Topik: La Nina

  • Siklon Tropis Tiba di Indonesia, BMKG Peringatkan Dampaknya

    Siklon Tropis Tiba di Indonesia, BMKG Peringatkan Dampaknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi adanya siklon tropis di Indonesia. Aktivitas ini terjadi di wilayah pesisir selatan, yakni Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Maluku bagian selatan.

    Siklon tropis akan terjadi pada bulan November hingga Februari. Kepala BMKG, Dwikorita mengatakan periode itu bisa terjadi lebih panjang hingga Maret atau April 2026 mendatang.

    “Mulai bulan November, wilayah selatan Indonesia telah memasuki periode aktifnya siklon tropis yang berpotensi mempengaruhi pola cuaca nasional dan meningkatkan risiko cuaca ekstrim di berbagai daerah,” jelasnya dikutip Senin (3/11/2025).

    “Aktifitas siklon tropis dari arah selatan dapat membawa angin kencang, hujan deras, dan badai besar, terutama di wilayah pesisir selatan Indonesia seperti di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Maluku bagian selatan,” dia menambahkan.

    Dwikorita menjelaskan siklin tropis berpotensi meningkatkan curah hujan secara signifikan. Termasuk dapat memicu banjir besar, banjir bandang, longsor, bencana hidrometeorologi, kerusakaan, hingga angin kencang.

    “Jadi ini mohon untuk disiagakan bagaimana kita semua siaga untuk menghadapi berbagai potensi bencana hidrometeorologi yang akan semakin meningkat di masa-masa puncak musim hujan di bulan November hingga Februari nanti,” kata Dwikorita.

    Dia menambahkan jika fenomena badai seroja juga akan meningkat frekuensinya pada periode yang sama nanti. Badai tersebut sebelumnya juga pernah terjadi pada sekitar tahun 2021 lalu.

    Pada kesempatan yang sama, Dwikorita mengatakan BMKG telah mendeteksi adanya La Nina lemah. Fenomena tersebut terjadi sejak November ini hingga Februari mendatang.

    La Nina lemah, dia menjelaskan dipengaruhi adanya perbedaan suhu pada Samudera Pasifik dengan kepulaua Indonesia. Indeksnya mencapai -0,61 atau lebih tinggi dari batasannya -0,5.

    “Nah, pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di Samudera Pasifik menunjukkan bahwa dalam 2 bulan terakhir, yaitu tadi September, Oktober mulai terdeteksi adanya La Nina lemah tersebut,” ungkapnya.

    Namun La Nina lemah ini tidak membuat curah hujan meningkat. Peningkatan itu terjadi karena semakin hangatnya suhu muka air laut.

    “Memang di sebagian wilayah Indonesia telah diprediksi curah hujannya akan berada di atas rata-rata normal, namun menurut para ahli klimatologi di BMKG, peningkatan itu bukan karena La Nina lemah ini, namun lebih disebabkan karena semakin hangatnya suhu muka air laut tadi,” dia menuturkan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Indonesia Masuki Puncak Musim Hujan, BMKG Peringatkan Ancaman La Nina

    Indonesia Masuki Puncak Musim Hujan, BMKG Peringatkan Ancaman La Nina

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi hujan dengan sedang hingga lebat seiring dengan masuknya sebagian besar wilayah Indonesia ke puncak musim hujan.

    Kondisi ini turut didukung dengan dinamika atmosfer yang aktif, sehingga meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan dalam beberapa hari terakhir, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat melanda sebagian besar wilayah Jawa bagian barat dan tengah, meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta sebagian wilayah Yogyakarta. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk meningkatkan kesiapsiagaan.

    “Kondisi atmosfer sangat labil dan kaya uap air akibat aktifnya monsun Asia serta suhu muka laut yang hangat. Hujan lebat hingga sangat lebat dengan curah hujan 80-150 mm per hari sudah terjadi di beberapa wilayah. Ini adalah sinyal kuat bahwa kita harus meningkatkan kesiapsiagaan,” kata Dwikorita dilansir dari laman BMKG.

