Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
PERISTIWA
menyerahnya empat bupati di Aceh yang tidak sanggup menangani bencana banjir dan longsor cukup menarik perhatian publik.
Bisa saja ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan para kepala daerah yang wilayahnya terdampak banjir dan longsor ini, apakah benar demikian adanya atau sekadar sindiran, kalau tidak mau disebut tamparan, terhadap pemerintah pusat.
Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh merupakan bencana kedua terbesar di Aceh setelah tsunami 26 Desember 2004.
Hingga tulisan ini selesai disusun, bencana telah merenggut 940 nyawa, 329 jiwa lainnya hilang dan 5.000 korban terluka.
Bencana juga mengisolasi puluhan desa di berbagai kabupaten. Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menepis anggapan bahwa empat kepala daerah itu menyerah.
Keempat kepala daerah tersebut, yaitu Bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil, Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan Bupati Aceh Tengah Haili Yoga.
Mereka secara terbuka menyatakan ketidaksanggupan menangani darurat bencana ini melalui surat resmi yang ditujukan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto.
Dari kacamata adminstrasi publik, pernyataan para kepala daerah ini bukan sekadar keluhan administratif, melainkan jeritan dari garis depan yang mengungkap celah struktural dalam sistem penanggulangan bencana nasional.
Tito Karnavian merespons dengan menegaskan bahwa para bupati bukan menyerah total, melainkan tetap berupaya semampu mereka di tengah keterbatasan.
Muncul pertanyaan, mengapa mereka sampai pada titik bernada putus asa ini? Apakah ini sindiran halus terhadap pemerintah pusat atau murni ketidakberdayaan? Apa implikasinya bagi tata kelola bencana di Indonesia?
Ketidakberdayaan yang diungkapkan para bupati ini bukanlah fenomena baru dalam sejarah bencana Indonesia. Namun, dalam kasus Aceh, ia mencapai puncak yang mengkhawatirkan.
Bupati Aceh Utara, misalnya, membandingkan banjir ini dengan tsunami 2004 yang legendaris, di mana kerusakan kali ini menjangkau 27 kecamatan, jauh lebih luas daripada wilayah pesisir yang terdampak dulu.
Jalan terputus, jembatan ambruk, dan material longsor menumpuk mengakibatkan akses darat lumpuh total.
Sementara itu, tiga bupati lainnya menghadapi situasi serupa, yakni longsor yang mengunci akses dari utara dan selatan, membuat distribusi bantuan justru menjadi mimpi buruk logistik.
Fenomena “ketidakberdayaan” para kepala daerah ini mengingatkan “absurditas” Albert Camus dalam mitos Sisyphus yang sangat terkenal itu.
Para bupati seperti Sisyphus yang mendorong batu ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya berguling kembali.
Mereka berjuang dengan sumber daya lokal yang terbatas, antara lain anggaran daerah yang tipis, minimnya peralatan darurat, dan tim SAR yang sudah kelelahan, di hadapan bencana yang skalanya melampaui kapasitas manusiawi.
Menyerah memang bukan kekalahan, melainkan pengakuan atas absurditas situasi, mengapa harus mati-matian berpura-pura ketika realitas alam begitu nyata?
Tentu saja ini bukan nihilisme, tetapi panggilan untuk solidaritas lebih besar, di mana individu (daerah) mengakui keterbatasan untuk membuka jalan bagi intervensi kolektif.
Merujuk pada teori “ketergantungan”, dalam sistem dunia modern, Aceh sebagai periferi dalam struktur ekonomi-politik Indonesia, bergantung pada pusat (Jakarta) untuk sumber daya krusial seperti dana darurat, alat berat, dan koordinasi nasional.
Ketidakberdayaan ini mencerminkan ketidakseimbangan struktural di mana daerah otonom dijanjikan kemandirian, tetapi dalam bencana, mereka tetap menjadi subordinate, bahkan terkesan dibiarkan seorang diri dan menderita.
Apakah langkah keempat bupati Aceh ini semacam sindiran? Mungkin benar secara halus.
