Kadispora dan Eks Ketua DBON Kaltim Ditahan Usai Jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Rp 100 Miliar
Tim Redaksi
SAMARINDA, KOMPAS.com
– Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur telah resmi menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) tahun anggaran 2023 senilai Rp 100 miliar.
Kedua tersangka tersebut adalah mantan Ketua DBON Kaltim, Zaini Zain, dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kaltim, Agus Hari Kesuma.
Keduanya kini ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Kelas I Samarinda, Sempaja.
“Penahanan ini dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan hingga tahap penuntutan maupun pemeriksaan di persidangan,” kata Juli Hartono, Pelaksana Tugas (Plt) Kasidik Kejati Kaltim, pada Kamis (18/9/2025).
Juli menambahkan bahwa penyidikan kasus ini masih bersifat dinamis, dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah.
“Jika penyidik menemukan fakta baru atau peran pihak lain yang terkait, tentu akan kami sikapi sesuai hukum. Saat ini sudah ada sekitar 30 orang saksi yang diperiksa,” ujarnya.
Penyidik tidak hanya memeriksa pejabat eksekutif dan legislatif, tetapi juga menelusuri setidaknya tujuh organisasi yang diduga menerima aliran dana hibah.
Namun, identitas organisasi-organisasi tersebut belum diungkap karena masih dalam proses penyidikan.
Menurut Juli, kedua tersangka disangka berperan aktif dalam penyimpangan penggunaan dana hibah yang mengakibatkan kerugian negara.
“Dalam perkara korupsi tidak dikenal kelalaian, melainkan kesengajaan. Itu yang menjadi dasar penetapan tersangka,” tegasnya.
Saat digiring ke mobil tahanan, Agus Hari Kesuma memberi tanggapan singkat. Menurut informasi yang didengarnya dari penyidik, ia terseret kasus ini karena turut serta.
“Saya sampai dilakukan penahanan, disampaikan turut serta,” katanya.
Sementara Zaini enggan berkomentar sama sekali saat beriringan bersama Agus.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim Toni Yuswanto menambahkan, Agus selaku Kadispora diduga menyetujui pendistribusian dana hibah kepada pihak lain yang tidak semestinya dan mencairkan dana tanpa didukung dokumen yang sah.
Sementara itu, Zaini sebagai Kepala Pelaksana Sekretariat Lembaga DBON Kaltim dan penerima hibah, ikut menyalurkan dana tersebut kepada pihak lain secara melawan hukum dan tidak membuat pertanggungjawaban yang sah.
“Tersangka AHK sebagai pemberi dana hibah menyetujui penyaluran dana kepada pihak lain selain organisasi DBON yang bertentangan dengan tata kelola, sedangkan tersangka ZZ selaku penerima menyalurkan dana hibah tersebut bertentangan dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah,” kata Toni dikutip dari
Antara.
Perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para tersangka dalam proses pemberian dan pengelolaan dana hibah tersebut diduga telah menimbulkan kerugian keuangan negara.
Akibat perbuatan tersebut, menurut Toni, kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah, meskipun angka pastinya masih menunggu hasil audit dan perhitungan resmi.
Atas perbuatan tersebut, kata Toni, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2025/09/18/68cbe77813336.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kadispora dan Eks Ketua DBON Kaltim Ditahan Usai Jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Rp 100 Miliar Regional 18 September 2025
-
/data/photo/2025/09/18/68cc1d20ea02c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Sebut Kerugian Negara Kasus Kredit Fiktif BPR Jepara Capai Rp 254 Miliar Nasional 18 September 2025
KPK Sebut Kerugian Negara Kasus Kredit Fiktif BPR Jepara Capai Rp 254 Miliar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, kerugian negara yang timbul akibat kasus pencairan kredit usaha BPR Jepara Artha (Perseroda) Tahun 2022-2024, ditaksir mencapai Rp 245 miliar.
“Proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dilakukan. Kami bekerja sama dengan auditor BPK RI. Diketahui bahwa nilai kerugian negara dalam perkara ini sekurang-kurangnya Rp 254 miliar,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (18/9/2025).
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama BPR Jepara Artha, Jhendik Handoko (JH) dan Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG), Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA).
