Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
PERISTIWA
longsor di tambang Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, adalah tragedi ekologis sekaligus tragedi administrasi.
Dalam kejadian memilukan tersebut, tercatat 31 orang menjadi korban, dengan 21 orang meninggal dunia, dan empat orang lainnya belum ditemukan.
Fakta ini menjadi alarm serius bagi kita semua, bahwa tata kelola pertambangan di daerah sangat rentan disusupi maladministrasi, kelalaian prosedural, dan bahkan indikasi korupsi.
Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menyampaikan bahwa terdapat empat perizinan yang tercatat di lokasi tambang tersebut, di antaranya milik Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah dan Kopontren Al Ishlah.
Namun, yang menjadi sorotan adalah bahwa sejak 2024, area tambang tersebut tidak lagi memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Artinya, kegiatan pertambangan tetap berjalan tanpa persetujuan teknis yang sah.
Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Pasal 42 dan 43 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mensyaratkan RKAB sebagai dokumen wajib untuk aktivitas operasi produksi.
Dari sisi teknis geologi, lokasi
tambang Gunung Kuda
berada di zona dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang sangat tinggi.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebutkan bahwa kemiringan tebing lebih dari 45 derajat dan metode penambangan dengan teknik
undercutting
menjadi pemicu utama longsor.
Hal ini diperkuat oleh analisis dari Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, yang mengidentifikasi potensi longsoran berupa
rock fall, rock toppling
, dan
rock slide
di daerah pertambangan jenis batuan. (Harian
Kompas
, 31/5/2025)
Pertanyaannya, mengapa semua risiko ini seolah tidak diantisipasi? Jawabannya bukan semata pada kekurangan sumber daya teknis, tetapi justru pada lemahnya penegakan regulasi.
Dalam sistem perizinan tambang, aspek lingkungan dan keselamatan kerja seharusnya telah tercakup dalam dokumen AMDAL, RKAB, dan studi kelayakan yang menyeluruh. Ketiadaan atau pengabaian terhadap dokumen-dokumen tersebut adalah bentuk nyata dari maladministrasi.
Maladministrasi bukan sekadar kelalaian administratif. Ia sering menjadi pintu masuk dari praktik korupsi yang lebih sistemik.
Dalam konteks tambang Gunung Kuda, fakta bahwa peringatan sudah diberikan, tapi aktivitas terus berjalan menunjukkan kemungkinan adanya “pembiaran yang disengaja”.
Bahkan, jika saya menganalisis lebih dalam lagi, aktivitas tambang yang tetap beroperasi tanpa dokumen RKAB dan tidak ditindak oleh instansi pengawas, maka logikanya adalah terdapat dugaan kompensasi atau relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
Sekali lagi, saya perlu tekankan ada dugaan relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
Ini yang menjadi dasar kuat untuk menduga bahwa telah terjadi pelanggaran dalam bentuk gratifikasi atau suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B atau pasal 6 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Lebih jauh lagi, jika kerugian negara dan korban jiwa bisa dikaitkan secara kausal dengan pembiaran tersebut, maka Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor tentang memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara, juga dapat diterapkan.
Sudah saatnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada nominal kerugian negara, tetapi juga pada penyalahgunaan kewenangan.
Mengacu pada definisi World Bank (2020), korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
Maka jika seorang pejabat dengan sadar membiarkan
tambang ilegal
beroperasi, dan akibatnya menyebabkan kematian warga serta kerusakan lingkungan, maka ia telah melakukan korupsi, bahkan meski tidak ada transaksi uang tunai.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan IUP berdasarkan SK Gubernur No. 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tertanggal 30 Mei 2025.
Langkah ini penting, tapi harus dilanjutkan dengan langkah represif oleh aparat penegak hukum.
Dalam hal ini, penegakan dapat dilakukan melalui: UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk menjerat pelaku yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan; UU Ketenagakerjaan, pengabaian keselamatan kerja; Pasal 359 KUHP, untuk menjerat pelaku yang karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain; hingga kemungkinan jeratan pasal UU Tipikor.
