Topik: Listrik

  • BYD Catat Penjualan 300.538 Unit di Januari 2025

    BYD Catat Penjualan 300.538 Unit di Januari 2025

    Ekspor kendaraan BYD mencapai 66.336 unit pada Januari, melonjak 83,3 persen dibandingkan tahun lalu, mencetak rekor bulanan baru. Peningkatan ini terjadi seiring dengan strategi ekspansi global perusahaan.

    Penjualan BYD mencakup semua merek di bawahnya, termasuk Denza, Fang Cheng Bao, dan Yangwang. Merek premium Yangwang menjual 286 unit kendaraan, termasuk SUV U8 yang dapat mengapung di air dan supercar U9 yang dikenal sebagai “dancing” supercar.

    Sementara itu, Fang Cheng Bao mencatat penjualan 6.219 unit, naik 19,5 persen dibandingkan tahun lalu. Denza, yang sebelumnya merupakan joint venture dengan Mercedes-Benz, menjual 11.720 unit, naik 29,2 persen dari tahun sebelumnya.

    Di luar sub-merek tersebut, kendaraan bermerek BYD dari seri Dynasty dan Ocean mencatat performa tahunan terbaik dengan penjualan 278.221 unit, naik 50,3 persen dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, total penjualan kendaraan listrik BYD telah mencapai 10,9 juta unit.

    Adapun  penurunan penjualan pada Januari sebagian besar disebabkan oleh libur Tahun Baru Imlek di Cina, yang berlangsung dari 27 Januari hingga 4 Februari. Hal ini menyebabkan penjualan pada pekan terakhir bulan tersebut berada di level minimum. Sebagian besar tenaga kerja diperkirakan akan kembali bekerja pada 10 Februari, yang dapat mendorong peningkatan penjualan di bulan berikutnya.

    Selain ekspor, BYD juga memperluas produksi kendaraan listriknya di luar Cina. Pada Juli 2024, perusahaan menyelesaikan pembangunan pabrik EV di Thailand dengan kapasitas 150.000 unit per tahun. Menjelang akhir 2025, BYD berencana menyelesaikan pembangunan pabrik baru di Indonesia dengan kapasitas produksi tahunan yang sama.

  • Prabowo Pangkas Anggaran Infrastruktur, Ini Dampak yang Bisa Terjadi

    Prabowo Pangkas Anggaran Infrastruktur, Ini Dampak yang Bisa Terjadi

    JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyampaikan, sederet dampak yang bakal terjadi dari kebijakan pemangkasan anggaran infrastruktur di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menyayangkan langkah pemerintah melakukan pemangkasan anggaran infrastruktur. Mengingat, belanja infrastruktur sendiri dinilai mampu mendorong belanja modal negara hingga menggerakkan roda perekonomian nasional.

    Selain itu, pembangunan infrastruktur juga memberikan dampak positif terhadap kemajuan industri di berbagai sektor lainnya.

    “Kalau menurut saya, pemotongan anggaran infrastruktur seharusnya disayangkan karena belanja infrastruktur bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,” ujar Esther kepada VOI, Senin, 3 Februari.

    Terlebih, kata Esther, pembangunan infrastruktur juga dapat mendorong investasi masuk ke Indonesia.

    Menurut dia, apabila sektor ini terabaikan, nantinya berisiko terjadi pelemahan daya saing hingga menyulitkan Indonesia untuk menarik minat para investor baik dalam maupun luar negeri.

    “Infrastruktur ini juga bisa mendorong investasi masuk ke Indonesia, seperti infrastruktur penyediaan air, listrik dan energi,” ucapnya.

    Dia tak menampik bahwa tujuan utama dari pemangkasan anggaran di sektor infrastruktur ini bertujuan untuk menyokong anggaran makan bergizi gratis (MBG) yang merupakan program andalan Presiden Prabowo Subianto.

    “Sepertinya fokus pemerintah saat ini ke program MBG,” imbuhnya.

    Sekadar informasi, sejumlah kementerian dan lembaga (k/l) di bawah Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) tercatat terdampak pemangkasan anggaran yang cukup signifikan.

    Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang fokus membangun proyek-proyek infrastruktur dilaporkan terimbas pemangkasan anggaran hingga 80 persen atau sekitar Rp81 triliun dari total pagu Rp110,95 triliun. Dengan demikian alokasi anggaran Kementerian PU hanya tersisa Rp29,95 triliun.

    Lalu, Kementerian ATR/BPN juga terdampak efisiensi anggaran sebesar Rp2,6 triliun dari pagu anggaran 2025 yang sebesar Rp6,4 triliun. Adapun pemangkasan anggaran Kementerian ATR/BPN sendiri mencapai 35 persen dari total pagu.