    Saat ini, sekitar 43,8% wilayah Indonesia atau 306 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim hujan. Sementara puncak musim hujan di Indonesia diperkirakan terjadi secara bertahap mulai November 2025 hingga Februari 2028 dengan pola umum pergerakan dari barat ke timur.

    “Namun demikian, pada periode Desember 2025 hingga Januari 2026 menjadi fase puncak musim hujan utama bagi sebagian besar wilayah Indonesia yang berpotensi meningkatnya curah hujan tinggi dan bencana hidrometeorologi,” ujarnya.

    Di sisi lain, pada November ini periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang memicu hujan sangat lebat dan angin kencang, serta gelombang tinggi terutama di pesisir Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

    Dalam sepekan ke depan, sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mengalami kondisi cuaca berawan hingga hujan dengan intensitas ringan hingga sedang, disertai potensi peningkatan hujan menjadi sedang hingga sangat lebat di sejumlah daerah. Berdasarkan analisis peringatan dini BMKG, hujan berintensitas sedang hingga lebat yang perlu diwaspadai berpotensi terjadi di berbagai wilayah, meliputi Aceh, Sumatera bagian selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

    Sementara itu, hujan lebat hingga sangat lebat (kategori Siaga) diprakirakan terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, serta Papua, dan dalam beberapa hari ke depan berpotensi meluas hingga Maluku Utara dan sebagian wilayah Sulawesi.

    Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG bekerjasama dengan BNPB dan unsur terkait saat ini sedang melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk wilayah sekitar DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Yogyakarta untuk mengurangi intensitas hujan ekstrem di wilayah rawan bencana.

    Di Jawa Tengah, operasi dilakukan sejak 25 Oktober dan masih berlanjut hingga awal November, dengan pelaksanaan dari Posko Semarang dan Solo. OMC ini telah melaksanakan 41 sorti penerbangan menggunakan dua pesawat Cessna Caravan, dengan hasil efektif menurunkan dan meredistribusi curah hujan di wilayah target.

    Sementara untuk wilayah Jawa bagian barat, operasi dilakukan sejak 23 Oktober dan juga masih berlanjut, dengan pelaksanaan dari Posko Jakarta. Sebanyak 29 sorti penerbangan telah dilakukan dan menunjukkan hasil pengurangan curah hujan di wilayah sasaran secara signifikan.

    Ancaman La Nina

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan berdasarkan pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di samudra pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di samudra pasifik dan melewati ambang batas La Nina yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di pasifik tengah dan timur sebesar -0.54 dan pada Oktober sebesar -0.61.

    Sementara kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran. Dua indikasi tersebut menunjukkan terjadinya perkembangan awal La Nina dan respon atmosfer menegaskan bahwa La Nina lemah telah terjadi.

    “Namun demikian, La Nina lemah diprediksi tidak memberikan dampak yang signifikan pada curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, dengan kondisi curah hujan pada November-Desember 2025 dan Januari-Februari 2026 diprediksi tetap pada kategori normal,” ujar Guswanto.

    Lebih lanjut, ia menjelaskan peningkatan potensi hujan ini didukung oleh beberapa fenomena atmosfer yang aktif secara bersamaan, antara lain aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut yang hangat di perairan Indonesia. Kombinasi faktor ini meningkatkan suplai uap air dan pembentukan awan hujan secara signifikan.

    Kombinasi antara kondisi atmosfer yang sudah aktif ini dengan kemunculan siklon tropis dari arah selatan menciptakan potensi ancaman bencana hidrometeorologi seperti angin kencang dan gelombang tinggi. Mengingat dalam beberapa tahun terakhir Indonesia sering mengalami dampak merusak dari siklon tropis, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan.

    Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan terdampak.

    Selain itu, saat terjadi hujan disertai petir dan angin kencang, masyarakat diimbau menghindari berteduh di bawah pohon, baliho, atau bangunan yang rapuh, serta tetap menjaga kesehatan dan asupan cairan tubuh karena suhu panas pada siang hari masih dapat terjadi.

