Topik: LHKPN

  • KPK Sambut Baik UU BUMN Digugat ke MK

    KPK Sambut Baik UU BUMN Digugat ke MK

    KPK Sambut Baik UU BUMN Digugat ke MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menyambut baik gugatan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (
    UU BUMN
    ) ke
    Mahkamah Konstitusi
    (MK).
    “KPK menyambut baik hal tersebut, tentunya karena itu menjadi salah satu hak konstitusi seorang warga negara,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (9/5/2025).
    UU BUMN tengah menjadi sorotan karena mengancam mengurangi kewenangan KPK untuk menindak kasus korupsi yang menjerat direksi dan komisaris BUMN.
    Budi mengatakan bahwa KPK telah memastikan posisi terkait implikasi atas berlakunya UU BUMN tersebut, khususnya Pasal 9G dalam UU BUMN yang menyatakan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan Penyelenggara Negara.
    Dia menegaskan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi di BUMN dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
    “KPK tegas berpedoman pada Undang-Undang 28 Tahun 1999 dalam melihat status direksi, komisaris, dan Dewan Pengawas pada BUMN adalah sebagai penyelenggara negara,” ujarnya.
    Budi juga menambahkan bahwa Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap memiliki kewajiban melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penerimaan gratifikasi.
    “Pada aspek pencegahan, KPK juga berkesimpulan bahwa direksi, komisaris, dan pengawas pada BUMN juga wajib melaporkan LHKPN-nya dan melaporkan jika melakukan penerimaan gratifikasi,” tuturnya.
    Terkait Pasal 4B UU BUMN yang menyatakan bahwa kerugian BUMN bukanlah kerugian negara, Budi mengatakan bahwa putusan MK sudah menyatakan bahwa keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk BUMN.
    “Oleh karena itu, KPK berpandangan tetap dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap perkara-perkara di BUMN karena statusnya sebagai penyelenggara negara dan atau adanya kerugian negara karena perbuatan melawan hukum ataupun penyalahgunaan wewenang BUMN,” ucap dia.
    Sebelumnya,
    UU BUMN digugat ke MK
    oleh dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
    Dalam sidang pendahuluan, Kamis (8/5/2025), di Gedung MK, para pemohon menjelaskan bahwa gugatan ini dilayangkan karena proses pembentukan UU BUMN tidak melibatkan partisipasi publik.
    “Pengesahan undang-undang a quo tidak melibatkan partisipasi publik, sehingga menciptakan meaningful participation,” ujar kuasa hukum para pemohon, Nicholas Indra Cyrill Kataren, dalam sidang pendahuluan.
    Nicholas mengatakan bahwa UU BUMN yang baru disahkan seharusnya dibahas secara transparan dan terbuka dengan partisipasi bermakna dari elemen masyarakat.
    Namun, menurut pemohon, asas keterbukaan itu tidak dilakukan sehingga melanggar perintah konstitusi pada Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
    Ia juga menyinggung Pasal 5 huruf a, huruf e, huruf d, dan huruf f UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengharuskan terpenuhinya seluruh asas secara kumulatif.
    Pemohon kemudian berkesimpulan bahwa DPR tidak mematuhi aturan pembentukan undang-undang dan melanggar hak konstitusional para pemohon.
    “Dengan demikian, menurut para pemohon, UU BUMN tidak sah karena tidak melalui prosedural pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai,” kata Nicholas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Manuver Gugat Pasal ‘Kebal Hukum’ UU BUMN

    Manuver Gugat Pasal ‘Kebal Hukum’ UU BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA — Undang-undang atau UU No.1/2025 tentang BUMN diujimaterikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu gugatan diajukan oleh Muhammad Jundi Fathi beserta dua orang lainnya, yaitu A. Fahrur Rozi dan Dzakwan Fadhil Putra Kusuma.

    Ketiga penggugat itu mempersoalkan norma imunitas dan penegasan tentang keuntungan atau kerugian Danantara bukan bagian dari risiko keuangan negara, yang menurut mereka justru akan menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN.

    “Kami menilai hal ini justru menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN,” tutur Jundi di Jakarta, Selasa (6/5/2025).

    Selain itu, implementasi norma-norma hukum tersebut juga bertentangan dengan prinsip-prinsip pendelegasian dalam sistem ketatanegaraan sehingga merugikan pemohon sebagai mahasiswa dan bertentangan dengan UUD 1945.

    Menurutnya, seseorang dapat dikenakan delik pidana gratifikasi seperti yang diatur Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika pelakunya merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara. 

