Topik: KUHP

  • Jadi Terdakwa Kasus Pertamina, Riva Siahaan Cs Mengaku Masih Berstatus Karyawan BUMN

    Jadi Terdakwa Kasus Pertamina, Riva Siahaan Cs Mengaku Masih Berstatus Karyawan BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan mengaku masih menjadi karyawan badan usaha milik negara (BUMN).

    Hal tersebut diakui Riva dalam sidang dakwaan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Riva nampak duduk di kursi pesakitan. Dia mengenakan kemeja berwarna putih saat akan didakwa oleh majelis hakim.

    Sebagai pendahuluan sidang, hakim menanyakan identitas empat terdakwa. Selain Riva, tiga terdakwa lainnya yakni Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

    Selanjutnya, Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Kemudian, setelah memastikan nama, tempat tinggal hingga agama, hakim mulai menanyakan terkait pekerjaan keempat terdakwa.

    “Sampai saat ini masih menjadi karyawan BUMN yang mulia,” jawab Riva.

    Pola pertanyaan yang sama juga dilayangkan kepada terdakwa lainnya. Keempat terdakwa dalam perkara ini pun kompak menjawab karyawan BUMN saat ditanya pekerjaan.

    Sekadar informasi, keempat terdakwa ini diduga melakukan penyimpangan mulai dari hulu sampai hilir. Penyimpangan itu terdiri atas kegiatan ekspor minyak mentah, impor minyak mentah, impor BBM, pengapalan minyak mentah/BBM, sewa terminal BBM.

    Tak hanya itu, perbuatan lainnya seperti pemberian kompensasi BBM dan penjualan solar subsidi di bawah harga bottom price turut dilakukan oleh para terdakwa.

    “Oleh karena perbuatan terdakwa dan tersangka tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp285,18 triliun,” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra.

    Adapun, pasal yang disangkakan terhadap Riva Cs yakni Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

     

  • Sidang Perdana Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina Dimulai Hari Ini (9/10)

    Sidang Perdana Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina Dimulai Hari Ini (9/10)

    Bisnis.com, JAKARTA — Sidang perdana kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023 telah dimulai hari ini, Kamis (9/10/2025).

    Sidang tersebut berlangsung di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, sidang dimulai sekitar 11.40 WIB.

    Dalam sidang kali ini, ada empat tersangka yang akan didakwa dalam perkara tersebut. Keempat tersangka perkara ini tampak mengenakan rompi tahanan khas Kejagung lengkap dengan borgol masing-masing tangan mereka. 

    Dua orang tersangka memakai batik, sementara dua orang lainnya memakai kemeja berwarna biru dan putih.

    Adapun, empat orang yang akan didakwa ini adalah Riva Siahaan (RS) selaku eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Maya Kusmaya (MK) selaku eks Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan Edward Corne (EC) selaku eks VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Sebelum sidang dimulai, majelis hakim mulanya menanyakan terkait dengan identitas keempatnya. Satu per satu keempat tersangka itu menjawab pertanyaan pendahuluan dari hakim.

    Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Fajar Kusuma Aji. Sementara, hakim anggota sidang kali ini berjumlah empat orang. Mereka yakni Adek Nurhadi, Sigit Herman Binaji, Mulyono Dwi Putro dan Eryusman.

    Sekadar informasi, keempat terdakwa ini diduga melakukan penyimpangan mulai dari hulu sampai hilir. Penyimpangan itu terdiri atas kegiatan ekspor minyak mentah, impor minyak mentah, impor BBM, pengapalan minyak mentah/BBM, sewa terminal BBM.

    Tak hanya itu, perbuatan lainnya seperti pemberian kompensasi BBM dan penjualan solar subsidi di bawah harga bottom price turut dilakukan oleh para terdakwa.

    “Oleh karena perbuatan terdakwa dan tersangka tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp285.185.919.576.620 [Rp285,18 triliun],” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra.

    Adapun, pasal yang disangkakan terhadap Riva Cs yakni Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

  • Kisah Pembobol Toko Sembako di Sumobito Jombang: Dari Pelarian hingga Menyerahkan Diri

    Kisah Pembobol Toko Sembako di Sumobito Jombang: Dari Pelarian hingga Menyerahkan Diri

    Jombang (beritajatim.com) – Seorang pria yang nekat membobol toko sembako di depan Pasar Sumobito, Jombang, akhirnya menyerahkan diri ke pihak kepolisian. Pelaku, yang diketahui berinisial DT (37), warga Desa/Kecamatan Sumobito, mengaku bahwa dirinya terdesak oleh utang hingga memilih jalan kejahatan.

