Topik: longsor

  • Viral Mencuri di Tanah Sendiri, Begini Penjelasan Dinas Lingkungan Hidup Sukabumi

    Viral Mencuri di Tanah Sendiri, Begini Penjelasan Dinas Lingkungan Hidup Sukabumi

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah Kabupaten Sukabumi merespons tegas isu ‘mencuri di tanah sendiri’ yang belakangan viral terkait aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh pemilik lahan.

    Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukabumi menegaskan bahwa narasi tersebut adalah kesalahpahaman hukum karena masalah utamanya bukan pada kepemilikan lahan. Melainkan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang melanggar hukum dan membahayakan lingkungan.

    Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi, Nunung Nurhayati, menyampaikan keprihatinan atas dampak serius yang ditimbulkan oleh tambang ilegal tersebut.

    “Kami dari Dinas Lingkungan Hidup menyampaikan keprihatinan yang sangat mendalam. Kegiatan penambangan liar ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari kerusakan ekosistem, pencemaran air sungai, perubahan bentang alam, longsor, hingga hilangnya keanekaragaman hayati,” ujar Nunung, Senin (27/10/2025).

    Ia menambahkan, PETI juga sering diabaikan standar keselamatannya sehingga meningkatkan risiko kecelakaan kerja dan korban jiwa. Oleh karena itu, DLH melarang keras segala bentuk penambangan tanpa izin.

    Nunung menjelaskan, landasan hukum kegiatan pertambangan sangat jelas diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, di mana izin usaha pertambangan wajib berasal dari Pemerintah Pusat (Pasal 35 ayat 1).

    “Sedangkan Pasal 158 menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dari Pemerintah dipidana dengan penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah,” tegasnya.

    Selain itu, aktivitas ilegal ini juga melanggar UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap kegiatan yang berdampak lingkungan harus memiliki persetujuan lingkungan.

    “Pasal 69 ayat (1) huruf a dan b melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup,” tambah dia.

     

  • Memasuki Musim Hujan, BPBD Pacitan Imbau Warga Waspadai Longsor dan Angin Kencang

    Memasuki Musim Hujan, BPBD Pacitan Imbau Warga Waspadai Longsor dan Angin Kencang

    Pacitan (beritajatim.com) – Kabupaten Pacitan mulai memasuki musim penghujan sejak awal Oktober 2025. Meski hujan sudah turun di beberapa wilayah, intensitasnya masih bersifat spot-spot dan belum merata di seluruh kecamatan.

    Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, Radite Suryo Anggono, mengingatkan masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana yang biasa muncul saat musim hujan. Ia menyebut hujan dengan intensitas cukup deras berpotensi terjadi secara mendadak dan disertai angin kencang.

    “Biasanya hujan dengan intensitas cukup deras terjadi tiba-tiba, disertai angin kencang,” jelas Radite, Senin (27/10/2025).

    Menurutnya, BPBD Pacitan telah memetakan sejumlah wilayah rawan bencana untuk menghadapi potensi tanah longsor dan pohon tumbang. Selain itu, masyarakat juga diminta mewaspadai munculnya penyakit yang kerap menyerang pada masa peralihan musim.

    “Tanah longsor dan pohon tumbang yang kita waspadai, juga potensi penyakit yang bisa muncul saat peralihan musim,” tambahnya.

    Radite menjelaskan bahwa puncak musim penghujan di Pacitan diprediksi akan berlangsung pada Januari 2026. Sebagai langkah antisipasi, BPBD terus melakukan pemantauan di daerah rawan dan menyiapkan langkah darurat jika terjadi bencana.

    Beberapa waktu lalu, hujan deras yang mengguyur wilayah utara Pacitan, tepatnya di Kecamatan Nawangan, mengakibatkan sembilan kejadian longsor. Enam rumah warga dan tiga ruas jalan dilaporkan mengalami kerusakan akibat peristiwa tersebut.