Surat-surat yang mereka tulis dan ditujukan langsung kepada Presiden bisa dibaca sebagai kritik terhadap Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang masih sentralistik.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memegang kendali utama, sementara daerah hanya pelaksana lapangan.
Atau, ini murni ketidakberdayaan akibat ketiadaan anggaran dan faktor eksternal seperti perubahan iklim yang memperburuk curah hujan, deforestasi hutan lindung di Aceh yang tak terkendali, dan lambannya respons pemerintah pusat.
Dari perspektif sosiologi, para bupati kehilangan “modal simbolik”, yakni kemampuan untuk tampil sebagai pemimpin kuat karena struktur sosial yang menempatkan mereka di posisi lemah.
Harus digarisbawahi bahwa mereka menyerah bukan karena malas, tetapi karena sistem yang gagal memberi mereka alat untuk bertahan.
Bupati Aceh Utara secara eksplisit memohon intervensi Presiden Prabowo Subianto, menyoroti bahwa banjir ini telah “melebihi tsunami 2004.”
Ini adalah seruan untuk deklarasi status darurat nasional, yang akan membuka akses ke dana cadangan negara, dukungan militer (seperti evakuasi udara TNI), dan bantuan internasional jika diperlukan.
Lebih dalam, pesan ini adalah kritik terhadap desentralisasi yang setengah hati dengan jargon terkenal, “dilepas kepalanya tetapi dipegang ekornya”.
Dengan kata lain, otonomi daerah memberikan tanggung jawab besar, tetapi tanpa dukungan finansial dan teknis yang memadai.
Mereka, keempat kepala daerah itu, ingin menyuarakan dengan lantang bahwa bencana seperti ini adalah isu nasional, bukan regional apalagi lokal, terutama di Aceh yang masih trauma pasca-konflik dan rekonstruksi tsunami.
Mendagri Tito merespons saat
zoom meeting
nasional, meminta daerah lain bahu membahu, tetapi ini terasa seperti pengalihan dengan satu pertanyaan besar; mengapa pusat tidak langsung turun tangan dengan skala penuh?
Padahal, respons ideal pemerintah pusat harus mengikuti prinsip
golden hour
dalam penanggulangan bencana, yaitu aksi cepat dalam 72 jam pertama untuk meminimalkan korban yang notabene rakyat sendiri.
Pertama, deklarasikan status darurat nasional sejak hari pertama, seperti yang dilakukan pada tsunami 2004, untuk memobilisasi BNPB, TNI, Polri, dan relawan secara masif.
Kedua, prioritaskan evakuasi dan distribusi bantuan melalui jalur udara dan laut, mengingat akses darat lumpuh, gunakan helikopter untuk men-
drop
logistik dan tim medis.
Ketiga, alokasikan dana darurat secara transparan, termasuk rekonstruksi infrastruktur seperti jembatan dan jalan, sambil mengintegrasikan pendekatan mitigasi jangka panjang seperti reboisasi dan sistem peringatan dini.
Keempat, libatkan komunitas lokal dan NGO internasional untuk membangun resiliensi, bukan hanya sekadar respons reaktif.
Apakah ada indikasi pemerintah pusat kewalahan dalam melakukan penangangan bencana Aceh, juga Sumatera Utara dan Sumatera Barat?
Meski tidak diakui secara terbuka, jawabannya mungkin saja “ya”. Konferensi pers Tito Karnavian di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, misalnya, menunjukkan koordinasi sedang berjalan, tetapi jelas lambat.
Hingga 6 Desember 2025, desa-desa masih terisolasi, dan korban hilang belum juga ditemukan.
Pemerintah pusat tampak seolah-olah bergantung pada
zoom meeting
dan seruan solidaritas daerah lain, alih-alih intervensi langsung seperti
deployment
pasukan besar-besaran.
Ini bisa jadi karena beban multi-bencana, yaitu banjir yang juga melanda Sumatera Utara dan Sumatera Barat, meski fokus pada Aceh.
Atau keterbatasan anggaran di tengah prioritas lain seperti pembangunan IKN atau program andalan yang diusung pemerintahan saat ini?
