Topik: longsor

  • Gerbang Dirobohkan, Beras dan Minyak Goreng Diambil

    Gerbang Dirobohkan, Beras dan Minyak Goreng Diambil

    Liputan6.com, Jakarta- Sebuah video yang merekam aksi penjarahan di Gudang Bulog Sarudik, Kota Sibolga, pada Sabtu sore, 29 November 2025 viral di media sosial. Dalam rekaman itu, warga terlihat menyerbu gudang dan membawa keluar beras serta minyak goreng.

    Kejadian ini diduga buntut dari bencana banjir besar yang melanda Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) pada 24–25 November lalu.

    Perum Bulog Kanwil Sumatera Utara (Sumut) buka suara pada Minggu (30/11/2025). Melalui keterangan tertulis, pihaknya menyampaikan kronologi penjarahan.

    Perum Bulog Kanwil Sumut mengatakan, banjir yang melanda wilayahnya bukan hanya merendam rumah dan merenggut korban jiwa, tetapi juga memutus jalur logistik.

    Akses jalan tertutup longsor, distribusi bahan pangan lumpuh total selama lebih dari tiga hari. Ketika pasokan terhenti dan dapur-dapur tak lagi mengepul, rasa lapar pun mendorong warga bertindak nekat.

    Dalam situasi darurat ini, terjadi aksi penjarahan yang dimulai di sejumlah ritel modern di Kota Sibolga. Kondisi tersebut kemudian berlanjut ke Gudang Bulog Sarudik Sibolga.

    Massa memaksa masuk dengan merobohkan pagar gerbang, merusak gembok gudang, dan mengambil beras serta minyak goreng yang tersimpan di dalam gudang. Aparat telah berupaya melakukan penghalauan namun massa tidak terkendali karena desakan kebutuhan pangan.

    Sebetulnya, Pimpinan Cabang (Pinca) Bulog Sibolga telah berkoordinasi dengan Polres Sibolga dan Kodim Tapanuli Tengah untuk memastikan upaya pengamanan fasilitas gudang Bulog.

    Personel dari Polsek dan Koramil sempat ditempatkan di area kompleks Gudang Sarudik. Fokus aparat saat itu lebih diprioritaskan pada penanganan korban dan penanggulangan pasca bencana.

    Melihat eskalasi situasi kian mengkhawatirkan, Pimpinan Cabang Bulog Sibolga sempat meminta tambahan personel dari Kodim dan Polresta. Namun sebelum personel tambahan datang, secara tiba-tiba massa berkumpul di depan Gudang Bulog Sarudik Sibolga.

     

  • Evaluasi Izin Tambang dan Perkebunan Besar

    Evaluasi Izin Tambang dan Perkebunan Besar

    JAKARTA – Banjir bandang dan longsor di sejumlah wilayah Pulau Sumatera tak bisa hanya dianggap sebagai bencana semata.

    Wakil Ketua Fraksi PKB DPR RI, Maman Imanulhaq, mengatakan peristiwa ini harusnya jadi peringatan keras bagi Pemerintah Pusat dan Daerah.

    “Kerusakan ekosistem, maraknya industri ekstraktif, pembangunan masif yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan, serta lemahnya kesiapsiagaan Pemerintah Daerah dan Pusat menjadi faktor yang memperparah situasi.”

    “Bencana berulang seperti ini harus menjadi peringatan keras bahwa tata kelola alam Indonesia sedang berada dalam kondisi kritis dan membutuhkan perhatian serius serta tindakan terukur dari seluruh pemangku kepentingan,” kata Maman dalam keterangan tertulis kepada wartawan Sabtu, 29 November 2025.

    Maman yang juga menjadi Anggota Tim Pengawas Penanggulangan Bencana (Timwas Bencana) DPR RI menyebut evaluasi bagi izin usaha tak bisa lagi ditunda.

    “Evaluasi menyeluruh terhadap izin usaha ekstraktif seperti tambang dan perkebunan besar yang merusak tutupan lahan,” tutur.

    Lebih lanjut, Maman juga bilang revitalisasi daerah aliran sungai (DAS), penghijauan masif, penataan ulang ruang yang berbasis mitigasi risiko bencana hingga peningkatan anggaran untuk kesiapsiagaan dan pemulihan dari bencana perlu dilakukan.