    “Kami imbau masyarakat untuk berhati-hati. Saat hujan, hindari berteduh di dekat tebing atau pohon yang rapuh. Selain itu, tetap jaga kesehatan dan stamina,” pungkas Radite. [tri/beq]

  • Kang Dedi Mulyadi Sidak Pabrik Aqua, Warga Ngaku Tak Pernah Nikmati Air dari Perusahaan

    Kang Dedi Mulyadi Sidak Pabrik Aqua, Warga Ngaku Tak Pernah Nikmati Air dari Perusahaan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Gubernur Jawa Barat , Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik setelah videonya saat melakukan sidak ke pabrik air minum kemasan Aqua viral di media sosial.

    Dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Perwakilan perusahaan yang mendampingi menjelaskan bahwa sumber air berasal dari beberapa titik sumur di sekitar area pabrik.

    “Airnya dari bawah tanah, bukan air permukaan,” kata perwakilan Aqua.

    Mendengar hal itu, Dedi memastikan kembali. “Oh, jadi di bor?” tanyanya, yang dijawab oleh pihak perusahaan, “Iya, di bor, Pak.”

    Mantan Bupati Purwakarta itu kemudian menyinggung risiko lingkungan dari aktivitas pemboran air tanah dalam.

    “Ngefek enggak sih buat lingkungan? Atau nunggu longsor?” ucapnya menyorot praktik tersebut.

    Usai berkeliling, Dedi juga menyempatkan diri berbincang dengan warga sekitar yang sudah berkumpul.

    Dari sinilah muncul percakapan yang kemudian ramai diperbincangkan publik karena menggambarkan kondisi antara melimpahnya air di pabrik dengan kondisi warga sekitar.

    Dalam video tersebut, Dedi mempertanyakan soal distribusi air dari pabrik ke masyarakat sekitar yang justru tidak merasakan manfaat dari sumber air di wilayahnya sendiri.

    “Ini kan air melimpah nih dari sini, ke setiap warga ada aliran air nggak ke tiap rumah?” tanya Dedi Mulyadi kepada warga sekitar, dikutip YouTube KDM, Sabtu (25/10/2025).

    “Nggak ada,” jawab warga sekitar.

    Warga lain yang mengaku sebagai ketua RW juga mengatakan hal serupa.

    “Saya sebagai RW-nya, saya juga nggak pernah minum dari Aqua,” ujarnya.

  • Warga Terdampak Longsor di Banyumas Diungsikan, Tiga Rumah Rusak
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 Oktober 2025

    Warga Terdampak Longsor di Banyumas Diungsikan, Tiga Rumah Rusak Regional 27 Oktober 2025

    Warga Terdampak Longsor di Banyumas Diungsikan, Tiga Rumah Rusak
    Tim Redaksi
    BANYUMAS, KOMPAS.com
    — Warga yang rumahnya rusak akibat longsor gunung batu kapur di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, telah diungsikan.
    Plt Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas Andi Risdianto mengatakan, warga yang diungsikan sebanyak 11 jiwa.
    “Warga yang diungsikan sebanyak 3 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 11 jiwa,” kata Andi kepada wartawan, Senin (27/10/2025).
    Sebelumnya, gunung batu kapur setinggi kurang lebih 50 meter longsor pada Minggu (27/10/2025) sore.
    Longsoran itu diduga berada di kawasan tambang pabrik semen yang beroperasi di wilayah Ajibarang.
    “Dari koordinatnya maupun dari video dan foto yang dikirim ke kami, kemungkinan (longsoran) ada di lokasi pertambangan semen,” kata Andi saat dihubungi, Minggu malam.
    Andi menjelaskan, peristiwa itu terjadi setelah wilayah setempat diguyur hujan.
    “Kami menerima laporan menjelang Maghrib, sekitar pukul 17.30 WIB. Informasinya (saat kejadian) situasi sudah tidak hujan, sebelumnya hujan,” kata Andi.
    Menurut Andi, akibat peristiwa itu tiga rumah warga dilaporkan rusak.
    “Laporan sementara, tiga rumah warga rusak. Satu rusak berat, satu rusak sedang, dan satunya rusak ringan,” ujar Andi.
    Andi menambahkan, sejauh ini tidak ada laporan korban jiwa akibat peristiwa tersebut.
    “Sejauh ini tidak ada korban,” kata Andi.
    Berdasarkan video dokumentasi BPBD Banyumas yang diterima Kompas.com pada Minggu malam, rumah yang rusak akibat terkena material longsor tampak telah dipasang garis polisi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Atap Lapangan Padel di Jakarta Ambruk, Imbas Hujan Deras dan Angin Kencang