Kini saatnya kita berhenti menyederhanakan masalah hanya pada sentralisasi atau desentralisasi izin tambang.
Diskursus antara pusat dan daerah selama ini kerap gagal menangkap akar masalah yang lebih dalam: pembiaran sistemik dan absennya pengawasan yang ketat.
Kebijakan tidak cukup hanya diatur siapa yang berwenang memberi izin, tetapi bagaimana mencegah penyimpangan dalam prosesnya.
Korupsi di sektor pertambangan hari ini bukan sekadar korupsi uang negara, tetapi kebijakan yang koruptif yang terselubung dalam regulasi dan kelonggaran sistem.
Bahkan, praktik “backing-membacking” dari oknum aparat penegak hukum yang tidak pernah diputus menjadi relasi transaksional yang tidak kasat mata, tapi nyata terasa.
Mereka menyulap tambang ilegal menjadi seolah-olah legal, mengaburkan jejaknya melalui struktur administratif yang berlapis dan kolutif.
Pemerintah perlu segera merombak pendekatan hukum dalam sektor pertambangan. Penegakan hukum harus lebih berani menyasar pelanggaran prosedur sebagai pintu masuk pembuktian korupsi.
Tidak perlu menunggu aliran dana haram muncul dalam rekening tersangka, perlu membuktikan ada penyalahgunaan kewenangan yang disengaja, maka tindakan koruptif sudah dapat dibongkar.
Selain itu, Kementerian ESDM harus berani melakukan refleksi dan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi-regulasi yang memberi ruang kompromi moral dalam praktik tambang.
Ada terlalu banyak peraturan teknis yang multitafsir, celah koordinasi antar-instansi yang lemah, hingga prosedur perizinan yang justru menumpuk ketidakpastian hukum.
Korupsi yang terselubung dalam aturan ini jauh lebih berbahaya karena menciptakan sistem yang menormalisasi penyimpangan.
Bung Hatta pernah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri”.
Pertanyaannya kini: siapa yang sedang kita lawan hari ini? Korporasi rakus? Oknum penegak hukum? Pejabat korup? Atau sistem yang sengaja dibuat pincang demi kepentingan pribadi?
Saatnya kita bertanya pada diri: apa yang sudah saya berikan untuk bangsa ini? Karena kalau kita diam, bukan hanya tanah yang digali, tapi juga harga diri bangsa ini yang ikut terkubur.
Mari kita suarakan desakan, bukan sekadar pada pemutusan izin, tetapi pada perubahan menyeluruh—agar tragedi seperti di Gunung Kuda tidak menjadi rutinitas kematian yang dianggap biasa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: longsor
-

Menteri PKP Tegaskan Rumah Subsidi Lebih Kecil Tetap Layak Huni
Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara, merespons kritik publik terkait rencana pengurangan ukuran rumah subsidi. Dalam aturan baru yang sedang digodok, luas minimum tanah rumah subsidi diusulkan menjadi 18 meter persegi (m²), sementara luas bangunan minimum ditetapkan 21 m².
Meski lebih kecil, Ara menegaskan rumah subsidi tetap akan layak huni. Ia bahkan menyinggung rumah subsidi dengan ukuran 60 m² yang justru sering bermasalah, seperti kebanjiran hingga rawan longsor.
“Ya justru itu salah satu variabelnya adalah bagaimana ukurannya diperkecil, tetapi tetap layak huni. Apakah yang 60 meter semuanya layak huni? Yang 60 meter banyak tuh yang banjir. Banyak yang baru masuk ke proses hukum, ada yang longsor,” ujar Ara di kompleks Wisma Mandiri, Jumat (6/6/2025).
Menurutnya, kenyamanan sebuah rumah tidak semata ditentukan oleh luas bangunan, melainkan kualitas pembangunan dan profesionalisme pengembang.