Namun, kewalahan ini bukan alasan. Ia adalah panggilan untuk reformasi sistem, di mana pusat tidak lagi menjadi pahlawan terakhir, melainkan mitra proaktif bagi daerah.
Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengatakan, fenomena siklon tropis “Senyar” yang membawa hujan bulanan dalam tiga hari menjadi pemicu utama terjadinya bencana.
Namun, seperti yang diungkap Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), akar masalahnya lebih dalam lagi, yakni deforestasi masif dan hilangnya fungsi hidrologis hulu sungai akibat eksploitasi hutan untuk lahan perkebunan sawit dan proyek PLTA.
Pengamat menyebut bencana ini sebagai “dosa ekologis” yang membuat lahan tidak lagi mampu menahan air, memperparah banjir bandang. Bencana akibat ulah manusia sendiri.
Manajemen BNPB seolah-olah tidak berfungsi karena terlambat bertindak dan tidak terkoordinasi.
Penyebabnya bisa saja pengurangan anggaran BNPB, efisiensi ala pemerintahan baru, yang membuat sumber daya mengecil.
Hasilnya? Akses jalan putus total di Tapanuli Tengah (50 km longsor), jembatan ambruk di Aceh Tamiang, dan desa-desa terisolasi seperti di Bener Meriah, yang hanya bisa dijangkau helikopter.
Benar, manajemen seperti amburadul. Bukan karena alam semata, tetapi karena persiapan yang terkesan setengah hati.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyebut situasi “mencekam”
banjir Sumatera
“hanya berseliweran di media sosial.”
Pernyataan yang terlontar pada 28 November 2025, terdengar seperti mengecilkan duka, saat warga menderita terisolasi, listrik padam, telekomunikasi lumpuh serta melalui siang dan malam dikepung air yang meluap.
Dalam situasi
chaos
seperti ini pemerintah seharusnya lebih meningkatkan komunikasi positif, bukan defensif.
Komunikasi antarpejabat seperti
zoom meeting
nasional ala Mendagri Tito Karnavian terasa seperti formalitas, sementara bupati-bupati Aceh “menyerah” via surat karena tidak ada respons cepat.
Namun di sisi lain, daerah juga sebaiknya transparan dan menyederhanakan birokrasi terkait pendistribusian aneka bantuan, baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri yang diperuntukkan bagi masyarakat korban banjir.
Dalam kondisi bencana luar biasa yang terjadi saat ini, ego sektoral dan kekakuan administratif, apalagi masih adanya niat ‘memainkan’ aneka bantuan tersebut justru hanya akan menambah penderitaan rakyat dan akhirnya akan merusak reputasi daerah itu sendiri ke depannya.
Bencana Aceh 2025 bukan hanya tragedi alam, tetapi cermin kegagalan kolektif. Jika tidak diatasi dengan serius, “menyerah” akan menjadi norma baru bagi daerah-daerah pinggiran.
Saatnya pemerintah pusat mendengar jeritan itu bukan sebagai keluhan, tetapi sebagai mandat untuk segera melakukan perubahan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Listrik
-

Teknologi GIS Makin Canggih, Bisa Prediksi Risiko Sampai Pantau Perizinan Real-Time
Jakarta –
Teknologi Sistem Informasi Geografis atau GIS (Geographic Information System) sering disalahpahami sebagai alat untuk membuat peta digital semata. Padahal, di balik tampilan peta yang terlihat sederhana, GIS bekerja sebagai mesin analitik yang mampu mengolah data lokasi, memprediksi risiko, hingga mendukung pengambilan keputusan strategis pada level perusahaan maupun pemerintah.
Kini, GIS berkembang menjadi fondasi transformasi digital di berbagai sektor. Mulai dari energi, layanan publik, transportasi, sampai mitigasi bencana-semuanya semakin mengandalkan data spasial sebagai “bahasa bersama” untuk memahami keadaan di lapangan secara real time.
Seiring meningkatnya kompleksitas operasional di lapangan, organisasi tak lagi cukup hanya mengandalkan data tabel atau laporan manual. GIS menggabungkan data lokasi, sensor digital, kecerdasan buatan, dan visualisasi dinamis yang memperlihatkan kondisi sebenarnya secara lebih akurat.