    “Hak imunitas yang menyatakan kerugian yang terjadi pada BUMN dan Danantara bukan kerugian negara itu tidak tepat,” kata Jundi.

    Dia kemudian menekankan seharusnya persoalan penetapan kerugian penyelenggaraan badan sebagai kerugian negara kembali pada interpretasi aparat penegak hukum secara komprehensif dan bijaksana serta bukan persoalan dari pemberlakuan suatu norma undang-undang.

    “Kami juga mempersoalkan norma yang menyebut pejabat atau pegawai atau karyawan Danantara bukan merupakan penyelenggara negara. Padahal seluruh sumber modal Danantara berasal dari aset negara dan dividen BUMN serta organ penyelenggara Danantara pun dibiayai dan didukung oleh modal negara,” ujarnya.

    Menurutnya, pengecualian terhadap organ Danantara dari kategori penyelenggara negara juga telah mendiskriminasi dan membuka peluang bagi operasional yang tidak transparan pada perusahaan pelat merah. 

    “Ini sekaligus menimbulkan ketidaksesuaian normatif yang bisa merugikan kepentingan publik sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945,” tuturnya.

    Kekhawatiran KPK

    Keberadaan pasal ‘kebal hukum’ di UU BUMN itu juga dikhawatirkan oleh aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka cukup khawatir jika aturan itu justru kontraproduktif dan menyulitkan penyidik untuk menangani perkara yang menjerat direksi BUMN.

    “KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

    Setyo menuturkan KPK telah menyampaikan tanggapannya secara khusus pada dua pasal di UU BUMN. Yaitu terkait dengan hilangnya status penyelenggara negara bagi direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN, serta mengenai kerugian BUMN dianggap bukan kerugian negara.

    Mengenai aturan bahwa anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN bukan status penyelenggara negara, yang diatur dalam pasal 9G UU No. 1/2025, Setyo menyebut ketentuan itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Utamanya, pasal 1 angka 1 serta pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya yang tertuang dalam UU No. 28/1999.

    Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU No.28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Oleh sebab itu, dia menegaskan penegakan hukum kasus korupsi berkenaan dengan penyelenggara negara akan berpedoman pada UU tersebut. 

    Di sisi lain, pasal 9G UU BUMN yang baru dalam penjelasannya menyebut: “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Ketentuan demikian, lanjut Setyo, dapat dimaknai bahwa status Penyelenggara Negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas Setyo.

    Oleh sebab itu, dengan sikap tersebut, maka direksi/komisaris/dewan pengawas BUMN tetap wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi.

    Pasal Kebal Korupsi

    Sementara itu, mengenai pasal 4B UU BUMN yang mengatur bahwa kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara, serta pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

    Atas aturan tersebut, KPK menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan. Putusan MK dimaksud yakni No.48/PUU-XXI/2013 dan No.62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan dengan masing-masing putusan No.59/PUU-XVI/2018 dan No.26/PUU-XIX/2021.

    Setyo menerangkan bahwa MK telah memutuskan bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN, yang merupakan derivasi penguasaan negara.

    “Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan Negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN,” lanjut Setyo.

    Meski demikian, Setyo mengingatkan bahwa kerugian keuangan negara di BUMN dapat dipidanakan sesuai UU Tipikor selama itu akibat dari perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgement Rule (BJR).

    Prinsip BJR itu tertuang pada pasal 3Y dan 9F UU No.1/2025, di mana diatur bahwa kerugian keuangan negara yang dapat dipidanakan harus diakibatkan oleh fraud, suap, ketiadaan itikad baik, konflik kepentingan serta kelalaian dalam mencegah timbulnya kerugian keuangan negara oleh para petinggi BUMN.

    “Dari uraian tersebut, KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan TPK yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN,” pungkas Setyo.

    Erick Thohir Koordinasi 

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku berkoordinasi dengan berbagai lembaga untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya UU BUMN. Salah satunya mengenai posisi komisaris hingga direksi BUMN yang diatur bukan merupakan penyelenggara negara.

    Erick menjelaskan kementeriannya saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan KPK.

    Lebih lanjut, Menteri BUMN sejak 2019 itu memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU.

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan.

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, daripada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu.