    Selain itu, Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) juga mengalami efisiensi anggaran sebesar Rp4,8 triliun atau sekitar 75 persen dari anggaran semula Rp6,3 triliun.

  • Diskon tarif listrik penyumbang deflasi Januari 2025 di Jakarta

    Diskon tarif listrik penyumbang deflasi Januari 2025 di Jakarta

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat pemberian diskon tarif listrik menjadi komoditas utama penyumbang deflasi pada Januari 2025 dengan andil sebesar 1,94 persen.

    “(Deflasi) tarif listrik pada Januari 2025 sebesar 30,92 persen, andilnya mencapai 1,94 persen. Pemberlakuan diskon tarif listrik ini memberikan andil deflasi yang sangat signifikan terhadap inflasi umum, khususnya di DKI Jakarta dan juga secara nasional,” ujar Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin di Jakarta, Senin.

    Adapun pada Januari 2025, DKI Jakarta mengalami deflasi bulanan sebesar 1,5 persen, sedangkan secara tahunan wilayah ini mengalami inflasi sebesar 0,14 persen.

    “Kalau di nasional juga deflasi minus 0,76 persen (bulan ke bulan), berarti cukup dalam untuk DKI Jakarta,” kata Hasanudin.

    Ia mengatakan, tarif listrik pertama kalinya memberi andil deflasi terhadap inflasi umum Januari 2025 dalam empat tahun terakhir.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • BPS Ungkap Indonesia Alami Deflasi pada Januari 2025

    BPS Ungkap Indonesia Alami Deflasi pada Januari 2025

    Jakarta, FORTUNE – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia mengalami Deflasi pada Januari 2025. Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,76 persen secara bulanan (month to month/MtM) sejak Desember 2024.

    “Pada Januari 2025 secara bulanan atau MtM dan tahun kalendar year to date (ytd) terjadi deflasi 0,76 persen atau terjadi penurunan IHK dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025,” kata Amalia dalam konferensi pers pada Senin (3/2).

    Deflasi bulanan ini terjadi di tengah berbagai kebijakan pemerintah, seperti pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan PLN dengan daya hingga 2200 VA.

    Selain itu, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi, kenaikan harga eceran produk tembakau, serta curah hujan yang masuk dalam kategori menengah hingga di atas normal turut memengaruhi kondisi ini, yang berdampak pada produksi hortikultura di berbagai wilayah.

    Deflasi pada Januari 2025 ini menjadi catatan pertama dalam beberapa bulan terakhir, setelah deflasi bulanan terakhir pada September 2024. 

    “Pada Januari 25 angka bulanan (mtm) dan year to date (ytd) akan sama karena pembandingnya sama. Sementara itu, secara year on year (yoy), terjadi inflasi sebesar 0,76 persen,” ujarnya. 

    Menurut BPS, kelompok pengeluaran yang paling besar memberikan kontribusi terhadap deflasi bulanan adalah sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Kelompok ini mencatat deflasi sebesar 9,16 persen, yang memberikan kontribusi terhadap deflasi keseluruhan sebesar -1,44 persen.

    “Komoditas yang dominan menjadi pendorong deflasi kelompok ini adalah tarif listrik yang andilnya terhadap deflasi sebesar 1,47 persen,” kata Amalia.

    Selain tarif listrik, beberapa komoditas lain juga berkontribusi terhadap deflasi. Tomat, misalnya, memberikan andil deflasi sebesar 0,03 persen. Sedangkan komoditas lainnya seperti ketimun, tarif kereta api, dan tarif angkutan udara masing-masing memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen.

    Meski demikian, terdapat pula beberapa komoditas yang justru memberikan andil terhadap inflasi.

    “Namun demikian ada komoditas yang memberikan andil inflasi, antara lain cabai merah dan cabai rawit yang andil inflasinya masing-masing adalah sebesar 0,19 persen dan 0,17 persen,” ujar Amalia.

    Selain cabai, beberapa komoditas lain yang mencatatkan kontribusi inflasi adalah ikan segar, minyak goreng, dan bensin, masing-masing dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen.

    Dengan data tersebut, BPS menunjukkan bahwa dinamika harga di Indonesia pada awal 2025 dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari sisi kebijakan pemerintah maupun kondisi alam. Meskipun terdapat kenaikan harga pada beberapa komoditas, deflasi tetap terjadi berkat penurunan signifikan pada sektor energi, khususnya tarif listrik.
     