    Atap Lapangan Padel di Jakarta Ambruk, Imbas Hujan Deras dan Angin Kencang

    Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah lapangan padel di Jakarta ambruk atau roboh atapnya akibat diterpa angin kencang dan hujan deras di Jakarta hari ini.

    Saat itu, lapangan padel tersebut tengah menggelar turnamen yang diisi oleh beberapa influencer termasuk Tasya Farasya.

    Tasya membagikan video momen atap lapangan tersebut roboh dan membuat orang-orang yang berada di lapangan tersebut berlarian menyelamatkan diri.

    Tampak dari video tersebut, ketika atap lapangan roboh air yang tertampung jatuh ke lapangan.

    “Ya Allah alhamdulillah selamat. Semangat theprimeopen.id, semangat anwaracketclub,” tulis Tasya dalam unggahan videonya tersebut.

    Sementara itu pihak pemilik lapangan memutuskan untuk menutup sementara fasilitaasnya untuk perbaikan. Mereka juga meminta maaf atas kejadian tersebut.

    “Kami mohon maaf atas kejadian yang terjadi pada 26 Oktober 2025 di Anwa Racquet Club. Terima kasih atas pengertian dan dukungan Anda,” tulis pernyataan manajemen.

    Pihak manajemen juga menyatakan saat ini situasi sudah kondusif dan tidak ada korban dalam kejadian tersebut.

    Dilansir dari Antara, Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto memaparkan kronologi kejadian.

    “Awal mula kejadian ketika hujan deras disertai angin kencang menerjang atap lapangan, sehingga atap itu pun terhempas,” katanya.

    Atap yang menaungi enam bidang lapangan pun rusak dan ambruk. Beruntung, pemain yang tengah berada di lapangan segera mengevakuasi diri, sehingga tidak ada korban jiwa atau pun luka.

    “Nihil korban jiwa atau luka. Kerusakan atap enam lapangan. Atas kejadian itu, karyawan memanggil pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti,” kata Uus.

    Memasuki pekan akhir Oktober, BMKG memprediksi sejumlah wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim hujan, terutama di bagian selatan ekuator seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara, serta sebagian Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan.

    Pada awal musim hujan umumnya ditandai dengan siang yang masih terik dan hujan tidak merata di sore atau malam hari, serta perubahan pola angin dan peningkatan kelembaban udara. Seiring dengan perubahan tersebut, masyarakat diimbau untuk mewaspadai potensi cuaca gerah yang kerap terjadi menjelang turunnya hujan, akibat peningkatan kelembaban udara dan pemanasan permukaan yang kuat sebelum awan hujan berkembang.

    Mempertimbangkan peningkatan potensi hujan dalam waktu mendatang, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat memicu banjir, genangan, dan longsor yang berdampak pada aktivitas harian maupun transportasi.

  • Viral Air Aqua Disebut dari Sumur Bor-Sebabkan Longsor, Ini Kata Ilmuwan BRIN

    Viral Air Aqua Disebut dari Sumur Bor-Sebabkan Longsor, Ini Kata Ilmuwan BRIN

    Jakarta

    Bukan hanya soal sumber air, konten viral Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyoroti pabrik Aqua meninggalkan pertanyaan soal potensi longsor dan pergeseran tanah saat sumbernya diambil dari air tanah dengan metode pengeboran, tidak langsung dari mata air pegunungan.

    Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rachmat Fajar Lubis menegaskan persoalannya tidak sesederhana itu. Ada regulasi dan mekanisme ilmiah yang sudah diterapkan pemerintah untuk mengendalikan dampak pengambilan air tanah oleh industri.

    Aturan Ketat Pengambilan Air Tanah

    Menurut Fajar, kegiatan pengambilan air tanah oleh perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) tidak dilakukan sembarangan.

    “Kalau itu dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), sudah ada aturannya. Semua produksi AMDK harus memiliki benchmark pergerakan tanah,” jelasnya saat dihubungi detikcom Minggu (26/10/2025).

    Artinya, setiap perusahaan diwajibkan melakukan pemantauan posisi dan elevasi tanah setiap tahun, untuk memastikan tidak ada penurunan atau pergeseran signifikan yang dapat memicu amblesan maupun longsor.

    “Mereka punya datanya kok, diukur posisi tanah tahun ini dan tahun depan, sehingga potensi dampak bisa diantisipasi lebih awal,” ujarnya.

    Izin Pemerintah Berdasarkan Debit Aman, Bukan Maksimum

    Peneliti BRIN menambahkan, setiap perusahaan AMDK hanya boleh mengambil air tanah sesuai dengan debit aman yang sudah dihitung oleh pemerintah.

    “Perusahaan diberikan izin berdasarkan debit aman, bukan debit maksimum. Jadi volume air yang diambil sudah melalui perhitungan agar tidak merusak struktur tanah,” katanya.

    Namun, masalah bisa muncul jika pengambilan air melebihi batas izin yang ditetapkan.

    “Kalau mereka menambah kapasitas pompa dan mengambil lebih dari debit yang diizinkan, di situlah dampak seperti pergerakan tanah atau amblesan bisa terjadi,” tambahnya.

    Salah satu langkah penting dalam pengawasan adalah kewajiban perusahaan untuk memiliki sumur pantau.

    “Setiap tahun, lebih dari lima titik sumur pantau harus dibuat oleh perusahaan,” jelas sang peneliti.

    “Kalau dari data sumur pantau terlihat muka air tanah terus menurun, artinya ada pengambilan berlebih.”

    Sayangnya, menurutnya, masyarakat sering salah paham soal fungsi sumur pantau.

    “Banyak yang heran, ‘masa bikin sumur tapi nggak diambil airnya?’ Padahal justru itu tujuannya, untuk memantau kondisi alami air tanah tanpa gangguan pengambilan.”

    Dengan cara ini, para peneliti dan otoritas lingkungan bisa mengetahui apakah kondisi tanah dan air bawah permukaan masih stabil atau sudah mengalami tekanan.

    “Jangan lupa, perusahaan-perusahaan ini beroperasi dengan izin dari pemerintah. Jadi, selama izin dipatuhi dan sumur pantau aktif dilakukan, risiko longsor bisa dikendalikan.”

    Menurut Fajar, yang perlu diperkuat bukan hanya kritik terhadap industri, melainkan transparansi data dan edukasi publik tentang air tanah.

    “Yang penting itu keterbukaan data dan pemahaman masyarakat,” ujarnya.

    “Kalau semua pihak tahu cara kerja pemantauan air tanah, masyarakat bisa ikut mengawasi secara cerdas, bukan hanya berspekulasi.”

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Peneliti BRIN Ungkap Air Hujan Jakarta Terkontaminasi Mikroplastik”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Daerah di Banten Ini Bahaya, Dikepung Megathrust-Sesar Aktif-Krakatau

    Daerah di Banten Ini Bahaya, Dikepung Megathrust-Sesar Aktif-Krakatau

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengambil langkah-langkah antisipasi terjadinya gempa dan tsunami di Provinsi Banten khususnya di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Daerah ini merupakan zona merah di Banten karena merupakan titik yang mempertemukan zona Megathrust, sesar aktif, hingga Gunung Anak Krakatau.