Habisanti, Country General Manager Esri Indonesia, menegaskan bahwa GIS saat ini sudah menjadi teknologi strategis di banyak organisasi. “Organisasi tidak hanya melihat data, tetapi memahami konteks di mana data itu berada. Itulah kekuatan GIS,” ujarnya.
Dengan kata lain, GIS bukan hanya “menggambar peta”, melainkan memetakan pola, perilaku, risiko, dan potensi yang tidak terlihat oleh mata manusia.
Salah satu yang mengadopsi GIS datang dari Pertamina. Melalui platform Real-Time Permit, perusahaan energi nasional itu mengelola lebih dari 5.000 dokumen perizinan yang dipantau secara langsung lewat dasbor berbasis lokasi.
Dengan bantuan GIS, setiap proyek bisa dipetakan statusnya-di tahap evaluasi, sedang diproses, atau sudah selesai. Sistem ini juga dilengkapi automatic alert sehingga risiko administratif dapat diantisipasi sebelum menimbulkan hambatan di lapangan. Transformasi ini membuat tata kelola perizinan menjadi lebih cepat, transparan, dan minim kesalahan.
Habisanti, Country General Manager Esri Indonesia Foto: Esri Indonesia
GIS juga menjadi tulang punggung transformasi digital PLN, terutama dalam pemeliharaan jaringan listrik. Salah satu inovasi yang tengah berjalan adalah pemanfaatan GIS untuk analisis vegetasi.
Dengan menggabungkan citra udara, AI, dan peta jaringan listrik, PLN dapat mengidentifikasi titik-titik di mana pepohonan berpotensi mengganggu kabel. Hasilnya, tim operasional dapat melakukan pemangkasan secara terukur dan lebih efisien-bukan lagi berdasarkan perkiraan manual.
Teknologi ini membantu mencegah padamnya listrik akibat gangguan vegetasi, sekaligus menghemat biaya operasional yang selama ini cukup besar.GIS juga menjadi teknologi kunci dalam pembangunan kota pintar. Pemerintah daerah memanfaatkan GIS di antaranya untuk memetakan potensi banjir dan risiko tanah longsor, memantau kualitas udara secara real time, merencanakan jaringan transportasi publik, mengelola layanan air bersih dan sanitasi, hingga mendukung sistem perizinan berbasis lokasi (location-based licensing).
Pada masa bencana, GIS memungkinkan petugas mengetahui lokasi pengungsian, titik banjir yang tertinggi, hingga rute evakuasi yang paling aman.
Di tengah ramainya transformasi digital nasional, GIS kini menjadi sistem yang tak bisa dipisahkan dari big data, sensor IoT, dan kecerdasan buatan. Tanpa data spasial, banyak keputusan strategis berpotensi tidak tepat sasaran. Mulai dari pengawasan infrastruktur, pengelolaan aset, hingga pelayanan publik-semuanya kini membutuhkan analisis spasial untuk memastikan efisiensi dan akurasi.
Seiring meningkatnya ketergantungan pada teknologi real-time, GIS diprediksi akan menjadi salah satu komponen paling vital dalam roadmap digital Indonesia, baik bagi dunia usaha maupun sektor publik.
(agt/agt)
-

Pemulihan Bencana Sumatra Butuh Anggaran Rp51,82 Triliun, Prabowo: Kemampuan Kita Ada
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mencatat data sementara menunjukkan anggaran yang dibutuhkan Rp51,82 triliun untuk memulihkan keadaan di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat ke keadaan semula. Itu termausk upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto menjelaskan, nilai perkiraan sementara anggaran yang dibutuhkan itu berdasarkan penghitungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) terhadap kerusakan akibat bencana tersebut.
Apabila mengacu pada nilai perkiraan anggaran yang dibutuhkan, tingkat kerusakan paling besar terdampak yakni Aceh di mana dibutuhkan anggaran sekitar Rp25,41 triliun.
“Tadi dari Bapak Menteri PU, khusus untuk Aceh saja pemulihan sampai dengan saat ini ke kondisi seperti semula membutuhkan anggaran Rp25,41 triliun,” ujarnya pada rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Aceh, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden (Setpres), Minggu (7/12/2025).