  • Naik Transportasi Umum Sebelum Dilantik, Ini Sosok Bupati Kepulauan Seribu dengan Harta Rp3,3 M – Halaman all

    Naik Transportasi Umum Sebelum Dilantik, Ini Sosok Bupati Kepulauan Seribu dengan Harta Rp3,3 M – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, secara resmi melantik sebanyak 59 pejabat baru di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu (7/5/2025), bertempat di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta Pusat.

    Pelantikan ini mencakup berbagai posisi penting, mulai dari wali kota administrasi hingga bupati untuk wilayah administratif Kepulauan Seribu.

    Salah satu pejabat yang turut dilantik adalah Muhammad Fadjar Churniawan, yang kini resmi menjabat sebagai Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.  

    Menjelang prosesi pelantikan, Fadjar Churniawan terlihat memanfaatkan moda transportasi umum untuk menuju Balai Kota.

    Sebagaimana dikutip dari akun Instagram @kabupatenkepulauanseribu, langkah ini selaras dengan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 6 Tahun 2025 mengenai kewajiban penggunaan transportasi umum massal setiap hari Rabu bagi pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

    Lantas siapakah Muhammad Fadjar Churniawan? Berikut adalah sosoknya.

    Sosok Muhammad Fadjar Churniawan

    Muh Fadjar Churniawan bukanlah nama baru di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya di wilayah Jakarta Selatan.

    Berbagai jabatan strategis telah ia emban.

    Melansir dari pulauseribu.jakarta.go.id, karir Fadjar Churniawan di Pemprov DKI Jakarta dimulai sejak menjadi Staff Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Selatan pada 1998.

    Karirnya terus menanjak hingga menjadi Camat Kecamatan Pesanggrahan Kota Administrasi Jakarta Selatan selama dua periode, yakni 2017-2019 dan 2020-2021.

    Pada 2021, Fadjar Churniawan terpilih sebagai Wakil Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

    Sebelum resmi dilantik sebagai Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, ia terlebih dahulu menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati di wilayah tersebut.

    Riwayat Pendidikan

    Univeristas Diponegoro (1997)
    Universitas Gadjah Mada (2002)

    Harta Kekayaan

    Fadjar Churniawan tercatat memiliki total harta sebesar Rp 3,3 miliar.

    Hartanya itu terdaftar di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Fadjar Churniawan terakhir kali melaporkan hartanya di LHKPN KPK pada 8 Januari 2025 untuk periodik 2024.

    Harta terbanyak Fadjar Churniawan berasal dari tanah dan bangunan yang ia miliki di wilayah Tangerang dan Semarang, senilai Rp 2.861.649.000.

    Berikut adalah daftar harta kekayaan Fadjar Churniawan

    DATA HARTA
     
    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 2.861.649.000
     
    1. Tanah Seluas 131 m2 di KAB / KOTA TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp. 181.978.650
     
    2. Tanah Seluas 135 m2 di KAB / KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI Rp. 187.535.250
     
    3. Tanah Seluas 118 m2 di KAB / KOTA TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp. 163.919.700
     
    4. Tanah Seluas 162 m2 di KAB / KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI Rp. 225.042.300
     
    5. Tanah Seluas 171 m2 di KAB / KOTA TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp. 237.544.650
     
    6. Tanah Seluas 200 m2 di KAB / KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI Rp. 277.830.000
     
    7. Tanah Seluas 381 m2 di KAB / KOTA SEMARANG, WARISAN Rp. 1.587.798.450
     
    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 255.000.000
     
    1. MOBIL, HONDA BRV 1.5 PRESTIGE HONDA SENSING Tahun 2023, HASIL SENDIRI Rp. 255.000.000
     
    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 71.603.750
     
    D. SURAT BERHARGA Rp.—

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 202.300.000

    F. HARTA LAINNYA Rp.—

    Sub Total Rp. 3.390.552.750
     
    III.HUTANG Rp.—

    IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 3.390.552.750

    Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Daftar Lengkap Pejabat DKI yang Bakal Dilantik Pramono Anung, dari Wali Kota hingga Kepala SKPD

    (Tribunnews.com/Falza) (WartaKotalive.com/Yolanda Putri Dewanti)

  • KPK Ngotot Berwenang Tangani Kasus Korupsi, Meski Ada UU BUMN

    KPK Ngotot Berwenang Tangani Kasus Korupsi, Meski Ada UU BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap ngotot memiliki kewenangan untuk menangani kasus korupsi di tubuh perusahaan pelat merah meski ada aturan BUMN yang baru.

    KPK berkukuh jika mereka yang berada pada jabatan direksi BUMN merupakan seorang pejabat negara. Untuk itu, penanganan kasus korupsi masih dapat ditangani komisi anti rasuah.