  • Peringatan Terbaru BMKG RI! Puncak Musim Hujan Tiba, Waspada Bencana

    Peringatan Terbaru BMKG RI! Puncak Musim Hujan Tiba, Waspada Bencana

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat. Peringatan ini disampaikan seiring dengan masuknya sebagian besar wilayah Indonesia ke puncak musim hujan.

    Aktivitas atmosfer yang sedang meningkat juga membuat risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang, menjadi lebih tinggi.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, dalam beberapa hari terakhir, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat melanda sebagian besar wilayah Jawa bagian barat dan tengah, meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta sebagian wilayah Yogyakarta. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk meningkatkan kesiapsiagaan.

    “Kondisi atmosfer sangat labil dan kaya uap air akibat aktifnya monsun Asia serta suhu muka laut yang hangat. Hujan lebat hingga sangat lebat dengan curah hujan 80-150 mm per hari sudah terjadi di beberapa wilayah. Ini adalah sinyal kuat bahwa kita harus meningkatkan kesiapsiagaan,” kata Dwikorita dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (2/11/2025).

    Saat ini, lanjut dia, sekitar 43,8% wilayah Indonesia atau 306 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim hujan. Sementara puncak musim hujan di Indonesia diperkirakan terjadi secara bertahap mulai November 2025 hingga Februari 2028 dengan pola umum pergerakan dari barat ke timur.

    “Namun demikian, pada periode Desember 2025 hingga Januari 2026 menjadi fase puncak musim hujan utama bagi sebagian besar wilayah Indonesia yang berpotensi meningkatnya curah hujan tinggi dan bencana hidrometeorologi,” ujarnya.

    Di sisi lain, pada November ini periode siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai aktif, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi terbentuknya sistem tekanan rendah di sekitar Samudra Hindia yang memicu hujan sangat lebat dan angin kencang, serta gelombang tinggi terutama di pesisir Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

    Dalam sepekan ke depan, sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan mengalami kondisi cuaca berawan hingga hujan dengan intensitas ringan hingga sedang, disertai potensi peningkatan hujan menjadi sedang hingga sangat lebat di sejumlah daerah.

    Berdasarkan analisis peringatan dini BMKG, hujan berintensitas sedang hingga lebat yang perlu diwaspadai berpotensi terjadi di berbagai wilayah, meliputi Aceh, Sumatera bagian selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

    Sementara itu, hujan lebat hingga sangat lebat (kategori Siaga) diperkirakan terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, serta Papua, dan dalam beberapa hari ke depan berpotensi meluas hingga Maluku Utara dan sebagian wilayah Sulawesi.

    Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG bekerjasama dengan BNPB dan unsur terkait saat ini sedang melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk wilayah sekitar DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Yogyakarta untuk mengurangi intensitas hujan ekstrem di wilayah rawan bencana.

    Di Jawa Tengah, operasi dilakukan sejak 25 Oktober dan masih berlanjut hingga awal November, dengan pelaksanaan dari Posko Semarang dan Solo. OMC ini telah melaksanakan 41 sorti penerbangan menggunakan dua pesawat Cessna Caravan, dengan hasil efektif menurunkan dan meredistribusi curah hujan di wilayah target.

    Sementara untuk wilayah Jawa bagian barat, operasi dilakukan sejak 23 Oktober dan juga masih berlanjut, dengan pelaksanaan dari Posko Jakarta. Sebanyak 29 sorti penerbangan telah dilakukan dan menunjukkan hasil pengurangan curah hujan di wilayah sasaran secara signifikan.

    Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, berdasarkan pemantauan BMKG terhadap suhu muka laut di samudra pasifik menunjukkan bahwa dalam dua bulan terakhir telah terjadi pendinginan di samudra pasifik dan melewati ambang batas La Nina yaitu pada September dengan anomali suhu muka laut di pasifik tengah dan timur sebesar -0.54 dan pada Oktober sebesar -0.61.