Kemudian, Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha Iwan Nursusetyo (IN), Kepala Divisi Bisnis, Literiasi, dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha Ahmad Nasir (AN), serta Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha, Ariyanto Sulistiyono (AS).
Asep mengatakan, penetapan lima tersangka ini dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan kepada para saksi, ahli, penggeledahan di beberapa lokasi rumah/kantor dan penyitaan barang, aset, uang.
“Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2025 sampai dengan 7 Oktober 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Asep mengatakan, kasus dugaan korupsi ini bermula pada 2021, saat Jhendik Handoko selaku Dirut BPR Jepara Artha mulai melakukan ekspansi pemberian kredit jenis Kredit Usaha dengan Sistem Sindikasi (pemberian kredit oleh beberapa bank kepada 1 debitur).
Namun, selama 2 tahun terakhir terjadi penambahan outstanding kredit usaha kepada 2 grup debitur secara signifikan sebesar sekitar Rp 130 miliar yang dicairkan melalui 26 debitur yang terafiliasi.
Hal ini membuat performa/kolektibilitas kredit tersebut memburuk sampai akhirnya gagal bayar/macet sehingga menurunkan kinerja BPR Jepara karena pencadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100 persen (kolektibilitas macet) yang mengakibatkan rugi pada laporan laba rugi.
Sebagai jalan keluar, KPK mengatakan, Jhendik bersepakat dengan Ibrahim Al-Asyari untuk mencairkan kredit fiktif.
KPK menyebutkan bahwa sebagian pencairan kredit ini digunakan oleh manajemen BPR Jepara untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran.
Sementara itu, sebagian digunakan Ibrahim Al-Asyari.
“Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, Jhendik menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada Ibrahim Al-Asyari,” ujarnya.
Asep mengatakan, tindak lanjut dari kesepakatan itu, selama periode 2022-2023, BPR Jepara Artha telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp 263,6 miliar kepada pihak yang identitasnya digunakan oleh Ibrahim.
“Kredit dicairkan tanpa dasar analisis yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya,” tuturnya.
Asep mengatakan, debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekitar Rp 7 miliar per debitur.
Dia mengatakan, Ibrahim dibantu rekannya mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp 100 juta per debitur.
“Juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang dimark up agar mencukupi dan seolah-olah layak dalam analisis berkas kredit BPR Jepara Artha,” kata dia.
Asep mengatakan, terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, Ibrahim memberikan sejumlah uang kepada tersangka BPR Jepara.
“JH, sebesar Rp 2,6 miliar; IN, sebesar Rp 793 juta; AN, sebesar Rp 637 juta; AS, sebesar Rp 282 juta, dan uang umrah untuk JH, IN dan AN sebesar Rp 300 juta,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354220/original/018909300_1758205730-IMG-20250918-0011.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Usai Aksi Guling-guling, Dosen Nonaktif UIN Malang Dilaporkan ke Polisi
Liputan6.com, Jakarta Konflik antartetangga antara dosen nonaktif UIN Maliki Malang, Imam Muslimin dengan Sahara terus berlanjut. Perselisihan dua warga Jalan Joyogrand Kavling Depag III Atas, Merjosari, Kota Malang ini telah masuk ranah hukum.
Sahara, melaporkan Imam Muslimin ke Polresta Malang Kota, Kamis (18/09/2025). Dia didampingi kuasa hukumnya melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Saya ingin menempuh jalur hukum agar ada kejelasan dan keadilan yang ditegakkan,” kata Sahara usai membuat laporan di Mapolresta Malang Kota.
Pelaporan ke pihak berwajib karena persoalan tersebut telah merugikannya secara pribadi dan bisnis. Selain itu ada perkara dugaan pelecehan seksual, perusakan mobil sampai blokade jalan dan lahan.
Sejumlah bukti seperti rekaman video, foto dan keterangan saksi turut dilampirkan sebagai barang bukti. Sahara mengaku banyak warga di lingkungan rumah mereka juga bermasalah dengan Imam Muslimin namun tak berani bicara. Membawa masalah ini ke hukum, lanjutnya agar persoalan cepat selesai.