“Jadi bagi saya bukan soal ukurannya saja, tetapi juga kualitas pengembangnya dan sebagainya, itu yang paling penting,” ucapnya.
Ara menjelaskan, kebijakan ini mempertimbangkan harga tanah di kawasan perkotaan yang terus naik. Dengan ukuran yang lebih kecil, rumah subsidi diharapkan bisa dibangun lebih dekat ke pusat kota.
Ia pun meminta masyarakat bersabar dan menunggu desain rumah subsidi versi terbaru. Ara berjanji, desain rumah subsidi ke depan akan tetap menarik dan tidak kalah dari rumah pada umumnya.
“Nanti kita kasih lihat desainnya. Bagus, menarik. Kalau ada isu kumuh, emang yang 60 meter enggak ada yang kumuh? Nanti kita lihat,” kata Ara.
-

Wilayah RI Dikurung Tanda Kiamat Bumi, Petaka Menerjang Bertubi-tubi
Jakarta, CNBC Indonesia – Sekitar 40 juta kilometer persegi atau lima kali ukuran Benua Australia wilayah laut di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik mengalami gelombang panas laut sepanjang 2024. Hal itu terungkap dalam laporan terbaru Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
Laporan berjudul State of the Climate itu mencatat bahwa suhu rata-rata kawasan meningkat 0,48 derajat Celsius dibandingkan periode referensi 1991-2020. Kenaikan suhu ini diiringi sejumlah bencana cuaca ekstrem, seperti longsor di Filipina, banjir di Australia, dan mencairnya gletser di Indonesia.
“Kenaikan permukaan laut menjadi ancaman eksistensial bagi negara-negara kepulauan,” ujar Sekretaris Jenderal WMO, Celeste Saulo, dilansir The Guardian, Jumat (6/6/2025). “Kita hampir kehabisan waktu untuk membalikkan keadaan.”
Menurut WMO, kenaikan permukaan laut di wilayah tersebut mencapai hampir 4 milimeter per tahun, lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 3,5 milimeter.
Gelombang panas yang melanda lautan juga menyebabkan peristiwa pemutihan karang massal kelima di Great Barrier Reef, Australia, sejak 2016. WMO menyebut peristiwa ini sebagai dampak langsung dari panas ekstrem di permukaan laut.
Beberapa bencana besar lain yang tercatat dalam laporan tersebut meliputi banjir dan longsor di Filipina pada Januari dan Februari yang menewaskan sedikitnya 93 orang serta suhu tinggi di Australia pada Agustus yang memecahkan rekor musim panas.
Ada juga banjir besar di Singapura dan Malaysia yang menyebabkan 137.000 orang mengungsi dan enam korban jiwa, banjir bandang di Sumatra dan Australia utara pada awal 2024.
Selain itu, ada kehilangan es di Papua, Indonesia, yang diperkirakan akan mencair seluruhnya pada 2026, dua belas siklon tropis melanda Filipina yang menyebabkan kerugian sebesar US$430 juta, dan musim salju di Australia berakhir lebih cepat dari biasanya.
Direktur WMO untuk Asia-Pasifik, Ben Churchill, menyatakan bahwa temuan ini menjadi peringatan kuat bagi dunia. “Laporan ini menunjukkan kita menghadapi kejadian-kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya.
Pada Januari, April, Mei, dan Juni 2024, hampir seluruh wilayah laut Asia Tenggara mengalami gelombang panas dengan tingkat sedang hingga tinggi. Akibatnya, banyak spesies laut mengalami stres termal.
“Jika suhu melewati ambang batas tertentu, organisme tidak bisa bertahan-mereka bisa pindah atau mati,” ujar Asisten Profesor Alex Sen Gupta dari University of New South Wales.
Sen Gupta menambahkan bahwa lonjakan suhu laut yang dimulai 2023 belum sepenuhnya bisa dijelaskan. “Kami masih berupaya memahami mengapa lonjakannya sangat besar.”