    Sementara kondisi atmosfer juga menunjukkan adanya penguatan angin timuran. Dua indikasi tersebut menunjukkan terjadinya perkembangan awal La Nina dan respon atmosfer menegaskan bahwa La Nina lemah telah terjadi.

    “Namun demikian, La Nina lemah diprediksi tidak memberikan dampak yang signifikan pada curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, dengan kondisi curah hujan pada November-Desember 2025 dan Januari-Februari 2026 diprediksi tetap pada kategori normal,” ujar Guswanto.

    Lebih lanjut, ia menjelaskan peningkatan potensi hujan ini didukung oleh beberapa fenomena atmosfer yang aktif secara bersamaan, antara lain aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby dan Kelvin, serta anomali suhu muka laut yang hangat di perairan Indonesia. Kombinasi faktor ini meningkatkan suplai uap air dan pembentukan awan hujan secara signifikan.

    Kombinasi antara kondisi atmosfer yang sudah aktif ini dengan kemunculan siklon tropis dari arah selatan menciptakan potensi ancaman bencana hidrometeorologi seperti angin kencang dan gelombang tinggi. Mengingat dalam beberapa tahun terakhir Indonesia sering mengalami dampak merusak dari siklon tropis, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan.

    Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan terdampak.

    Selain itu, saat terjadi hujan disertai petir dan angin kencang, masyarakat diimbau menghindari berteduh di bawah pohon, baliho, atau bangunan yang rapuh, serta tetap menjaga kesehatan dan asupan cairan tubuh karena suhu panas pada siang hari masih dapat terjadi.

    BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca terkini melalui aplikasi InfoBMKG. Aplikasi ini menyediakan informasi prakiraan cuaca yang lebih detail dan berbasis geolokasi serta diperbarui secara rutin termasuk prakiraan cuaca dalam tujuah harian, diulang tiga harian, hingga tiga jam sebelum cuaca ekstrem di seluruh kecamatan di Indonesia.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Siap-Siap La Nina Datang. Begini Dampaknya di Musim Hujan RI

    Siap-Siap La Nina Datang. Begini Dampaknya di Musim Hujan RI

    “BMKG juga mendeteksi sejak bulan November hingga diprediksi sampai Desember (2025), Januari, Februari (2026) terdeteksi adanya La Nina lemah dipengaruhi perbedaan suhu di Samudera Pasifik terhadap kepulauan Indonesia,” kata Dwikorita dalam konferensi pers, Sabtu (1/11/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Info BMKG)

  • RI Siaga 1! BMKG Ingatkan Ancaman Badai Mirip Seroja, La Nina OTW

    RI Siaga 1! BMKG Ingatkan Ancaman Badai Mirip Seroja, La Nina OTW

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia bersiap menghadapi aktivitas La Nina dan aktivitas badai Seroja dalam beberapa tahun ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi aktivitas tersebut bakal terjadi selama periode November 2025 hingga Maret 2026 mendatang.

    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan pihaknya mendeteksi adanya potensi La Nina lemah. Aktivitas ini dipengaruhi karena adanya perbedaan suhu di Samudera Pasifik dan wilayah kepulauan Indonesia.

    Suhu La Nina juga telah melewati ambang batas, dan juga adanya kondisi atmosfer penguatan angin timuran.

    Meski begitu, La Nina lemah ini tak berdampak signifikan pada curah hujan di tanah air. Kondisi musim hujan nantinya masih dalam kategori normal.

    “Bukan berarti curah hujan akan meningkat signifikan. Memang di sebagian Indonesia curah hujannya di atas rata-rata normal. Namun menurut ahli klimatologi BMKG, peningkatan bukan karena La Nina lemah. Namun disebabkan karena semakin hangatnya suhu muka air laut tadi,” jelasnya, dalam konferensi pers, Sabtu (1/11/2025).

