Topik: La Nina

  • Tanda Kiamat Muncul, Umat Manusia Terancam Tewas Efek Fenomena Ekstrem

    Tanda Kiamat Muncul, Umat Manusia Terancam Tewas Efek Fenomena Ekstrem

    Jakarta, CNBC Indonesia – Berdasarkan penelitian, El Nino akan sering terjadi dan ekstrem hingga memakan korban lebih banyak dari yang pernah dilaporkan. Bahkan disebut fenomenanya akan menjadi sesuatu yang permanen.

    Fenomena tersebut membuat angin pasat di khatulistiwa menjadi melemah. Sebaliknya perairan untuk Pasifik Timur lebih hangat.

    Meski, mengutip Live Science, Sabtu (9/11/2024), tidak semua setuju dengan hasil penelitian tersebut.

    Peneliti Tobias Bayr beserta rekannya menemukan model iklim mewakili siklus fenomena iklim tersebut.

    Berbeda dengan penelitian lain, mereka mengatakan pemanasan global tidak membuat El Nino pemanen. Namun memang akan memperburuk kondisi dan lebih sering terjadi.

    Setidaknya akan ada 8-9 peristiwa El Nino ekstrem selama satu abad berdasarkan kondisi sekarang. Jumlahnya bisa meningkat mencapai 26 El Nino ekstrem per abad jika pemanasan global menaikkan suhu bumi 3,7 derajat Celcius.

    Menurut penelitian, El Nino tersebut akan jauh lebih buruk dari apa yang terjadi pada tahun 1997-1998. Saat itu kematian akibat El Nino mencapai 23 ribu jiwa serta kerugian miliaran dolar karena sejumlah peristiwa dari badai, banjir, wabah dan kekeringan.

    Sebagai informasi El Nino ekstrem ditentukan dari jumlah curah hujan di kawasan tropis tengah Pasifik. Ini terjadi selama Bumi Utara mengalami musim dingin.

    Temuan penelitian ini juga membuka pertanyaan baru. Yakni apakah El Nino menjadi titik kritis iklim, merujuk pada perubahan drastis iklim Bumi dan membuatnya tidak bisa kembali normal setelah panas ekstrem.

    Di Indonesia sendiri, BMKG menyebutkan El Nino sudah berakhir. Ini berdasarkan anomali suhu muka laut yang menunjukkan ENSO di fase Netral, dan digantikan dengan La Nina mulai Agustus 2024.

    La Nina merupakan fenomena yang terjadi karena hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Pada akhirnya membuat massa air laut ke arah barat terdorong dan suhu muka laut di bagian timur lebih dingin.

    (dce)

  • Suhu di Indonesia Bakal Lebih Panas Tahun Depan, Ini Kata BMKG

    Suhu di Indonesia Bakal Lebih Panas Tahun Depan, Ini Kata BMKG

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat rata-rata suhu udara di Indonesia pada 2025 diperkirakan mengalami peningkatan 0,3 hingga 0,6 °C pada bulan Mei hingga Juli.

    Kepala BMKG Dwikorita menjelaskan kenaikan ini memerlukan perhatian khusus di wilayah Sumatera Selatan, Jawa, NTB, dan NTT.

    Meski demikian, dia mengatakan kondisi La Nina lemah diprediksi akan berlanjut hingga awal tahun 2025.

    Berdasarkan pemantauan, hingga akhir Oktober 2024, katanya, suhu permukaan laut di Samudera Pasifik menunjukkan kecenderungan yang terus mendingin dengan nilai indeks ENSO sebesar -0,59.

    “Ini menunjukkan telah aktifnya gangguan iklim La Nina lemah. Sedangkan di Saumdera Hindia pantauan IOD menunjukkan kondisi negatif dengan indeks bulanan sebesar -0.7,” kata Dwikorita dalam konferensi pers bertajuk Climate Outlook 2025 secara daring dilansir dari laman resminya.