    Namun, kisahnya yang penuh liku ini akhirnya berakhir di ruang tahanan, setelah ia sempat melarikan diri ke Bali dan merasa dikejar oleh kepolisian.

    Pada malam Selasa, 30 September 2025, sekitar pukul 00.15 WIB, DT yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang, dengan sengaja merencanakan aksinya. Ia menyamar dengan memakai mukena hijau, menutupi wajahnya dengan penutup ala ninja, dan menggunakan linggis untuk mencongkel jendela toko ‘Berkah Merdeka’, milik Muhammad Fauzi Ridwan, yang menjual sembako.

    Melalui tembok belakang, ia berhasil masuk dan menguras barang-barang yang ada di dalam toko. Rokok sebanyak 86 bungkus dan uang tunai Rp400 ribu menjadi barang curian yang berhasil dibawa kabur oleh pelaku.

    Namun, usaha untuk melarikan diri ke Bali hanya berlangsung singkat. Merasa dikejar oleh pihak kepolisian, DT memilih untuk kembali ke Jombang dan menyerahkan diri pada 5 Oktober 2025, tepatnya di Polsek Sumobito.

    AKP Margono Suhendra, Kasatreskrim Polres Jombang, mengungkapkan bahwa pelaku sebelumnya sudah menjadi residivis, dengan hukuman penjara pada tahun 2011 atas kasus serupa.

    “DT sudah kami tetapkan sebagai tersangka, dan sekarang ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya,” ujar Margono dalam konferensi pers di Polres Jombang, Kamis (9/10/2025). Dalam kesempatan tersebut, DT tampil dengan mengenakan pakaian tahanan oranye.

    Tindakan nekat ini dilakukan DT bukan tanpa alasan. Menurut pengakuannya, hasil pencurian digunakan untuk menutupi utang-utang pribadinya, termasuk utang pinjaman online yang menumpuk.

    Polisi yang menyita barang bukti berupa mukena, linggis, dan sejumlah barang lainnya, kini harus memproses DT yang kembali harus mendekam di penjara selama tujuh tahun ke depan. Ia dijerat dengan pasal 363 Ayat (1) ke-5e KUHP tentang pencurian dengan pemberatan.

    Kasus ini menarik perhatian publik, mengingat rekaman CCTV aksi pelaku yang viral di media sosial. Dalam video yang beredar, tampak DT dengan hati-hati menguras toko sembako, sembari menutupi identitasnya dengan topeng ninja.

    Setelah berhasil membawa kabur barang hasil curian, ia pun melarikan diri dengan rasa takut yang akhirnya membawa penyerahan diri pada pihak berwajib. [suf]

  • Kapolda Jatim Bentuk Tim Khusus Usut Tuntas Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

    Kapolda Jatim Bentuk Tim Khusus Usut Tuntas Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

    Surabaya (beritajatim.com) – Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nanang Avianto menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas tragedi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Sidoarjo yang terjadi pada Senin (29/9/2025). Peristiwa memilukan yang menelan korban jiwa terbanyak sepanjang tahun 2025 itu kini ditangani oleh tim khusus gabungan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim.

    “Sampai saat ini sudah 17 saksi yang kami periksa. Untuk perkara juga sudah naik ke tahap penyidikan,” kata Nanang.

    Ia menjelaskan, tim gabungan tersebut telah bekerja sejak hari pertama kejadian. Proses penyelidikan awal dilakukan berdasarkan laporan tipe A, yaitu laporan yang dibuat oleh anggota polisi yang menemukan langsung peristiwa dugaan tindak pidana. Kasus ini tercatat dengan nomor LP/A/4/IX/2025/SPKT.UNITRESKRIM/POLSEK BUDURAN POLRESTA SIDOARJO/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 29 September 2025.

    “Namun melihat situasional pada saat itu juga saya sampaikan bahwa kita kedepankan adalah masalah kemanusiaan dulu sehingga kita melakukan kegiatan-kegiatan pertolongan,” jelas Nanang.

    Usai dinaikkan ke tahap penyidikan, Polda Jatim akan memanggil sejumlah ahli untuk memperjelas dugaan pelanggaran dalam tragedi tersebut. Tim penyidik akan melibatkan ahli teknik sipil, ahli bangunan, dan ahli gedung untuk menelusuri penyebab pasti kegagalan konstruksi. Selain itu, ahli hukum pidana juga akan dimintai pendapat guna memperkuat dasar hukum pasal yang disangkakan.