Di Aceh, terang Suharyanto, masih terdapat dua kabupaten yang terisolasi dan terdampak cukup berat. Terdapat akses jalan nasional yang juga masih putus.
Adapun dari segi komunikasi, sebanyak 15 dari 17 kabupaten/kota sudah pulih dan beberapa di antaranya menggunakan jaringan WiFi Starlink.
“Tidak ada lagi yang sama sekali tidak bisa berkomunikasi,” terang Suharyanto.
Adapun mengenai listrik, pemulihan sudah mencapai sekitar 81%.
Di sisi lain, jumlah rumah masyarakat yang rusak mencapai 37.546 bangunan baik rusak berat, sedang dan ringan. Kategori rusak berat termasuk yang tersapu oleh banjir.
Kemudian, pemerintah mencatat ada dua kabupaten di Sumatra Utara yang masih terisolasi dari 17 yang terdampak.
Mengenai jaringan komunikasi, tingkat pemulihannya sudah mencapai 100% atau lebih baik dari Aceh, begitu pula dengan pemulihan listrik.
“Data sementara wilayah Sumatra Utara kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian PU, ini mengembalikan kondisi semula, rehabilitas, rekonstruksi membutuhkan anggaran sekitar Rp12,88 triliun. Data ini masih terus kami perbaiki secara terus menerus,” ujarnya.
Tidak berbeda jauh dengan Sumatra Utara, pemerintah mencatat masih ada dua kabupaten di Sumatra Barat yang perlu penanganan khusus. Komunikasi di provinsi tersebut juga sudah mencapai 100%, sebagaimana juga pasokan listrik.
“Untuk Sumatra Barat, hasil penghitungan sementara Kementerian PU untuk memulihkan ke sebelum terjadi bencana membutuhkan anggaran Rp13,52 triliun,” terang Suharyanto.
ARAHAN PRABOWO
Adapun Presiden Prabowo Subianto menyatakan pemerintah memiliki kemampuan yang cukup untuk memulihkan daerah terdampak bencana.
“Kemampuan kita ada, kita lakukan dengan teliti dan manajemen yang baik,” ujar Prabowo dalam rapat tersebut.
Pada hari ini Prabowo telah memantau kondisi terkini penanggulangan bencana di Aceh. Dia menyebut telah memantau langsung di antaranya pembangunan jembatan yang lumpuh, di mana pekerjaannya dilakukan oleh Kementerian PU dan TNI.
Prabowo mengaku mendapatkan laporan bahwa masih banyak kondisi yang cukup memprihatinkan, termasuk kondisi sawah dan sistem irigasi.
“Bendungan-bendungan cukup banyak yang jebol, yang besar-besar maupun yang kecil,” paparnya.
Prabowo turut berpesan perlunya pembangunan kembali rumah masyarakat. Dia menyebut pemerintah harus ikut membantu pembangunan kembali tempat tinggal masyarakat.
“Tetapi secara umum sementara saya melihat kegiatan kita cukup masif responsif, di beberapa tempat memang masih tantangan karena kondisi alam,” pungkasnya.
-
/data/photo/2025/12/07/6935786b77025.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Besok Siang, Listrik di Aceh Bakal 100 Persen Menyala Nasional 7 Desember 2025
Besok Siang, Listrik di Aceh Bakal 100 Persen Menyala
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Aliran listrik di Provinsi Aceh dilaporkan bakal menyala 100 persen pada Senin (8/12/2025) pukul 12.00 WIB.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (
BNPB
) Letjen TNI Suharyanto dalam rapat terbatas (ratas) bersama Presiden
Prabowo
dan Kementerian/Lembaga terkait.
“Untuk listrik di Provinsi Aceh, ini dari 23 Kabupaten/Kota, per hari ini 81 persen, Bapak Presiden. Ini akan terus di-update,” kata Suharyanto dikutip Kompas.com dari siaran langsung YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (7/12/2025).