    Dengan demikian, menurut Dwikorita secara umum bahwa sepanjang tahun 2025 tidak akan terjadi anomaly iklim di Indonesia.

    Dia juga menjelaskan, terdapat 15% wilayah Indonesia yang diprediksi dapat mengalami hujan tahunan di atas normal yaitu meliputi sebagian Aceh, sebagian kecil Sumatera Utara, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Riau, sebagian kecil Kalimantan Timur bagian timur, sebagian kecil Sulawesi Barat bagian utara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Gorontalo, sebagian kecil Sulawesi Utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan bagian selatan, sebagian kecil Sulawesi Tenggara, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Kepulauan Maluku, dan sebagian Papua bagian tengah.

    “1% wilayah, termasuk sebagian kecil Sumatera Selatan dan NTT, diperkirakan mengalami curah hujan di bawah normal, memerlukan kewaspadaan terhadap kekeringan dan dampaknya,” ujarnya.

    Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan rekomendasi strategis BMKG untuk menghadapi kondisi iklim. Ia menekankan pentingnya langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi potensi perubahan iklim ini.

    “Perlu juga dilakukan upaya untuk meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase sistem peresapan dan tampungan air agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir. Jadi poinnya, di saat musim hujan, perlu dioptimalkan drainase ya dan juga tandon-tandon tanggungan air, menabung air, yang disiapkan nantinya untuk dapat dimanfaatkan di saat musim kemarau selanjutnya,” ujarnya.

    BMKG juga menggarisbawahi pentingnya penyesuaian pola tanam bagi petani di wilayah terdampak hujan di bawah normal. Dengan upaya dukungan intensifikasi seperti irigasi dan upaya pendukung lainnya, wilayah sentra produksi pangan tersebut masih berpotensi menghasilkan produktivitas tanaman pangan yang baik. Ini terutama ditekankan tadi untuk wilayah yang mengalami curah hujan bulanan di bawah normal.

    Terakhir, meskipun prediksi curah hujan cenderung di atas normal pada Juli – September 2025, risiko kekeringan dan kebakaran hutan tetap harus diperhatikan pada musim kemarau. Kewaspadaan ini tetap diperlukan mengingat data catatan bencana menunjukkan bahwa setiap tahun selalu terdapat kejadian kebakaran hutan dan lahan. Kewaspadaan juga diperlukan untuk antisipasi suhu udara yang mengalami kenaikan pada Mei – Juli 2025.

  • Masuk Musim Penghujan, Waspadai Cuaca Ekstrem dan Bencana Hidrometeorologi

    Masuk Musim Penghujan, Waspadai Cuaca Ekstrem dan Bencana Hidrometeorologi

    Jakarta, Beritasatu.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menghimbau masyarakat dan kepala daerah untuk waspada dan bersiap menghadapi cuaca ekstrem serta potensi bencana hidrometeorologi. Pasalnya saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim penghujan.

    Dwikorita menyampaikan, fenomena La Nina diperkirakan akan meningkatkan curah hujan hingga 20% sampai awal 2025, yang dapat menambah potensi bencana hidrometeorologi.

    Dwikorita menekankan pentingnya peningkatan fungsi infrastruktur sumber daya air di wilayah perkotaan atau area rawan banjir, seperti kapasitas sistem drainase,  penampungan air, dan resapan, guna mencegah banjir.

    “Waduk, kolam retensi, embung, dan penyimpanan air lainnya harus dipastikan berfungsi optimal untuk menangani curah hujan tinggi di musim hujan dan penggunanya saat musim kemarau,” kata Dwikorita Karnawati dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (8/11/2024).

    Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto menambahkan, sebagian wilayah Indonesia, terutama Sumatera, Jawa bagian tengah hingga barat, dan sebagian Kalimantan telah memasuki musim hujan. Meskipun baru memasuki musim hujan, beberapa bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor sudah terjadi, misalnya di Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat.

    “Karena itu, kami mengingatkan masyarakat dan pihak terkait agar tetap waspada dan tidak lengah,” katanya.