    “Adapun pasal-pasal yang akan kami sangkakan di sini adalah pasal 359 KUHP dan atau pasal 360 KUHP kelalaian yang menyebabkan kematian dan atau luka berat. Kemudian kita juga menerapkan Pasal 46 ayat 3 dan atau Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung terkait dalam pemenuhan persyaratan teknis bangunan,” tuturnya.

    Terkait munculnya keraguan publik terhadap penanganan kasus di pondok pesantren yang berdiri sejak 1920 itu, Nanang menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan objektif tanpa memandang status sosial pihak-pihak yang terlibat.

    “Setiap orang itu sama haknya kedudukannya di dalam hukum. Jadi tentunya apapun yang akan melekat itu nanti kita lepaskan dulu. Jadi supaya kita tahu bagaimana progres ini berlangsung dan kemudian mengenai pertanggungjawaban kepada hukum karena kita ingat kita ini kan negara hukum. Jadi semuanya saya ingin untuk patuh terhadap aturan yang ada dulu,” pungkasnya. [ang/beq]

  • Kasus Ponpes Al-Khoziny Naik ke Tahap Penyidikan, Polda Jatim Temukan Unsur Pidana

    Kasus Ponpes Al-Khoziny Naik ke Tahap Penyidikan, Polda Jatim Temukan Unsur Pidana

    Bisnis.com, SURABAYA – Aparat kepolisian menyatakan telah mengungkap unsur pidana dalam tragedi ambruknya bangunan tiga lantai di Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menewaskan lebih dari 60 orang. Selain itu, tim khusus dari Polda Jatim juga telah dibentuk untuk mengusut kasus tersebut.

    Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto menyebut, sebanyak empat pasal telah dijerat kepada sosok yang masih enggan untuk disebutkan identitasnya oleh aparat kepolisian tersebut.

    Pertama adalah Pasal 359 KUHP mengatur tentang tindak pidana karena kealpaan (kelalaian) yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Kemudian, Pasal 360 KUHP mengatur mengenai pidana bagi orang yang karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka berat atau sakit sementara (halangan pekerjaan).

    “Adapun pasal-pasal yang akan kami sangkakan di sini adalah Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP kelalaian yang menyebabkan kematian dan atau luka berat,” ungkap Nanang saat jumpa pers di RS Bhayangkara Polda Jatim Surabaya, Rabu (8/10/2025) malam.

    Selanjutnya, aparat kepolisian juga menjerat terduga pelaku dengan Pasal 46 ayat 3 dan atau Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur mengenai hukuman pidana atau denda terhadap pemilik dan atau pengguna gedung yang melanggar undang-undang.

    “Kemudian kita juga menerapkan Pasal 46 ayat 3 dan atau Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terkait dalam pemenuhan persyaratan teknis bangunan,” tambah Nanang.

    Nanang juga membeberkan bahwa proses penyelidikan telah dilaksanakan oleh jajaran kepolisian sejak awal terjadinya kejadian nahas tersebut. Jajaran Polresta Sidoarjo telah memulai penyelidikan tersebut lewat keberadaan LP/A/4/IX/2025 SPKT.UNITRESKRIM/POLSEK BUDURAN POLRESTA SIDOARJO/POLDA JAWA TIMUR.

    “Jadi rekan-rekan, pada kesempatan ini saya sampaikan bahwa pada tanggal tersebut setelah kejadian kita pun sebenarnya sudah melakukan langkah-langkah dengan membuat laporan polisi yang dilakukan oleh Polresta Sidoarjo,” tegas Nanang.

    Nanang menyatakan, dengan pertimbangan situasi kondisi di lokasi kejadian, di mana petugas SAR gabungan masih berfokus untuk mengevakuasi korban yang terjebak di bawah reruntuhan, maka aparat kepolisian lebih mengutamakan proses pertolongan dan pencarian terhadap korban.

    “Yang ini terus berlanjut beberapa hari. Di samping itu juga memang kita melakukan langkah-langkah di dalam proses penyelidikan itu sendiri. Sambil berjalan dan semua itu paralel,” jelas Nanang.

    Setelah operasi gabungan pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana Ponpes Al-Khoziny Sidoarjo dinyatakan resmi berakhir, Nanang menegaskan, pihaknya membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan.

    Tim tersebut terdiri atas anggota dari jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditkreskrimum) dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim.

