Topik: LHKPN

  • Nama Para Pengusaha yang Disebut dalam Gratifikasi Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Nama Para Pengusaha yang Disebut dalam Gratifikasi Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Surabaya (beritajatim.com) – Sejumlah nama pengusaha disebut dalam dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas gratifikasi yang dilakukan mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto. Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/5/2024).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Luki Dwi Nugroho merinci nilai gratifikasi yang diterima Eko Darmanto saat menjabat Kepala Bea Cukai DIY. Total uang yang diterima Rp 23,5 miliar.

    Uang tersebut diterima dari sejumlah pengusaha diantaranya suami artis Maia Estianty yakni Irwan Daniel Mussry yang memberikan gratifikasi sebesar Rp 100 juta, gratifikasi juga diterima dari berbagai pihak antara lain, dari Andri Wirjanto sebesar Rp1,37 miliar, Ong Andy Wiryanto Rp6,85 miliar, David Ganianto dan Teguh Tjokrowibòwo sebesar Rp300 juta dan Lutfi Thamrin serta M Choiril sebesar Rp200 juta.

    Lalu ada juga berasal dari Rendhie Okjiasmoko Rp30 juta, Martinus Suparman930 juta, Soni Darma Rp450 juta, Nusa Syafrizal melalui Ilham Bagus Prayitno sebesar Rp250 juta dan Benny Wijaya Rp60 juta.

    Selain itu juga ada nama S Steven Kurniawan sebesar Rp2,3 miliar, Lin Zhengwei dan Aldo Rp204,3 juta. Serta ada pengusaha yang tidak diketahui namanya memberi Rp10,9 miliar.

    Perbuatan terdakwa tersebut menurut Luki merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    Dari hasil gratifikasi, terdakwa berupaya menyamarkan dengan cara membelanjakan atas nama sendiri atau pihak lain, sehingga tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa sebagai ASN di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    “Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” jelasnya.

    Menanggapi dakwaan jaksa ini, Pengacara terdakwa, Gunadi Wibakso mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi, karena memilih untuk langsung melakukan pembuktian. “Tidak (eksepsi) langsung dilanjutkan dengan pembuktian,” katanya.

    Eko Darmanto menjadi sorotan publik ketika netizen ramai-ramai membagikan gaya hidup mewah sejumlah pejabat negara. Dalam foto yang beredar, Eko Darmanto mengunggah foto sejumlah mobil antik.

    KPK pun melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap LHKPN Eko dan menemukan penerimaan uang. Lembaga antirasuah kemudian menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebelum tindak pidana pencucian uang (TPPU). [uci/but]

  • Nama Para Pengusaha yang Disebut dalam Gratifikasi Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Jalani Sidang Perdana

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang perdana kasus gratifikasi yang mendudukkan mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto sebagai Terdakwa digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/5/2024).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Luki Dwi Nugroho merinci nilai gratifikasi yang diterima Eko Darmanto saat menjabat Kepala Bea Cukai DIY. Total uang yang diterima Rp 23,5 miliar.

    Perbuatan terdakwa tersebut menurut Luki merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    Dari hasil gratifikasi, terdakwa berupaya menyamarkan dengan cara membelanjakan atas nama sendiri atau pihak lain, sehingga tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa sebagai ASN di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    “Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” jelasnya.

    Menanggapi dakwaan jaksa ini, Pengacara terdakwa, Gunadi Wibakso mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi, karena memilih untuk langsung melakukan pembuktian. “Tidak (eksepsi) langsung dilanjutkan dengan pembuktian,” katanya.

    Eko Darmanto menjadi sorotan publik ketika netizen ramai-ramai membagikan gaya hidup mewah sejumlah pejabat negara. Dalam foto yang beredar, Eko Darmanto mengunggah foto sejumlah mobil antik.

    KPK pun melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap LHKPN Eko dan menemukan penerimaan uang. Lembaga antirasuah kemudian menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebelum tindak pidana pencucian uang (TPPU). [uci/but]

  • Suami Maia Estianty Disebut Jaksa KPK dalam Dugaan Suap Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Suami Maia Estianty Disebut Jaksa KPK dalam Dugaan Suap Kepala Bea Cukai Yogyakarta

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sejumlah nama pengusaha dalam dakwaan gratifikasi yang dilakukan mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto. Salah satunya adalah suami dari artis Maia Estianty, yakni Irwan Daniel Mussry.