    Berdasarkan analisis mingguan BMKG, ada potensi cuaca ekstrem berupa hujan sedang hingga lebat disertai petir atau angin kencang pada 7-12 November 2024. Peningkatan intensitas hujan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor dinamika atmosfer yang berdampak pada banyak wilayah.

  • Masuk Musim Penghujan, Sejumlah TItik di Magelang Masih Kekurangan Air Bersih
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        7 November 2024

    Masuk Musim Penghujan, Sejumlah TItik di Magelang Masih Kekurangan Air Bersih Regional 7 November 2024

    Masuk Musim Hujan, Sejumlah TItik di Magelang Masih Kekurangan Air Bersih
    Tim Redaksi
    MAGELANG, KOMPAS.com
    – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
    Magelang
    , Jawa Tengah, masih melakukan distribusi air meski hujan telah mengguyur Bumi Panca Arga ini.
    Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Magelang M Mansur Wachdani mengatakan, kekurangan air bersih disebabkan, antara lain, sumur warga yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan air masih kering atau defisit.
    Ada pula sebab lain yakni kualitas air yang tersisa tidak layak konsumsi. Itu tampak dari warnanya yang kekuningan.
    “Hujan belum berdampak (untuk memenuhi kebutuhan air),” ujarnya kepada
    Kompas.com
    di kantornya, Kamis (7/11/2024).
    Tahun ini, BPBD Kabupaten Magelang mendistribusikan air sejak 31 Juni. Hingga Selasa (5/11/2024), lembaga ini telah menyalurkan 320.000 liter air untuk 11 desa di enam kecamatan.

    Kecamatan yang menjadi sasaran meliputi Borobudur, Pakis, Tegalrejo, Salaman, dan Tempuran.
    Wachdani mengimbau, warga untuk menampung air hujan dengan sumur, tandon, atau penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat
    musim hujan
    dan digunakan saat musim kemarau mendatang.
    Diwartakan sebelumnya, Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan, sepanjang Agustus sampai awal Oktober 2024, data BMKG menunjukkan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah cenderung mendingin dan hampir menyentuh batas La Nina.
    La Nina adalah fenomena iklim yang menyebabkan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik lebih dingin dari biasanya. Hal tersebut menyebabkan intensitas hujan meningkat.
    Sejak Oktober 2024, suhu permukaan laut tersebut diprediksi terus mendingin dan dapat bertahan hingga awal 2025.
    “Fenomena La Nina terjadi di Samudra Pasifik, tapi akan berdampak secara global, termasuk di Indonesia,” ungkap Ardhasena, seperti dikutip
    Kompas.com
    (18/10/2024).
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • La Nina Sudah Hantam Wilayah RI, BMKG Beri Peringatan Waspada!

    La Nina Sudah Hantam Wilayah RI, BMKG Beri Peringatan Waspada!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena El Nino sudah berakhir di Indonesia. Kini, muncul fenomena La Nina.

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi La Nina telah terjadi di Indonesia selama 2 dasarian atau 20-an hari.

    Fenomena La Nina merupakan anomali iklim yang ditandai dengan suhu permukaan laut (SPL) atau sea surface temperatur (SST) di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin dibandingkan suhu normalnya.

    Kondisi ini biasanya diikuti dengan berubahnya pola sirkulasi Walker (sirkulasi atmosfer arah timur barat yang terjadi di sekitar ekuator) di atmosfer yang berada di atasnya dan dapat memengaruhi pola iklim dan cuaca global.

    Menurut laman BMKG, La Nina dapat berulang dalam beberapa tahun sekali dan setiap kejadian dapat bertahan sekitar beberapa bulan hingga dua tahun.

    Dampak La Nina di Indonesia

    Menurut Deputi bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan, La Nina ini akan berdampak bagi kondisi musim hujan di Indonesia.

    “Musim hujan yang akan datang, dengan la Nina lemah, akan memiliki kategori normal hingga atas normal,” katanya saat dikonfirmasi CNBC Indonesia.