Kuasa hukum Sahara, Mohammad Zakki, mengatakan pihaknya menerima keluhan dari tetangga sekitar terkait perilaku Imam Muslimin. Namun untuk fokus laporan sekarang pada dugaan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Sahara.
“Ini masih langkah awal, fokus dugaan pencemaran nama baik. Tidak menutup kemungkinan ada laporan susulan,” katanya.
Zakki menjelaskan, pelaporan ke polisi berdasarkan Pasal 310 dan 311 KUHP. Serta menggunakan Pasal 27 juncto Pasal 45 UU ITE. Pelaporan itu sepenuhnya mewakili pihak Sahara yang merasa dirugikan secara pribadi dan bisnis.
Menurutnya, banyak keluhan dari warga sekitar tentang sikap dosen nonaktif UIN Malang itu. Imam disebut kerap memicu konflik di lingkungan sekitar. Namun semua informasi itu masih akan diverifikasi lagi sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
“Kami berencana mengirim surat ke kelurahan untuk meminta audiensi agar penyelesaian hukum berbarengan dengan penyelesaian secara sosial,” urai Zakki.
Pihak Imam Muslimin belum dapat dikonfirmasi terkait pelaporan tersebut. Saat dikonfirmasi Liputan6 beberapa hari lalu terkait video viral aksi guling-guling, dia juga siap menempuh jalur hukum dan sudah menunjuk seorang pengacara.
Sebelumnya, ramai di media sosial video merekam aksi Imam Muslimin menjatuhkan diri dan berguling. Tindakan itu dipicu perselisihan antara dirinya dengan Sahara tetangga sebelah rumah. Imam diketahui dosen Pasca Sarjana dan mengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maliki Malang.
Usai video itu viral, pihak Senat Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri itu kemudian memanggil Imam untuk minta klarifikasi. Imam lalu mengundurkan diri sebagai pengajar hingga selesainya masalah ini.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354186/original/027230000_1758202222-IMG-20250918-WA0219.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Pejabat di Kudus Rugikan Negara Rp 5,35 Miliar, Cuma Divonis 1,5 Tahun Penjara
Meski sudah divonis hukuman kurungan penjara 1,5 tahun, sambung Putut, Rini Kartika Hadi masih menerima 50 persen gaji sebagai ASN hingga September 2025.
Hal itu mengacu pada aturan bahwa ASN yang berstatus terdakwa di meja Pengadilan, tetap berhak atas sebagian gaji yang bersangkutan sebelum ada keputusan pemberhentian tetap dari ASN.
“Saat ini beliau (Rini Kartika Hadi) masih terima 50 persen gaji. Namun jika sudah resmi dicopot tidak hormat, hak itu otomatis gugur,” ucap Putut.
Kasus korupsi yang menjerat Rini Kartika Hadi bermula dari proyek pembangunan SIHT yang dikelola pihak Disnakerprinkop UKM Kudus.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Rini Kartika Hadi terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri.
Hakim Pengadilan Negeri Semarang memvonis Rini Kartika Hadi bersalah sesuai Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU No. 20/2001, jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Putut menegaskan, langkah tegas pemecatan harus menjadi pembelajaran bagi ASN lain untuk tidak melakukan korupsi.
“Ini peringatan agar semua ASN menjaga integritas, jangan sekali-kali bermain-main dengan korupsi,” pungkasnya.
-

Perempuan Surabaya Nekat Curi HP Operator Bus, Ketahuan Karena Sinyal Hotspot Mati
Surabaya (beritajatim.com) – Seorang perempuan asal Jalan WR Supratman diamankan oleh anggota unit Reskrim Polsek Genteng, Selasa (09/09/2025) kemarin. Perempuan berinisial SH (35) itu diamankan karena mencuri handphone salah satu operator Suroboyo bus berinisial NA.
K Genteng Kompol Grandika mengatakan, SH sebenarnya sudah berhasil membawa keluar handphone korban keluar dari bus. Namun, aksi pencurian itu terekam CCTV yang ada di dalam bus.