    “Dan ini pun kami tanganin langsung dari Polda, tim yang dari Polda. Di situ juga digabung biar meskipun dari Polresta Sidoarjo diikutkan, tapi kami ambil alih. Jadi, di sini kami libatkan tim dari Direktorat Reserse Kriminal Umum dan Krimsus untuk melakukan penanganan proses penyidikan ini,” pungkasnya. 

  • Empat Warga Pati Jadi Tersangka, Buntut Demo Coba Gulingkan Bupati Sudewo

    Empat Warga Pati Jadi Tersangka, Buntut Demo Coba Gulingkan Bupati Sudewo

    GELORA.CO – Polda Jawa Tengah (Jateng) menangkap empat warga yang berpartisipasi dalam demonstrasi di Alun-Alun Pati menuntut pelengseran Bupati Pati Sudewo pada 13 Agustus 2025 lalu. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan mobil polisi dan penyerangan terhadap aparat.

    Koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), Supriyono alias Botok, mengatakan, penangkapan empat warga tersebut tidak akan menyurutkan perjuangan kelompoknya untuk melengserkan Sudewo.

    “Saya kira dengan kejadian ini tidak mengendurkan semangat aktivis di Kabupaten Pati, untuk mengawal aspirasi (Aliansi) Masyarakat Pati Bersatu, untuk berjuang melengserkan Bupati Pati Sudewo,” kata Botok saat diwawancara di Polda Jateng, Rabu (8/10/2025).

    Menurut Botok, ditangkapnya empat warga Pati yang berpartisipasi dalam demo pelengseran Sudewo merupakan risiko perjuangan. “Yang jelas dengan kejadian ini tidak mengendurkan semangat teman-teman untuk berjuang,” ujarnya.

    Kendati demikian, Botok berharap Polda Jateng bisa menangani kasus empat warga Pati yang diduga melakukan perusakan mobil polisi dan menyerang petugas dengan objektif.

    “Semoga pihak kepolisian dalam menangani perkara ini seimbang, tidak pro-sana atau pro-sini. Kalau memang ada pihak yang diduga pro-Bupati melakukan tindak pidana penganiayaan dan sebagainya juga harus ditangkap,” ucap Botok.

    Hal itu karena Koordinator AMPB lainnya, yakni Teguh Istiyanto, sempat dikeroyok oleh massa pendukung Sudewo. Peristiwa itu terjadi ketika Teguh dan massa AMPB hendak mengikuti sidang pansus hak angket pelengseran Sudewo di DPRD Pati pada 2 Oktober 2025 lalu. Hari itu, Sudewo dipanggil untuk memberikan keterangan. Terkait pengeroyokan terhadap Teguh, Polda Jateng telah menetapkan satu tersangka.

    Selain itu, pada dini hari tanggal 3 Agustus 2025, kediaman Teguh Istiyanto dibakar orang tak dikenal. Sejauh ini belum ada terduga pelaku pembakaran yang ditangkap kepolisian.

    Menurut Botok, peristiwa-peristiwa tersebut cukup mempengaruhi psikis Teguh. “Keluarganya Bapak Teguh juga sempat mengingatkan Pak Teguh untuk jangan terlalu mengkritik pemerintahan Bupati Sudewo. Karena ini kan sudah kelihatan ya arogannya Bapak Bupati Sudewo. Apalagi dengan kejadian kemarin pendukungnya Sudewo menganiaya Bapak Teguh di depan Bapak Kapolres Pati,” ucapnya.

    Botok mengatakan, saat ini fokus utama AMPB adalah mengawal pansus hak angket pelengseran Sudewo. “Semoga beliau mau mengundurkan diri agar Pati lebih kondusif,” ujarnya.

    Empat Warga Ditetapkan Tersangka

    Polda Jateng menangkap empat warga yang berpartisipasi dalam demonstrasi di Alun-Alun Pati menuntut pelengseran Bupati Pati Sudewo pada 13 Agustus 2025 lalu. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan mobil polisi dan penyerangan terhadap aparat.

    “Jadi hari ini ada empat tersangka yang dibawa dari Pati ke Polda. Mereka masing-masing diperiksa terhadap pelanggaran tindak pidana yang telah dilakukan,” ungkap Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto, Rabu (8/10/2025).

    Artanto mengatakan, keempat tersangka tersebut berinisial M, MP, TA, dan AS. “Inisial M, perannya melakukan perusakan kendaraan dinas Provos Polres Grobogan. MP perannya adalah menjegal anggota Provos, sehingga dia terjatuh dan dikeroyok massa,” ucapnya.