“Tadi kami akan mendapatkan arahan dari Bapak Menteri ESDM. Besok siang, jam 12.00 WIB, seluruh Aceh ini sudah 100 persen (menyala),” tambah dia.
Menanggapi hal tersebut, Prabowo terlihat senang sambil mengucapkan syukur kepada Tuhan.
Lantas, dia pun mengonfirmasi langsung kepada Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang turut hadir dalam ratas tersebut.
“Bisa, Pak,” jawab Bahlil.
Bahlil juga menjelaskan hingga malam ini untuk wilayah Aceh Tengah listrik mulai menyala pukul 20.30 WIB. Lalu Listrik di Bener Meriah akan menyala mulai pukul 20.45 WIB.
Sedangkan
listrik Aceh
Tamiang diperkirakan mulai menyala 20.30 WIB. Sementara Gayo Lues sudah menyala sejak pagi.
“Kemudian untuk Banda Aceh full 100 persen, itu besok siang sampai besok malam. Kalau malam ini baru 95 persen,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

7 Figur inspiratif di Mata VinFast
Jakarta –
Produsen mobil listrik asal Vietnam, VinFast tahu bagaimana cara mendorong kaula muda Indonesia untuk all out dalam mengejar passion yang diinginkan. Untuk itu sesuai dengan semangat VinFast ‘Drive Your Passion’, VinFast Indonesia menggelar acara untuk mengapresiasi tujuh figure inspiratif terpilih di The Langham Jakarta, Hampton Garden, 6th Floor, District 8 SCBD, pada Jumat, 5 Desember 2025.
Dalam siaran resminya dijelaskan, acara bertajuk The Party in Mo7ion: Early New Year 7urn Up digelar untuk mengapresiasi 7 figure inspiratif yang telah menekuni passion mereka sepanjang 2025, sekaligus menegaskan visi VinFast yakni menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk mengejar impian dan passion mereka tanpa kompromi.
“Kami ingin memberikan apresiasi kepada para individu yang telah all out mengejar passion mereka selama setahun terakhir. Filosofi Drive Your Passion tidak hanya menjadi semangat kami dalam menghadirkan VinFast VF 7, tetapi juga menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk berani mengejar apa yang mereka cintai,” ujar Kariyanto Hardjosoemarto, Chief Executive Officer VinFast Indonesia.
Selanjutnya dijelaskan, tujuh persona yang mendapatkan apresiasi datang dari latar belakang yang berbeda. Mereka adalah musisi David Bayu, kreator konten Wendy Walters, pengusaha muda Giorgio Antonio, Darbotz, selebritas Anya Geraldine, pesepak bola Stefano Lilipaly, dan sutradara ternama Angga Dwimas Sasongko.
Ketujuh persona tersebut dipilih karena semangat mereka yang sejalan dengan visi salah satu produk terbaru VinFast yang dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan kendaraan energi baru yang ideal dan fungsional, VinFast VF 7.
David Bayu, sebagai musisi yang sangat menekankan penampilan, selalu mencari cara agar performa dan gaya hidupnya terlihat selaras. VinFast VF 7 memberikan platform yang tepat untuk itu.
The Party in Mo7ion: Early New Year 7urn Up digelar untuk mengapresiasi 7 figure inspiratif yang telah menekuni passion mereka sepanjang 2025 Foto: mxm/VinFast/Istimewa
“VinFast VF 7 ini punya exterior body yang aerodynamic, sporty, dan futuristic,” ujar David, yang bahkan membuat jingle mobil Listrik untuk mengekspresikan pengalaman electrified-nya saat mengendarai VinFast VF 7.
Bagi Wendy Walters, yang gemar melakukan aktivitas outdoor, kendaraan bukan hanya alat transportasi, tetapi partner untuk menjelajahi dunia. VF 7 menawarkan kombinasi fitur dan performa yang membuat setiap perjalanan lebih mulus, aman, nyaman, dan menyenangkan.
“VF 7 memiliki 18 fitur ADAS dan sistem suspensi multi-link yang meningkatkan agility di trek perjalananku,” ungkap Wendy.