    KPK Setyo Budiyanto menyebut pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah yang ingin memperkuat peran BUMN dalam mengelola sektor-sektor penting demi kesejahteraan rakyat. Dia menyebut lembaganya memiliki tugas pokok dan fungsi terkait dengan pemberantasan korupsi.

    Namun, Setyo mengakui terdapat sejumlah aturan baru pada Undang-Undang (UU) No. 1/2025 tentang BUMN yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam mengusut kasus korupsi.

    “KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN,” ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

    Untuk itu, lanjut Setyo, KPK menyampaikan tanggapannya secara khusus pada dua pasal di UU BUMN. Yaitu terkait dengan hilangnya status penyelenggara negara bagi direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN, serta mengenai kerugian BUMN dianggap bukan kerugian negara.

    Mengenai aturan bahwa anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN bukan status penyelenggara negara, yang diatur dalam pasal 9G UU No. 1/2025, Setyo menyebut ketentuan itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Utamanya, pasal 1 angka 1 serta pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya yang tertuang dalam UU No. 28/1999.

    Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU No.28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Oleh sebab itu, dia menegaskan penegakan hukum kasus korupsi berkenaan dengan penyelenggara negara akan berpedoman pada UU tersebut. 

    Di sisi lain, pasal 9G UU BUMN yang baru dalam penjelasannya menyebut: “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Ketentuan demikian, lanjut Setyo, dapat dimaknai bahwa status Penyelenggara Negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas Setyo.

    Oleh sebab itu, dengan sikap tersebut, maka direksi/komisaris/dewan pengawas BUMN tetap wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi.

    Sementara itu, mengenai pasal 4B UU BUMN yang mengatur bahwa kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara, serta pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

    Atas aturan tersebut, KPK menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan. Putusan MK dimaksud yakni No.48/PUU-XXI/2013 dan No.62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan dengan masing-masing putusan No.59/PUU-XVI/2018 dan No.26/PUU-XIX/2021.

    Setyo menerangkan bahwa MK telah memutuskan bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN, yang merupakan derivasi penguasaan negara.

    “Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan Negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN,” lanjut Setyo.

    Meski demikian, Setyo mengingatkan bahwa kerugian keuangan negara di BUMN dapat dipidanakan sesuai UU Tipikor selama itu akibat dari perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgement Rule (BJR).

    Prinsip BJR itu tertuang pada pasal 3Y dan 9F UU No.1/2025, di mana diatur bahwa kerugian keuangan negara yang dapat dipidanakan harus diakibatkan oleh fraud, suap, ketiadaan itikad baik, konflik kepentingan serta kelalaian dalam mencegah timbulnya kerugian keuangan negara oleh para petinggi BUMN.

    “Dari uraian tersebut, KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan TPK yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN,” pungkas Setyo.

  • Ketua KPK: UU BUMN Bisa Batasi Kewenangan Usut Korupsi Para Direksi

    Ketua KPK: UU BUMN Bisa Batasi Kewenangan Usut Korupsi Para Direksi

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto akhirnya menyampaikan tanggapan resmi lembaga soal sejumlah aturan pada Undang-Undang (UU) No. 1/2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

    Setyo menyebut pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah yang ingin memperkuat peran BUMN dalam mengelola sektor-sektor penting demi kesejahteraan rakyat. Dia menyebut lembaganya memiliki tugas pokok dan fungsi terkait dengan pemberantasan korupsi.

    Meski demikian, Setyo mengakui terdapat sejumlah aturan baru di beleid tersebut yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam mengusut kasus korupsi.

    “KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN,” ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

    Untuk itu, lanjut Setyo, KPK menyampaikan tanggapannya secara khusus pada dua pasal di UU BUMN. Yaitu terkait dengan hilangnya status penyelenggara negara bagi direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN, serta mengenai kerugian BUMN dianggap bukan kerugian negara.

    Mengenai aturan bahwa anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN bukan status penyelenggara negara, yang diatur dalam pasal 9G UU No. 1/2025, Setyo menyebut ketentuan itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Utamanya, pasal 1 angka 1 serta pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya yang tertuang dalam UU No. 28/1999.

    Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU No.28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Oleh sebab itu, dia menegaskan penegakan hukum kasus korupsi berkenaan dengan penyelenggara negara akan berpedoman pada UU tersebut. 