    “Negara harus hadir dengan kebijakan yang lebih berani, lebih ekologis, dan lebih humanis untuk mencegah bencana serupa terus berulang pada masa mendatang.”

    “Kita harus bergerak cepat, saling bergandengan tangan, dan belajar dari setiap bencana agar tidak terus mengulang luka yang sama. Keselamatan rakyat harus menjadi prioritas tertinggi,” ujar Maman.

  • Setelah Jarah Minimarket, Bulog Jadi Sasaran Penjarahan Warga Terdampak Banjir, Bantuan Logistik Lambat Masuk

    Setelah Jarah Minimarket, Bulog Jadi Sasaran Penjarahan Warga Terdampak Banjir, Bantuan Logistik Lambat Masuk

    FAJAR.CO.ID, SUMATERA — Dampak bencana alam, banjir yang dirasakan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Tengah masih terus berlanjut.

    Hal itu disebabkan efek dari banjir dan longsor sekaligus lambatnya bantuan logistik dari Pemerintah membuat masyarakat melanjutkan penjarahan.

    Terbaru, ada penjarahan di Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) diduga dijarah oleh masyarakat setempat.

    Salah satu unggahan di akun media sosial Instagram @mommy_la memperlihatkan aksi penjarahan itu.

    Terlihat beberapa warga yang masuk ke dalam gudang penyimpanan dan keluar mengangkat karung yang berisikan beras.

    Terkait aksi penjarahan ini, Bulog Kanwil Sumatera Utara mengonfirmasi aksi penjarahan itu.

    Dalam keterangan tertulisnya Perum BULOG mengatakan, kejadian ini berlangsung di tengah situasi sosial yang melemah akibat bencana banjir besar yang melanda Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).

    Pemimpin Wilayah BULOG Sumatera Utara, Budi Cahyanto, menegaskan bahwa pihaknya terus memaksimalkan koordinasi lintas lembaga untuk mengendalikan situasi dan memastikan bantuan dapat segera disalurkan kembali.

    “Kami memahami bahwa masyarakat sedang berada dalam situasi darurat akibat bencana banjir yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan terputusnya akses pangan,” ujar Budi dikutip Minggu (30/11/2025).

    Sebelum melakukan penjarahan di Bulog, beredar juga beberapa video penjarahan lainnya.

    Di antaranya terlihat masyarakat yang melakukan penjarahan ke salah satu minimarket untuk mencari logistik.

  • BGN Sebut 341 Ribu Paket MBG Dialihkan untuk Korban Banjir di Sumut

    BGN Sebut 341 Ribu Paket MBG Dialihkan untuk Korban Banjir di Sumut

    Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 173 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah Sumatera Utara (Sumut) mengalihkan distribusi paket Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk warga terdampak bencana banjir dan longsor.

    Total ada 341.765 paket MBG diberikan kepada warga per Sabtu, 29 November 2025.

    “Kami laporkan bahwasanya ada pengalihan penerima manfaat dikarenakan bencana alam berupa banjir, sehingga wilayah yang terdampak, sekolah diliburkan dan dialihkan kepada masyarakat terdampak,” kata Kepala Kantor Regional Badan Gizi Nasional (BGN) Sumatera Utara, KR Agung Kurniawan dikutip dari siaran pers, Minggu (30/11/2025).

    Berdasarkan laporan, ratusan SPPG atau dapur umum MBG itu tersebut tersebar di 12 kabupaten/kota. Sebanyak 51 dapur di Kota Medan, 4 di Kota Padangsidimpuan, 13 di Kota Tebing Tinggi, 5 di Kota Tarutung, 28 di Kabupaten Serdang Bedagai, dan 11 di Kabupaten Langkat.

    Kemudian, 3 dapur di Kota Sibolga, 3 di Kabupaten ⁠Tapanuli Selatan, 6 di Kabupaten Mandailing Natal, 27 di Kabupaten Deli Serdang, 9 di Kota Binjai, dan 13 ⁠Kabupaten Asahan.

    Selain Sumut, 52 SPPG Aceh juga mengalihkan sementara distribusi paket MBG. Tercatat sebanyak 52 SPPG Aceh telah membagikan 185.049 paket MBG kepada korban bencana hingga Sabtu pukul 12:35 WIB.