“Pelaku belum kabur terlalu jauh karena korban segera menyadari handphonenya dicuri dari sinyal hotspot yang hilang,” kata Grandika, Kamis (18/9/2025).
Kepada polisi, korban bercerita jika saat itu handphone yang diambil pelaku sedang diisi daya di ddeds satu sudut bis. Korban menyadari handphonenya hilang setelah bus meninggalkan halte Jalan Dharmawangsa.
“Sinyal hotspot dari handphone yang diisi daya menghilang. Sehingga korban menghubungi rekannya untuk meminta rekaman CCTV di dalam bus,” imbuh Grandika.
Dari rekaman CCTV itu, terlihat pelaku mengambil handphone saat akan turun dari bus. Berbekal rekaman CCTV itu, korban menyebar informasi ciri-ciri pelaku. Upayanya membuahkan hasil. Hanya berselang beberapa jam, salah satu rekannya memberikan informasi pelaku berada di halte Panglima Sudirman.
“Pelaku sempat ke WTC untuk mereset handphone dan membuang kartu SIM. Dia hendak pulang dengan Suroboyo Bus. Namun segera diamankan oleh petugas,” jelas Grandika.
Kini untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka SH dijerat dengan pasal 363 KUHP dengan ancaman pidana kurungan penjara 7 tahun. (ang/kun)
-

Rugikan PT. Nusa Indah Metalindo Rp 6,2 Miliar, Henry Wibowo Dituntut 27 Bulan
Surabaya (beritajatim.com) – Henry Wibowo, pemilik CV. Baja Inti Abadi (BIA), kini tengah menghadapi tuntutan pidana penjara selama dua tahun tiga bulan atau 27 bulan atas dakwaan penggelapan besi milik PT. Nusa Indah Metalindo.
Tuntutan tersebut disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Estik Dilla Rahmawati, dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis, 18 September 2025.
Dalam proses persidangan, Jaksa menyatakan bahwa Henry Wibowo terbukti bersalah melanggar Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan. Tindakannya dianggap dengan sengaja menguasai barang milik orang lain, yang dalam hal ini adalah besi dari PT. Nusa Indah Metalindo.
“Menuntut terdakwa Henry Wibowo dengan pidana penjara selama 2 tahun 3 bulan penjara,” ungkap Jaksa Estik Dilla Rahmawati, yang memimpin sidang tersebut.
Kronologi Kasus Penggelapan Besi
Kasus ini bermula ketika Henry Wibowo melalui perusahaan CV. Baja Inti Abadi melakukan pembelian besi beton berbagai ukuran, kanal UNP, dan CNP dari PT. Nusa Indah Metalindo. Pembelian ini berlangsung sejak Oktober 2023 hingga Januari 2024, dengan total 367 invoice yang mencatat nilai transaksi sebesar Rp31,7 miliar.
Namun, dari jumlah tersebut, 305 invoice senilai Rp25,5 miliar sudah dibayar oleh Henry Wibowo. Sementara itu, 61 purchase order (PO) dan 62 sales order (SO) senilai Rp6,2 miliar masih belum dilunasi hingga saat ini. Kejadian ini membuat PT. Nusa Indah Metalindo mengalami kerugian yang cukup signifikan.
Sebelum kasus ini bergulir ke ranah hukum, pihak PT. Nusa Indah Metalindo telah melakukan berbagai upaya untuk menagih pembayaran, termasuk mengirimkan somasi dan mengadakan pertemuan dengan Henry Wibowo. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil dan kewajiban pembayaran tetap tidak dipenuhi. [uci/suf]
-

Keluarga Korban Ungkap Kronologi Pelaku Penculikan Mendapatkan Kartu Nama Kacab BRI
Bisnis.com, JAKARTA — Keluarga mengungkap kartu nama Kepala KCP Bank BRI di Jakarta, MIP (37) bisa jatuh di tangan otak pelaku penculikan C alias Ken.
Kuasa Hukum Keluarga MIP, Boyamin Saiman mengatakan kartu nama tersebut bisa diberikan ke pelaku karena kliennya sempat menawarkan pemasangan EDC untuk berbisnis.