    “Sebagai aparat sipil negara, terdakwa menerima gratifikasi dari beberapa pihak saat menjabat kepala Bea Cukai DIY,” kata Luki, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/5/2024).

    Selain dari Irwan Daniel Mussry yang memberikan gratifikasi sebesar Rp 100 juta, gratifikasi juga diterima dari berbagai pihak antara lain, dari Andri Wirjanto sebesar Rp1,37 miliar, Ong Andy Wiryanto Rp6,85 miliar, David Ganianto dan Teguh Tjokrowibòwo sebesar Rp300 juta dan Lutfi Thamrin serta M Choiril sebesar Rp200 juta.

    Lalu ada juga berasal dari Rendhie Okjiasmoko Rp30 juta, Martinus Suparman930 juta, Soni Darma Rp450 juta, Nusa Syafrizal melalui Ilham Bagus Prayitno sebesar Rp250 juta dan Benny Wijaya Rp60 juta.

    Selain itu juga ada nama S Steven Kurniawan sebesar Rp2,3 miliar, Lin Zhengwei dan Aldo Rp204,3 juta. Serta ada pengusaha yang tidak diketahui namanya memberi Rp10,9 miliar.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Luki Dwi Nugroho merinci nilai gratifikasi yang diterima Eko Darmanto saat menjabat Kepala Bea Cukai DIY. Total uang yang diterima Rp 23,5 miliar.

    Perbuatan terdakwa tersebut menurut Luki merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    Dari hasil gratifikasi, terdakwa berupaya menyamarkan dengan cara membelanjakan atas nama sendiri atau pihak lain, sehingga tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa sebagai ASN di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    “Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” jelasnya.

    Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (13/5/2024).

    Menanggapi dakwaan jaksa ini, Pengacara terdakwa, Gunadi Wibakso mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi, karena memilih untuk langsung melakukan pembuktian. “Tidak (eksepsi) langsung dilanjutkan dengan pembuktian,” katanya.

    Eko Darmanto menjadi sorotan publik ketika netizen ramai-ramai membagikan gaya hidup mewah sejumlah pejabat negara. Dalam foto yang beredar, Eko Darmanto mengunggah foto sejumlah mobil antik.

    KPK pun melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap LHKPN Eko dan menemukan penerimaan uang. Lembaga antirasuah kemudian menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebelum tindak pidana pencucian uang (TPPU). [uci/but]

  • Sah! Ini Daftar 25 Anggota DPRD Kota Blitar Yang Telah Ditetapkan

    Sah! Ini Daftar 25 Anggota DPRD Kota Blitar Yang Telah Ditetapkan

    Blitar (beritajatim.com) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Blitar resmi menetapkan 25 calon anggota legislatif hasil Pemilu 2024.

    Dari 18 partai politik peserta Pemilu di Kota Blitar, hanya 7 Parpol saja yang berhasil membawa calon legislatifnya menjadi anggota dewan DPRD Kota Blitar periode 2024-2029.

    Ketua KPU Kota Blitar, Rangga Bisma Aditya mengatakan dalam penetapan ini, ada partai yang pada sebelumnya mendapatkan kursi, namun pada pemilihan kali ini tidak mendapatkan kursi.

    “Partai yang lolos dan mendapatkan kursi untuk pemilihan kali ini berubah. Seperti Partai Hanura yang kemarin mendapat 1 kursi, sekarang tidak mendapatkan,” kata Rangga Bisma.