    Direktur Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu BMKG Setyoajie Prayoedhie menyatakan bahwa penguatan edukasi kesiapsiagaan menjadi krusial melihat tren frekuensi gempa bumi yang terus meningkat dan mekanisme pembangkitan tsunami yang semakin kompleks. Oleh karenanya, Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG) adalah wujud kepedulian negara terhadap keselamatan bangsa dari ancaman bahaya yang nyata.

    Risiko bencana sesungguhnya dapat kita kurangi apabila kita secara terencana dan terukur melakukan upaya mitigasi yang melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat,” kata Setyoajie di Pandeglang, Minggu (26/10/2025).

    Lebih lanjut, Kabupaten Pandeglang, yang berada di Provinsi Banten, memiliki tingkat kerawanan tinggi karena wilayah ini dipengaruhi oleh empat sumber utama potensi bencana: Zona Megathrust selatan Jawa dengan potensi M 8,9, zona sesar aktif (Semangko dan Ujung Kulon), Zona Graben Selat Sunda yang berpotensi longsor dasar laut, serta aktivitas Gunung Anak Krakatau.

    Mengingat kembali pada peristiwa tsunami 22 Desember 2018 akibat longsoran Gunung Anak Krakatau yang menerjang Kecamatan Sumur dan sekitarnya, serta gempabumi M 6,9 pada 2019 yang guncangannya menimbulkan kepanikan di Kec. Sumur. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa ancaman di Pandeglang bersifat kompleks, baik dari sumber tektonik maupun non-tektonik.

    Kecamatan Sumur memiliki risiko bencana yang perlu diwaspadai. Wilayah ini merupakan daerah pesisir yang berhadapan langsung dengan Selat Sunda, sebuah area yang menyimpan potensi ancaman multi hazard. Ancaman tidak hanya datang dari gempabumi tektonik, tetapi juga dari aktivitas Gunung Api Anak Krakatau (GAK) , yang secara historis pernah memicu tsunami di Selat Sunda. Oleh karena itu, SLG ini dinilai krusial sebagai wadah koordinasi untuk memperkuat upaya pengurangan risiko bencana di wilayah tersebut.

    Pada bencana tsunami 2018, Kabupaten Pandeglang mencatat korban terbanyak dengan sedikitnya 292 orang meninggal, 3.976 luka-luka, dan puluhan ribu warga mengungsi.

    Sebagai respons atas kerawanan tersebut, BMKG telah memberikan dukungan teknologi vital bagi Pandeglang. Tiga unit Warning Receiver System New Generation (WRS-NG)-perangkat penerima informasi gempa dan peringatan dini tsunami secara real-time-telah terpasang di lokasi strategis: Kantor Setda Pandeglang, Kantor BPBD Kabupaten Pandeglang, dan KEK Tanjung Lesung. Selain itu, sirine peringatan dini juga telah diaktifkan di Desa Teluk Labuan dan Desa Sidamukti untuk menjangkau masyarakat pesisir secara langsung.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Evaluasi Rampung, Bahlil Sebut Tambang Bawah Tanah Freeport Mulai Diperbaiki Bulan Depan

    Evaluasi Rampung, Bahlil Sebut Tambang Bawah Tanah Freeport Mulai Diperbaiki Bulan Depan

    JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan kabar terbaru terkait evaluasi area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia.

    Dikatakan Bahlil, saat ini Inspektur Tambang dari Kementerian ESDM tengah melakukan pengecekan terkait penyebab longsoran lumpur bijih atau wet muck.

    “Sekarang lagi dicek oleh inspektur tambang untuk mengecek apa penyebabnya,” ujar Bahlil, dikutip Sabtu, 25 Oktober.

    Ia menambahkan, dirinya juga telah berkomunikasi dengan Presiden Diretur PT Feeport Indonesia, Tony Wenas terkait waktu yang tepat untuk kembali melakukan kegiatan produksi tambang.

    Bahlil menyebut, proses perbaikan tambang bawah tanah akan dimulai pada bulan depan. Namun akan diawali dengan audit total agar kejadian serup tidak terulang di kemudian hari.