    “Dari 11 kabupaten/kota yang terdampak banjir terdapat 52 SPPG yang beroperasi. Total paket MBG yang didistribusikan pada tanggal 26, 27, dan 28 November ini kepada korban banjir sebanyak 185.049 ribu paket MBG,” jelas Kepala Regional Badan Gizi Nasional (BGN) Aceh, Mustafa Kamal.

     

  • Tambang Ilegal Penyebab Bencana Sumatera

    Tambang Ilegal Penyebab Bencana Sumatera

    Liputan6.com, Jakarta – Bencana melanda sebagian besar wilayah Sumatera Barat sejak 22 November 2025, mulai dari banjir bandang hingga longsor. Bencana ini tidak hanya merendam ribuan rumah, merusak infrastruktur, tetapi juga menimbulkan korban jiwa. Bencana kali ini diduga dampak akumulasi krisis ekologis selama dua dekade terakhir.

    Bencana ini diduga merupakan konsekuensi dari ketidakadilan ruang dan lemahnya tata kelola lingkungan oleh pemerintah. Degradasi hutan, lanjutnya, rusaknya daerah aliran sungai, alih fungsi lahan, pertambangan ilegal, hingga pembangunan yang mengabaikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun buka suara mengenai dugaan tambang ilegal sebagai penyebab banjir bandang hingga longsor di Sumatera.

    Artikel mengenai penyebab bencana banjir dan longsor di Sumatera ini menjadi salah satu artikel yang banyak dibaca. Selain itu masih ada sejumlah artikel lain yang layak untuk disimak.

    Lengkapnya, berikut ini tiga artikel terpopuler di kanal bisnis Liputan6.com pada Minggu (30/11/2025):

    1. Tambang Ilegal Diduga Penyebab Bencana Sumatera, Ini Kata Bahlil

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, buka suara mengenai dugaan tambang ilegal jadi pemicu banjir bandang di Aceh dan Sumatera Utara. Kegiatan tambang, diakuinya sering jadi faktor bencana jika tidak dikelola secara baik.

    Bahlil mengaku masih akan mengecek dugaan aktivitas tambang ilegal jadi pemicu bencana banjir bandang di Aceh dan Sumut. “Nanti kita cek, nanti kita cek ya,” kata Bahlil, di DPP Golkar, Jakarta, dikutip Sabtu (29/11/2025).

    Simak berita selengkapnya di sini

     

  • Banjir Sumatera dan Pentingnya Hak Asasi Manusia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 November 2025