    Adapun daftar 25 anggota DPRD Kota Blitar terpilih adalah sebagai berikut:

    Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

    1. Ely Idayah Vitnawati
    2. Judarso
    3. Abdus Sjakur
    4. Totok Sugiarto
    5. Adi Santoso

    Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PKB)

    1. Yudi Meira
    2. Johan Marihot
    3. Siswanto
    4. Bayu Setyo Kuncoro
    5. Aris Dedi Arman
    6. dr. Syahrul Alim
    7. Sudarwati
    8. Bayu Kurniawan

    Partai Gerakan Indonesia Raya

    1. Tan Ngi Hing
    2. Yohan Tri Waluyo

    Partai Golongan Karya

    1. Purwanto
    2. Mohammad Hardita Magdi
    3. Yasa Kurniawanto

    Partai Amanat Nasional

    1. Adi Rianto
    2. Muhamad Raihan Tsany Azurra
    3. Eva Novianti

    Partai Persatuan Pembangunan

    1. Guntur Pamungkas
    2. H.M. Nuhan Eko Wahyudi
    3. Agus Zunaidi

    Partai Demokrat

    1. Rido Handoko

    Rangga mengingatkan agar caleg terpilih nanti menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPU Kota Kediri sebelum dilantik.

    “H-1 sebelum pelantikan wajib menyetorkan LHKPN ini. Jika tidak ya akan gagal untuk dilantik,” tutupnya. (owi/ted)

  • KPK: 6 Menteri dan 3 Wakil Menteri Belum Lapor Harta Kekayaan

    KPK: 6 Menteri dan 3 Wakil Menteri Belum Lapor Harta Kekayaan

    Jakarta (beritajatim.com) – Jelang berakhirnya penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik tahun 2023 pada 31 Maret 2024, ternyata banyak penyelenggara negara/wajib lapor (PN/WL) yang belum menyampaikan pelaporannya. Di antaranya enam menteri dan tiga wakil menteri kabinet Presiden Joko Widodo pwr Kamis (28/4/2024) kemarin.

    “Data menunjukkan masih ada 6 Menteri dan 3 Wakil Menteri yang belum melaporkan harta kekayaannya dalam rentang waktu yang sama,” ujar Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (PP LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Isnaini.

    Selain itu, lanjut Isnaini, pada tingkat Gubernur, masih ada 4 Gubernur dan 5 Pj Gubernur yang belum lapor. Sayangnya, Isnaini tidak mengungkap nama-nama menteri, wakil menteri, juga para gunernur dan pejabat gubernur yang dimaksud.

    “(Padahal) skor tertinggi untuk tingkat kepatuhan LHKPN diraih jajaran Eksekutif dengan skor 94,49%,” ujarnya.

    Hal ini berbeda dengan legislatif di tingkat pusat masih rendah tingkat pelaporannya. Legislatif pusat yang terdiri dari MPR, DPR, DPD, jadi posisi sampai tadi siang itu baru sekitar 29,55% yang baru lapor.

    Perlu diketahui, pada periode 2022, tingkat penyampaian LHKPN per 31 Desember 2023 sendiri mencapai 98,90% dari 371.096 Wajib LHKPN. Berdasarkan jumlah tersebut Wajib LHKPN yang sudah patuh secara lengkap melengkapi Surat Kuasa mencapai 95.88% (meningkat 0.41% pada periode yang sama di tahun lalu dengan capaian 95,47%).

    “Sekarang ini ada 407.366 wajib lapor LHKPN di tahun periodik 2023. Jumlah itu naik 371 dari tahun sebelumnya. Dari (407.366) yang sudah lapor itu sekitar 92,18% atau sebanyak 375.495 itu penyelenggara negara,” kata Isnaini.

    Dia menegaskan, LHKPN sendiri merupakan bentuk akuntabilitas bagi PN/WL dalam mempertanggungjawabkan kepemilikan harta kekayaannya secara terbuka. Masyarakat juga bisa turut serta mengawasi fluktuatif kekayaan PN/WL ini.

    “Jika dirasa ada yang tidak wajar, masyarakat bisa langsung melaporkan kepada KPK dengan menyertakan bukti terkait,” ujar Isnaini. [hen/but]

  • Baru 29,5 % Anggota DPR dan DPD yang Lapor Harta Kekayaan

    Baru 29,5 % Anggota DPR dan DPD yang Lapor Harta Kekayaan

    Jakarta (beritajatim.com) – Anggota DPR dan DPD masih rendah dalam kepatuhan melaporkan harta kekayaan. Menurut Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (PP LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Isnaini, hingga Kamis (28/3/1024) baru 29,55% yang baru menyerahkan LHKPN.