“Almarhum pernah menawari salah satu mungkin C karena dia punya bisnis nawari untuk memasang EDC untuk gesek kartu tunai kartu kredit ATM jadi dia punya usaha. Jadi kartu nama itu memang diberikan untuk menawari bisnis itu,” ujar Boyamin di Polda Metro Jaya, Rabu (17/9/2025).
Di samping itu, Boyamin meminta agar kepolisian bisa menerapkan persangkaan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Pasalnya, rangkaian rencana pembunuhan itu sudah jelas.
Misalnya, terkait dengan perasaan MIP yang sudah mulai dibuntuti, kemudian dianiaya, dilumpuhkan agar tidak bisa melawan saat diculik hingga akhirnya meninggal dunia.
“Jadi ya saya tetap akan minta, baik ini diskusi, nanti resmi juga mengirimkan surat resmi, minta diterapkan pasal 340, yaitu pembunuhan berencana. Karena rangkaiannya sudah ada,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Reskrimum, Polda Metro Jaya menjelaskan alasan Kepala KCP Bank BRI di Jakarta Pusat, MIP (37) menjadi target penculikan dan pembunuhan.
Wira menyatakan MIP terpilih menjadi target dalam operasi ini lantaran pelaku mengaku bahwa nama tersebut muncul karena ada salah satu rekannya yang memberikan kartu nama korban.
“Kemudian untuk kenapa Kacab Bank ini dijadikan korban, ini dipilihnya secara random dan para tersangka ini punya kartu namanya saja awalnya jadi tidak ada yang kenal dengan korban,” ujar Wira di Polda Metro Jaya, Selasa (15/9/2025).
-
/data/photo/2025/09/18/68cba1374c04c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Diminta Tenang, Nikita Mirzani Murka Sambil Tunjuk-tunjuk Jaksa Megapolitan
Diminta Tenang, Nikita Mirzani Murka Sambil Tunjuk-tunjuk Jaksa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Terdakwa Nikita Mirzani naik pitam usai seorang jaksa perempuan mengingatkannya agar tenang dengan suara desis dalam sidang dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap dokter Reza Gladys, Kamis (18/9/2025).
Mulanya tim penasihat hukum terdakwa sedang bertanya kepada Fitria, salah satu dari empat saksi meringankan yang dihadirkan dalam persidangan.
Pertanyaan tim penasihat hukum seputar Fitria yang mengaku menjadi korban penipuan usai membeli produk milik Reza Gladys.
Namun, seorang jaksa pria keberatan dengan tanya jawab penasihat hukum dengan Fitria. Ia menilai bahwa ini merupakan persidangan kasus dugaan pemerasan, bukan kesehatan.
“Ini saksi meringankan. Kami melakukan meringankan,” ujar kuasa hukum Nikita yang memotong keberatan jaksa terhadap majelis hakim di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
“Tunggu, saya lagi keberatan,” timpal jaksa.
Menurut kuasa hukum, persidangan ini berkaitan dengan produk skincare yang dijual oleh Reza Gladys sebagai pelapor dalam perkara ini.
Dengan nada tinggi, kuasa hukum meminta jaksa membaca kembali dakwaan yang telah mereka susun untuk persidangan ini.
“Silakan dibawa ke sini, ditunjukkan, ada enggak dibahas tentang itu. Silakan maju,” ucap hakim ketua Kairul Soleh.
Perwakilan jaksa dan kuasa hukum mendekat ke meja majelis hakim sambil membawa surat dakwaan terhadap Nikita. Pada momen ini, Nikita pun berbicara.
“Ada, skincare. Dari awal BAP itu urusannya skincare, enggak ada pemerasan,” ucap Nikita.
Seorang jaksa perempuan meminta Nikita untuk tenang. Permintaan itu disampaikan dengan suara desis kepada Nikita. Namun, Nikita tidak terima.
“Lu yang berisik,” ucap Nikita sambil menunjuk ke arah jaksa.
“Yang sopan,” timpal jaksa.
“Lu yang sopan. Dari awal nih, dari awal nyerocos aja,” kata Nikita lagi sambil menunjuk-nunjuk jaksa.
Melihat kondisi ini, Kairul meminta Nikita dan jaksa tetap tenang. Tetapi, Nikita tetap melayangkan protes.