    Banjir Sumatera dan Pentingnya Hak Asasi Manusia Nasional 30 November 2025

    Banjir Sumatera dan Pentingnya Hak Asasi Manusia
    Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
    BARU
    -baru ini, banjir bandang dan longsor melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, menelan ratusan korban jiwa, memutus akses vital, melumpuhkan jaringan komunikasi, serta memaksa puluhan ribu warga mengungsi.
    Dalam hitungan hari, wilayah yang selama ini hidup berdampingan dengan gunung, sungai, dan hutan itu berubah menjadi lanskap kedaruratan: jembatan runtuh, rumah tersapu arus, dan keluarga-keluarga terpisah tanpa kabar.
    Bencana ini bukan sekadar fenomena alam yang datang tiba-tiba—melainkan tragedi kemanusiaan yang memperlihatkan betapa rapuhnya pelindungan negara terhadap warganya.
    Di balik deretan angka korban, sesungguhnya ada pertanyaan mendasar mengenai hak asasi manusia. Hak untuk hidup, hak atas rasa aman, hak untuk tidak kehilangan tempat tinggal, hak atas bantuan kemanusiaan, hingga hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, semuanya diuji dalam bencana ini.
    Ketika akses jalan terputus, listrik padam berhari-hari, dan makanan sulit ditemukan, kita melihat jelas bagaimana pemenuhan hak-hak dasar warga tidak hanya ditentukan oleh cuaca ekstrem, tetapi oleh kesiapan, tata kelola, dan pilihan kebijakan negara.
    Tragedi banjir di Sumatra bagian Utara memperlihatkan bahwa bencana alam—terutama yang semakin dipicu oleh kerusakan lingkungan dan perubahan iklim—tidak bisa lagi dipahami sebagai peristiwa “alamiah” semata.
    Ini berkaitan erat dengan tanggung jawab negara untuk mencegah, memitigasi, dan memastikan penanganan yang cepat serta efektif.
    Maka, lebih dari sekadar upaya tanggap darurat, bencana ini menuntut kita untuk melihat kembali bagaimana negara menjalankan kewajiban
    HAM
    -nya dalam melindungi jutaan warganya dari ancaman yang sebenarnya dapat diantisipasi.
    Kewajiban HAM negara mengharuskan hadirnya kebijakan yang mampu mencegah hilangnya nyawa, bukan sekadar merespons ketika bencana telah terjadi.
    Prinsip
    due diligence
    menuntut negara memastikan bahwa wilayah rawan memiliki pelindungan memadai: sistem peringatan dini yang berfungsi, tata ruang yang patuh pada risiko geologis, hingga pengawasan ketat terhadap aktivitas yang mengubah bentang alam.
    Ketika banjir bandang di Sumatra menghantam daerah yang secara ilmiah telah diidentifikasi rentan—tetapi tetap dibiarkan mengalami deforestasi, eksploitasi industri, dan pembangunan yang mengabaikan daya dukung—maka jelas terlihat adanya kelalaian negara dalam menjalankan kewajiban preventif yang merupakan inti dari pelindungan HAM.
    Krisis ini pun sejatinya menunjukkan bagaimana kebijakan publik yang tidak berpijak pada analisis risiko telah menggerus hak warga untuk hidup aman.
    Akses terputus, jembatan runtuh, hingga kegagalan jaringan komunikasi adalah indikator bahwa infrastruktur dasar tidak dibangun atau dirawat dengan perspektif pelindungan HAM.
    Hak atas informasi, yang sangat penting pada situasi darurat, ikut terabaikan ketika tidak semua warga mendapatkan peringatan dini atau sarana komunikasi alternatif.
    Dalam situasi seperti ini, warga tidak hanya menghadapi bencana alam, tetapi juga bencana kebijakan—karena pilihan pembangunan yang tidak sensitif terhadap risiko secara langsung meningkatkan ancaman terhadap keselamatan manusia.
    Pola penanganan bencana yang berulang kali lambat dan fragmentaris mencerminkan persoalan struktural dalam pemenuhan HAM.
    Korban yang berhari-hari tanpa akses bantuan, keterlambatan evakuasi, kelangkaan makanan dan air bersih, serta kondisi pengungsian yang minim layanan dasar, menunjukkan bahwa negara belum benar-benar menempatkan hak atas bantuan kemanusiaan sebagai prioritas.
    Padahal, standar HAM internasional, seperti
    Guiding Principles on Internal Displacement
    , menegaskan bahwa negara harus menjamin pelindungan yang efektif bagi setiap orang yang terdampak.
    Ketika negara tidak mampu memastikan pemulihan cepat dan bermartabat, maka kegagalan ini bukan sekadar administrasi, melainkan bentuk nyata pelanggaran kewajiban HAM yang paling mendasar.
    Deforestasi, alih fungsi hutan, dan praktik industri ekstraktif telah menghilangkan fungsi-fungsi alam yang selama ini menjadi pelindung alami warga: penyangga air, penahan tanah, hingga penyerap limpasan.