    “Legislatif pusat ini ya terdiri dari MPR, DPR, DPD, jadi posisi sampai tadi siang itu baru sekitar 29,55% yang baru lapor,” kata Isnaini.

    Menurutnya, pelaporan LHKPN periodik tahun 2023 menjelang batas akhir pelaporan yakni pada 31 Maret 2024. “Mungkin ini karena kesibukan para anggota legislatif itu dalam pemilu kemarin jadi belum sempat melaporkan LHKPN-nya,” ujar Isnaini.

    Kemudian terkait kewajiban pelaporan LHKPN bagi para Anggota Legislatif yang baru terpilih dalam Pemilu 2024 lalu, Isnaini menambahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menerbitkan peraturan KPU nomor 6 tahun 2024 yang salah satu poinnya mewajibkan para calon legislatif terpilih baik dari DPR, DPRD, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, untuk melaporkan LHKPN ke instansi yang berwenang, dalam hal ini adalah KPK.

    “Jika laporan sudah sesuai ketentuan, kita akan memberikan tanda terima pada para calon legislatif. Tanda terima itu menjadi salah satu persyaratan bagi calon terpilih untuk diusulkan namanya ke Presiden atau ke Menteri Dalam Negeri. Artinya, jika mereka tidak mendapat tanda terima dari KPK, mereka tidak diusulkan menjadi calon legislatif terpilih,” kata Isnaini. [hen/aje]

  • Kemenag: Bukti Pembayaran Zakat Jadi Syarat Naik Jabatan ASN

    Kemenag: Bukti Pembayaran Zakat Jadi Syarat Naik Jabatan ASN

    Jakarta (beritajatim.com) – Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag) Waryono Abdul Ghafur, mengusulkan agar bukti pembayaran zakat dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menjadi salah satu syarat bagi aparatur sipil negara (ASN) Kemenag yang ingin naik jabatan.

    Menurut Waryono, zakat merupakan bukti keimanan yang harus dipertimbangkan dalam seleksi kenaikan jabatan ASN Kemenag. Selama ini, jenjang jabatan di Kemenag hanya mensyaratkan bukti pembayaran pajak dan LHKPN.

    “Zakat menjadi bukti bahwa kita beriman. Begitu juga dengan pembayaran zakat, harus menjadi pertimbangan dalam seleksi kenaikan jabatan,” ujar Waryono dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu.

    Kasubdit Edukasi, Inovasi, dan Kerja Sama Zakat dan Wakaf Kemenag, Muhibuddin, menekankan pentingnya zakat sebagai salah satu rukun Islam yang memiliki nilai keadilan sosial dan ekonomi. Namun, ia juga mengakui bahwa literasi masyarakat terhadap zakat masih rendah.

    “Keadilan ekonomi dan sosial dapat dijembatani oleh zakat sebagai instrumen. Zakat dalam pendistribusiannya harus berdampak, sehingga menjadi problem solving masyarakat dalam pemerataan ekonomi,” ungkap Muhibuddin.

    Muhibuddin juga mendorong alokasi dana zakat untuk pengelolaan lahan wakaf guna pengembangan sektor pertanian, perikanan, dan persawahan. Ini diharapkan dapat berkontribusi pada ketersediaan stok bahan pangan nasional.

    “Pengelolaan dana zakat yang optimal dan pengelolaan wakaf yang baik dapat mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan,” tambahnya.

    Dengan potensi dana zakat nasional mencapai Rp327 triliun, Muhibuddin mengajak lembaga pengelola zakat dan wakaf untuk berkolaborasi demi mewujudkan manfaat yang lebih besar. Arah gerak zakat dan wakaf yang diinisiasi Kementerian Agama saat ini adalah kolaborasi, di mana setiap lembaga perlu bergerak bersama dalam mengelola zakat dan wakaf. [ian]

  • Kasus Firli, Mantan Pimpinan KPK Duga Ada Keterlibatan Pihak Lain

    Kasus Firli, Mantan Pimpinan KPK Duga Ada Keterlibatan Pihak Lain

    Jakarta (beritajatim.com) – Polda Metro Jaya menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka.