    Potensi Badai Meningkat dan Semakin Sering

    Aktivitas lain yang perlu diwaspadai adalah adanya siklon tropis di wilayah selatan tanah air mulai bulan November ini. Siklon tropis akan meningkatkan risiko cuaca ekstrem di berbagai daerah Indonesia, dari angin kencang, hujan deras, hingga banjir bandang.

    Ini akan terjadi di sejumlah wilayah pesisir selatan Indonesia, termasuk Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga sebagian Maluku bagian selatan.

    “Jadi ini mohon disiagakan bagaimana kita semua siaga menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang akan semakin meningkat di masa-masa puncak musim hujan bulan November-Februari,” dia menambahkan.

    Fase siklon tropis ini akan terjadi November 2025 hingga Februari 2026, namun tak menutup kemungkinan akan berlanjut hingga Maret atau April 2026 mendatang.

    Dwikorita juga menyebutkan bakal ada fenomena seperti Badai Seroja. Frekuensinya akan makin meningkat dalam periode yang sama.

    “Fenomena semacam Badai Seroja itu pun akan makin meningkat frekuensi kejadiannya di fase bulan November hingga Februari atau bahkan Maret dan April,” ungkapnya.

    Seperti diketahui, Badai Seroja menghantam wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia pada April 2021 lampau. Bencana ini menyebabkan setidaknya 181 orang meninggal dunia.

    Kepala BMKG Minta Siaga

    Dwikorita mengatakan, dengan potensi peningkatan curah hujan yang akan melanda wilayah Indonesia di bulan-bulan musim hujan 2025/2026 ini, semua pihak, masyarakat dan pemerintah diminta siap siaga.

    “Mohon untuk disiagakan bagaimana kita semua siaga menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang akan semakin meningkat di masa-masa puncak musim hujan, bulan November (2025) hingga Februari nanti (2026,” katanya.

    “Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia kerap kena dampak Siklon Tropis. Kewaspadaan dan kesiap-siagaan perlu terus ditingkatkan. Jadi ingat, fasenya itu mulai bulan November sampai Februari nanti, juga bisa berlanjut Maret hingga April (2026). Seperti tahun 2021 lalu, kejadiannya terakhir itu bulan April, Badai Seroja,” tegas Dwikorita.

    Dia pun meminta masyarakat aktif memantau peringatan dini dari BMKG.

    Foto: Materi paparan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers Kesiapsiagaan Hadapi Puncak Musim Hujan 2025/2026 pada Sabtu (1/11/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Info BMKG)
    Materi paparan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers Kesiapsiagaan Hadapi Puncak Musim Hujan 2025/2026 pada Sabtu (1/11/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Info BMKG)

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Peringatan Terbaru Kepala BMKG Ungkap Kapan La Nina Hantam RI

    Peringatan Terbaru Kepala BMKG Ungkap Kapan La Nina Hantam RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan kapan La Nina akan terjadi di Indoensia. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati memprediksi La Nina lemah akan terjadi hingga tahun depan.

    “BMKG juga mendeteksi sejak bulan November hingga diprediksi sampai Desember (2025), Januari, Februari (2026) terdeteksi adanya La Nina lemah dipengaruhi perbedaan suhu di Samudera Pasifik terhadap kepulauan Indonesia,” kata Dwikorita dalam konferensi pers, Sabtu (1/11/2025).

    Berdasarkan pemantauan BMKG, suhu muka laut di Samudera Pasifik mengalami pendinginan. Selain itu juga melewati ambang bata La Nina pada September dengan anomali suhu di pasifik tengah dan timur sebesar -0,54 dan Oktober sebesar -0,61.

    Adapula kondisi atmosfer penguatan angin timuran. Dua kondisi ini menunjukkan awal la Nina.

    BMKG memprediksi La Nina tak berdampak signifikan pada curah hujan di Indonesia. Kondisi curah hujan November 2025-Februari 2026 masih dalam kategori normal.

    Menurutnya, peningkatan curah hujan di sebagian daerah Indonesia bukan akibat La Nina lemah. Namun akibat suhu hangat di muka air laut.