    Ketika hutan hilang, risiko bencana meningkat secara eksponensial, dan warga menjadi kelompok pertama yang menanggung dampaknya.
    Hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat bukanlah konsep abstrak; melainkan prasyarat bagi terpenuhinya hak-hak lain seperti hak atas hidup, kesehatan, dan tempat tinggal.
    Jika melihat
    banjir Sumatera
    , kerusakan lingkungan bukan hanya memperburuk skala bencana, tetapi memperbesar potensi pelanggaran HAM secara sistematis.
    Di banyak daerah terdampak, banjir dan longsor menghantam kawasan yang selama ini berada di sekitar wilayah konsesi tambang, perkebunan, atau proyek pembangunan besar yang mengubah bentang alam.
    Ketidaksesuaian tata ruang, lemahnya pengawasan, dan mudahnya izin lingkungan dikeluarkan menunjukkan bagaimana kepentingan ekonomi sering kali ditempatkan di atas keselamatan warga.
    Padahal, negara wajib memastikan bahwa setiap aktivitas yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan tidak boleh mengorbankan hak asasi manusia.
    Ketika negara membiarkan praktik-praktik yang menurunkan daya dukung lingkungan, maka negara turut berperan dalam menciptakan kondisi yang membuat warga hidup dalam risiko permanen.
    Bencana kali ini membuktikan bahwa degradasi lingkungan tidak berdiri sendiri; melainkan memperparah kerentanan masyarakat dan memperlebar ketidakadilan.
    Warga yang hidup di sekitar hulu sungai, kawasan bukit, atau daerah rawa yang telah dikeringkan adalah mereka yang paling rentan kehilangan rumah, mata pencaharian, bahkan nyawa.
    Kerentanan ini bukan hal yang muncul tiba-tiba, melainkan hasil dari keputusan kebijakan yang selama bertahun-tahun mengabaikan perspektif HAM dalam tata kelola lingkungan.
    Karena itu, pemulihan pascabencana tidak boleh berhenti pada pembangunan infrastruktur, tetapi harus mencakup pemulihan fungsi ekosistem dan reformasi tata ruang untuk memastikan bahwa hak warga tidak terus-menerus digadaikan demi kepentingan ekonomi jangka pendek.
    Bencana yang berulang di Sumatera menunjukkan bahwa persoalan utamanya bukan semata cuaca ekstrem, melainkan kegagalan sistemik dalam tata kelola risiko.
    Setiap tahun, pola yang sama terulang: banjir besar, longsor, korban jiwa, pengungsian massal, dan infrastruktur yang lumpuh. Namun, kebijakan publik tidak pernah berubah secara signifikan untuk menjawab akar permasalahannya.
    Tanpa reformasi struktural yang menjadikan HAM sebagai fondasi utama—bukan hanya daftar norma legal—situasi ini akan terus membahayakan jutaan warga yang hidup di wilayah rawan.
    Reformasi tersebut meliputi penguatan tata ruang, transparansi izin lingkungan, audit menyeluruh terhadap industri ekstraktif, serta modernisasi sistem peringatan dini yang berorientasi pada keselamatan warga.
    Pendekatan berbasis HAM pun sejatinya menuntut adanya mekanisme akuntabilitas atas setiap kelalaian kebijakan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan penderitaan warga.
    Negara tidak boleh bersembunyi di balik narasi “bencana alam” ketika sebagian besar faktor risikonya merupakan hasil dari keputusan-keputusan manusia dan kelalaian institusional.
    Investigasi independen, pengawasan publik, serta keterlibatan masyarakat sipil menjadi kunci agar perbaikan kebijakan tidak berhenti pada slogan atau instruksi sesaat.
    Banjir Sumatera harus dibaca sebagai peringatan bahwa tanpa akuntabilitas, kerusakan lingkungan dan tata kelola yang timpang akan terus diproduksi, dan pelanggaran HAM akan menjadi konsekuensi yang tak terelakkan.
    Mencegah bencana pada masa depan bukan hanya soal membangun tanggul atau memperbanyak alat berat, tetapi membangun negara yang memprioritaskan martabat manusia.
    Pemulihan pascabencana harus dirancang untuk memulihkan hak-hak warga, bukan sekadar infrastruktur.
    Negara harus memastikan bahwa setiap warga, terutama kelompok paling rentan, mendapatkan pelindungan, bantuan, dan ruang hidup yang aman.
    Banjir Sumatera bagian Utara ini menjadi pengingat keras bahwa ketika HAM diabaikan dalam kebijakan lingkungan dan pembangunan, maka bencana bukanlah sebuah kejutan—melainkan konsekuensi yang dapat diprediksi.
    Reformasi kebijakan berbasis HAM bukan hanya urgensi moral, tetapi syarat mutlak untuk memastikan tragedi serupa tidak terus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Internet Hidup Lagi di Tapanuli Tengah, Korban Banjir Sumut Menangis Bisa Telepon Keluarga
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        30 November 2025