    Firli menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau hadiah dan janji terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan Pertanian pada kurun waktu 2020-2023.

    Menurut mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, tidak ada pilihan lain, penetapan tersangka harus dilanjutkan dengan berbagai langkah hukum lainnya.

    “Diyakini, tindakan Firli tidak berdiri sendiri karena korupsi adalah Well organisme crime. Itu sebabnya diduga, ada pihak lain yang juga terlibat,” duga Bambang, Kamis (23/11/2023).

    Seperti diketahui, Firli dijerat dengan Pasal 12e atau 12B atau pasal 11 Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

    “Ada kejahatan lain yg juga perlu terus diperiksa karena ada dugaan menyembunyikan hasil kejahatan,” tuding Bambang.

    Dia mencontohkan, apakah rumah di jalan Kertanegara No. 46 milik Pihak Ketiga lainnya atau milik Firli. Belum lagi ada dugaan, peningkatan aset dan kekayaan atas nama keluarganya pada tahun 2021 dan 2022 yang tidak tersebut dalam laporan LHKPN.

    Hal yang penting lain pasca penetapan tersangka Firli Bahuri, Bambang menegaskan, Presiden Joko Widodo harus menegakkan Pasal 32 ayat (2) UU KPK. Pasal itu menyatakan bahwa dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari jabatannya.

    “Tindakan pemberhentian itu harus segera dilakukan karena ada banyak potensi terjadi manuver lainnya yang potensial diduga dapat dilakukan oleh Ketua KPK,” tegas Bambang. (ted)

  • Terancam Pidana Seumur Hidup, Segini Harta Ketua KPK RI

    Terancam Pidana Seumur Hidup, Segini Harta Ketua KPK RI

    Jakarta (beritajatim.com)– Penetapan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), Firli Bahuri berlangsung semalam Rabu (22/11/2023). Atas kasus dugaan pemerasan yang dilakukan kepada eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL),  Pimpinan lembaga antirasuah ini terancam pidana seumur hidup.

    Adapun ancaman pidana seumur hidup ini sesuai dengan pasal 12B ayat 1 yang disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

    Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menuturkan selain penerapan pasal ini, penyidik juga menerapkan Pasal lain yakni Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    BACA JUGA:TKN : Iklan Susu Prabowo Gibran di TV Murni KreasI AI

    Dalam pasal ini disebutkan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau pidana paling denda sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

    Sementara itu tertangkapnya Ketua KPK RI Firli Bahuri menyebabkan publik menjadi penasaran kaitan harta kekayaan. Ternyata harta kekayaan yang dimiliki pimpinan lembaga antirasuah ini nilainya fantastis.

    Melansir dari situs resmi elhkpn.kpk.go.id, harta kekayaan Firli Bahuri sebesar Rp22.864.765.633. Jumlah harta itu terdiri dari tanah bangunan.

    Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dirinya juga memiliki 8 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa daerah seperti Kota Bandar Lampung dan Kota Bekasi.

    Jika di total, aset tanah dan bangunan milik Firli sejumlah Rp10.443.500.000.

    Selain aset berupa tanah dan bangunan, Firli Bahuri memiliki aset lain berupa alat transportasi senilai Rp1.753.400.000. Aset transportasi ini berupa satu unit mobil Toyota Camry 2021 senilai Rp593 juta dan satu unit mobil Toyota LC 200 AT 2012 seharga Rp850 juta, satu unit mobil Toyota Innova Venturer 2019 senilai Rp292 juta termasuk satu unit motor Vario 2007 senilai Rp2,5 juta dan satu unit motor Yamaha N Max 2016 senilai Rp15 juta,

    Tak hanya itu, Firli juga memiliki aset lainnya berupa kas senilai Rp10.667.865.633.