Laporan ini memperkuat seruan komunitas ilmiah akan perlunya aksi iklim yang lebih cepat dan tegas, khususnya di wilayah Asia-Pasifik yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
(luc/luc)
-

Kecerdasan Buatan (AI) Bongkar Rahasia Asal Usul Guratan Gelap Misterius di Mars
Bisnis.com, JAKARTA — Teknologi kecerdasan buatan (AI) mengungkapkan fakta baru dari guratan gelap misterius yang mengalir di permukaan Planet Mars.
Awalnya, selama puluhan tahun peneliti mengira guratan gelap misterius yang mengalir di permukaan Mars diduga terbentuk akibat aliran air kuno. Namun, AI mengungkap guratan tersebut kemungkinan besar terbentuk akibat pergerakan debu dan angin, bukan air.
Penemuan ini dipublikasikan pada 19 Mei di jurnal Nature Communications dan berpotensi mengubah arah eksplorasi Mars, terutama dalam pencarian jejak kehidupan purba di planet merah tersebut.
Guratan yang pertama kali diamati oleh misi Viking NASA pada 1976 ini tampak seperti garis-garis gelap yang membentang di lereng tebing dan dinding kawah Mars. Selama ini, ilmuwan menduga guratan tersebut terbentuk akibat aliran air yang mengikis permukaan Mars yang kini kering.
Namun, tim peneliti yang dipimpin oleh Adomas Valantinas, ilmuwan planet di Brown University, menggunakan algoritma AI yang dilatih khusus untuk menganalisis pola guratan tersebut.
AI tersebut kemudian memindai 86.000 citra satelit dan memetakan 500.000 fitur guratan di seluruh Mars.
“Keunggulan pendekatan big data seperti ini adalah kita bisa menyingkirkan beberapa hipotesis hanya dari pengamatan orbit, sebelum mengirim wahana ke lokasi,” ujar Valantinas dilansir dari Livescience, Kamis (5/6/2025).
Dengan memanfaatkan peta global guratan, para ilmuwan membandingkannya dengan data suhu, kecepatan angin, tingkat kelembapan, aktivitas longsor batuan, dan faktor lainnya.
Hasilnya, guratan lebih sering muncul di area dengan kecepatan angin dan endapan debu yang tinggi, mengindikasikan bahwa guratan terbentuk dari lapisan debu halus yang menggelincir di lereng curam.
“Setelah kami memiliki peta global ini, kami bisa mencari korelasi dengan berbagai faktor lingkungan untuk memahami kondisi terbentuknya fitur ini,” jelas salah satu peneliti, Bickel.
Selama ini, guratan yang dikenal sebagai recurring slope lineae (RSL) selalu menarik minat ilmuwan karena muncul secara musiman saat suhu Mars menghangat. Jika guratan ini terbentuk oleh air, maka area tersebut akan menjadi target utama pencarian kehidupan di Mars.
Namun, temuan baru ini menyarankan agar eksplorasi lebih selektif dalam memilih lokasi pencarian air dan kehidupan di Mars, sehingga dapat membedakan antara petunjuk yang benar dan “red herring” alias petunjuk palsu.
Penelitian ini menjadi langkah penting dalam memahami Mars secara lebih akurat, sekaligus menegaskan peran AI dalam mengungkap misteri planet tetangga kita.
-

Bukti Tsunami Monster Setinggi 200 Meter Guncang Bumi 9 Hari
Jakarta –
Tahun 2023, ilmuwan dibingungkan sinyal seismik misterius yang mengguncang dunia tiap 90 detik, selama sembilan hari. Sekarang dua tahun kemudian, rekaman satelit mengungkap sumber getaran menakutkan ini, yaitu mega tsunami raksasa yang menghantam Greenland.
Ada dua mega tsunami terbukti menghantam fjord Greenland Timur. Fjord sendiri adalah teluk panjang dan sempit dengan dinding atau tebing curam yang terbentuk oleh gletser
Gelombang raksasa itu, salah satunya setinggi 200 meter atau sekitar setengah Gedung Empire State, memasuki Dickson Fjord di Greenland Timur dan berguncang maju mundur selama sembilan hari di September 2023. Itu mengirimkan gelombang seismik yang bergema melalui kerak planet.
Sinyal tersebut awalnya misteri bagi ilmuwan, tapi citra satelit dan darat melacak kemungkinan penyebabnya ke tanah longsor di fjord. Tanah longsor ini melepaskan gelombang, dikenal sebagai seiche, menyusul mencairnya gletser di balik fjord akibat perubahan iklim.
Sebelumnya, tak ada bukti langsung dari seiche ini ditemukan. Sekarang, teori tersebut dikonfirmasi oleh satelit baru yang melacak air di permukaan laut. Temuan tersebut dipublikasikan di jurnal Nature Communications.
“Perubahan iklim memunculkan fenomena ekstrem baru yang tak terlihat,” kata penulis studi Thomas Monahan, mahasiswa pascasarjana ilmu teknik di Universitas Oxford.
“Kondisi ekstrem ini berubah paling cepat di daerah terpencil seperti Arktik, di mana kemampuan kita mengukur dengan sensor fisik terbatas. Studi ini menunjukkan bagaimana kita dapat memanfaatkan teknologi pengamatan Bumi satelit generasi berikutnya untuk mempelajari prosesnya,” paparnya.
Untuk mengonfirmasi keberadaan seiche, ilmuwan memakai data satelit Surface Water and Ocean Topography (SWOT), proyek gabungan NASA dan CNES, badan antariksa Prancis.
Diluncurkan Desember 2022, ia menggunakan instrumen Ka-band Radar Interferometer (KaRIn) untuk memetakan 90% air di seluruh permukaan laut.
“Studi ini adalah contoh bagaimana data satelit generasi berikutnya dapat menyelesaikan fenomena yang jadi misteri di masa lalu,” kata rekan penulis Thomas Adcock, profesor ilmu teknik di Universitas Oxford.
(fyk/fay)
-

Dapur Rumah dan Kandang Sapi Roboh, Tewaskan Perempuan Tua di Jember
Jember (beritajatim.com) – Kamsiah, seorang perempuan berusia 61 tahun, meninggal dunia setelah tertimpa kayu dapur rumah dan kandang sapinya yang dihantam angin kencang, di Dusun Sumber Gayam, Desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (4/6/2025).
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jember Widodo Yulianto mengatakan, insiden itu terjadi pada pukul tujuh pagi. “Saat itu Bu Kamsiah hendak memberi pakan ke sapi miliknya di kandang dekat dapur belakang rumah,” katanya.
Mendadak angin kencang bertiup merobohkan dapur can kandang yang sudah lapuk. Malang tak dapat ditolak, untuk tak busa diraih. Kamsiah tertimpa material atap dapur.
Para tetangga terkejut dengan kejadian itu. Mereka segera membawa Kamsiah ke Klinik Keluarga di Sukowono. “Namun sesampainya di klinik, korban sudah meninggal dunia,” kata Widodo.
Angin kencang merupakan salah satu bencana yang kerap terjadi di Jember selain banjir dan tanah longsor. Berdasarkan data dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Jember 2025-2030, sepanjang 2019-2023, terjadi 289 insiden angin puting beliung.
Seluruh kecamatan di Kabupaten Jember memiliki potensi mengalami angin kencang dan puting beliung yang dapat merusak berbagai infrastruktur dan perumahan masyarakat serta dapat menimbulkan korban jiwa. [wir]
/data/photo/2025/05/30/68398c4aee815.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5238792/original/026341600_1748763207-Pencarian_jenazah_korban_longsor_Gunung_Kuda_Cirebon.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5169253/original/091368400_1742511936-1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)