    Di sisi lain, pasal 9G UU BUMN yang baru dalam penjelasannya menyebut: “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Ketentuan demikian, lanjut Setyo, dapat dimaknai bahwa status Penyelenggara Negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas Setyo.

    Oleh sebab itu, dengan sikap tersebut, maka direksi/komisaris/dewan pengawas BUMN tetap wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi.

    Sementara itu, mengenai pasal 4B UU BUMN yang mengatur bahwa kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara, serta pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

    Atas aturan tersebut, KPK menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan. Putusan MK dimaksud yakni No.48/PUU-XXI/2013 dan No.62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan dengan masing-masing putusan No.59/PUU-XVI/2018 dan No.26/PUU-XIX/2021.

    Setyo menerangkan bahwa MK telah memutuskan bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN, yang merupakan derivasi penguasaan negara.

    “Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan Negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN,” lanjut Setyo.

    Meski demikian, Setyo mengingatkan bahwa kerugian keuangan negara di BUMN dapat dipidanakan sesuai UU Tipikor selama itu akibat dari perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgement Rule (BJR).

    Prinsip BJR itu tertuang pada pasal 3Y dan 9F UU No.1/2025, di mana diatur bahwa kerugian keuangan negara yang dapat dipidanakan harus diakibatkan oleh fraud, suap, ketiadaan itikad baik, konflik kepentingan serta kelalaian dalam mencegah timbulnya kerugian keuangan negara oleh para petinggi BUMN.

    “Dari uraian tersebut, KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan TPK yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN,” pungkas Setyo.

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku berkoordinasi dengan berbagai lembaga untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya UU BUMN. Salah satunya mengenai posisi komisaris hingga direksi BUMN yang diatur bukan merupakan penyelenggara negara.

    Erick menjelaskan kementeriannya saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan KPK.

    Lebih lanjut, Menteri BUMN sejak 2019 itu memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU.

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan.

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, daripada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu.

  • Pejabat BUMN tetap penyelenggara negara dan wajib lapor LHKPN

    Pejabat BUMN tetap penyelenggara negara dan wajib lapor LHKPN

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassaat

    KPK: Pejabat BUMN tetap penyelenggara negara dan wajib lapor LHKPN
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 07 Mei 2025 – 21:24 WIB

    Elshinta.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Setyo Budiyanto menegaskan bahwa pejabat badan usaha milik negara (BUMN) tetap merupakan penyelenggara negara dan wajib menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) maupun penerimaan gratifikasi.

    Setyo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/5), mulanya menjelaskan ketentuan Pasal 9G Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN bertentangan dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

    Pasal 9G dalam Undang-Undang BUMN terbaru berbunyi: “Anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

    Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 berbunyi: “Penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

    Sementara Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengatur penyelenggara negara meliputi pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Penjelasan Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dimaksud “pejabat lain yang memiliki fungsi strategis” salah satunya meliputi direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada BUMN dan badan usaha milik daerah (BUMD).

    Setyo lantas menjelaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 karena merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan mengurangi KKN.

    Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa ketentuan Pasal 9G Undang-Undang BUMN dapat dimaknai status penyelenggara negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dewan pengawas BUMN tetap merupakan penyelenggara negara sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999,” katanya menegaskan.

    Sumber : Antara

  • Setyo Budiyanto Tegaskan KPK Tetap Berwenang Tangani Tindak Pidana Korupsi di BUMN – Halaman all

    Setyo Budiyanto Tegaskan KPK Tetap Berwenang Tangani Tindak Pidana Korupsi di BUMN – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan lembaganya tetap berwenang menangani tindak pidana korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Hal ini disampaikan Setyo terkait telah disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

    Di mana dalam UU BUMN yang baru itu disebutkan Pasal 9G bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan Penyelenggara Negara.

    Sehingga banyak narasi yang menyimpulkan KPK tidak lagi berwenang mengusut kasus korupsi bila menyentuh bos BUMN karena bukan lagi berstatus sebagai penyelenggara negara.

    “KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi/komisaris/pengawas di BUMN,” kata Setyo dalam keterangan tertulis, Rabu (7/5/2025).

    “Karena dalam konteks hukum pidana, status mereka tetap sebagai penyelenggara negara, dan kerugian yang terjadi di BUMN merupakan kerugian negara, sepanjang terdapat perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR),” imbuhnya.

    Setyo menyebut bahwa ketentuan Pasal 9G UU BUMN kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

    Menurutnya, keberadaan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan penyelenggara negara, yang memang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. 

    “Maka sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan penyelenggara negara, KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999,” kata Setyo.

