Hakim Kembalikan Apartemen ke Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mengembalikan aset berupa sertifikat satu unit apartemen ke mantan istri eks Direktur Utama PT Taspen Antonius NS Kosasih, Rina Lauwy Kosasih.
Hakim beralasan, aset yang disita tersebut tidak berkaitan dengan kasus korupsi investasi fiktif PT Taspen yang menjerat Antonius Kosasih.
“Maka beralasan hukum untuk mengembalikan barang bukti nomor 736 kepada Rina Lauwy Kosasih selaku pemilik sah,” ujar hakim Sunoto dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Keputusan ini diambil berdasarkan permohonan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang lebih dahulu mengajukan pengembalian atas aset milik Rina Lauwy.
“Karena JPU menyetujui pengembalian barang bukti tersebut kepada Rina Lauwy Kosasih, dan berdasarkan pemeriksaan di persidangan terbukti bahwa aset tersebut diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana yang didakwakan, serta bukan merupakan tindak pidana korupsi,” ujar hakim.
Permohonan pengembalian ini disampaikan JPU dalam beberapa persidangan lalu.
“Perihal permintaan permohonan pengembalian sertifikat rusun nomor 200397xxx, Apartemen Belleza Unit 21 vs 5, sikap penuntut umum telah mengajukan tuntutan atas barang bukti tersebut, yaitu barang bukti nomor 736 yang dikembalikan kepada Rina Lauwy Kosasih,” ujar salah satu jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Diketahui, Rina lebih dahulu mengirimkan surat permohonan kepada JPU.
Dalam surat tertanggal 18 September 2025 ini, Rina memohon agar jaksa dan hakim dapat mengembalikan sertifikat rusun nomor 0397/20K apartemen Belleza Unit 21 vs 5.
Selain itu, Rina juga meminta agar jaksa maupun hakim dapat mencabut blokir atas sertifikat hak milik rumah susun untuk satu unit apartemen atas nama ayahnya, Haryanto Lauwy.
JPU menjelaskan, sejak awal, sertifikat atas nama ayah Rina Lauwy ini tidak masuk dalam daftar barang bukti.
“(Sertifikat) atas nama Haryanto Lauwy tidak terdapat dalam daftar barang bukti sehingga atas permohonan tersebut, penuntut umum bersikap tidak akan mengajukan tuntutan atas barang bukti yang dimaksud,” imbuh JPU.
Dalam sidang hari ini, hakim menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa.
Eks Direktur Utama PT Taspen Antonius NS Kosasih divonis hukuman pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Selain pidana penjara, Kosasih juga dihukummembayarkan uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 dollar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht, 30 poundsterling, 128.000 yen, 500 dollar Hong Kong, dan 1,262 juta won, serta Rp 2.877.000.
Jika uang pengganti ini tidak dibayarkan dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta dan aset Kosasih akan dirampas untuk negara dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara.
“Dan, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun,” kata hakim Purwanto.
Sementara itu, Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto, dijatuhkan hukuman 9 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta serta membayar uang pengganti senilai 253.660 Dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Secara keseluruhan, perbuatan para terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1 triliun.
Hakim meyakini, perbuatan Kosasih bersama Ekiawan telah memenuhi unsur melawan hukum.
Hal ini terlihat dari beberapa aspek, mulai dari penunjukkan PT Insight Investment Management (PT IIM) sebagai pengelola yang ditugaskan untuk melakukan investasi reksadana I-Next G2 dilakukan melalui mekanisme penunjukkan langsung tanpa melakukan tender.
Proses penjualan aset PT Taspen berupa sukuk ijarah SIAISA02 dan investasi dana Rp 1 triliun ke reksadana I-Next G2 melalui broker PT IIM, KB Valbury Sekuritas Indonesia, juga dinilai merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak didahului dengan kajian yang memadai.
Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar dakwaan primair JPU sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2025/10/06/68e3bd650fadf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hakim Kembalikan Apartemen ke Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Nasional 6 Oktober 2025
-

Eks Dirut Taspen Terburu-buru Lakukan Investasi Rp 1 Triliun
Jakarta –
Hakim menyebut mantan Direktur Utama PT Taspen Antonius Nicholas Stephanus (ANS) Kosasih melakukan investasi fiktif senilai Rp 1 triliun dengan terburu-buru. Hakim mengatakan Kosasih seharusnya lebih berhati-hati sebelum mengambil keputusan investasi.
“Dan justru sebagai Direktur Investasi yang baru, terdakwa seharusnya lebih berhati hati dan melakukan due diligence yang mendalam sebelum mengambil keputusan dengan investasi senilai Rp 1 triliun bukan malah terburu-buru melakukan transaksi yang justru menimbulkan kerugian baru,” ujar hakim anggota Sunoto saat membacakan amar putusan Kosasih di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/10/2025).