    Kondisi normal dimaksud adalah kondisi klimatologi jangka panjang, yaitu 30 tahun.

    “Akan lebih basah atau di atas normal dibandingkan rata-rata musim hujan 1991-2020,” jelas Ardhasena.

    Sebagai informasi, BMKG mencatat, sebanyak 28% ZOM (zona musim) di wilayah Indonesia telah masuk musim hujan.

    Wilayah yang sedang mengalami musim hujan meliputi sebagian besar Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat, Jambi, sebagian Sumatra Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung bagian Barat, sebagian Banten, Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian besar Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur.

    Lalu, sebagian Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan bagian utara, sebagian Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, Papua Barat dan sebagian Papua.

    Secara umum, dampak La Nina tergantung pada periode waktunya. Pada bulan Juni-Juli-Agustus (JJA), La Nina menyebabkan peningkatan curah hujan di hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

    Sementara jika terjadi pada bulan September-Oktober-November, La Nina berpengaruh pada meningkatnya curah hujan di wilayah tengah hingga timur Indonesia.

    Pada pada Desember-Januari-Februari dan Maret-April-Mei, fenomena La Nina berdampak pada peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian timur.

    “Peningkatan curah hujan saat La Nina umumnya berkisar 20-40% lebih tinggi dibandingkan curah hujan saat tahun Netral. Namun, terdapat juga beberapa wilayah yang mengalami peningkatan curah hujan lebih dari 40%,” tulis BMKG.

    “Pada periode puncak musim hujan Desember-Januari-Februari), La Nina tidak memberikan dampak peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian tengah dan barat sebagai akibat interaksinya dengan sistem monsun,” demikian penjelasan BMKG.

    Peringatan Curah Hujan Tinggi

    BMKG sudah mengeluarkan peringatan dini curah hujan tinggi, yang berlaku untuk Dasarian I November 2024, untuk status ‘Waspada’, ‘Siaga’, dan ‘Awas’.

    Waspada:

    Beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan

    Siaga:

    Beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, NTT, Sulawesi Selatan

    Awas:

    Beberapa kabupaten/kota di Provinsi Banten, Jawa Barat.

    (fab/fab)

  • RI Diprediksi Hadapi Suhu Lebih Panas 2025, Ini Wilayah yang Mengalaminya

    RI Diprediksi Hadapi Suhu Lebih Panas 2025, Ini Wilayah yang Mengalaminya

    Jakarta

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan wilayah Indonesia akan mengalami suhu lebih panas atau kenaikan temperatur pada 2025.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, suhu permukaan rata-rata bulanan di wilayah Indonesia pada 2025 diprediksi mengalami anomali sekitar +0,3 hingga +0,6 derajat Celsius.

    “Artinya ini lebih hangat, lebih panas sebesar +0,3 hingga +0,6 derajat Celsius pada bulan Mei hingga Juli 2025 dengan rata-rata lebih hangatnya ini 0,4 derajat Celsius,” ujar Dwikorita dalam Konferensi Pers: Climate Outlook 2025 secara daring pada Senin (4/11/2024).

    Terkait anomali suhu yang diprediksi terjadi pada 2025, Dwikorita meminta masyarakat yang tinggal di sejumlah wilayah untuk mewaspadai kenaikan temperatur. Adapun wilayah yang perlu diwaspadai mengalami anomali suhu tinggi di antaranya:

    Sumatera Bagian SelatanJawaNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

    Di sisi lain, Dwikorita juga menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2025 tidak akan terjadi anomali iklim. Hal ini dikarenakan ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) berada dalam kondisi netral sepanjang tahun 2025. Adapun kondisi La Nina lemah diprediksi akan terus terjadi hingga awal tahun 2025.

    “Berdasarkan kondisi dinamika atmosfer dan laut tersebut, BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami curah hujan tahunan pada kategori Normal dengan jumlah curah hujan tahunan berkisar antara 1000 – 5000 mm/tahun,” ungkap Dwikorita.