    Setyo turut menyoroti penjelasan Pasal 9G UU BUMN yang berbunyi, “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Menurut Setyo, ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa status penyelenggara negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN tetap merupakan penyelenggara negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” ujarnya.

    Oleh karena itu, kata Setyo, sebagai penyelenggara negara, maka direksi/komisaris/pengawas BUMN tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penerimaan gratifikasi.

    Kerugian BUMN sebagai Kerugian Negara

    KPK juga merespons soal Pasal 4B UU BUMN berkenaan dengan Kerugian BUMN bukan Kerugian Keuangan Negara, serta Pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

    Setyo menyatakan bahwa Putusan MK Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan Putusan MK Nomor 59/PUU-XVI/2018 dan Nomor 26/PUU-XIX/ 2021 menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan.

    Telah diputuskan oleh majelis hakim MK bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara. 

    Sehingga segala pengaturan di bawah UUD tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK.

    “Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (tindak pidana korupsi) kepada direksi/komisaris/pengawas BUMN,” kata Setyo.

    Pengusutan tindak pidana korupsi dapat dilakukan sepanjang kerugian keuangan negara yang terjadi di BUMN diakibatkan adanya perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR) vide Pasal 3Y
    dan 9F UU No.1 Tahun 2025.

    Misalnya diakibatkan adanya fraud, suap, tidak dilakukan dengan iktikad baik, terdapat konflik kepentingan, dan lalai mencegah timbulnya keuangan negara, yang dilakukan oleh direksi/komisaris/pengawas BUMN.

    Setyo mengatakan, kewenangan KPK untuk tetap bisa mengusut tindak pidana korupsi di BUMN juga sejalan berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b UU 19/2019 tentang KPK serta Putusan MK Nomor 62/PUU-XVII/2019.

    Di mana kata “dan/atau” dalam pasal tersebut dapat diartikan secara kumulatif maupun alternatif. 

    “Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya,” katanya.

    KPK berpandangan bahwa penegakan hukum atas tindak pidana korupsi di BUMN merupakan upaya untuk mendorong BUMN dalam menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). 

    Sehingga pengelolaan BUMN sebagai kepanjangan tangan negara yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai.

  • KPK: Direksi dan Komisaris BUMN Tetap Penyelenggara Negara, Bisa Dijerat Korupsi

    KPK: Direksi dan Komisaris BUMN Tetap Penyelenggara Negara, Bisa Dijerat Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN tetap merupakan penyelenggara negara kendati adanya Undang-Undang (UU) Nomor 1/2025 tentang BUMN. 

    Sebagaimana diketahui, pada beleid tersebut, anggota direksi, dewan komisaris, serta dewan pengawas perusahaan pelat merah dinyatakan bukan penyelenggara negara. Hal itu dianggap bisa mencegah KPK dalam mengusut kasus korupsi yang menjerat para petinggi BUMN. 

    Meskipun demikian, melalui pernyataan sikap secara resmi, Setyo mengatakan bahwa pasal 9G UU BUMN itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 

    “Ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta Penjelasannya dalam UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN),” ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

    Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU 28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Untuk itu, dia menyebut KPK berpedoman pada UU 28/1999 dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara.

    “Maka sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan Penyelenggara Negara, KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999,” lanjut Setyo.  

    Di sisi lain, pasal 9G UU BUMN yang baru dalam penjelasannya menyebut: “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Ketentuan demikian, lanjut Setyo, dapat dimaknai bahwa status Penyelenggara Negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN. 

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas Setyo. 

    Oleh sebab itu, dengan sikap tersebut, maka direksi/komisaris/dewan pengawas BUMN tetap wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi. 

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku berkoordinasi dengan berbagai lembaga untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya UU BUMN. Salah satunya mengenai posisi komisaris hingga direksi BUMN yang diatur bukan merupakan penyelenggara negara. 

    Erick menjelaskan kementeriannya saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan KPK.

    Lebih lanjut, Menteri BUMN sejak 2019 itu memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU. 

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan. 

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, daripada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu.

  • PROFIL dan Harta Hendra Hidayat yang Dilantik Gubernur Pramono Jabat Wali Kota Jakarta Utara

    PROFIL dan Harta Hendra Hidayat yang Dilantik Gubernur Pramono Jabat Wali Kota Jakarta Utara

    TRIBUNJAKARTA.COM – Simak profil dan harta Hendra Hidayat yang rencananya akan dilantik oleh Gubernur Jakarta Pramono Anung sebagai Wali Kota Jakarta Utara.