“Terlebih lagi pada tanggal 2 Mei 2019 telah ada hasil voting perdamaian PKPU yang menjamin pembayaran 100 persen untuk kreditur BUMN, sehingga sebenarnya tidak ada urgensi untuk melakukan konversi melalui reksa dana yang berisiko tinggi,” tambahnya.
Hakim mengatakan Kosasih juga melakukan revisi peraturan direksi dalam waktu lima hari untuk mengakomodasi transaksi konversi aset. Hakim mengatakan Kosasih menggunakan keuntungan hasil investasi itu untuk membeli aset berupa apartemen, bidang tanah hingga bangunan.
“Apalagi fakta menunjukan bahwa terdakwa merevisi peraturan direksi PT Taspen hanya 5 hari sebelum transaksi, pada tanggal 28 Mei 2019 untuk mengakomodasi konversi aset yang menunjukan bahwa sebenarnya peraturan internal tidak mengakomodasi transaksi tersebut, sehingga harus diubah terlebih dahulu dengan cara yang tergesa gesa,” ujarnya.
“Yang merupakan barang bukti nomor 736 oleh karena JPU menyetujui pengembalian barang bukti tersebut kepada Rina Lauwy Kosasih dan berdasarkan pemeriksaan di persidangan terbukti bahwa aset tersebut, diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana yang didakwakan serta bukan merupakan tindak pidana korupsi, maka beralsan hukum untuk mengembalikan barang bukti nomor 736 kepada Rina Lauwy Kosasih selaku pemilik sah,” ujarnya.
Sebelumnya, ANS Kosasih divonis 10 tahun penjara. Hakim menyatakan Kosasih bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus investasi fiktif yang merugikan keuangan negara Rp 1 triliun.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun,” tambah hakim.
Kosasih juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, hakim menghukum Kosasih membayar uang pengganti sebesar Rp 29,152 miliar, 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 pound sterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,262 juta won Korea, dan Rp 2.877.000.
Hakim mengatakan harta benda Kosasih dapat dirampas dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Namun, jika tak mencukupi, diganti 3 tahun kurungan.
“Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun,” ujar hakim.
Hakim menyatakan Kosasih bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(mib/idn)
-
/data/photo/2025/10/06/68e3bd650fadf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Terbukti Beli Apartemen hingga Mobil Pakai Uang Korupsi Nasional 6 Oktober 2025
Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Terbukti Beli Apartemen hingga Mobil Pakai Uang Korupsi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan, eks Direktur Utama PT Taspen Antonius NS Kosasih dinilai terbukti memperkaya diri sendiri hingga lebih dari Rp 29 miliar dalam kasus korupsi investasi fiktif di PT Taspen.
Hal ini terungkap saat majelis hakim menjabarkan pertimbangan-pertimbangan hukum sebelum membacakan vonis 10 tahun penjara terhadap Kosasih.
“Berdasarkan fakta persidangan, telah terbukti terdakwa telah menerima dana sebesar Rp 29 miliar sekian ditambah berbagai mata uang asing,” ujar hakim Sunoto dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Hakim juga menyatakan Kosasih terbukti menerima uang dalam beberapa mata uang asing, yaitu 127.057 dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 dollar Singapura, 10.000 euro, 1.470 baht, 30 poundsterling, 128.000 yen, 500 dollar Hong Kong, dan 1.262.000 won.
Hakim meyakini, uang hasil korupsi ini sebagian telah digunakan Kosasih untuk membeli aset berupa apartemen, tanah, hingga kendaraan.
Aset-aset ini terdiri dari 4 unit apartemen The Smith senilai Rp 10,7 miliar, 2 unit apartemen Spring Wood senilai Rp 5 miliar, 4 unit Sky House di BSD senilai Rp 5 miliar, 3 bidang tanah di Serpong senilai Rp 4 miliar, 1 unit apartemen Belleza senilai Rp 2 miliar, dan 3 unit mobil Honda senilai Rp 1,67 miliar.
Hakim menilai, aset-aset ini tidak sesuai dengan penghasilan sah dari Kosasih selaku Direktur Utama BUMN.
Sejumlah aset-aset tersebut juga tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sehingga dinilai menjadi upaya untuk menyembunyikannya.
Berhubung aset-aset ini didapat dari perbuatan melawan hukum, hakim menilai aset-aset ini pantas untuk disita dan dirampas demi memulihkan keuangan negara.
Selain memperkaya diri sendiri, Antonius Kosasih juga terbukti memperkaya orang lain dalam kasus ini, yakni Direktur Utama PT Insight Investment Management Ekiasan sebesar 253.660 dollar AS, dan eks Dirut Taspen Patar Sitanggang sebesar Rp 200 juta.