  • Video: Kulik Peran ABB Percepat Otomasi Industri Pakai AI & Robotik

    Video: Kulik Peran ABB Percepat Otomasi Industri Pakai AI & Robotik

    Jakarta, CNBC Indonesia- ABB Indonesia sebagai perusahaan global bidang bidang teknologi otomasi, robotik, daya, dan peralatan listrik berat terus mengembangkan solusi digital dan otomasi guna mendukung perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk memperkuat bisnis melalui solusi otomasi yang berkelanjutan.

    Country Holding Officer ABB Indonesia, Gerard Chan mengatakan ABB Indonesia yang sudah berdiri sejak tahun 80-an dan telah memiliki 2 pabrik untuk mendukung kebutuhan solusi listrik hingga otomasi dalam negeri.

    Saat ini, ABB bekerja sama dengan PLN dalam bidang elektrifikasi melalui penyediaan Miniature Circuit Breaker (MCB). ABB juga bekerja sama dengan sektor Food and Beverage, Pulp and paper, pertambangan, minyak dan gas hingga geothermal dan tenaga surya.

    Di era transformasi digitalisasi dalam industri 4.0, teknologi ABB menyediakan layanan teknologi digital dan otomasi guna meningkatkan efisiensi dan produktif, berkelanjut dan hemat energi.

    Seperti apa peran ABB mendorong adopsi otomasi termasuk pemanfaatan artificial intelligence (AI) dan robotik? Selengkapnya simak Safrina Nasution dengan Country Holding Officer ABB Indonesia, Gerard Chan dalam Profit,CNBCIndonesia (Senin, 03/02/2025)

  • BPS Ungkap Januari 2025 Terjadi Deflasi 0,76 Persen

    BPS Ungkap Januari 2025 Terjadi Deflasi 0,76 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Januari 2025 terjadi deflasi sebesar 0,76%. Lalu inflasi tahun ke tahun sebesar 0,76% dan  secara tahun kalender terjadi deflasi sebesar 0,76%.

    Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pada Januari 2025 secara bulanan terjadi deflasi 0,76% atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,8 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025. Pada Januari 2025 inflasi bulanan dan year to date akan sama 0,76% karena perbandingannya sama yaitu di bulan Januari 2025.

    “Deflasi bulanan pada Januari 2025 merupakan deflasi pertama setelah deflasi pada September 2024,” ucap Amalia dalam konferensi pers di kantor BPS  pada Senin (3/2/2025).

    Apabila dilihat berdasarkan kelompok pengeluaran, maka kelompok penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan deflasi 9,16% dan memberikan andil deflasi 1,44%.

    “Komoditas yang dominan menjadi pendorong deflasi kelompok ini adalah tarif listrik yang andilnya terhadap deflasi sebesar 1,47%,” tutur Amalia.

    Selanjutnya kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi 0,08% dan memberikan andil deflasi 0,01%. Sedangkan kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi 1,94% dan memberikan andil inflasi 0,56%.

    Komoditas yang memberikan andil inflasi antara lain cabai merah dan cabai rawit yang andil inflasinya sebesar 0,19% dan 0,17%. Ikan segar, minyak goreng, dan bensin memberikan andil inflasi 0,03%.

    “Komoditas yang memberikan andil deflasi adalah tomat dengan deflasi 0,03%, serta timun, tarif kereta api, tarif angkutan udara dengan andil deflasi masing-masing 0,01%,” kata Amalia.

    Apabila dilihat berdasarkan komponen, maka deflasi pada Januari 2025 karena didorong oleh komponen harga diatur pemerintah. Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 7,38% dengan andil deflasi sebesar 1,44%.

    “Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen harga diatur pemerintah adalah tarif listrik, tarif angkutan udara, dan tarif kereta api,” kata Amalia.

    Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,3% dengan andil inflasi 0,2%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah minyak  goreng, emas perhiasan, biaya sewa rumah, kopi, bubuk, mobil, dan sepeda motor.

    Komponen bergejolak mengalami inflasi sebesar 2,95% dengan andil inflasi sebesar 0,48%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen bergejolak adalah cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras

    Secara spasial dari 38 provinsi yang dipantau BPS tercatat 34 provinsi mengalami deflasi pada Januari 2025 dan empat provinsi mengalami inflasi. Untuk inflasi tertinggi terjadi di Kepulauan Riau (0,43%) dan deflasi terdalam terjadi di Papua Barat (2,29%). 