    Rencananya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung akan melantik puluhan pejabat eselon II pada hari ini, Rabu (7/5/2025).

    Mereka dilantik berdasarkan Surat Gubernur Nomor 222/KG.04 tertanggal 2 Mei 2025.

    Satu diantara pejabat yang dilantik yakni Hendra Hidayat.

    Profil Hendra Hidayat

    Dikutip dari berbagai sumber, Hendra Hidayat lahir pada 19 November 1972.

    Ia menjabat sebagai Wakil Wali Kota Jakarta Barat sejak 21 Maret 2023.

    Hendra juga pernah menjabat sebagai Wakil Wali Kota Jakarta Timur dari tahun 2020.

    Hendra  pernah menjabat sebagai Staf Kantor Pembangunan Masyarakat Desa pada tahun 1994. 

    Pada tahun 2002, ia menjabat sebagai Kepala Seksi Pemerintahan Camat Tambora hingga kemudian ditunjuk menjadi Lurah Slipi tahun 2003-2006.

    Kemudian, Hendra menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Protokol Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Barat pada tahun 2006-2007, Wakil Camat Kebon Jeruk tahun 2007-2008, Staf Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2008-2009, dan kembali menjadi Wakil Camat pada tempat yang sama tahun 2009-2010. 

    Pada tahun 2015, Hendra ditunjuk sebagai Kepala Bagian Protokol Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilanjutkan dengan Kepala Biro Pendidikan Mental dan Spiritual pada tahun 2016-2020. 

    Harta Hendra Hidayat

    Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Hendra Hidayat rutin melaprokan harta kekayaannya.

    Hendra Hidayat juga sudah melaporkan LHKPN untuk periode tahun 2024.

    Pelaporan LHKPN

    A. TANAH DAN BANGUNAN    Rp 3.251.185.000            

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 197 m2/220 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA TIMUR , HASIL SENDIRI Rp. 1.391.185.000            

    2. Tanah Seluas 80 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA TIMUR , HASIL SENDIRI    Rp. 480.000.000            

    3. Tanah Seluas 78 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA TIMUR , HASIL SENDIRI    Rp.480.000.000            

    4. Tanah dan Bangunan Seluas 65 m2/108 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp.900.000.000            

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN    Rp.283.000.000            

    1. MOBIL, TOYOTA MINIBUS Tahun 2018, HASIL SENDIRI    Rp. 243.000.000            

    2. MOTOR, PIAGGIO VESPA Tahun 2021, HASIL SENDIRI    Rp.40.000.000            

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA    Rp. 34.500.000            

    D. SURAT BERHARGA    Rp.0            

    E. KAS DAN SETARA KAS    Rp.39.857.532            

    F. HARTA LAINNYA    Rp. 0            

    Sub Total    Rp 3.608.542.532            

    II.    HUTANG    Rp. 1.012.189.885            

    III.    TOTAL HARTA KEKAYAAN (I-II) Rp. 2.596.352.647            

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Profil Munjirin yang Dilantik Pramono Jabat Wali Kota Jakarta Timur, Total Harta Rp 1,5 Miliar

    Profil Munjirin yang Dilantik Pramono Jabat Wali Kota Jakarta Timur, Total Harta Rp 1,5 Miliar

    TRIBUNJAKARTA.COM – Profil dan harta kekayaan Munjirin yang bakal menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Timur.

    Munjirin menjadi pejabat pertama yang tiba di Balai Kota Jakarta pada Rabu (7/5/2025).

    Gubernur Jakarta Pramono Anung rencananya akan melantik Munjirin sebagai Wali Kota Jakarta Timur pada sore hari ini.

    Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Selatan. Munjiri tampak mengenakan pakain dinas upacara berwarna putih.

    Ia terlihat ditemani sang istri saat tiba di Balai Kota Jakarta.

    Lantas siapakah Munjirin?

    Munjirin, diketahui sudah lama berkarir di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. 

    Ia menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Selatan sejak tahun 2021 hingga sekarang.

    Namun, jauh sebelum itu Munjirin sudah merintis karirnya di lingkungan Pemprov DKI Jakarta sejak tahun 1994.

    Munjirin, lahir pada tanggal 1 Agustus 1971. 

    Ia berhasil mendapatkan gelar magisternya, setelah menempuh pendidikan formal S2 Ilmu Administrasi, di Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI.