    “Sudah bisa kita memulai produksinya, tapi saya katakan kita audit total dulu. Insyaallah dalam bulan depan sudah ada tanda-tanda perbaikan,” tandas Bahlil.

    Sebelumnya, Freeport-McMoRan Inc (FCX) mengungkapkan operasional tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) baru akan kembali normal pada tahun 2027. Hal ini merupakan imbas atas insiden longsor yang terjadi sejak 8 September 2025 yang lalu.

    “Target kembali ke tingkat produksi sebelum insiden pada tahun 2027,” tulis Manajemen McMoRan dikutip Kamis, 25 September.

    Manajemen menyebut, insiden terjadi di blok produksi PB1C namun merusak merusak infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung area produksi lain.

    “PTFI sedang mengevaluasi dampak insiden terhadap rencana produksi. Proyeksi produksi akan disesuaikan dengan jadwal perbaikan yang diperlukan serta tahapan restart dan peningkatan produksi,” lanjut manajemen.

    Berdasarkan laporan manajemen, badan bijih GBC mewakili 50 persen dari cadangan terbukti dan terduga PTFI per 31 Desember 2024, serta sekitar 70 persen dari proyeksi produksi tembaga dan emas hingga 2029.

    Sementara itu PTFI memperkirakan tambang Big Gossan dan Deep MLZ yang tidak terdampak dapat memulai kembali operasi pada pertengahan kuartal IV 2025. sementara pengembalian operasi bertahap tambang GBC dijadwalkan pada paruh pertama 2026.

    Dengan demikian, penjualan tembaga dan emas PTFI bakal terbatas pada kuartal IV-2025, jauh di bawah estimasi sebelumnya yaitu 445 juta pon tembaga dan 345.000 ounces emas.

  • Gandeng Anak SMK, TNI dan BPBD Malang ‎Antisipasi Bencana Alam

    Gandeng Anak SMK, TNI dan BPBD Malang ‎Antisipasi Bencana Alam

    Malang (beritajatim.com) – Menggandeng pelajar Pramuka dari SMK 1 PGRI Ampelgading, BPBD Kabupaten Malang bersama warga dan TNI memasang rambu-rambu tanda bencana serta jalur evakuasi di kawasan rawan bencana alam di Desa Lebakharjo, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Sabtu (25/10/2025).

    ‎Gerakan kecil penuh arti di program non fisik TMMD 126 Lebakharjo ini, menjadi langkah penting untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana.

    ‎Diketahui, bahwa Lebakharjo berada di zona rawan longsor dan bencana banjir tahunan. Kondisi tersebut mengajarkan seluruh elemen masyarakat untuk tidak lengah. Mengefapankan semangat gotong royong dan mengutamakan keselamatan sesama.

    ‎Edukasi bencana yang dibalut aksi nyata ini, menjadi bukti bahwa keselamatan harus disiapkan sejak dini, sebelum terjadinya bencana.

    ‎Anak-anak Pramuka dengan penuh antusias membantu pemasangan papan petunjuk, sementara warga turut memastikan posisinya tepat dan mudah terlihat.

    ‎Kolaborasi lintas generasi ini bukan hanya memperkuat kesiapsiagaan, tapi juga menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan dan sesama.

    ‎”Alhamdulillah, hari ini kami dari warga berkolaborasi dengan BPBD Kabupaten Malang dan Adik-adik Pramuka SMK 1 PGRI Ampelgading, memasang tanda jalur evakuasi bencana alam,” kata Arif Sugianto selaku Kepala Dusun Krajan 2, Desa Lebakharjo.