    (suc/naf)

  • Cuaca Indonesia Hari Ini Selasa 5 November 2024: Sejumlah Wilayah Diprediksi Turun Hujan Malam Nanti – Page 3

    Cuaca Indonesia Hari Ini Selasa 5 November 2024: Sejumlah Wilayah Diprediksi Turun Hujan Malam Nanti – Page 3

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kelas I Radin Intan II Lampung memprediksi peningkatan curah hujan sepanjang Oktober hingga November 2024. Kondisi ini diperkirakan akan memicu potensi bencana hidrometeorologi, terutama di daerah-daerah rawan.

    Kasi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Radin Intan II, Rudi Harianto, menjelaskan bahwa fenomena La Nina menjadi penyebab utama peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia, termasuk Lampung.

    “La Nina memperkuat angin pasat timur yang membawa uap air lebih banyak dari Samudra Pasifik ke Indonesia. Akibatnya, peluang hujan di wilayah Lampung meningkat sekitar 10-20 persen, sehingga musim hujan akan lebih basah dari biasanya,” kata Rudi kepada wartawan, Selasa (15/10/2024).

    Rudi juga mengingatkan bahwa peningkatan curah hujan tersebut berpotensi memicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, terutama di wilayah-wilayah rawan di Lampung.

    Berdasarkan data BMKG Lampung, bencana banjir tercatat sebagai ancaman paling sering terjadi pada Oktober-November dalam 20 tahun terakhir (2003-2023). Dampak dari bencana ini meliputi banyaknya rumah terendam serta tingginya jumlah pengungsi.

    “Selain banjir, bencana seperti tanah longsor dan cuaca ekstrem juga kerap terjadi, meskipun dampaknya tidak sebesar banjir. Kebakaran hutan jarang terjadi pada periode ini karena memasuki musim hujan,” ungkapnya.

    Menurut data statistik bencana Provinsi Lampung dari 2003 hingga 2024, Kota Bandar Lampung mencatatkan jumlah kerusakan tertinggi, terutama pada fasilitas umum, pendidikan, dan kesehatan. 

    Daerah lain yang turut mengalami dampak signifikan adalah Lampung Selatan dan Tanggamus, terutama dalam hal jumlah korban dan kerusakan rumah.

    “Wilayah dengan populasi besar cenderung mengalami dampak bencana yang lebih besar, baik dari segi frekuensi kejadian maupun kerusakan yang ditimbulkan,” jelas dia.

    BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi selama periode hujan ini. Rudi menyarankan, warga yang tinggal di daerah rawan bencana untuk lebih memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, seperti memastikan saluran air tidak tersumbat.

    “Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan infrastruktur, seperti pendalaman dan pelebaran sungai, guna mencegah luapan air saat hujan lebat,” tambahnya.

    Masyarakat diimbau untuk terus memperbarui informasi terkait bencana melalui platform resmi BMKG, seperti website, aplikasi, atau media sosial.

  • BMKG Bongkar Alasan RI Panas Mendidih, Ternyata Ada Fenomena Ekstrem

    BMKG Bongkar Alasan RI Panas Mendidih, Ternyata Ada Fenomena Ekstrem

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim yang dapat menimbulkan cuaca panas. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan prediksi baru soal La Nina di Indonesia, di mana salah satunya memastikan La Nina akan terjadi tahun ini.

    Prediksi tersebut merupakan hasil monitoring IOD dan ENSO Dasarian II Oktober 2024. Hasilnya menunjukkan status ENSO netral. “Hasil monitoring indeks IOD dan ENSO Dasarian II Oktober 2024, menunjukkan indeks IOD yang melewati batas ambang IOD negative (indeks -1.11), namun baru berlangsung 1 dasarian sehingga statusnya tetap Indian Ocean Dipole (IOD) netral,” mengutip BMKG dalam keterangannya, dikutip Minggu (3/10/2024).