“Serta, memperkaya korporasi PT IIM dengan management fee Rp 44 miliar; PT KB Valbury Sekuritas Rp 2,4 miliar; PT Pacific Sekuritas Rp 108 juta; PT Sinarmas Sekuritas Rp 40 juta; PT TPS Food Rp 150 miliar,” kata hakim.
Keuntungan ini didapatkan perusahaan melalui pembayaran management fee dan broker fee.
Jika merujuk pada berkas kerja sama, pembayaran upah ini memang sah secara kontrak, tetapi bermasalah dan tidak sah karena berlandaskan pada transaksi yang melawan hukum dan merugikan negara.
Secara keseluruhan, perbuatan para terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1 triliun.
Atas perbuatannya, Kosasih divonis hukuman pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Selain pidana penjara, Kosasih juga divonis untuk membayarkan uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 dollar AS, 283.002 dollar Singapura, 10.000 euro, 1.470 baht, 30 poundsterling, 128.000 yen, 500 dollar Hong Kong, dan 1.262.000 won.
Jika uang pengganti ini tidak dibayarkan dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta dan aset Kosasih akan dirampas untuk negara dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara.
“Dan, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun,” kata hakim Purwanto lagi.
Sementara itu, Ekiawan dijatuhkan hukuman 9 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta serta membayar uang pengganti senilai 253.660 dollar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Hakim meyakini, perbuatan Kosasih bersama Ekiawan telah memenuhi unsur melawan hukum.
Hal ini terlihat dari beberapa aspek, mulai dari penunjukkan PT Insight Investment Management (PT IIM) sebagai pengelola yang ditugaskan untuk melakukan investasi reksadana I-Next G2 yang dilakukan melalui mekanisme penunjukkan langsung tanpa melakukan tender.
Proses penjualan aset PT Taspen berupa sukuk ijarah SIAISA02 dan investasi dana Rp 1 triliun ke reksadana I-Next G2 melalui broker PT IIM, KB Valbury Sekuritas Indonesia, juga dinilai merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak didahului dengan kajian yang memadai.
Hakim menilai, keputusan Kosasih untuk membeli reksadana berisiko dan tergesa-gesa.
Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar dakwaan primair JPU sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/28/68b009c92d196.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Penjara Nasional 6 Oktober 2025
Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Divonis 10 Tahun Penjara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih, divonis 10 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kasus pengelolaan investasi fiktif.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Purwanto S Abdullah saat membacakan amar vonis dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Selain pidana penjara, Kosasih juga divonis untuk membayarkan uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 Dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 Dollar Singapura, 10.000 Euro, 1.470 Baht Thailand, 30 Poundsterling, 128.000 Yen Jepang, 500 Dollar Hong Kong, dan 1,262 juta Won Korea, serta Rp 2.877.000.
Jika uang pengganti ini tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, harta dan aset Kosasih akan dirampas untuk negara dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara.
“Dan, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Hakim Purwanto lagi.
Sementara itu, Ekiawan Heri Primaryanto, selaku Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), dijatuhkan hukuman 9 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Hakim Purwanto membacakan amar putusan.
Dalam kasus ini, Eki juga dihukum untuk membayar uang pengganti senilai 253.660 USD subsider 2 tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, hakim meyakini perbuatan Kosasih bersama Ekiawan telah memenuhi unsur melawan hukum.
Hal ini terlihat dari beberapa aspek.
Mulai dari penunjukkan PT Insight Investment Management (PT IIM) sebagai pengelola yang ditugaskan untuk melakukan investasi reksadana I-Next G2, dilakukan melalui mekanisme penunjukkan langsung tanpa melakukan tender.
Proses penjualan aset PT Taspen berupa sukuk ijarah SIAISA02 dan investasi dana Rp 1 triliun ke reksadana I-Next G2 melalui broker PT IIM, KB Valbury Sekuritas Indonesia, juga dinilai merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak didahului dengan kajian yang memadai.
Hakim menilai keputusan Kosasih untuk membeli reksadana berisiko dan tergesa-gesa.
“Seharusnya terdakwa memilih opsi yang paling aman, yaitu mengikuti proposal perdamaian yang sudah dijamin pengadilan, bukan malah menciptakan risiko baru melalui reksadana yang tidak jelas prospeknya,” kata Hakim Anggota Sunoto saat membacakan pertimbangan.
Perbuatan kedua terdakwa dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp 1 triliun.
Untuk melakukan perbuatannya, terdakwa menggunakan modus operandi yang kompleks dan berlapis demi menyamarkan langkah mereka.