  • Makanan, Minuman, Hingga Rokok Cetak Kenaikan Inflasi Tertinggi 5 Tahun, BPS: Cabai Penyumbang Utama

    Makanan, Minuman, Hingga Rokok Cetak Kenaikan Inflasi Tertinggi 5 Tahun, BPS: Cabai Penyumbang Utama

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap sejumlah komoditas pangan masih mengalami kenaikan harga sehingga menjadi penyumbang inflasi pada awal Januari 2025.

    Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan sejumlah komoditas pangan yang dimaksud di antaranya cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng.

    “Penyumbang inflasi Januari 2025 pada kelompok ini adalah cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng,” kata Amalia dalam Rilis BPS, Senin (3/2/2025).

    Data BPS menunjukkan ketiga komoditas itu masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,19%, 0,17%, dan 0,03% pada Januari 2025.

    Secara bulanan, Amalia menyampaikan bahwa kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih mengalami lonjakan harga. Sektor ekonomi ini kembali mengalami inflasi sebesar 1,94% dengan andil sebesar 0,56% pada Januari 2025. BPS menyebut tingkat inflasi kelompok ini merupakan yang tertinggi selama 5 tahun terakhir.

    Secara umum, Amalia mengatakan bahwa setiap bulan Januari pada 2021–2024, tingkat inflasi kelompok ini biasanya selalu lebih rendah dibandingkan dengan bulan Desember.

    “Akan tetapi, tingkat inflasi kelompok ini pada Januari 2025 lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi Desember 2024,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Amalia juga menyampaikan bahwa jika dilihat menurut komponen secara bulanan (month-to-month/mtm), komponen bergejolak mengalami inflasi sebesar 2,95% dengan andil inflasi sebesar 0,48%.

    Di sana, komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen bergejolak antara lain cabai merah, cabai rawit, dan daging ayam ras.

    Jika dilihat secara tahunan (year-on-year/yoy), BPS mengungkap tekanan inflasi komponen inti meningkat dana memberi andil terbesar pada Januari 2025. Di mana, komoditas yang dominan memebrikan andil inflasi adalah cabai rawit, beras, ikan segar, telur ayam ras, dan daging ayam ras.

    Meski kelompok ekonomi makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi, secara keseluruhan IHK Januari 2025 mengalami deflasi sebesar 0,76%. Kondisi deflasi atau penurunan harga ini terutama disumbang dari kebijakan penurunan tarif listrik sebesar 50%. Sedangkan inflasi year on year tercatat sebesar 0,76%.

  • Kebijakan Diskon Tarif Listrik 50 Persen Jadi Penyebab Deflasi Januari 2025

    Kebijakan Diskon Tarif Listrik 50 Persen Jadi Penyebab Deflasi Januari 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan pemerintah untuk memberikan diskon tarif listrik hingga 50 persen menyebabkan terjadi deflasi sebesar 0,76 persen pada Januari 2025. Pada Januari 2025 tarif listrik mengalami deflasi 32,03 persen dan andil deflasi yang mencapai 1,47 persen.

    “Deflasi ini terjadi akibat adanya diskon 50 persen bagi pelanggan dengan daya listrik sampai dengan 2.200 VA pada Januari 2025,” ucap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di kantor BPS pada Senin (3/2/2025).

    Pada Januari 2025 saat tarif listrik diskon 50 persen, terjadi deflasi bulanan sebesar 0,76 persen, inflasi tahun ke tahun sebesar 0,76 persen dan  secara tahun kalender terjadi deflasi sebesar 0,76 persen.

    Lebih lanjut, kelompok penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang alami deflasi 9,16 persen dan memberikan andil deflasi 1,44 persen.

    “Komoditas yang dominan menjadi pendorong deflasi kelompok ini adalah tarif listrik yang andilnya terhadap deflasi sebesar 1,47  persen,” tutur dia.

    Amalia mengatakan, secara historis dalam 5 tahun terakhir, perubahan tarif listrik juga pernah terjadi pada Juni dan Agustus 2022 karena adanya penyesuaian tarif tenaga listrik pada kuartal III 2022.   Diskon tarif listrik ini juga menjadi acuan dalam perhitungan indeks harga konsumen.

    “Artinya, diskon itu dicatat dalam perhitungan inflasi jika kualitas barang atau jasa sama dengan kondisi normal.  Harga diskon bisa didapatkan atau tersedia untuk banyak orang. Dengan demikian diskon tarif listrik sebesar 50 persen juga tercatat dalam perhitungan inflasi yang dilakukan BPS,” tutur Amalia.

    Selanjutnya, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi 0,08 persen dan memberikan andil deflasi 0,01 persen.