    “Anomali SST di Nino 3.4 juga menunjukkan kondisi yang melewati batas ambang La Nina dengan indeks (indeks -0.64), namun baru berlangsung satu dasarian sehingga statusnya tetap ENSO Netral,” tambah BMKG.

    Netral merupakan angin pasat dari timur ke arah barat menghasilkan arus laut yang mengarah ke barat disebut Sirkulasi Walker. Suhu permukaan akan lebih hangat di barat dibandingkan bagian timur.

    Sementara El Nino adalah angin yang berembus dari timur ke barat melemah atau berbalik arah, terkait dengan meluasnya suhu permukaan yang hangat di bagian timur dan tengah Pasifik. La Nina adalah hembusan angin pasat dari timur ke arah barat sepanjang ekuator yang lebih kuat dari biasanya, membuat suhu permukaan bagian timur lebih dingin.

    Sementara itu, La Nina dipastikan terjadi tahun ini. Namun untuk mengonfirmasinya perlu waktu. Fenomena La Nina biasanya ditandai dengan curah hujan tinggi dan angin kencang dibanding biasanya.

    “La Nina IOD Netral diprediksi berlangsung hingga awal tahun 2025. Sementara itu, ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina lemah mulai Oktober 2024,” sebut BMKG.

    Deputi bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan membenarkan tanda tersebut. Namun juga menambahkan belum bisa mengonfimasi La Nina.

    “Betul [muncul pertanda La Nina tapi belum bisa dikonfirmasi]. Lebih dari 1 bulan [waktu yang menunjukkan tren yang dibutuhkan untuk mengonfirmasi La Nina],” kata Ardhasena melalui pesan singkat saat dikonfirmasi CNBC Indonesia.

    (pgr/pgr)

  • Tak Pernah Terjadi, Samudra Atlantik di Khatulistiwa Tiba-tiba Dingin

    Tak Pernah Terjadi, Samudra Atlantik di Khatulistiwa Tiba-tiba Dingin

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah ilmuwan sempat kebingungan dengan suhu Samudera Atlantik di sepanjang khatulistiwa mendingin. Fenomena tidak biasa itu mulai terjadi awal Juni dan memecahkan rekor.

    Saat itu suhu turun menjadi 25 derajat celcius. Padahal pada Februari dan Maret, suhu permukaan berkisar 30 derajat celcius.

    Sebenarnya suhu dingin dan hangat terjadi bergantian setiap tahun. Namun yang terjadi baru-baru ini belum pernah terjadi sebelumnya.

    “Kami bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Bisa jadi merupakan fitur sementara yang berkembang dari proses yang belum dipahami,” kata ilmuwan senior National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Michael McPhaden, dikutip dari Live Science, Senin (28/10/2024).

    Meski begitu, suhu tersebut telah kembali menghangat. Franz Tuchen dari Universitas Miami Florida menjelaskan kemungkinan fenomena tersebut tidak masuk dalam La Nina Atlantik.

    Keanehan lain yang ditemukan suhu dingin itu tidak terjadi karena angin pasat yang lebih kuat. Angin yang terjadi lebih lemah di bagian tenggara khatulistiwa.

    McPhaden mencatat sejumlah angin kencang tidak biasa terjadi pada bulan Mei. Saat itu angin berkembang di sebelah barat dan kemungkinan memulai suhu yang dingin.

    Namun dia mengatakan angin tersebut juga tidak meningkatkan suhu yang turun. Kemungkinan ada alasan lain.

    Kemungkinan besar, para ilmuwan mengatakan pendinginan permukaan Atlantik bukan karena perubahan iklim. McPhaden mengungkapkan alasan lain di balik suhu dingin misterius itu.

    “Jika dilihat sekilas, hanya variasi alami dari sistem iklim di Atlantik Khatulistiwa,” ucapnya.

    (fab/fab)

  • Siap-Siap La Nina Landa RI, Mentan Amran Lakukan Ini

    Siap-Siap La Nina Landa RI, Mentan Amran Lakukan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, pihaknya akan berkolaborasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dalam upaya mengantisipasi dampak buruk yang mungkin terjadi dari fenomena La Nina.