    “Bukan berarti curah hujan akan meningkat signifikan. Memang di sebagian Indonesia curah hujannya di atas rata-rata normal. Namun menurut ahli klimatologi BMKG, peningkatan bukan karena La Nina lemah. Namun disebabkan karena semakin hangatnya suhu muka air laut tadi,” dia menjelaskan.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ekonom Proyeksi Harga CPO Berpotensi Tembus US.000 per Ton Imbas B50

    Ekonom Proyeksi Harga CPO Berpotensi Tembus US$1.000 per Ton Imbas B50

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memproyeksikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menguat pada 2026. Hal ini seiring dengan implementasi mandatory biodiesel B50 di dalam negeri.

    Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak memperkirakan harga CPO global akan bergerak pada kisaran US$950 hingga US$1.000 per ton.

    Dia menjelaskan, kenaikan permintaan domestik akibat implementasi B50 diperkirakan mengimbangi potensi peningkatan produksi di Indonesia dan Malaysia pada tahun depan.

    Dia mengatakan, produksi CPO dari dua negara produsen utama tersebut berpotensi meningkat karena perkiraan kondisi cuaca yang lebih mendukung. Fenomena La Nina yang diproyeksikan muncul pada periode mendatang dinilai akan mendorong peningkatan hasil panen, diperkuat oleh ekspansi lahan perkebunan yang terus berjalan.

    “Secara singkat, pada tahun mendatang harga CPO dipengaruhi oleh faktor penekan berupa potensi peningkatan produksi dari Indonesia dan Malaysia seiring dengan perkiraan terjadinya musim yang mendukung [La Nina],” ujar Ishak kepada Bisnis, Selasa (28/10/2025).

    Namun, peningkatan produksi tersebut berpotensi tertahan oleh lonjakan kebutuhan domestik akibat penerapan mandatory B50 yang direncanakan mulai berjalan penuh pada 2026. Menurutnya, implementasi ini akan meningkatkan permintaan dalam negeri dan mengurangi porsi stok yang tersedia untuk ekspor.

    “Tekanan produksi ini akan diimbangi dengan implementasi B50 yang meningkatkan demand domestik dan sedikit mengurangi pasokan ekspor. Dengan demikian, harga global cenderung meningkat,” katanya. 

    Meski demikian, Ishak menilai peningkatan serapan domestik untuk biodiesel juga berpotensi mendorong naiknya kebutuhan subsidi pemerintah.

    Di sisi lain, penerapan regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) juga akan memengaruhi dinamika pasar CPO. Aturan tersebut berpotensi menekan penyaluran CPO ke pasar Uni Eropa, sebab pemasok perlu memenuhi standar uji jejak deforestasi. Namun, Ishak menilai dampaknya lebih bersifat jangka pendek.

    “Pasokan ke UE kemungkinan akan dialihkan ke kawasan lain sehingga harga bisa tertekan. Tapi jika supplier CPO ke Eropa mampu melakukan penyesuaian dengan regulasi dalam jangka panjang, hal itu akan positif bagi keberlanjutan pasar produk Indonesia,” jelasnya.

    Dengan asumsi penyesuaian tersebut dapat berjalan, Ishak memperkirakan harga CPO global akan bergerak pada kisaran US$950–US$1.000 per ton.

    Menurutnya, kebijakan B50 akan menjadi titik kunci dalam menjaga keseimbangan harga di tengah dinamika produksi dan regulasi pasar global. 

    “Dalam jangka panjang, penyesuaian supply chain dan peningkatan kualitas keberlanjutan produksi akan menjadi faktor penentu daya saing CPO Indonesia,” ujarnya.

  • Netizen Keluhkan Cuaca Panas Bikin Gerah, BMKG Ungkap Penyebabnya

    Netizen Keluhkan Cuaca Panas Bikin Gerah, BMKG Ungkap Penyebabnya

    Jakarta

    Cuaca panas tengah melanda berbagai wilayah Indonesia. Kondisi ini membuat banyak masyarakat merasa tidak nyaman dengan suhu yang bikin gerah.