“Makanya (jaksa) pakai masker, padahal nyerocos terus mulutnya. Yang Mulia juga harus tahu, ini dari awal sidang, nyerocos terus,” ucap Nikita.
“Iya, dua duanya diam,” tegas Kairul.
“Lama-lama gue enggak bisa diam sama lu ya. Nyerocos mulu,” ujar Nikita.
Seorang penasihat hukum perempuan Nikita pun langsung mendekat ke terdakwa. Dia meminta kliennya agar tenang dengan menepuk-nepuk pundak.
Kairul pun meminta terdakwa diam agar persidangan bisa dilanjutkan.
“Sejak awal, majelis sudah mengingatkan ya, semua lewat majelis, tidak usah saling sahut-sahutan. Seperti itu ya. Ini bukan pasar. Kita ada aturannya,” jelas Kairul
Hanya saja, Nikita menyinggung bahwa majelis hakim tidak pernah menunda persidangan akibat ulah jaksa. Berkali-kali, Kairul meminta ibu tiga anak itu agar tetap tenang.
“Sekali diingatkan, diam. Baik penuntut umum, maupun terdakwa,” tegas Kairul.
“Baru tahu saya ada jaksa kayak begini. Jaksa tuh cari kebenaran di muka persidangan,” ucap Nikita.
“Coba, ini sudah kita ingatkan, masih ngomong terus,” kata Kairul.
Dalam momen ini, Nikita meminta majelis hakim memarahi jaksa saat jaksa banyak bicara.
“Saya sudah menahan lama ini, berapa kali sidang ini, saya tahan-tahan. Nyebelin ini dari awal,” ucap Nikita.
Setelah ini, sidang kembali berlanjut.
Adapun Nikita Mirzani didakwa melakukan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap pemilik produk kecantikan bernama dokter Reza Gladys.
Perbuatan itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
Kejadian ini bermula dari unggahan video TikTok akun @dokterdetektif yang mengulas produk kecantikan Glafidsya milik Reza Gladys pada Rabu (9/10/2024).
Menurut pemilik akun, Samira, kandungan produk Glafidsya berupa serum vitamin C booster tidak sesuai dengan klaim.
Harganya pun disebut tidak sesuai dengan kualitasnya.
Dua hari kemudian, Samira kembali mengulas lima produk Glafidsya lainnya, yakni sabun cuci muka, serum, dan krim malam yang lagi-lagi disebut tidak sesuai klaim.
Dalam video itu, Samira mengajak warganet tidak membeli produk yang diklaim dapat menahan penuaan dini ini.
Samira lantas meminta Reza minta maaf ke publik dan menghentikan penjualan produknya untuk sementara.
Reza pun memenuhi permintaan Samira dengan mengunggah video permintaan maaf.
Di sinilah Nikita Mirzani muncul. Nikita tiba-tiba melakukan siaran langsung TikTok melalui akun @nikihuruhara di mana ia menjelek-jelekkan Reza dan produknya berulang kali.
Nikita menuding, kandungan produk kecantikan Reza berpotensi menyebabkan kanker kulit.
Dia juga mengajak warganet tidak lagi menggunakan produk apa pun dari Glafidsya.
Satu minggu setelahnya, rekan sesama dokter bernama Oky memprovokasi Reza untuk memberikan uang ke Nikita supaya tidak lagi menjelek-jelekkan produknya.
Melalui Ismail, Nikita justru mengancam Reza dengan mengatakan bahwa dia bisa dengan mudah menghancurkan bisnis Reza Gladys.
Oleh karenanya, Nikita meminta uang tutup mulut sebesar Rp 5 miliar.
Lantaran merasa terancam, Reza akhirnya bersedia memberikan uang, namun “hanya” Rp 4 miliar.
Atas kejadian itu, Reza mengalami kerugian sebesar Rp 4 miliar.
Ia pun melaporkan kejadian ini ke Polda Metro Jaya pada Selasa (3/12/2024).
Atas perbuatannya, Nikita dan Ismail disangkakan melanggar Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/09/18/68cbf24886713.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2022/02/16/620c931c0f383.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)