    Amran mengatakan, pihaknya sudah berdiskusi dengan Kementerian PU agar saluran irigasi primer, sekunder, dan tersier diperbaiki supaya aliran air, khususnya ke lahan-lahan sawah petani dapat mengalir dengan baik.

    Kalau ada La Nina kita mengantisipasi itu sinergi dengan Kementerian PU. Kami sudah sampaikan, kami sudah diskusi dengan Menteri PU agar saluran irigasi primer, sekunder, tersier ini diperbaiki, agar aliran air bagus dan baik. Untuk pertanian maupun sektor lainnya,” kata Amran saat ditemui di Kantor Kementan, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

    Dari hasil koordinasinya, lanjut dia, Menteri PU sudah menyanggupi untuk merehabilitasi saluran irigasi primer, sekunder, dan tersier yang sudah ada saat ini, maupun yang masih belum selesai.

    “Dengan Kementerian PU sudah kerjasama. Beliau akan menyanggupi untuk merehab (saluran irigasi) primer, sekunder, dan tersier untuk yang ada sekarang, dan yang belum selesai,” ujarnya.

    Kapan La Nina Landa RI?

    Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan prediksi baru soal La Nina di Indonesia. Salah satunya memastikan La Nina akan terjadi tahun ini.

    Dalam keterangannya, BMKG menuliskan soal hasil monitoring IOD dan ENSO Dasarian II Oktober 2024. Hasilnya menunjukkan status ENSO netral.

    “Hasil monitoring indeks IOD dan ENSO Dasarian II Oktober 2024, menunjukkan indeks IOD yang melewati batas ambang IOD negative (indeks -1.11), namun baru berlangsung 1 dasarian sehingga statusnya tetap Indian Ocean Dipole (IOD) netral,” tulis BMKG.

    “Anomali SST di Nino 3.4 juga menunjukkan kondisi yang melewati batas ambang La Nina dengan indeks (indeks -0.64), namun baru berlangsung satu dasarian sehingga statusnya tetap ENSO Netral,” tambah BMKG.

    Sebagai informasi, ENSO merupakan anomali suhu pada permukaan laut Samudra Pasifik, pantai barat Ekuador, dan Peru yang lebih tinggi dari rata-rata normal. Sementara itu iklim Samudra Pasifik terbagi tiga yakni El Nino, La Nina, dan Netral.

    Netral merupakan angin pasat dari timur ke arah barat menghasilkan arus laut yang mengarah ke barat disebut Sirkulasi Walker. Suhu permukaan akan lebih hangat di barat dibandingkan bagian timur.

    Sementara El Nino adalah angin yang berhembus dari timur ke barat melemah atau berbalik arah, terkait dengan meluasnya suhu permukaan yang hangat di bagian timur dan tengah Pasifik. La Nina adalah hembusan angin pasat dari timur ke arah barat sepanjang ekuator yang lebih kuat dari biasanya, membuat suhu permukaan bagian timur lebih dingin.

    Sementara itu, La Nina dipastikan terjadi tahun ini. Namun untuk mengkonfirmasinya perlu waktu. Fenomena La Nina biasanya ditandai dengan curah hujan tinggi dan angin kencang dibanding biasanya.

    “La Nina IOD Netral diprediksi berlangsung hingga awal tahun 2025. Sementara itu, ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina lemah mulai Oktober 2024,” sebut BMKG.

    Deputi bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan membenarkan tanda tersebut. Namun juga menambahkan belum bisa mengonfirmasi La Nina.

    “Betul (muncul pertanda La Nina tapi belum bisa dikonfirmasi). Lebih dari 1 bulan (waktu yang menunjukkan tren yang dibutuhkan untuk mengonfirmasi La Nina),” kata Ardhasena melalui pesan singkat saat dikonfirmasi CNBC Indonesia.

    (dce)