    Warganet pun ramai-ramai mengeluhkan kondisi ini di berbagai platform media sosial, salah satunya X.com, dengan berbagi pengalaman sehari-hari seperti sulitnya beraktivitas di luar ruangan hingga kegerahan saat malam hari.

    Sampai-sampai, kata kunci ‘panas’ menjadi trending topic di X.com, mencerminkan betapa luasnya dampak cuaca ini dirasakan oleh masyarakat di berbagai daerah.

    “Gila baru kali ini tidur pun kepanasan, dari kasur sampe selimut bener2 panas. Cek cuaca suhunya cuma 26° tp gua rasa itu bohong, orang kaya 30°C 😭 tidur aja kaya kepanggang 😭,” kata @chocoocheezy.

    “Masih jam 6 tapi panas nya udah kaya jam 10,” ujar @apanyayangsatu.

    “pliss iya, kipas angin gue berasa kaya lgi sembur naga cok jdi panas banget,” ungkap @3103dumppp.

    “Aku kuliah di Malang. Malang biasanya dingin kok beb. Kalo panas ya udaranya masih sejuk gtu, tp skrg ini beneran panas yang panas banget, udaranya juga panas,” lapor @ethemouw.

    “Hari ini aku mandi sampe 5 kali😭. Pagi, siang, pas ashar, isya, sama mau tidur 😭. Kasur w berasa lagi di jemur di atas genteng puanas pool. Padahal tadi sore sempet teduh gelap tapi gajadi hujan😔” keluh @ahuja_ridwan.

    Penjelasan BMKG

    Foto: dok.detikhealt

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akhirnya buka suara mengenai penyebab fenomena ini.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa cuaca panas saat ini disebabkan oleh pergeseran semu matahari ke arah selatan Indonesia. Fenomena ini membuat tutupan awan berkurang, sehingga sinar matahari langsung menembus permukaan bumi tanpa hambatan.

    “Kenapa terasa makin panas? Pertama, minim tutupan awan, sinar matahari langsung menembus tanpa penghalang. Kedua, radiasi matahari meningkat, terutama di wilayah daratan seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” ujar Dwikorita dilansir detiknews, Selasa (14/10/2025).

    Ia menambahkan, Indonesia kini sedang berada dalam masa pancaroba, yakni periode peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Kondisi ini biasanya ditandai dengan cuaca yang tidak menentu-kadang panas terik, kadang hujan deras disertai angin kencang.

    BMKG memprediksi bahwa suhu panas ini akan mulai mereda pada akhir Oktober hingga awal November 2025, seiring masuknya musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.

    “Prediksi kami, hujan akan meningkat mulai November hingga Januari, terutama di wilayah dengan suhu laut yang hangat dan dapat memicu peningkatan curah hujan,” kata Dwikorita.

    Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menambahkan bahwa pergeseran posisi matahari ke selatan merupakan faktor utama yang membuat suhu udara terasa sangat tinggi belakangan ini. “Matahari sekarang sudah bergeser ke posisi selatan wilayah Indonesia,” jelasnya.

    Menariknya, BMKG juga mendeteksi potensi munculnya fenomena La Nina lemah mulai Oktober 2025 hingga awal 2026. Fenomena ini biasanya membawa peningkatan curah hujan, meski dampaknya tidak sekuat La Nina pada tahun-tahun sebelumnya.

    BMKG mengimbau masyarakat untuk menjaga hidrasi, menggunakan pelindung diri dari sinar matahari langsung, serta menghindari aktivitas berat di luar ruangan saat siang hari. Dengan datangnya musim hujan dalam beberapa minggu ke depan, diharapkan suhu udara akan berangsur normal.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Macam-macam Cara Orang Hadapi Panas Ekstrem di Berbagai Negara”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/afr)

  • BMKG Ungkap Kedatangan La Nina, Warga RI Siap-siap Ancaman Banjir

    BMKG Ungkap Kedatangan La Nina, Warga RI Siap-siap Ancaman Banjir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena La Nina diperkirakan kembali memengaruhi cuaca Indonesia pada akhir 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan sebagian kecil model iklim global memprediksi La Nina lemah akan terbentuk pada periode tersebut.