    Sedangkan kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi 1,94 persen dan memberikan andil inflasi 0,56 persen. Komoditas yang memberikan andil inflasi antara lain cabai merah dan cabai rawit yang andil inflasinya sebesar 0,19 persen dan 0,17 persen. Ikan segar ,minyak goreng, dan bensin memberikan andil inflasi 0,03 persen.

    “Komoditas yang memberikan andil deflasi adalah tomat dengan deflasi 0,03 persen, serta timun, tarif kereta api, tarif angkutan udara dengan andil deflasi masing-masing 0,01 persen,” kata dia.

    Dari 38 provinsi yang dipantau BPS tercatat 34 provinsi mengalami deflasi dan empat provinsi mengalami inflasi. Untuk inflasi tertinggi terjadi di Kepulauan Riau (0,43 persen) dan deflasi terdalam terjadi di Papua Barat (2,29 persen) saat tarif listrik diskon 50 persen.

  • Investasi Sektor Energi & Sumber Daya Mineral Tembus Rp531,7 Triliun di 2024

    Investasi Sektor Energi & Sumber Daya Mineral Tembus Rp531,7 Triliun di 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Realisasi investasi sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) mencapai US$32,3 miliar atau setara Rp531,7 triliun (asumsi kurs Rp16.461 per dolar AS) sepanjang 2024.

    “Realisasi investasi di sektor ESDM. Kalau kita lihat realisasi investasi kita pada 2024 sebear US$32,3 miliar,” ucap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi investasi sektor ESDM pada 2023 yang mencapai US$29,9 miliar atau Rp492,2 triliun.

    Lebih terperinci, capaian investasi sektor ESDM pada 2024 terdiri atas sektor minyak dan gas (migas) sebesar US$17,5 miliar, mineral dan batu bara (minerba) US$7,7 miliar, energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) US$1,8 miliar, dan listrik US$5,3 miliar.

    Sementara itu, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp269,6 triliun sepanjang 2024. Angka ini mencapai 115% dari target yang sebesar Rp234,2 triliun.

    “Target PNBP kita di 2024 sebesar Rp234,2 triliun. Namun, realisasinya mencapai Rp269,6 triliun. Artinya, terjadi kenaikan signifikan,” kata Bahlil.

    Adapun, realisasi PNBP 2024 terdiri atas Rp110,9 triliun dari sektor migas, Rp140,5 triliun dari minerba, Rp2,8 triliun dari EBTKE, dan Rp15,4 triliun dari lainnya.

    Namun, realisasi PNBP 2024 lebih rendah dibanding 2023 yang mencapai Rp299,5 triliun. Menurut Bahlil, penurunan PNPB 2024 dibanding 2023 terjadi lantaran harga batu bara global yang turun. 

    “Ini terjadi penurunan di sektor mineral dan batu bara. Kenapa turun? Karena harga global lagi turun. Tapi kita bersyukur walaupun lagi turun tapi target PNBP masih bisa tumbuh,” tuturnya.

  • Prabowo Diskon Tarif Listrik 50%, BPS: Penyumbang Utama Deflasi Januari 2025

    Prabowo Diskon Tarif Listrik 50%, BPS: Penyumbang Utama Deflasi Januari 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi bulanan pada Januari 2025 sebesar 0,76%. Kondisi deflasi ini menjadi yang pertama di tahun ini. Sedangkan terakhir Indonesia mengalami deflasi terjadi pada September 2024.

    Salah satu faktor utama deflasi pada Januari 2025 adalah diskon tarif listrik yang ditetapkan pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai kompensasi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

    Diskon tarif listrik ini menyebabkan deflasi 32,03% dengan andil terhadap IHK sebesar 1,47%.

    “Deflasi ini terjadi akibat adanya diskon 50% bagi pelanggan dengan daya listrik sampai dengan 2.200 VA di Januari 25,” kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam paparan bulanan, Senin (3/2/2025).

    Dia menjelaskan diskon ini berdampak signifikan terhadap penurunan indeks harga konsumen (IHK) pada bulan tersebut.

    Secara historis, perubahan tarif listrik juga pernah tercatat pada Juni dan Agustus 2022 akibat penyesuaian tarif tenaga listrik pada kuartal III 2022. Amalia menegaskan bahwa pencatatan diskon dalam perhitungan inflasi mengikuti Consumer Price Index (CPI) Manual yang menjadi acuan kantor statistik dunia, termasuk BPS.

    “Diskon itu dicatat dalam perhitungan inflasi jika kualitas barang atau jasa sama dengan kondisi normal ,” jelasnya.

    Dengan adanya pencatatan tersebut, BPS memastikan bahwa kebijakan diskon listrik telah memberikan dampak langsung terhadap pergerakan inflasi nasional.