Adapun perbuatan para terdakwa juga menurunkan kepercayaan publik, terutama dari para pensiunan aparatur sipil negara (ASN) yang gajinya setiap bulan sudah dipotong untuk dana pensiun.
Hakim menilai perbuatan terdakwa juga melukai 4,8 juta pensiunan ASN yang terdaftar sebagai penerima manfaat Taspen.
Para penerima manfaat ini seharusnya dapat menggunakan dana tabungan mereka untuk membiayai kehidupan di masa tua.
Namun, dana ini justru disalahgunakan dan dikorupsi.
Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar dakwaan primair JPU sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

LBH Surabaya Ajukan Penangguhan Penahanan Aktivis di Jember
Jember (beritajatim.com) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengajukan penangguhan penahanan terhadap F, salah satu aktivis pengunjuk rasa, yang sedang ditahan Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, Senin (6/10/2025).
F ditangkap polisi dan dikenai pasal 160 KUHP terkait pemghasutan. “Dia diduga menghasut teman-teman yang melakukan perusakan,” kata Fahmi Ardiyanto, pengacara dari LBH Surabaya, saat ditemui menjelang berangkat ke Markas Polres Jember.
“Cuma kalau dilihat dari profiling Mas F, peran Mas F hanya sebagai paramedis. Perannya di situ sifatnya di belakang dan tugasnya membantu teman-teman yang pada saat aksi menjadi korban represi aparat,” kata Fahmi.
Hal ini yang membuat Fahmi kurang yakin F melakukan tindakan pidana yang dituduhkan polisi. “Itu juga dibantah langsung F oleh saat pemeriksaan,” katanya.
LBH Surabaya menilai penangkapan F di rumahnya tidak prosedural. “Dalam proses penetapan tersangka, polisi tidak pernah memanggil F sebagai calon tersangka. Kalau kita lihat di putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014, ketika penmyidik mau menetapkan seseorang menjadi tersangka, tentu harus dilengkapi bukti permulaan disertai dengan pemeriksaan sebagai calon tersangka,” kata Fahmi.
LBH Surabaya mengajukan penangguhan penahanan, karena F berstatus tulang punggung keluarga. “Dia anak tunggal. Bapaknya ada di luar kota, dan dia tinggal sendirian bersama ibunya yang sudah tua. Penangguhan ini lebih urgen karena tidak membutuhkan proses panjang,” kata Fahmi.
Fahmi berharap status F bisa diubah dari tahanan rutan menjadi tahanan kota atau tahanan rumah. “Berkaitan dengan proses praperadilan, kami yang tergabung dalam Koalisi Advokasi terhadap Demokrasi masih menggodok, masih mendiskusikan apakah akan melakukannya atau tidak,” katanya.
Menurut data yang dilansir Kepolisian Daerah Jawa Timur, 18 September 2025, polisi menahan tujuh orang yang merusak dan membakar tenda pos pantau milik Satuan Lalu Lintas Polres Jember, 30 Agustus 2025.
Sebelumnya selain F, ada tiga tersangka lain yang mengajukan penangguhan penahanan. “Sejauh ini LBH Surabaya dan teman-teman Koalisi dipercayakan menerima kuasa dari tiga orang sebelumnya, yakni Mas R, AF, dan Y. Sudah kami ajukan penangguhan penahanan,” kata Fahmi.
“Kalau sisanya, kami belum mendapatkan identifikasi siapa saja yang ditangkap dan kami bukan kuasa hukum mereka. Jadi kami tidak mengajukan penangguhan penahanan atas nama mereka,” kata Fahmi.
Fahmi memahami bahwa penangguhan penahanan tergantung dari subyektivitas penyidik. “Tapi meskipun itu subyektivitas penyidik, tetap harus dengan alasan dan landasan yang jelas, kenapa permohonan itu tidak diterima,” katanya.
Fahmi berharap penangguhan penahanan ini diterima, karena bukan hanya keluarga yang jadi penjamin.
“Kami juga mendorong tokoh-tokoh lokal dan nasional untuk menjadi penjamin bahwa orang yang ditahan itu tidak akan melarikan diri, tidak akan mengulangi tindak pidananya, dan tidak akan menghilangkan barang bukti, serta kooperatif bila ada pemeriksaan di tingkat kepolisian dan kejaksaan,” kata Fahmi.
Selain itu, menurut Fahmi, LBH Surabaya mendorong kepolisian untuk menghentikan perburuan aktivis demokrasi. “Jadi tidak semestinya teman-teman yang menyuarakan hak berpendapat mendapat represi dari kepolisian,” katanya. [wir]
/data/photo/2025/10/06/68e3bb02ba7d4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/06/68e3ae9f4c5f7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5372726/original/078863800_1759753923-106127.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