    Akan tetapi, sebelum itu ia juga pernah mengemban pendidikan D3 Komputer di Universitas Satya Negara Indonesia, serta S1 Administrasi di Universitas Pancasila.

    Saat ini, Munjirin diketahui tengah menempuh pendidikan S3 Doktor Ilmu Pemerintahan, di Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

    Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan, Munjirin memulai karirnya di lingkungan pemerintahan sejak tahun 1994.

    Saat memulai karirnya, Munjirin tidak langsung mendapatkan jabatan tinggi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

    Dahulu, ia diketahui mulai merintis karir sebagai Staf Urusan Pemerintahan, di Kelurahan Srengseng, Jakarta Selatan.

    Jabatan tersebut, diemban oleh Munjirin sekitar delapan tahun lamanya hingga 2002. Setelah itu, ditugaskan menjadi seorang Kepala Sub Seksi Pelayanan Umum, Kelurahan Srengseng hingga tahun 2007.

    Karir Munjirin di dunia Pemerintahan, bisa dibilang mulus.  Pasalnya setelah menjadi staf dan juga kepala seksi di kelurahan, karir Munjirin melesat hingga ke tingkat Kecamatan.

    Namanya, tercatat pernah menjabat sebagai Wakil Lurah di Kelurahan Kelapa Dua tahun 2007 – 2008, Lurah Kelurahan Tambora tahun 2009 – 2011, hingga sebagai Sekretaris Kecamatan di Kecamatan Grogol Petamburan tahun 2012 – 2013.

    Tak hanya itu, Munjirin juga diketahui pernah menjabat sebagai Camat di Kecamatan Pancoran sekitar tahun 2013, dan juga Camat Kebayoran Lama tahun 2014.

    Pada tahun 2017, Munjirin pernah ditugaskan sebagai Kepala Suku Dinas Kehutanan Kota Administrasi Jakarta Pusat. Di samping itu, ia juga menjabat sebagai Kepala Unit Pengelola Kawasan Monumen Nasional hingga tahun 2019 sebelum dirinya mendapat promosi di jajaran pejabat Kota Administrasi Jakarta Selatan.

    Pada masa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tepatnya sejak tahun 2019 silam, Munjirin diberikan amanat untuk menjabat sebagai Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Selatan hingga tahun 2021.

    Hingga kemudian, Munjirin menjabat sebagai Walikota Administrasi Jakarta Selatan sejak 2021.

    Selama berkarir di pemerintahan, Munjirin pernah meraih penghargaan SLKS 20 Tahun dari Presiden RI tahun 2015, dan juga penghargaan Masa Kerja 15 Tahun dari Gubernur DKI Jakarta di tahun 2009.

    Harta Kekayaan 

    Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Munjirin rutin melaporkan harta kekayaannya.

    Munjirin melaporkan LHKPN untuk periode tahun 2024.

    Pelaporan LHKPN

    A. TANAH DAN BANGUNAN  Rp 3.073.500.000

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 118 m2/110 m2 di KAB / KOTA TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp 800.000.000

    2. Tanah dan Bangunan Seluas 172 m2/300 m2 di KAB / KOTA TANGERANG, HASIL SENDIRI Rp 2.100.000.000 

    3. Tanah Seluas 196 m2 di KAB / KOTA KUNINGAN, HASIL SENDIRI Rp 70.000.000 

    4.Tanah dan Bangunan Seluas 483 m2/50 m2 di KAB / KOTA BANYUMAS, HASIL SENDIRI Rp103.500.000
     

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp1.075.000.000 
     

    1. MOTOR, YAMAHA NMAX Tahun 2017, HASIL SENDIRI Rp 17.000.000 

    2. MOTOR, HONDA PCX Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp 13.000.000 

    3.MOBIL, HONDA HONDA HR-V 1.SL E CVT SE Tahun 2023, HASIL SENDIRI Rp 410.000.000 

    4.MOTOR, KAWASAKI VERSYS 650 CC Tahun 2013, HASIL SENDIRI Rp 125.000.000 

    5.MOBIL, TOYOTA FORTUNER 2.8 VRZ Tahun 2022, HASIL SENDIRI Rp 510.000.000

    C.HARTA BERGERAK LAINNYA Rp 7.500.000

    D. SURAT BERHARGA Rp 0

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp 80.799.008

    F.HARTA LAINNYA Rp0 

    Sub Total Rp 4.236.799.008

    II. HUTANG Rp2.742.626.071

    III. TOTAL HARTA KEKAYAAN (I-II) Rp1.494.172.937

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya