Topik: La Nina

  • Waspadai Potensi Hujan Lebat di Berbagai Daerah hingga 3 Februari 2025

    Waspadai Potensi Hujan Lebat di Berbagai Daerah hingga 3 Februari 2025

    loading…

    BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi hujan lebat pada 31 Januari hingga 3 Februari 2025. Ini dipengaruhi sejumlah fenomena atmosfer seperti La Nina, MJO, dan Gelombang Atmosfer. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini potensi hujan lebat pada 31 Januari hingga 3 Februari 2025. Ini dipengaruhi sejumlah fenomena atmosfer seperti La Nina, Madden Julian Oscillation (MJO), dan Gelombang Atmosfer.

    “Pada akhir Januari, angin Monsun Asia masih dominan menjadi faktor utama pemicu hujan, sedangkan potensi hujan meningkat akibat MJO yang kini berada di fase 3 (Samudra Hindia Timur), La Nina yang lemah, serta gelombang atmosfer aktif,” tulis BMKG, Jumat (31/1/2025).

    BMKG memprediksi fenomena MJO akan mempengaruhi wilayah seperti Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara. Selain itu, gelombang atmosfer mendukung pertumbuhan awan konvektif terpantau di berbagai daerah.

    Gelombang Rossby Ekuator terlihat di Kalimantan Barat dan Selatan, Sulawesi Selatan, serta NTT, yang bergerak ke arah Sumatera, Jawa, Bali, dan NTB, meningkatkan curah hujan di wilayah tersebut. Gelombang Kelvin juga terpantau di bagian tengah dan timur Indonesia mencakup Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Utara, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, serta Sumatera pada awal Februari.

    Kemudian, BMKG memantau indeks seruakan udara dingin yang signifikan dalam beberapa hari terakhir diprediksi menjangkau wilayah Selat Karimata hingga bagian barat Pulau Jawa pada akhir Januari.

    Seruakan udara dingin ini adalah aliran massa udara dingin dari Siberia yang bergerak menuju wilayah ekuator. Fenomena ini berpotensi memicu cuaca ekstrem seperti hujan deras dan angin kencang di berbagai wilayah Indonesia.

    Selain itu, sirkulasi siklonik terdeteksi di beberapa lokasi yaitu Samudra Hindia selatan Sumatera, Samudera Hindia selatan Jawa, dan Laut Australia. Kondisi ini menciptakan daerah konvergensi yang meliputi wilayah Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara, hingga Papua Barat.

    Di sisi lain, pola belokan angin yang terjadi mulai dari Sumatera Selatan hingga Papua turut berkontribusi dalam meningkatkan peluang pembentukan awan hujan.

    “Gabungan fenomena seruakan udara dingin, sirkulasi siklonik, konvergensi, dan belokan angin tersebut mendukung peningkatan aktivitas hujan di sejumlah wilayah seperti Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Fenomena ini menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem di berbagai daerah di Indonesia,” kata BMKG.

  • Mentan Amran Paparkan Pendekatan Holistik Tingkatkan Produksi Pangan

    Mentan Amran Paparkan Pendekatan Holistik Tingkatkan Produksi Pangan

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, memaparkan pendekatan holistik yang dilakukan guna menggenjot produksi pangan. Mentan Amran menuturkan, pendekatan holistik yang digunakan yakni pembentukan klaster lahan tanam dengan produksi menggunakan mekanisasi mesin berteknologi tinggi. 

    “Kita harus menggunakan teknologi tinggi, itu mutlak. Tujuannya apa? Sektor pangan menekan biaya produksi, itu tujuannya,” ungkap Amran saat menghadiri acara “Beritasatu Economy Outlook 2025” di Westin Hotel, Jakarta Selatan pada Kamis (30/1/2025). 

    Amran pun menjelaskan bagaimana diskusinya bersama Presiden Prabowo Subianto saat mengunjungi lahan tanam di Merauke, Papua, sebelum kunjungan Presiden ke G-20 beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, sulitnya mengembangkan lahan pangan di Papua karena luasnya tanah, tetapi minim petani di sana. 

    “Di Papua, satu keluarga punya seribu hektare. Kalau dicetak sawah, langsung ditinggal. Mereka menggunakan metode manual, bukan modern,” jelas Amran menjelaskan terkait upaya pemerintah meningkatkan produksi pangan. 

    Dia menerangkan, jika lahan seluas seribu hektar hanya diolah oleh dua orang petani, maka 50 tahun pengerjaan pun tidak akan selesai.

    “Sudah pasti gagal. Kenapa gagal? Karena siapa yang mau mencangkul, kalau 1000 hektar dicangkul oleh dua orang, itu 50 tahun tidak selesai. Terus bagaimana? Ini harus holistik,” terang Amran. 

    Untuk itu, Amran menekankan pendekatan holistik harus dilakukan dalam produksi pangan. Sedari hulu hingga hilir, harus dikerjakan dengan sistem mekanisasi mesin agar percepatan produksi pangan sesuai dengan kebutuhan. 

    “Harus full mekanisasi. Mulai dari hulu, hilir. Itu adalah high tech, Teknologi tinggi,” tutur Amran lagi soal upaya pemerintah meningkatkan produksi pangan. 

    Di sisi lain, Amran juga mengungkapkan, saat menjelang masa jabatan Presiden Jokowi berakhir, Indonesia terancam akan mengalami krisis pangan. Tantangan terbesar menjelang akhir hingga awal tahun yakni dampak iklim El Nino berupa kekeringan dan La Nina yang berupa tingginya curah hujan. 

    “Bahkan tanda-tanda bahwa Indonesia posisi sangat berbahaya. Pada Januari-Februari itu membeli beras sudah dijatah. Jatahnya 15 kilogram per orang di supermarket, dan itu tidak boleh lebih dari itu,” ujar Amran dalam pidatonya.

    Mentan Amran menuturkan, saat itu pun harga jual beras per kilogram (kg), mencapai harga tertinggi sejak masa kemerdekaan Indonesia yakni rata-rata Rp 15.000-Rp 16.000 per kg. 

    “Kami juga lakukan refocusing anggaran. Refocusing anggaran adalah, anggaran perjalanan dinas, seminar, perbaikan gedung, rehat, rapat, kita cabut. Total anggaran yang dicabut Rp 1,7 triliun,” katanya tentang upaya meningkatkan produksi pangan di Indonesia. 
     

  • Mentan Paparkan Pencapaian Pertanian 1 Tahun, Produksi Beras Indonesia Melimpah Saat Iklim Ekstrem

    Mentan Paparkan Pencapaian Pertanian 1 Tahun, Produksi Beras Indonesia Melimpah Saat Iklim Ekstrem

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman memaparkan kinerja Kementerian Pertanian dalam waktu satu tahun dimulai dari akhir masa periode Presiden Joko Widodo hingga 100 hari kepempimpinan Presiden Prabowo Subianto, termasuk melimpahnya produksi beras Indonesia. 

    Mentan Amran mengungkapkan, saat ini Indonesia berhasil memproduksi beras secara melimpah di tengah musim krisis lantaran iklim ekstrem pada Desember-Januari. 

    Amran menuturkan, saat menjelang masa jabatan Presiden Jokowi berakhir, Indonesia terancam akan mengalami krisis pangan. Tantangan terbesar menjelang akhir hingga awal tahun yakni dampak iklim El Nino berupa kekeringan dan La Nina yang berupa tingginya curah hujan. 

    “Bahkan tanda-tanda bahwa Indonesia posisi sangat berbahaya, karena pada Januari-Februari itu sudah dijatah beli beras, yakni 15 kilogram per orang di supermarket, dan itu tidak boleh lebih dari itu. Setiap beli, Januari-Februari,” ujar Amran dalam pidatonya pada acara Beritasatu Economy Outlook, Kamis (30/1/2025). 

    Mentan Amran menuturkan, saat itu pun harga jual beras per kilogram (kg), mencapai harga tertinggi sejak masa kemerdekaan Indonesia yakni rata-rata Rp 15.000-Rp 16.000 per kg. 

    Guna menanggulangi ancaman krisis pangan di awal 2025, Amran mengatakan Kementan langsung mengambil langkah cepat. Kebijakan pompanisasi lahan dan pemutakhiran teknologi pertanian, dikebut agar meningkatkan produksi pangan. 

    “Kami juga lakukan refocusing anggaran. Refocusing anggaran adalah, anggaran perjalanan dinas, seminar, perbaikan gedung, rehat, rapat, kita cabut. Total anggaran yang dicabut Rp 1,7 triliun,” katanya tentang produksi beras Indonesia. 

    Melalui efisiensi anggaran, Mentan Amran mengungkapkan produksi pangan berupa beras dan jagung, berhasil ditingkatkan pada musim-musim yang diprakirakan akan krisis karena El Nino dan La Nina. Peningkatan tersebut mencapai selisih 3 juta ton beras terutama dalam rentang waktu antara Agustus sampai Desember secara tahunan dibandingkan 2023 sebelumnya. 

    “Dan ini data Badan Pusat Statistik (BPS) ya. Jadi tidak bisa lagi ditanya. Tadi kami perlihatkan ini datanya, 3 juta ton atau 49% kenaikan produksi dibanding tahun lalu,” ujarnya. 

    Lebih lanjut, Amran juga mengungkapkan harga jual beras yang dibandingkan pada Januari-Februari 2024, dengan awal 2025 cukup jauh. 

    “Dan kita bisa lihat Januari-Februari tahun lalu, harga pangan kurang lebih Rp 15.000-Rp 16.000 arta-rata seluruh Indonesia. Hari ini terjadi di saat kondisi kritis biasanya pada Desember-Januari itu harga naik, hari ini harganya di bawah, kemudian sekarang Rp 12.000 per kilogram,” tandas Amran saat membahas produksi beras Indonesia. 

  • Gorontalo Waspada Puncak Musim Hujan, Siaga Cuaca Ekstrem

    Gorontalo Waspada Puncak Musim Hujan, Siaga Cuaca Ekstrem

    Liputan6.com, Gorontalo – Provinsi Gorontalo kini memasuki puncak musim hujan dengan intensitas curah hujan yang terus meningkat. Fenomena ini dipengaruhi oleh dua faktor atmosfer utama, yakni La Nina dan penguatan angin Monsun Asia, yang membawa kelembapan tinggi serta massa udara basah ke wilayah tersebut.

    Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), La Nina merupakan fenomena penurunan suhu permukaan laut di kawasan Samudra Pasifik tropis.

    Kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga Mei 2025, memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Gorontalo.

    Selain itu, angin Monsun Asia yang bertiup periodik membawa massa udara lembap, memicu pembentukan awan hujan yang menyebabkan hujan berintensitas ringan hingga lebat.

    “Kondisi atmosfer di Gorontalo yang cenderung labil semakin mendukung terjadinya hujan lebat,” ujar Muhammad Yandar Saputra, staf Stasiun Klimatologi Gorontalo.

    BMKG mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang, terutama di daerah-daerah rawan bencana.

    Muhammad Yandar menjelaskan, meskipun curah hujan rata-rata tergolong ringan hingga sedang, potensi cuaca ekstrem tetap harus diantisipasi. Wilayah-wilayah yang rawan banjir dan longsor disebut memiliki risiko lebih tinggi terkena dampak serius.

    “Daerah-daerah rawan ini harus menjadi prioritas perhatian, karena curah hujan deras bisa memperburuk kondisi di lokasi tersebut,” tegasnya.

    Sebagai langkah antisipasi, BMKG terus memperbarui informasi cuaca melalui aplikasi InfoBMKG, situs resmi BMKG, serta akun media sosial BMKG Gorontalo.

    Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat memantau perkembangan cuaca secara real-time dan mempersiapkan diri menghadapi potensi cuaca ekstrem.

     

    Nasib Bayi dan Balita di Pengungsian Banjir Cilacap

  • Puncak Musim Hujan Jateng Diprediksi hingga Februari, Waspada Banjir-Longsor

    Puncak Musim Hujan Jateng Diprediksi hingga Februari, Waspada Banjir-Longsor

    Jakarta

    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyampaikan peringatan dini terkait kondisi cuaca ekstrem di Jawa Tengah. Dwikorita mengatakan puncak musim hujan diprediksi akan berlangsung hingga Februari 2025.

    “Sebagian besar wilayah Jawa Tengah akan mengalami puncak musim hujan hingga Februari. Namun, puncak musim hujan ini tidak serempak, terjadi bertahap mulai November, Desember, Januari, hingga Februari. Hal ini membuat potensi bencana, seperti yang terjadi di Pekalongan, masih bisa terjadi. Oleh karena itu, langkah antisipasi terus kami tingkatkan,” ujar Dwikorita dalam keterangannya, Rabu (29/1/2025).

    Dwikorita mengatakan intensitas curah hujan di Jawa Tengah dipengaruhi oleh beberapa fenomena atmosfer global. Diantaranya, La Nina lemah, Monsun Asia, Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang ekuatorial Kelvin dan Rossby.

    Dwikorita menyampaikan kondisi ini diperkuat oleh fenomena astronomis. Salah satunya, fase bulan baru, yang menciptakan potensi peningkatan curah hujan, angin kencang, hingga gelombang tinggi di wilayah pesisir.

    Selain itu, dia menjelaskan kelembapan udara yang sangat basah serta aktivitas konvektif lokal ikut memicu pembentukan awan hujan yang menjulang tinggi. Dwikorita mengatakan berbagai faktor ini menjadi pemicu utama adanya bencana banjir, tanah longsor, banjir rob, dan angin kencang di Jawa Tengah.

    “Menurut data BMKG, seluruh wilayah Jawa Tengah telah memasuki musim hujan sejak Desember 2024, dengan puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Januari hingga Februari 2025,” ujar Dwikorita.

    “Selain ancaman hujan ekstrem, BMKG juga mengidentifikasi potensi banjir rob yang dapat melanda kawasan pesisir utara dan selatan Jawa Tengah,” kata dia.

    Lebih lanjut, Dwikorita mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap tanda-tanda awal bencana. Diantaranya, retakan tanah, rembesan air dari lereng, atau pohon yang tiba-tiba miring.

    Selain itu, dia juga mengingatkan masyarakat yang berada di pesisir untuk menghindari aktivitas di sekitar pantai saat terjadi pasang tinggi atau gelombang besar. Dwikorita meyakini kolaborasi dan koordinasi antara BMKG, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat meminimalkan dampak bencana.

    “Kita semua harus bekerja sama untuk memastikan keselamatan masyarakat. Informasi yang kami sampaikan bukan hanya untuk meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga untuk membantu masyarakat mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi bencana,” tutur Dwikorita.

    (amw/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Video: Ada Program B40-Makan Gratis, PR RI Genjot Produksi Sawit 2025

    Video: Ada Program B40-Makan Gratis, PR RI Genjot Produksi Sawit 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia- Agrifood Analyst CNBC Indonesia Research, Emanuella Bungasmara Ega Tirta memproyeksi permintaan CPO dalam negeri pada tahun 2025 seiring dengan dimulainya implementasi program B40 dengan target serapan 15,6 juta kiloliter. Selain itu kebutuhan CPO yang besar untuk kebutuhan produsen pangan hingga kosmetik

    Ega Tirta menyebutkan kenaikan kebutuhan CPO harus mampu diimbangi dengan upaya meningkatkan produktivitas sawit dalam negeri di tengah ancaman perubahan iklim termasuk La Nina.

    Di sisi lain, terus naiknya kebutuhan CPO dalam negeri akan berdampak pada tergerusnya kinerja ekspor CPO Indonesia. Lalu seperti apa analisa terkait harga, pasokan hingga upaya yang diperlukan untuk mengerek produktivitas sawit RI di 2025? Selengkapnya simak dialog Bramudya Prabowo dengan Agrifood Analyst CNBC Indonesia Research, Emanuella Bungasmara Ega Tirta dalam Squawk Box,CNBCIndonesia (Kamis, 16/01/2025)

  • BNPB Catat 74 Bencana Landa Tanah Air di Awal 2025, Banjir Mendominasi

    BNPB Catat 74 Bencana Landa Tanah Air di Awal 2025, Banjir Mendominasi

    loading…

    BNPB melaporkan sebanyak 74 kali kejadian bencana melanda Tanah Air di awal 2025. Foto/SindoNews/binti mufarida

    JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ) melaporkan sebanyak 74 kali kejadian bencana melanda di 13 hari awal 2025. Dari total bencana itu, banjir mendominasi dengan hampir 80% kejadian.

    “Rekap kejadian bencana di Indonesia, 13 hari di tahun 2025 kita sudah memiliki 74 kali kejadian bencana dengan bencana banjir 58 kali atau hampir lebih dari 80%,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing, dikutip Selasa (14/1/2025).

    Aam sapaan Abdul Muhari mengatakan banjir yang mendominasi ini karena saat ini Indonesia masih berada pada musim penghujan. Selain itu, ada kondisi regional dan La Nina lemah yang secara umum akan memengaruhi peningkatan intensitas curah hujan di Indonesia dari kondisi normal. “Peningkatan intensitas curah hujan ini yang kemudian memicu peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian bencana hidrometeorologi basah di Indonesia,” katanya.

    Aam mengungkapkan dalam sepekan terakhir per 6 hingga 13 Januari, sebanyak 48 kejadian bencana dalam sepekan. Artinya, jika dirata-rata ada 7 hingga 8 kali kejadian bencana dalam satu hari melanda Indonesia. “Nah, dari tanggal 6 Januari sampai 13 Januari kita ada 48 kali kejadian bencana. 48 kali kejadian bencana ini cukup lumayan ya. Jadi kalau misalkan 48 bagi 6 hari atau 7 hari, ada sekitar 7 sampai 8 kali kejadian bencana dalam 1 hari. Jadi cukup signifikan.”

    “Ada 1 korban meninggal akibat cuaca ekstrim dan ada 42.000 masyarakat terdampak akibat banjir. Nah, kita lihat dari sisi spasialnya Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku Utara. Ada beberapa kejadian banjir di Kalimantan tapi tidak terlalu signifikan. Untuk di Sumatera, ini sebenarnya kejadian banjirnya merata ya. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan,” ujarnya.

    Aam menyebut sejumlah wilayah masih dilanda banjir seperti di Kota Tegal dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah namun telah surut.

    Rata-rata ini sudah surut ya. Artinya mulai dari Aceh Timur sampai ke Muara Enim, itu rata-rata sudah surut. Pulau Jawa, statusnya yang masih belum surut atau menuju surut, saat ini itu ada di Kabupaten Pekalongan, terjadi 3 hari yang lalu, tanggal 10, itu masih belum surut. Banjir di Kota Tegal, Jawa Tengah, itu masih baru akan berangsur-surut. Kemudian ada di Lumajang, yang juga masih belum surut. Kondisi ini dipicu oleh adanya Bibit Siklon di selatan Jawa. Sebenarnya tidak terlalu di selatan Jawa, agak jauh di selatan Barat,” paparnya.

    (cip)

  • 2024 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah, Ini Wanti-wanti Ilmuwan

    2024 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah, Ini Wanti-wanti Ilmuwan

    Jakarta

    Dunia baru saja mencetak rekor baru sebagai tahun pertama saat suhu global melampaui 1,5 derajat Celsius di atas masa pra-industri, demikian pengumuman para ilmuwan pada Jumat (10/11/2024).

    Catatan sejarah tersebut dikonfirmasi layanan perubahan iklim European Union’s Copernicus Climate Change Service (C3S) Uni Eropa, yang menyatakan perubahan iklim mendorong suhu planet ke tingkat yang belum pernah dialami oleh manusia sebelumnya.

    “Lintasannya sungguh luar biasa,” kata Direktu C3S Carlo Buontempo kepada Reuters, menjelaskan bagaimana setiap bulan pada 2024 adalah suhu terpanas atau kedua terpanas, sejak pencatatan dimulai.

    Suhu rata-rata planet pada 2024 adalah 1,6 derajat celsius. Lebih tinggi daripada 1850-1900, ‘periode pra-industri’ sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil yang mengeluarkan CO2 dalam skala besar.

    Tahun lalu menjadi tahun terpanas di dunia sejak pencatatan dimulai, dan masing-masing dari 10 tahun terakhir termasuk di antara 10 tahun terpanas yang pernah tercatat.

    Dampak perubahan iklim kini terlihat di setiap benua.

    Kebakaran hutan yang melanda California minggu ini menewaskan sedikitnya lima orang dan menghancurkan ratusan rumah.

    Pada 2024, Bolivia dan Venezuela juga mengalami kebakaran parah, sementara banjir besar melanda Nepal, Sudan, dan Spanyol, serta gelombang panas di Meksiko dan Arab Saudi menewaskan ribuan orang.

    Perubahan iklim memperburuk badai dan hujan lebat, karena atmosfer yang lebih panas dapat menampung lebih banyak air, menyebabkan hujan deras. Jumlah uap air di atmosfer planet ini mencapai rekor tertinggi pada 2024.

    Chukwumerije Okereke, seorang profesor tata kelola iklim global di Universitas Bristol, Inggris, mengatakan tonggak sejarah 1,5 derajat Celsius seharusnya menjadi peringatan keras bagi para pemangku kebijakan untuk membuat ramah lingkungan.

    “Terlepas dari semua peringatan yang telah diberikan para ilmuwan, negara-negara terus gagal memenuhi tanggung jawab mereka,” katanya kepada Reuters.

    Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, gas rumah kaca utama, mencapai titik tertinggi baru sebesar 422 bagian per juta pada 2024, kata C3S.

    Zeke Hausfather, ilmuwan peneliti di Berkeley Earth nirlaba AS mengatakan ia memperkirakan 2025 akan menjadi salah satu tahun terpanas yang pernah tercatat, tetapi kemungkinan tidak akan menduduki peringkat teratas.

    “Tahun ini masih akan masuk dalam posisi tiga besar tahun terpanas,” katanya.

    Hal ini terjadi karena meskipun faktor terbesar menyebabkan pemanasan iklim adalah emisi yang disebabkan manusia, suhu pada awal 2024 mendapat dorongan tambahan dari El Nino, pola cuaca yang memanas kini cenderung mengarah ke La Nina yang lebih dingin.

    (naf/naf)

  • Jumlah Bencana Indonesia Menurun pada 2024, BNPB Ingatkan Masyarakat Ancaman di 2025

    Jumlah Bencana Indonesia Menurun pada 2024, BNPB Ingatkan Masyarakat Ancaman di 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan adanya penurunan jumlah bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2024. Sebanyak 2.107 kejadian bencana Indonesia tercatat, jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 5.100 kejadian.

    Laporan ini disampaikan dalam konferensi pers bertajuk “Kaleidoskop Bencana 2024 & Outlook Potensi Bencana 2025” oleh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Selasa (7/1/2025). Ia menjelaskan bahwa perbedaan jumlah bencana ini sebagian besar disebabkan oleh perubahan metode pencatatan pada 2024.

    “Pada tahun 2024, BNPB menggunakan mekanisme baru dalam mencatat bencana Indonesia. Sebelumnya, hampir semua kejadian yang melibatkan pertolongan dan kebutuhan masyarakat dimasukkan ke dalam laporan bencana,” ujar Abdul Muhari.

    Sebelumnya, BNPB menggunakan Peraturan No. 7 Tahun 2023 sebagai pedoman pencatatan. Namun, pada 2024, metode ini diubah dengan mendefinisikan ulang kriteria kejadian bencana Indonesia. Jika metode lama tetap digunakan, jumlah bencana pada 2024 sebenarnya mencapai 5.593 kejadian, melebihi angka pada 2023.

    Selain metode pencatatan, fenomena cuaca juga menjadi faktor utama perbedaan jumlah dan jenis bencana antara 2023 dan 2024. Pada 2023, bencana Indonesia didominasi oleh kebakaran hutan akibat fenomena El Nino yang memicu musim kering berkepanjangan.

    Sebaliknya, pada 2024, Indonesia mengalami La Nina, yang ditandai dengan curah hujan lebih tinggi dari biasanya. Hal ini memicu bencana Indonesia seperti banjir, cuaca ekstrem, dan kebakaran hutan skala kecil.

    “Peralihan dari El Nino ke La Nina membawa dampak langsung pada pola bencana di Indonesia. Banjir dan cuaca ekstrem menjadi kejadian yang paling sering terjadi sepanjang tahun ini,” tambah Abdul Muhari.

    Dalam outlook untuk tahun 2025, BNPB mengingatkan potensi bencana Indonesia akibat perubahan cuaca yang terus berlanjut. Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan menghadapi berbagai ancaman, termasuk banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem.

    Dengan metode pencatatan yang lebih terperinci, BNPB berharap data bencana Indonesia ke depan dapat digunakan untuk perencanaan mitigasi yang lebih efektif.

  • Cuaca Panas Landa Kabupaten Bandung, BMKG Sebut Ini Faktonya

    Cuaca Panas Landa Kabupaten Bandung, BMKG Sebut Ini Faktonya

    JABAR EKSPRES – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menganalisa, untuk wilayah Provinsi Jawa Barat kini perlu mewaspadai fenomena La Nina.

    Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung, Teguh Rahayu mengatakan, dalam beberapa waktu sekira tiga hari ke belakang, di Kabupaten Bandung cuaca didominasi cerah berawan hingga berawan.

    “Cuaca pun didominasi oleh potensi hujan ringan di sore dan malam hari, dengan suhu minimum 21 sampai 22 selsius dan suhu maksimum 31,0 hingga 32,8 selsius,” katanya kepada Jabar Ekspres, Minggu (5/1/2025).

    Rahayu atau akrab disapa Ayu menerangkan, dominasi cuaca yang terjadi di Kabupaten Bandung dan daerah sekitarnya, disebabkan oleh Angin Monsun Asia yang disertai fenomena La Nina lemah.

    BACA JUGA:La Nina Diprediksi Tiba di Indonesia Agustus 2024, ini Dampaknya Kata BMKG

    “Fenomena La Nina lemah masih menjadi faktor dalam potensi hujan di wilayah Jawa Barat termasuk Kabupaten Bandung dan sekitarnya,” terangnya.

    Diketahui, La Nina merupakan fenomena anomali iklim global, yang terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur lebih dingin dari biasanya. Fenomena ini merupakan kebalikan dari El Nino.

    Fenomena La Nina terjadi karena angin pasat di Pasifik menguat, mendorong air hangat menjauh dari pesisir Amerika Selatan. Air dingin dari dasar laut naik ke permukaan di sepanjang pantai Amerika Selatan.

    Ayu menjelaskan, selain itu adanya sirkulasi siklonik di utara Kalimantan dan Samudera Hindia selatan Jawa, yang mempengaruhi kecepatan angin di wilayah Jawa Barat, khususnya Kabupaten Bandung menjadi lebih kencang, yakni di angka 5 sampai 22 kilometer per jam.

    BACA JUGA:Melemahnya Dominasi Angin Monsun Australia jadi Penanda Musim Hujan, BMKG Peringati Ancaman Badai Hidrometeorologi

    Ayu memaparkan, kelembapan udara di lapisan bawah hingga atas cenderung basah dan labilitas lokal yang kuat, mrndukung pertumbuhan awan-awan konvektif secara lokal, sehingga menciptakan variabilitas cuaca.

    “Jadi untuk siang hari panas karena ada proses konveksi dan karena angin yang bertiup cukup kencang, menjadikan cuaca cerah berawan dan cukup panas,” paparnya.

    Sementara itu, Ayu mengungkapkan, pada Dasarian III Desember 2024, BMKG menganalisa bahwa seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat masih memasuki musim hujan.