 April

    Bisnis.com, JAKARTA – Plt. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, memaparkan beberapa informasi terkait kondisi cuaca pada Bulan Maret dan April 2025 untuk mendukung kelancaran Arus Mudik dan Arus Balik Lebaran 2025.

    Informasi yang disampaikan antara lain mengenai cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi pada bulan Maret 2025.

    Mengingat kondisi ini, Dwikorita menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyebaran informasi dan peringatan dini yang lebih masif.

    Meskipun demikian, Dwikorita menambahkan bahwa risiko cuaca ekstrem diprediksi akan menurun pada sepuluh hari pertama bulan April, meskipun curah hujan dengan intensitas menengah masih akan terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.

    Selain itu, Dwikorita juga menyampaikan upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai informasi curah hujan dengan menyampaikan informasi yang lebih mudah dipahami.

    Lebih lanjut Dwikorita menyampaikan informasi mengenai potensi gelombang tinggi dengan ketinggian 2 hingga 2,5 meter yang berisiko terjadi di daerah Samudera Hindia dan pesisir Pantai Samudera Hindia, seperti di bagian selatan Sumatera dan Jawa.

    Dwikorita juga memberikan informasi peringatan potensi banjir yang dapat terjadi pada periode 29 Maret hingga 27 April di wilayah pesisir, seperti Pantura, serta daerah pantai di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Maluku.

    Tak hanya itu, BMKG juga memberikan informasi mengenai potensi bencana longsor di beberapa daerah yang akan terus dipantau dan diinformasikan setiap hari.

    Dwikorita menegaskan bahwa BMKG akan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi cuaca, serta memperkuat kesiagaan dalam menghadapi potensi bibit siklon.

    Untuk itu, BMKG berencana untuk terus memperbesar penyebaran informasi mitigasi dan sosialisasi.

    Selain itu, BMKG juga akan terus menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait guna melakukan antisipasi terhadap bencana maupun kemacetan selama masa Mudik Lebaran 2025 mendatang.

  • 5
                    
                        Warga Babelan Bekasi Kaget, Tak Tahu Rumahnya Berdiri di Bantaran Sungai Rawan Longsor
                        Megapolitan

    5 Warga Babelan Bekasi Kaget, Tak Tahu Rumahnya Berdiri di Bantaran Sungai Rawan Longsor Megapolitan

    Warga Babelan Bekasi Kaget, Tak Tahu Rumahnya Berdiri di Bantaran Sungai Rawan Longsor
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Warga Kampung Warung Pojok RT 01 RW 002, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, mengaku tidak tahu mengenai risiko tinggal di
    bantaran sungai
    yang rawan longsor.
    Salah satunya adalah Eti (44), yang telah menetap di kawasan tersebut sejak kecil.
    “Dari awal, saya enggak tau kalau rumah ini berdiri di daerah bantaran,” ujar Eti saat ditemui di lokasi pada Kamis (13/3/2025).
    Ia menjelaskan, jarak rumahnya dengan bantaran sungai masih sekitar 50 meter lebih.
    “Bahkan, dahulu di samping rumah saya itu masih bisa dibangun empat rumah berukuran 6×9 meter persegi,” tambahnya.
    Namun, seiring berjalannya waktu, Eti mengamati bahwa sungai semakin melebar.
    “Awalnya sungai itu berukuran kecil, jadi seperti sekarang yang membuat jarak rumah saya dengan sungai besar itu berdampingan, kurang dari 10 meter,” tuturnya.
    Ia juga menegaskan bahwa ia memiliki sertifikat rumah yang asli, yang diwarisi dari orang tuanya. 
    Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Rokia (47), seorang ibu rumah tangga yang juga tinggal di kawasan tersebut.
    Rokia mengaku tidak mengetahui bahwa rumah yang ditempatinya berada di daerah bantaran sungai.
    “Awalnya, bantaran sungai itu jauh banget dari rumah. Jadi kami aman saja membangun rumah dan menetap di sini,” kata Rokia.
    Ia menjelaskan, sebelum sungai meluas, daerah tersebut merupakan kebun yang dikelola oleh orang tuanya.
    “Itu semula kebun-kebun yang milik dan dikelola oleh orang tua sendiri,” ujarnya.
    Rokia menambahkan, kebun tersebut perlahan-lahan hanyut dan berubah menjadi sungai. 
    Rokia, yang telah tinggal di wilayah tersebut sejak 1992, juga menegaskan bahwa ia memiliki sertifikat rumah yang sah.
    “Sejak saya tinggal, sertifikat rumah memang sudah ada, dan punya saya serta keluarga,” tegasnya.
    Namun, saat ini, rumah Rokia menjadi salah satu dari puluhan rumah yang hanyut akibat aliran sungai yang semakin meluas.
    Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akan menertibkan bangunan di bantaran sungai Bekasi.
    Pasalnya, bantaran sungai di wilayah tersebut dipenuhi berbagai bangunan, mulai dari rumah hingga toko.
    Lewat penertiban ini, Dedi melarang warga mendirikan bangunan di wilayah bantaran sungai. Hal ini untuk mencegah banjir berulang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jabar Urutan Pertama Terjadinya Bencana Hidrometeorologi

    Jabar Urutan Pertama Terjadinya Bencana Hidrometeorologi

    BANDUNG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat mengungkapkan Provinsi Jabar tercatat sebagai urutan pertama terjadinya bencana hidrometorologi se-Indonesia.

    Berdasarkan data dari BPBD Jawa Barat, dari Januari 2025, sampai dengan Maret 2025 tercatat ada 324 bencana yang terdiri dari banjir (73 kejadian), tanah longsor (98 kejadian, dan cuaca ekstrem (153 kejadian). Dari jumlah tersebut, sebanyak 252 bencana selesai ditangani dan sisanya dalam proses.

    “Sampai saat ini di Indonesia berdasarkan data BNPB, Jawa Barat ini menempati urutan pertama dari tanggal 1 Januari sampai tanggal 10 Maret 2025 tertinggi di Indonesia terutama di bencana hidrometeorologi,” kata Plt Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Anne Hermadiane Adnan, di Bandung, Rabu, 12 Maret dilansir ANTARA.

    Anne mengungkapkan, ada beberapa jenis bencana yang tercatat paling banyak terjadi di wilayah Jawa Barat. Misalnya banjir, longsor, angin kencang, dan beberapa lainnya yang termasuk bencana hidrometeorologi.

    Atas banyaknya kejadian ini, kata Anne, sedikitnya sembilan sembilan daerah telah menetapkan status tanggap darurat kebencanaan karena bencana yang terjadi di daerah tersebut tergolong berat dan besar.

    Sembilan daerah tersebut beberapa di antaranya yaitu Kabupaten Indramayu, Tasikmalaya, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Sukabumi.

    “Saat ini dari tanggal 1 (Januari 2025) sampai hari kemarin ini sudah ada sembilan sembilan daerah yang tanggap darurat,” ujar dia.

    Anne mengatakan masyarakat dan pemerintah di sembilan daerah yang sudah menetapkan status tanggap darurat kebencanaan itu, harus melakukan mitigasi kebencanaan agar efek yang terjadi tidak makin besar.

    Atas berbagai kejadian bencana yang otomatis ada anggaran yang harus dikeluarkan, Anne mengatakan anggaran untuk penanganan dan mitigasi saat ini masih belum bisa diketahui.

    “Nah, ini prakiraannya agak susah karena kami tidak tahu berapa, katakanlah prakiraan nominal yang dikeluarkan oleh logistik, kami juga didukung oleh BNPB. Kemudian oleh Kementerian Sosial dan beberapa instansi lainnya,” kata dia.

    Sementara untuk antisipasi terjadinya peristiwa kebencanaan, lanjut Anne, yaitu dengan memperbaiki infrastruktur atau tata ruang di wilayah resapan air.Seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dengan membongkar objek wisata di kawasan puncak, Bogor.”Kalau infrastruktur sekarang sudah digencar oleh Pak Gubernur ya, karena itu yang paling susah. Yang paling sulit itu adalah mitigasi struktural dan sosial. Nah, sosial ini termasuk adalah perilaku masyarakat yang mengubah lahan untuk kegiatan s

  • Dedi Mulyadi Tancap Gas, Bangunan di Bantaran Sungai Bakal Disterilkan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Maret 2025

    Dedi Mulyadi Tancap Gas, Bangunan di Bantaran Sungai Bakal Disterilkan Megapolitan 13 Maret 2025

    Dedi Mulyadi Tancap Gas, Bangunan di Bantaran Sungai Bakal Disterilkan
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Gubernur Jawa Barat
    Dedi Mulyadi
    meninjau bantaran sungai bersertifikat yang terdampak longsor akibat banjir di Kampung Babelan, Kabupaten Bekasi.
    Kunjungan tersebut berlangsung pada Rabu (12/3/2025) pagi. Setibanya di lokasi, Dedi langsung menuju bangunan yang terletak di bantaran sungai.
    Dedi menyaksikan sebagian bantaran sungai yang telah longsor sebagai akibat dari dampak banjir.
    Ia meninjau langsung kondisi tanah di bantaran sungai tersebut didampingi oleh perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kepala Desa Babelan, Saidih.
    Selama peninjauan, Dedi sempat bertanya pada warga yang memiliki bangunan di sekitar bantaran sungai mengenai kepemilikan sertifikat.
    Setelah melakukan peninjauan, Dedi menegaskan bahwa ia akan menertibkan bangunan yang berada di
    bantaran sungai Bekasi
    .
    Ia mencatat, bantaran sungai di wilayah tersebut dipenuhi berbagai bangunan, mulai dari rumah hingga toko.
    “Saya melihat sepanjang sungai yang ada di sini, seluruh daerah aliran sungai di sini dipenuhi warung dan toko, ke depan akan saya tertibkan,” ungkap Dedi.
    Lebih lanjut, Dedi menjelaskan, tujuan dari penertiban tersebut adalah untuk kepentingan masyarakat Bekasi, bukan untuk kepentingan dirinya sendiri.
    “Ditertibkan untuk kepentingan orang Bekasi sendiri, bukan kepentingan gubernur,” tegasnya.
    Dedi juga mengeluarkan larangan bagi warga untuk membangun rumah di bantaran sungai.
    Langkah ini diambil untuk mencegah terulangnya kejadian rumah warga yang hanyut saat banjir melanda.
    “Tidak boleh lagi kita bangunkan rumah, rumahnya tidak boleh ada di bantaran sungai, apalagi di daerah aliran sungai,” tegas Dedi.
    Ia menekankan, penting bagi warga untuk memperhatikan status tanah sebelum memutuskan untuk membangun rumah.
    “Kita lihat status rumahnya dahulu, itu tanah apa. Jika itu tanah sungai, kenapa bangun rumah di daerah aliran sungai, itu kan enggak boleh,” tambah Dedi.
    Meskipun ada larangan tersebut, Dedi memastikan pemerintah akan memberikan perhatian khusus terhadap rumah-rumah yang sudah telanjur dibangun di bantaran sungai.
    “Karena ini adalah bencana, pemerintah akan memberikan perhatian khusus,” ungkapnya.
    Dedi berencana untuk bernegosiasi dengan pemilik rumah yang berada di
    bantaran Sungai Bekasi
    .
    Ia mencatat, bantaran sungai di wilayah tersebut dipenuhi berbagai bangunan, mulai dari rumah hingga warung.
    “Jika warga merasa punya sertifikat dan ada bangunan, nanti kami negosiasikan sambil berjalan,” ujarnya.
    Ia juga menjelaskan, normalisasi sungai di Bekasi harus berjalan lancar, mengingat banyak warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai tersebut.
    “Saya tidak mau pekerjaan ini terhambat karena ini adalah daerah aliran sungai. Hari Senin sudah diputuskan bagaimana status daerah aliran sungai,” jelas Dedi.
    Ia menyatakan Pemprov tidak akan ragu untuk mencabut sertifikat yang telah diterbitkan dalam kurun waktu kurang dari lima tahun.
     
    “Kalau sertifikatnya belum lima tahun digugurkan. Kalau sertifikatnya lebih dari lima tahun, maka ini dikasih kerohiman,” ungkap Dedi, saat ditemui Kompas.com di Gedung BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).
    Dedi mengungkapkan, ia telah berdiskusi dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, terkait masalah ini.
    Dedi menyampaikan, ia akan menurunkan 40 alat berat untuk normalisasi Kali Bekasi.
    “Progres pengerjaan sekarang sudah kembali berjalan. Hari ini baru tiga alat berat diturunkan, besok saya perintahkan 40 alat untuk turun,” ungkapnya.
    Normalisasi Kali Bekasi
    ini merupakan salah satu bentuk penanganan banjir, dan Dedi meminta dukungan dari aparat keamanan untuk menjaga proses ini.
    “Saya minta seluruh aparat keamanan di sini, baik dari polsek maupun koramil, menjaga kegiatan ini karena bermanfaat bagi kepentingan warga,” ujar Dedi.
    Ia menegaskan, normalisasi kali ini harus tetap berjalan.
    “Yang penting bagi saya, ini harus jalan,” tegasnya.
    (Tim Redaksi: Rachel Farahdiba Regar, Nicholas Ryan Aditya, Robertus Belarminus)

     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemprov Maluku konsultasi pengelolaan tambang emas ke Kementerian ESDM

    Pemprov Maluku konsultasi pengelolaan tambang emas ke Kementerian ESDM

    Kami berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam menata pengelolaan tambang emas di Gunung Botak, Pulau Buru

    Ambon (ANTARA) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku berkonsultasi dengan Kementerian ESDM terkait pengelolaan tambang emas liar di kawasaan Gunung Botak Kabupaten Buru.

    “Kami berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam menata pengelolaan tambang emas di Gunung Botak, Pulau Buru,” kata Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa di Ambon, Rabu.

    Ia mengatakan langkah ini diambil guna memastikan aktivitas pertambangan di kawasan tersebut sesuai dengan regulasi dan tidak dikuasai oleh pihak yang tak bertanggung jawab.

    Pasalnya aktivitas pertambangan yang dilakukan pada tambang seluas 24.764 hektare tersebut bersifat ilegal atau perseorangan dan tidak diakomodir oleh negara.

    Oleh sebab itu kata dia, aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut kerap menimbulkan korban jiwa karena perebutan lahan juga dampak lingkungan yang serius.

    “Bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Investasi kami pastikan kawasan tersebut akan diawasi secara ketat,” ujarnya.

    Berdasarkan regulasi dijelaskan bahwa aktivitas tambang harus mengacu pada Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) terbaru, yang memungkinkan koperasi dan organisasi masyarakat mengelola tambang secara legal.

    “Makanya kewenangan perizinan tetap berada di tangan pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya dapat memberikan rekomendasi,” kata dia.

    Selain itu, aktivitas tambang yang ilegal ini telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius. Para penambang menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri, arsenik, dan sianida dalam prosesnya.

    “Kerusakan lingkungan ini jadi perhatian pemerintah dan harus segera dihentikan karea merusak alam dan mengancam keselamatan masyarakat,” ujarnya.

    Bahkan baru-baru ini terjadi bencana longsor di kawasan tambang emas ilegal Gunung Botak, Desa Wamsait, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.

    Dilaporkan pada peristiwa tersebut tujuh orang penambang meninggal dunia dan enam orang mengalami luka-luka, sebanyak lima korban meninggal telah dipulangkan ke kampung halamannya.

    Hingga saat ini Tim gabungan dari Polres Buru dan SAR Pos Namlea terus melakukan pencarian guna memastikan jumlah pasti korban yang tertimbun di lokasi tambang.

    Hendrik berharap koordinasi dengan pemerintah pusat dapat menghasilkan solusi terbaik dalam penataan pertambangan di Gunung Botak, sehingga masyarakat memperoleh manfaat tanpa adanya risiko keselamatan dan kerusakan lingkungan.

    Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hadirkan BTP dan Konsultan, Pemkot Bogor Kaji Jalan Amblas di Batutulis

    Hadirkan BTP dan Konsultan, Pemkot Bogor Kaji Jalan Amblas di Batutulis

    JABAR EKSPRES – Wakil Wali Kota Bogor, Jenal Mutaqin bersama Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Barat (BTP Bandung), Endang Setiawan kembali mendatangi lokasi jalan amblas di Jalan Saleh Danasasmita, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan pada Rabu (12/3/2025).

    Jenal Mutaqin menyebut, kedatangannya ke titik bencana longsor itu lantaran ingin memastikan agar pengerjaan perbaikan jalan segera dilakukan.

    “Hari ini, tim dari BTP dan konsultan sudah mulai menghitung ukuran serta melakukan kajian mengenai besaran anggaran, durasi pengerjaan, dan target penyelesaiannya,” kata Jenal di sela-sela kunjungan.

    BACA JUGA:Solusi Longsor Batutulis, Pemkot Bogor Ambil Keputusan Ini!

    “Mereka membutuhkan dua hari untuk menyelesaikan kajian ini,” imbuh dia.

    Dalam dua hari tersebut, sambung Jenal, akan dibuatkan timeline pekerjaan, termasuk rincian tahapan dan estimasi waktu pengerjaan.

    “Setelah kajian tersebut selesai, masyarakat akan diinformasikan kembali,” ucap Jenal.

    BACA JUGA:Pemkot Bogor Masih Petakan Solusi Permanen Longsor Batutulis

    Ia menegaskan, terkait pembiayaan, ada beberapa mekanisme yang bisa digunakan dari sejumlah sumber, baik dari APBN maupun APBD.

    “Akan kami upayakan, yang terpenting adalah solusi terbaik bagi warga Bogor. Kami terus berikhtiar untuk itu,” tuturnya.

    Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, kata dia, terus melakukan komunikasi dan koordinasi untuk menentukan langkah yang efektif, efisien, dan terukur guna meminimalisir kesalahan teknis.

    “Kami mohon doa agar kami dapat menyelesaikan dan memulihkan bencana ini, yang sebenarnya tidak hanya terjadi di Batutulis saja. Warga sekitar Batutulis, Cipaku, dan Pamoyanan semoga diberikan kekuatan. Meskipun sudah ada jalur sementara, saya rasa masih kurang representatif,” tukas Jenal. (YUD)

  • Optimalisasi Birokrasi, Pemkot Bogor Gelar Sosialisasi Evaluasi Kelembagaan

    Optimalisasi Birokrasi, Pemkot Bogor Gelar Sosialisasi Evaluasi Kelembagaan

    JABAR EKSPRES – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Bagian Organisasi Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor menyelenggarakan Sosialisasi Evaluasi Kelembagaan di lingkungan Pemkot Bogor.

    Mewakili Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Asisten Administrasi Umum Setda Kota Bogor, Rakhmawati, menjelaskan bahwa kegiatan itu merupakan bagian dari persiapan evaluasi kelembagaan yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali.

    Ia juga menekankan bahwa evaluasi kelembagaan merupakan bagian penting dalam meningkatkan efektivitas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta memastikan urusan pemerintahan berjalan optimal.

    BACA JUGA:Solusi Longsor Batutulis, Pemkot Bogor Ambil Keputusan Ini!

    “Hari ini kita akan mendapatkan sosialisasi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) terkait persiapan yang harus dilakukan untuk evaluasi kelembagaan tahun ini,” ujar Rakhmawati di Auditorium Bima Arya, Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor, Rabu (12/3/2025).

    Rakhmawati menjelaskan bahwa selain mengevaluasi kelembagaan OPD, Pemkot Bogor juga akan meninjau kembali urusan-urusan pemerintahan untuk memastikan seluruh aspek pelayanan publik telah terakomodasi dengan baik.

    “Evaluasi ini bukan hanya untuk menilai kelembagaan di masing-masing OPD, tetapi juga untuk melihat apakah ada urusan yang belum terakomodasi dengan baik. Ini menjadi tanggung jawab bagian organisasi untuk mengidentifikasi aspek yang perlu diperbaiki,” jelasnya.

    BACA JUGA:Pastikan Stok dan Harga Pangan Stabil, Pemkot Bogor Janji Bakal Monitor Harga Selama Ramadan

    Dia juga menekankan bahwa evaluasi kelembagaan tidak sekadar mengejar nilai tinggi, tetapi lebih kepada penilaian berbasis kondisi riil agar setiap perubahan dalam organisasi dapat dilakukan secara tepat dan terarah.

    Untuk itu, dirinya berharap setelah sosialisasi ini, akan ada pendampingan lebih lanjut dari Kemenpan RB agar proses evaluasi berjalan optimal dan membawa perbaikan konkret bagi tata kelola kelembagaan di Kota Bogor.

    Dengan adanya evaluasi kelembagaan ini, Pemkot Bogor berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan dalam sistem birokrasi serta memastikan struktur organisasi yang lebih efektif, efisien, dan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. (YUD)

  • Wamen PU Diana Kusumastuti Ingatkan Tidak Boleh Ada Rumah Dibangun di Sempadan Sungai – Halaman all

    Wamen PU Diana Kusumastuti Ingatkan Tidak Boleh Ada Rumah Dibangun di Sempadan Sungai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri (Wamen) Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti mengingatkan masyarakat agar tidak membangun rumah di sempadan sungai. 

    Menurut dia, pembangunan rumah di area ini sering menjadi penyebab banjir di sejumlah daerah.

    Diana memberikan contoh saat meninjau lokasi banjir di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang disebabkan oleh permukiman yang dibangun di atas sungai.

    “Kemarin saya lihat di Cisarua itu banjirnya menerjang permukiman penduduk yang berada di atas sungai,” kata Diana ketika ditemui di kantornya, Rabu (12/3/2025).

    Ia menjelaskan bahwa sungai di wilayah tersebut dulunya cukup besar, tetapi kini menyempit karena banyak rumah dibangun di sempadan sungai.

    Akibatnya, air yang seharusnya mengalir lancar menjadi terhambat, dan ketika hujan deras, air tidak bisa mengalir dengan baik, sehingga menyebabkan banjir bandang.

    “Inilah penyebab banjirnya karena air yang harusnya mengalir secara deras gitu ya, karena hujan yang cukup tinggi, akhirnya enggak bisa membendung dan menimpa rumah-rumah menjadi banjir bandang,” ujar Diana.

    Selain itu, Diana juga menemukan hal serupa saat mendampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meninjau penanganan pasca-bencana banjir dan longsor di Sukabumi, Jawa Barat

    Di Sukabumi juga ada rumah-rumah yang dibangun di sempadan sungai, yang seharusnya tidak diperbolehkan

    “Kemarin ketika ada Pak Gibran di Sukabumi, itu juga sama rumah-rumahnya berada di sempadan sungai, yang harusnya tidak boleh didirikan rumah-rumah di atas itu,” ucap Diana.

    Ia pun mengusulkan kepada Gibran dan Bupati Sukabumi agar tidak ada lagi pembangunan rumah di sempadan sungai.

    “Saya usul kepada Pak Gibran juga kepada Bupati Sukabumi ya, itu agar sempadan sungai itu kalau bisa jangan ada rumah-rumah,” kata Diana.

    “Kalau sempadan sungai itu harusnya kan kosong, sehingga nanti kalau airnya melampias dan sebagainya, ya masih di sempadan sungai tersebut,” jelasnya.

    Merujuk Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, wilayah sungai meliputi palung, bantaran, dan sempadan sungai.

    Palung sungai adalah kedalaman sebuah sungai dan bantaran adalah bagian dangkal di sekitar palung sungai. 

    Sementara itu, sempadan sungai adalah area di sekitar kanan dan kiri tepi sungai.

    Jadi, palung dan bantaran sungai adalah bagian dari sungai yang dialiri air dan sempadan adalah area tanah di sekitar sungai yang tidak dialiri air.

  • Program tiga juta rumah hendaknya dibarengi dengan pengawasan

    Program tiga juta rumah hendaknya dibarengi dengan pengawasan

    Jakarta (ANTARA) – Program tiga juta rumah yang digulirkan Presiden RI Prabowo menjadi angin segar bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Tentunya kebijakan ini harus juga dibarengi dengan penyediaan rumah berkualitas.

    Program penyediaan rumah berkualitas tersebut tidak semuanya harus tapak (landed house), seperti permukiman padat di Jakarta, yang dibutuhkan adalah rumah susun (rusun), baik sewa maupun menjadi hak milik.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri memiliki dua program terkait program tiga juta rumah, yakni rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

    Tentunya, meski menyandang kata subsidi, syarat dari rumah yang menjadi program pemerintah itu harus layak dan berkualitas. Rumah subsidi (rusun dan tapak), meski secara desain terlihat sederhana, tetapi dari segi struktur harus berkualitas seperti bangunan hunian lainnya, tidak ada yang dikurang-kurangi, sehingga memberikan keamanan bagi penghuninya.

    Struktur dalam hal ini penggunaan pondasi, penggunaan besi, penggunaan bata, dan atap dari bangunan, semua itu terkait dengan keselamatan penghuninya. Berikut yang juga harus menjadi pertimbangan adalah ketersediaan jaringan air minum dan listrik.

    Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menjadi penanggung jawab program tiga juta rumah masih menemukan rumah subsidi yang dibangun pengembang belum layak untuk dihuni. Kasusnya beragam, mulai dari banjir, longsor, serta akses ke perumahan yang belum beraspal.

    Kondisi rumah subsidi yang belum layak itu, bahkan ditemukan Sekjen Perumahan dan Kawasan Permukiman Didyk Choiroel. Beberapa rumah program tersebut, bahkan ada yang ditinggal penghuninya karena tidak puas dengan apa yang dijanjikan.

    Pemerintah secara tegas mensyaratkan pengembang rumah subsidi harus bertanggung jawab atas rumah yang dibangunnya, termasuk fasilitas dan sarana yang tersedia, sehingga penghuni tetap merasa nyaman.

    Bagi pengembang yang akan membangun rumah bersubsidi, sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan panduannya, tinggal mereka mengikuti aturan yang ada. Sebagai contoh, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 2947/KPTS/M/2024 tentang Desain Prototipe/ Purwarupa Rumah Tinggal Sederhana.

    Di dalam keputusan itu tertuang soal desain bangunan, termasuk syarat bahan bangunan yang dipakai. Pemerintah menggulirkan peraturan tersebut dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap konsumen yang akan membeli rumah.