Pengalaman yang sama juga dirasakan Giorgio Antonio, seorang entrepreneur muda. Dia menekankan bahwa beralih ke mobil listrik kadang menimbulkan kekhawatiran mengenai baterai dan nilai jual kembali. Setelah berkenalan lebih dekat dengan VinFast, ia meyakini VinFast VF 7 memberikan solusi inovatif untuk itu.
“Beberapa benefit yang ditawarkan oleh VinFast VF 7, seperti opsi Battery Subscription dengan garansi seumur hidup untuk baterai yang health-nya di bawah 70%, Resale Value Guarantee sampai 90%, dan free charging hingga 1 Maret 2028, mengurangi kekhawatiran umum pembeli yang ingin berpindah dari mobil konvensional ke mobil listrik,” jelas Giorgio.
The Party in Mo7ion: Early New Year 7urn Up digelar untuk mengapresiasi 7 figure inspiratif yang telah menekuni passion mereka sepanjang 2025 Foto: mxm/VinFast/Istimewa
Sementara itu, seniman muda inspiratif Indonesia, Darbotz melihat kendaraan sebagai media kreatif. Hal ini yang ia rasakan saat menyentuh langsung VinFast VF7.
Menurutnya, setiap detail desain VinFast VF 7 bisa menjadi sumber inspirasi untuk karyanya. “Body VinFast VF 7 bisa jadi sumber inspirasi sekaligus medium saya untuk berkreasi dengan seni,” kata Darbotz.Anya Geraldine, selebritas dan influencer dengan gaya hidup aktif, menekankan pentingnya kendaraan yang mendukung fleksibilitasnya. Dari tampilan sporty hingga elegan, VF 7 membuat aktivitasnya lebih mudah dan stylish.
“Exterior VinFast VF 7 ini mendukung looks saya dari sporty sampai elegan. Virtual Assistant yang disebut Vivi juga memudahkan selama perjalananku,” ungkap Anya.
Bagi Stefano Lilipaly, atlet sepak bola, performa mobil sangat penting untuk merepresentasikan diri dan gaya hidupnya. VF 7 dirancang untuk mencerminkan dinamika tersebut. “VF 7 itu bisa represent skill saya, mulai dari Quick Acceleration, Agility, dan 360° camera,” ujar Stefano.
Sementara Angga Sasongko, sutradara film, melihat VF 7 sebagai kombinasi antara desain futuristik dan fungsi yang mendukung kegiatan profesionalnya. “Dari sisi visual, VF 7 punya Futuristic Design dan Stylish Interior. Secara fitur juga memiliki spacious trunk & seats, serta smart interface dan HUD, yang sangat mendukung aktivitas saya sehari-hari,” jelas Angga.
VinFast VF 7 memang dirancang untuk memenuhi kebutuhan para persona yang aktivitas hariannya padat dan cepat. Setiap fitur mobil ini mendukung mereka tetap produktif dan nyaman dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Dengan akselerasi dari 0-100 km/jam hanya 5,8 detik, fast charging 10-70% dalam 28 menit, tenaga maksimum 349 HP, torsi hingga 500 Nm, serta kapasitas bagasi luas 1.765 L, VF 7 memungkinkan para persona membawa perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan tanpa mengorbankan kenyamanan maupun performa.
Lebih dari itu, Battery Subscription dan Resale Value Guarantee memberikan ketenangan ekstra, sementara garansi kendaraan 10 tahun/200.000 km, jaringan showroom & workshop yang siap pakai, dan free charging hingga 1 Maret 2028 memastikan pengalaman berkendara yang efisien dan menyenangkan.
“Kami berharap kolaborasi VF 7 bersama para 7 Personas ini bisa menjadi wake up call bagi setiap orang untuk all out mengejar passion mereka. Setelah mereka berhasil melakukannya, kami ingin mengingatkan bahwa mereka juga pantas memberi reward pada diri sendiri dengan memiliki VinFast VF 7-mobil listrik yang spirit-nya sepenuhnya passion driven,” tutup Kariyanto Hardjosoemarto.
(lth/rgr)
/data/photo/2025/12/08/6935fdf035965.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/07/69359b4edbbb6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