    Internet Hidup Lagi di Tapanuli Tengah, Korban Banjir Sumut Menangis Bisa Telepon Keluarga Regional 30 November 2025

    Internet Hidup Lagi di Tapanuli Tengah, Korban Banjir Sumut Menangis Bisa Telepon Keluarga
    Tim Redaksi

    MEDAN, KOMPAS.com
    – Jaringan internet di Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara hidup lagi setelah terputus akibat banjir. Kini, masalah komunikasi sudah teratasi.
    Internet kembali aktif
    ini disambut haru oleh warga karena bisa mengabarkan kondisi mereka kepada keluarga.
    Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
    Polda Sumut
    mengaktifkan 5 perangkat internet satelit atau
    Starlink
    di lokasi
    banjir
    dan longsor di Tapteng pada Sabtu (29/11/2025).
    Alhasil, jaringan komunikasi yang sempat terputus sejak Senin (24/11/2025) kini kembali hidup.
    Berdasarkan video yang dirilis Polda Sumut, sejak Starlink dioperasikan, puluhan warga langsung memadati titik layanan darurat yang didirikan oleh personel TIK Polda Sumut.
    Warga tidak mampu menahan tangis saat memberitahu kondisinya kepada keluarga yang berada di luar Tapteng.
    Di video tersebut, banyak juga warga yang kehilangan ponsel lantaran terbawa arus banjir, mengantri untuk meminjam handphone polisi demi bisa berkomunikasi dengan keluarganya yang lain.
    Pemandangan serupa berulang terus menerus.
    Setiap telepon yang tersambung menjadi momen haru, menghidupkan kembali rasa aman dan harapan korban bencana.
    Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Ferry Walintukan mengatakan jaringan darurat yang dibangun Bid TIK Polda Sumut kini juga menjadi tulang punggung komunikasi bagi seluruh tim SAR gabungan.
    “Polda Sumut (juga) menjadi tim pertama yang berhasil membuka kembali akses komunikasi untuk masyarakat yang terputus total dari jaringan sejak bencana melanda,” ujar Ferry dalam keterangan tertulisnya.
    Ferry juga menjelaskan, bahwa dalam operasi
    bencana alam
    ini, Bid TIK Polda Sumut mengerahkan 60 unit HT Harris, 1 unit Mobil Repeater, 1 unit Mobil Komob, 1 unit drone, 5 unit perangkat Starlink, serta 2 unit baterai backup Starlink.
    “Kehadiran perangkat-perangkat ini langsung menghidupkan kembali jaringan komunikasi yang sebelumnya lumpuh di sebagian besar wilayah terdampak,” katanya.
    Dia menambahkan, mobil Repeater dan Mobil Komob yang digunakan juga untuk memperluas jangkauan radio HT, memastikan setiap informasi evakuasi pencarian korban, hingga permintaan logistik dapat tersampaikan tanpa hambatan.
    Kemudian, drone yang diterbangkan Bid TIK Polda Sumut turut serta memetakan area-area terisolir hingga membantu tim SAR menentukan lokasi yang harus segera mendapat bantuan.
    Berdasarkan data sementara Polda Sumut pada Sabtu (29/11/2025) pukul 09.00, jumlah korban tewas akibat bencana alam di Sumut sebanyak 147 orang, dan 174 orang masih dalam pencarian.
    “Bencana ini menimbulkan dampak signifikan, tercatat 1.076 korban, 147 meninggal dunia, 32 luka berat, 722 luka ringan, dan 174 masih dalam pencarian, serta ada 28.427 pengungsi,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Ferry Walintukan dalam keterangan persnya.
    Ferry juga mengatakan bahwa sejak Senin (24/11/2025), tercatat ada 488 bencana alam yang melanda 21 Kabupaten/Kota di Sumut.
    Jenis bencananya mulai dari tanah longsor, banjir, pohon tumbang, dan angin puting beliung.
    “Wilayah paling terdampak berada di Kabupaten
    Tapanuli Tengah
    , yang mencatat 56 kejadian bencana dengan 691 korban, termasuk 47 meninggal dunia dan 51 masih dalam pencarian,” ujarnya.
    Di Kota Sibolga, tercatat 33 orang tewas dan 56 orang dinyatakan hilang.
    “Sementara itu, Taput, Tapsel, dan Madina juga mengalami peningkatan jumlah longsor dan banjir yang memaksa ribuan warga mengungsi,” ujar Ferry.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanggap Darurat Sumatra, Indosat Kerahkan Mobile BTS Atasi 28,32% Tower Tak Berfungsi

    Tanggap Darurat Sumatra, Indosat Kerahkan Mobile BTS Atasi 28,32% Tower Tak Berfungsi

    Bisnis.com, PEKANBARU – Upaya tanggap darurat terus dilakukan oleh Indosat Ooredoo Hutchison (ISAT) menyusul bencana banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. 

    Hingga Kamis (27/11/2025), Indosat mencatat sebanyak 71,68% site di wilayah Sumatra bagian utara masih berfungsi. Meski sebagian infrastruktur terdampak, layanan dasar seperti telepon, pesan singkat, dan akses data terbatas tetap berjalan berkat sejumlah langkah pemulihan cepat yang dilakukan tim teknis perusahaan.

    EVP-Head of Circle Sumatra Indosat Ooredoo Hutchison Agus Sulistio menyampaikan empati atas musibah yang terjadi serta menegaskan komitmen perusahaan untuk mempercepat pemulihan.

    “Kami berduka atas bencana yang menimpa masyarakat di berbagai wilayah Sumatra. Tim teknis kami terus bekerja keras untuk memulihkan layanan secara bertahap melalui perbaikan jalur transport telekomunikasi serta pengoperasian sumber daya portable di area-area terdampak,” ujarnya Sabtu (29/11/2025).

    Tim teknis Indosat bekerja di tengah keterbatasan akses dan kondisi lapangan. Perusahaan mengerahkan perangkat bantuan, seperti mobile base station dan unit pendukung lainnya, untuk memastikan layanan tetap tersedia bagi pelanggan. Upaya ini memungkinkan masyarakat tetap berkomunikasi di tengah situasi darurat, terutama untuk kebutuhan informasi dan koordinasi penyelamatan.

    Agus menambahkan bahwa Indosat berkomitmen menjaga keberlangsungan layanan komunikasi di wilayah terdampak. Dirinya memastikan proses pemulihan jaringan akan dipercepat melalui koordinasi dengan pihak terkait dan pemaksimalan seluruh sumber daya teknis di lapangan.

    Indosat juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan mengutamakan keselamatan sambil menunggu kondisi jaringan pulih sepenuhnya di seluruh titik terdampak.

  • Korban Banjir Aceh Timur: Kami Mulai Kelaparan, Terkurung…
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        30 November 2025

    Korban Banjir Aceh Timur: Kami Mulai Kelaparan, Terkurung… Regional 30 November 2025

    Korban Banjir Aceh Timur: Kami Mulai Kelaparan, Terkurung…
    Editor
    KOMPAS.com
    – Banjir besar yang melanda Aceh Timur sejak Selasa (25/11/2025) menyebabkan warga terjebak tanpa akses keluar. Jalan putus, listrik padam, dan sinyal komunikasi hilang hampir total.
    “Kami di Aceh Timur mulai
    kelaparan
    . Akses jalan putus. Sinyal hp hilang, listrik padam, kami terkurung karena ketinggian air sejak hari Selasa, 2 meter lebih,” ujar Muhammad bin Ishak dalam pesan WhatsApp yang diterima Kompas.com, Minggu (30/11/2025).
    Pria yang akrab disapa Cek Mad ini menjelaskan, kesempatan berkomunikasi sangat terbatas. Saat mengirimkan pesan tadi pun, ia menggunakan sinyal darurat di Pendopo
    Bupati Aceh Timur
    di Idi Rayeuk.
    “Saat ini saya dapat sinyal darurat di pendopo bupati, mungkin hanya sesaat,” katanya.
    Cek Mad menjelaskan, banjir di tempat tinggalnya menelan korban jiwa. Berdasarkan data sementara, terdapat sedikitnya 8 warga meninggal dunia. Rinciannya sebagai berikut:
    1. Kecamatan Peunaron: 1 orang