    La Nina merupakan fenomena pendinginan suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah yang berdampak pada peningkatan curah hujan di Indonesia. Kondisi ini berpotensi membuat sebagian wilayah Tanah Air mengalami musim hujan yang lebih panjang dari biasanya.

    Dalam laporan Prediksi Musim Hujan 2025/2026, BMKG menyebut awal musim hujan di Indonesia tidak terjadi secara serentak. Sekitar 333 Zona Musim (ZOM) atau 47,6% wilayah diperkirakan mulai mengalami hujan pada September hingga November 2025, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan yang akan lebih dulu memasuki musim hujan sebelum September.

    Musim hujan kemudian akan meluas ke wilayah selatan dan timur Indonesia. Secara umum, musim hujan 2025/2026 akan datang lebih awal di 42,1% wilayah dibandingkan kondisi normal. Namun, intensitas hujan diprediksi berada pada kategori normal, tidak lebih basah atau kering dari biasanya.

    BMKG memperkirakan puncak musim hujan terjadi pada November-Desember 2025 di bagian barat Indonesia, dan Januari-Februari 2026 di bagian selatan dan timur. Durasi musim hujan kali ini diprediksi lebih panjang dari rata-rata, meliputi 325 ZOM atau sekitar 46,4% wilayah.

    Durasi musim hujan akan bervariasi, mulai dari kurang dari dua bulan hingga sekitar 11 bulan. Bahkan, beberapa wilayah diperkirakan mengalami hujan sepanjang tahun 2025.

    Sementara itu, hanya sebagian kecil wilayah yang akan mengalami musim kemarau pada periode tersebut. BMKG memprediksi 12 ZOM (1,7%) wilayah, seperti sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat, akan mengalami kemarau pada September-Desember 2025.

    Kemudian pada Januari-Mei 2026, sebanyak 46 ZOM (6,6%) wilayah, termasuk pesisir timur Aceh, Sumatera Utara bagian timur, Riau bagian utara, sebagian Sulawesi, Maluku, dan Papua Barat Daya diperkirakan masih mengalami musim kemarau.

    Dengan potensi La Nina di akhir 2025, BMKG mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk mewaspadai peningkatan curah hujan dan mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor, di berbagai wilayah Indonesia.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BMKG: Cuaca Hari Ini Sabtu 11 Oktober 2025, Jakarta dan Sekitarnya Diprediksi Berawan hingga Hujan – Page 3

    BMKG: Cuaca Hari Ini Sabtu 11 Oktober 2025, Jakarta dan Sekitarnya Diprediksi Berawan hingga Hujan – Page 3

    Dengan demikian, BMKG memprakirakan jika kondisi ini benar-benar terjadi, La Nina yang terbentuk termasuk kategori lemah, dengan dampak yang tidak sebesar La Nina sedang atau kuat.

    Supari menjelaskan bahwa pada kondisi La Nina lemah, perubahan sirkulasi atmosfer seperti penguatan angin pasat dan peningkatan konveksi di wilayah barat Pasifik memang masih mungkin terjadi.

    Namun, intensitasnya tidak cukup kuat untuk menimbulkan anomali curah hujan ekstrem di sebagian besar wilayah Indonesia.

    “Secara umum, tidak memberikan peningkatan curah hujan yang besar di Indonesia. Pengaruhnya lebih terbatas dan bersifat lokal,” terang Supari.

    BMKG juga mencatat suhu muka laut (SST) di perairan Indonesia saat ini terpantau dalam kondisi hangat. Dia menyebut, kondisi ini diperkirakan tetap berlanjut dan memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan aktivitas konvektif di atmosfer.

    “Suhu laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia berpotensi meningkatkan curah hujan hingga 150 persen dari normalnya, terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan bagian tengah dan selatan, serta Sulawesi,” kata Supari.