    ‎Dari kegiatan pemasangan rambu jalur evakuasi dan tanda bencana banjir longsor, membuktikan wujud nyata kepedulian TNI ke masyarakat di program non fisik TMMD 126 Lebakharjo. (yog/ian)

  • 4
                    
                        Terbongkar! Gunung Halimun Salak Dikepung Ratusan Kemah Markas Penambang Ilegal
                        Bandung

    4 Terbongkar! Gunung Halimun Salak Dikepung Ratusan Kemah Markas Penambang Ilegal Bandung

    Terbongkar! Gunung Halimun Salak Dikepung Ratusan Kemah Markas Penambang Ilegal
    Tim Redaksi
    LEBAK, KOMPAS.com –
    Keberadaan deretan tenda biru di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) viral di media sosial setelah foto-fotonya muncul dari citra satelit Google Maps.
    Wilayah TNGHS mencakup tiga kabupaten di dua provinsi, yakni Kabupaten Lebak di Banten, serta Kabupaten Sukabumi dan Bogor di Jawa Barat.
    Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra, membenarkan bahwa tenda-tenda tersebut merupakan milik para penambang emas ilegal atau gurandil yang beroperasi di dalam kawasan taman nasional itu.
    “Benar, tenda-tenda yang terlihat dalam citra satelit tersebut merupakan milik para penambang emas ilegal atau gurandil yang beroperasi di dalam kawasan TNGHS,” kata Budhi kepada Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Sabtu (25/10/2025).
    Budhi menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan tersebut telah berlangsung sejak awal 1990-an dan semakin meningkat setelah PT ANTAM tidak lagi beroperasi di wilayah itu.
    Area tambang yang digunakan para gurandil berada di jalur emas Cikotok–Cirotan–Gang Panjang–Cibuluh yang terhubung hingga ke Pongkor, Bogor.
    Berdasarkan data dari pihak TNGHS, saat ini terdapat 36 titik lokasi PETI yang tersebar di wilayah Lebak dan Bogor, dengan jumlah tenda kemah mencapai ratusan.
    “Jumlah tenda sekitar 250 unit di titik-titik utama seperti Cibuluh, Cibarengkok, dan Ciberang. Inventarisasi lebih perinci terhadap jumlah lubang galian dan peralatan sedang dalam proses,” ujar Budhi.
    Lebih lanjut, Budhi menyebut bahwa sebagian besar penambang ilegal tersebut merupakan warga lokal.
    Sekitar 90 persen merupakan warga Kabupaten Lebak yang bermukim di sekitar TNGHS, seperti Kampung Gunung Julang, Lebak Situ, Lebak Gedong, dan Citorek.
    Sementara sebagian lainnya berasal dari Sukajaya, Bogor, Tasikmalaya, hingga Jampang, Sukabumi.
    Pihak TNGHS, kata Budhi, telah berulang kali melakukan berbagai upaya untuk menindak para gurandil, mulai dari sosialisasi hingga operasi gabungan bersama pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
    Termasuk operasi penertiban gabungan pada tahun 1998 dan 2017 yang melibatkan TNI, Polri, Polhut, pemda, dan PT Antam.
    Namun, upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil karena medan yang sulit dijangkau dan keterbatasan personel di lapangan.
    “Lokasi PETI berada jauh di dalam kawasan, akses jalan kaki sekitar lima jam dan terbatasnya personel TNGHS di lapangan, sementara jumlah penambang sangat besar,” kata Budhi.
    Menurut Budhi, aktivitas PETI di kawasan taman nasional membawa dampak serius terhadap lingkungan dan ekosistem.
    Penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida telah mencemari aliran sungai yang menjadi sumber air warga di hilir.
    Selain itu, penebangan pohon secara ilegal untuk memperkuat lubang tambang dan membangun tempat tinggal juga memperparah kerusakan vegetasi serta meningkatkan risiko longsor di lereng curam.
    “Bukan hanya air yang tercemar, tapi juga banyak satwa liar yang terusik. Habitat mereka terganggu dan fungsi ekosistem hutan mulai menurun,” ujar Budhi.
    Budhi menegaskan, jika aktivitas PETI di kawasan TNGHS tidak segera dihentikan, kerusakan lingkungan dan ancaman bagi masyarakat sekitar dikhawatirkan akan semakin parah di masa mendatang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.