    Editor: Masuki M. Astro
    Copyright © ANTARA 2025

  • 7
                    
                        Bayang-bayang Bencana dari Tangki Air Raksasa Miring di Permukiman Depok
                        Megapolitan

    7 Bayang-bayang Bencana dari Tangki Air Raksasa Miring di Permukiman Depok Megapolitan

    Bayang-bayang Bencana dari Tangki Air Raksasa Miring di Permukiman Depok
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
    Pemasangan tangki air raksasa atau
    water tank
    dengan kapasitas 10 juta liter milik PT Tirta Asasta Depok ditolak oleh warga RW 26,
    Kelurahan Mekar Jaya
    , Sukmajaya, Kota Depok.
    Penolakan ini sudah disampaikan melalui unjuk rasa yang berlangsung di depan kantor PT Tirta Asasta Depok pada Selasa, 11 Maret 2025.
    Sejak 2021, warga setempat telah menyuarakan penolakan terhadap proyek water tank raksasa tersebut.
    “Memang dari awal sudah kami lihat tidak ada transparansi dalam pembangunannya. Tiba-tiba sudah berdiri bangunan seperti ini, jadi tidak ada sosialisasi kepada warga,” ujar Catur Banuaji, Ketua RW 26, Selasa.
    Catur menekankan, pihak pengelola tidak memberikan informasi yang jelas mengenai pembangunan.
    Padahal, jarak antara tangki air dan permukiman warga hanya sekitar 6-7 meter. Artinya, warga akan menjadi pihak terdampak pertama jika tangki bermasalah.
    Kekhawatiran warga semakin meningkat ketika mereka melaporkan bahwa fondasi tangki sudah mulai longsor.
    Bahkan terjadi kebocoran tanah yang menyebabkan banjir lumpur di sekitar permukiman.
    “Pondasi itu sudah longsor, ada bocor tanah. Kami juga enggak tahu ada apa, tapi tiba-tiba kebanjiran,” keluh Catur.
    Dengan situasi yang mengkhawatirkan, warga menuntut relokasi
    water tank
    yang direncanakan akan mulai dioperasikan pada pertengahan 2025.
    “Sikap kami masih satu, kami ingin relokasi karena ini enggak layak berada di tengah-tengah permukiman, menolak apa pun kegiatan di atasnya, di
    water tank,
    ” tegas Catur.
    Menanggapi keluhan warga, Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah mengimbau warga untuk mengirim surat resmi kepada Pemerintah Kota (Pemkot).
    “Langkah ini diambil supaya Pemkot dapat mengkaji penghentian sementara pembangunan
    water tank.
    Terlebih,
    water tank
    memang masih dalam tahapan finalisasi,” ungkap Chandra setelah meninjau lokasi.
    Masalah lain yang muncul adalah fakta bahwa
    water tank
    tersebut terkonfirmasi miring sekitar 25 sentimeter.
    Temuan itu berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (Lemtek UI).
    “Kalau hasil Lemtek UI (kajian penelitian) kemiringannya itu sekitar 25 sentimeter dan ada penurunan fondasi,” kata Chandra.
    Kemiringan ini terjadi karena fondasi tanah yang kurang padat.
    “Memang kata warga itu bekas tanah urukan, dulu orang pernah buang sampah di sana jadi bukan tanah solid. Maka ini akan kita cek semua,” ujar Chandra.
    Sebagai langkah selanjutnya, Pemkot Depok akan melakukan pengkajian ulang dan audit terhadap pembangunan w
    ater tank
    ini dengan melibatkan konsultan ahli independen.
    “Kan sudah ada hasil dari Lemtek UI juga, sudah ada juga konsultasi PDAM. Kalau memang ini perlu, kami akan cari juga jalan tengah dari konsultan independen, nanti kami sama-sama kaji,” terang Chandra.
    Chandra memastikan hasil kajian nantinya akan lebih komprehensif untuk menemukan solusi yang sesuai dengan keluhan warga RW 26, Kelurahan Mekar Jaya, Sukmajaya, Kota Depok.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.