    Total harta kekayaan Firli mencapai Rp22.864.765.633. LHKPN itu dilaporkan Firli pada 20 Februari 2023 dengan tahun pelaporan periodik 2022. Firli melaporkan LHKPN saat menjabat Ketua KPK RI. (Aje)

     

  • Fakta Wamenkumham Tersangka,  Ini Komentar Dekan FH UGM

    Fakta Wamenkumham Tersangka, Ini Komentar Dekan FH UGM

    Yogyakarta (beritajatim.com)– Wamenkumham (Wakil Menteri Hukum dan HAM) Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

    Penetapan ini mengejutkan oleh banyak kalangan mengingat pejabat jebolan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) ini termasuk salah satu tokoh vokal menegakkan keadilan kala itu.

    Sementara saat dimintai komentar kaitan penetapan tersangka Wamenkumham atas kasus suap dan gratifikasi, Dekan Fakultas Hukum UGM, Dahliana Hasan, S.H., M.Tax. Ph.D menyatakan keprihatinannya.

    “UGM tentu merasa prihatin ada kader terbaiknya yang terjerat masalah hukum. Namun demikian, UGM menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada pihak yang berwajib untuk proses hukum lebih lanjut,” ujarnya singkat Jumat (10/112023).

    BACA JUGA:Guru Agama di Magetan Rudapaksa Siswi Sejak SD Hingga SMP 

    Sementara informasi mengenai penangkapan tersangka kasus suap dan gratifikasi disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK Kamis petang (9/11/2023).  Ada 4 tersangka dalam kasus ini dan satu di antaranya adalah Wamenkumham.

    Berikut sederet fakta penangkapan Wamenkumham dan penetapan sebagai tersangka.

    1. Laporan IPW

    Kasus bermula dari laporan Indonesia Police Watch (IPW) yang melaporkan kepada KPK atas dugaan gratifikasi Rp 7 miliar. Dugaan penerimaan dana tersebut diterima oleh sang asisten pribadi yakni Yogi Ari Rukmana. Laporan ini dilakukan pada 14 Maret 2023 kemarin. Adapun suap dan gratifikasi ini berkaitan dengan konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan dari seorang pengusaha bernama Helmut. Dalam kasus ini IPW melaporkan advokat bernama Yosie Andika Mulyadi

    2. Menyanggah dan Mengaku Fitnah

    Melalui kuasa hukum Wamenkumham Ricky Herbert Parulian Sitohang menyatakan jika dan tersebut bukan suap dan gratifikasi melainkan pembayaran resmi atas pekerjaan sebagai pengacara.

    Kuasa hukum juga menyatakan hubungan antara Prof Eddy (Wamenkumham) dan advokat Yosi tidak tahu menahu kaitan aliran dana. Bahkan dari Wamenkumham mengklaim tak pernah menerima aliran dana sepeserpun. Bahkan apa yang disampaikan diklaim fitnah.

    3. Wamenkumham Diduga Menerima Gratifikasi Rp 7 Miliar

    KPK menetapkan 4 tersangka yakni Wamenkumham, Yogi Ari Rukmana (YAR) dan advokat Yosie Andika Mulyadi (YAM) sebagai penerima suap dan satu pengusaha Helmut sebagai pemberi suap. Dalam gratifikasi suap Rp 7 miliar yang diterima di 2022 silam, Wamenkumham meminta kedua asistennya yakni Yogi dan Yosie masuk dalam komisaris perusahaan Helmut yang bernama PT Citra Lampia Mandiri.

    BACA JUGA:Deklarasi Laskar Santri, Cak Imin: Gaet Suara Pedesaan

    4. Punya Kekayaan Capai Rp 20,69 Miliar

    Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terungkap bahwa total harta kekayaan Wamenkumham Eddy Hiariej setelah dikurangi utang Rp 5,44 miliar mencapai Rp 20,69 miliar.

    Hartanya terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 23 miliar.

    Selain properti, Eddy juga memiliki harta berupa alat transportasi dan mesin, termasuk mobil Honda Odyssey tahun 2014 senilai Rp 314 juta, mobil Mini Cooper 5 Door A/T tahun 2015 senilai Rp 468 juta dan mobil Jeep Cherokee Limited tahun 2014 senilai Rp 428 juta.

    Wamenkumham juga mencantumkan kas dan setara kas senilai Rp 1,93 miliar. (Aje)