    2. Kecamatan Peureulak Barat: 2 orang

    3. Kecamatan Peudawa: 2 orang

    4. Kecamatan Ranto Peureulak: 1 orang

    5. Kecamatan Banda Alam: 1 orang

    6. Kecamatan Idi Tunong: 1 orang
    Jumlah tersebut kemungkinan bertambah karena sebagian wilayah belum dapat dijangkau tim penyelamat.
    Seperti dua kecamatan yang sampai sekarang tidak dapat diakses yakni Kecamatan Peunaron dan Serbajadi. Longsor saat ini masih menutup jalan dengan material setinggi dua meter dan panjang sekitar 100 meter.
    Cek Mad menceritakan, beberapa waktu lalu Bupati Aceh Timur Iskandar Usman Al-Farlaky mengajukan permintaan langsung kepada Presiden Prabowo agar bantuan bisa dikirim melalui udara.
    “Bapak Bupati minta ke Bapak Presiden agar bantuan sembako dibawa dengan helikopter, karena jalan darat tidak tembus ke Aceh Timur dan stok logistik habis,” tutur dia.
    Di tengah kondisi serba terbatas,
    warga Aceh Timur
    berharap upaya penyelamatan dan distribusi logistik dapat segera dilakukan melalui jalur udara.
    Banjir besar ini disebut sebagai salah satu yang terparah dalam satu dekade terakhir di wilayah Aceh Timur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 177 Ribu Warga Bener Meriah Terisolasi akibat Banjir Aceh, Logistik Disalurkan lewat Udara
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        30 November 2025

    177 Ribu Warga Bener Meriah Terisolasi akibat Banjir Aceh, Logistik Disalurkan lewat Udara Regional 30 November 2025

    177 Ribu Warga Bener Meriah Terisolasi akibat Banjir Aceh, Logistik Disalurkan lewat Udara
    Tim Redaksi

    BENER MERIAH, KOMPAS.com
    – Kabupaten Bener Meriah, Acaeh masih terisolasi akibat banjir dan longsor. Ada sekitar 177 ribu warga yang terdampak.
    Sementara, logistik yang ada di sini kian menipis dan diperkirakan hanya cukup untuk beberapa hari.
    Penyaluran logistik
    akan dilakukan melalui udara.
    Tagore Abu Bakar
    , Bupati Kabupaten Bener Meriah mengatakan, wilayahnya masih
    terisolasi
    dan belum mendapatkan bantuan baik dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat.
    “Bener Meriah masih terisolir dari berbagai akses dan belum mendapatkan bantuan dari Provinsi
    Aceh
    dan Nasional,” kata Tagore dalam keterangannya, Sabtu (29/11/2025).
    Tagore menyebutkan, apabila dalam 2 hingga 3 hari ke depan belum ada
    bantuan logistik
    makanan yang tiba, maka stok saat ini tidak dapat lagi mencukupi keseluruhan warga.
    “Kami sangat membutuhkan bantuan logistik untuk saat ini,” ujarnya.
    Terkait dengan update kondisi terkini akibat dampak banjir dan longsor, Tagore mengatakan, korban meninggal dunia tercatat sebanyak 19 orang dan hilang 31 jiwa.
    Jumlah pengungsi 37.306 jiwa dan warga terisolir 177.967.
    Sementara, untuk jumlah titik pengungsian ada 27 lokasi, jembatan putus 43 titik, jalan putus 21 titik, longsor 35 lokasi, dan banjir 26 lokasi.
    Pemerintah pusat dan daerah memastikan percepatan distribusi bantuan bagi warga terdampak banjir dan longsor di Aceh akan menggunakan pesawat serta helikopter TNI untuk menjatuhkan logistik langsung dari udara ke titik-titik yang masih sulit dijangkau.
    Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa penyaluran bantuan tidak lagi menunggu proses panjang karena situasi di Aceh membutuhkan respons darurat dan cepat.
    “Mulai besok, seluruh kebutuhan dasar seperti pakaian, air bersih, makanan, dan obat-obatan akan disalurkan secara masif ke seluruh wilayah terdampak, termasuk ke daerah terisolir,” katanya usai meninjau korban banjir di Kabupaten Pidie Jaya.
    Sjafrie menyebutkan, nantinya bantuan yang dijatuhkan akan diterima langsung oleh prajurit TNI yang telah disiagakan di bawah, dan selanjutnya akan diantarkan langsung kepada para pengungsi.
    “Mulai hari ini kita akan beli dan siapkan semua kebutuhan. Ini akan kita lakukan dengan cepat. Tidak perlu rapat lagi, tindakan langsung,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.