    Sementara TA dan AS, kata Artanto, secara bersama-sama melakukan penganiayaan terhadap anggota Dalmas. “TKP-nya sama di Alun-Alun Pati,” ujarnya.

    Menurut Artanto, sementara ini, pasal yang disangkakan kepada keempat tersangka adalah Pasal 170 KUHP. “Pasal utamanya itu, tapi nanti mungkin pasal lain-lain ada lagi,” katanya.

    Artanto menekankan, penyidik Polda Jateng melakukan penyidikan terhadap keempat tersangka berdasarkan peristiwa yang terjadi di lapangan. “Kalau di dalam suatu kejadian ada pelanggaran tindak pidana, ya kita lakukan penyidikan,” ucapnya.

    Perwakilan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) menyambangi Ditreskrimum Polda Jateng pada Rabu. Mereka datang untuk mempertanyakan penangkapan empat warga Pati yang diduga melakukan pelanggaran pidana saat berpartisipasi dalam demonstrasi di Alun-Alun Pati pada 13 Agustus 2025 lalu.

    “Mereka menjelaskan bahwa memang betul sudah ada penangkapan empat orang yang diduga melakukan tindak pidana penganiyaan dan pembakaran mobil,” kata Ketua Tim Hukum AMPB, Nimerodi Gule, saat diwawancara di lobi Ditreskrimum Polda Jateng.

    Menurut Nimerodi, keempat warga tersebut ditangkap di rumahnya masing-masing pada Selasa (7/10/2025). “Tapi hari ini kita baru bisa ketemu satu (tersangka), yang lain belum bisa ketemu karena (petugas) piketnya tidak ada. Sehingga besok kita harus ketemu kembali untuk mempertanyakan sekaligus memverifikasi kepada teman-teman yang ditahan itu peristiwa apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka,” ucapnya. 

  • Korupsi Telkom Sigma, Direktur PT PNB Divonis 1 Tahun Penjara 
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Oktober 2025

    Korupsi Telkom Sigma, Direktur PT PNB Divonis 1 Tahun Penjara Regional 8 Oktober 2025

    Korupsi Telkom Sigma, Direktur PT PNB Divonis 1 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    SERANG, KOMPAS.com
    – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada mantan Direktur PT Prakarsa Nusa Bakti (PNB), Roberto Pangasian Lumban Gaol.
    Vonis tersebut terkait dengan kasus pengadaan server dan storage di anak perusahaan Telkom, PT Sigma Cipta Caraka (Telkom Sigma) pada 2016 dengan nilai mencapai Rp 282 miliar.
    Kuasa hukum Roberto, Wa Ode Nur Zainab berpendapat, seharusnya kliennya dibebaskan dalam perkara ini.
    “Jadi kalau melihat hasil dari keputusan hakim, mestinya bebas,” ungkap Wa Ode kepada wartawan setelah persidangan, Rabu (8/10/2025).
    Wa Ode menjelaskan, berdasarkan putusan yang dibacakan majelis hakim yang dipimpin Agung Sulistiono, perkara tersebut tidak menimbulkan kerugian negara.
    Ia menambahkan, kasus yang menjerat tiga terdakwa lainnya seharusnya masuk dalam ranah keperdataan, yang telah diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Banten pada 2017.
    Dalam putusan tersebut, PT PNB diperintahkan untuk melunasi sisa pembayaran sebesar Rp 142 miliar kepada PT SCC.
    “Dari sini bisa dilihat adanya iktikad baik dari PT PNB,” ujar Wa Ode, yang didampingi pengacara lainnya, Jhon Girsang.
    Kliennya, sambung dia, telah membayarkan sisa kewajiban sebesar Rp 142 miliar pada Februari dan Maret 2024, setelah sebelumnya membayar pada 2017.
    Meski demikian, Wa Ode menyatakan, pihaknya menghormati putusan hakim Pengadilan Tipikor Serang dan akan menunggu keputusan kliennya apakah akan melakukan upaya hukum selanjutnya atau menerima vonis tersebut.
    “Tinggal menunggu Pak Roberto dalam waktu 7 hari ini kira-kira sikapnya seperti apa? (banding atau terima). Harusnya sih bebas kalau dilihat dari uraian pertimbangan hukum hakim tadi, harusnya bebas,” tandasnya.
    Sebelumnya, empat terdakwa, termasuk Roberto Pangasian Lumban Gaol, mantan staf administrasi dan logistik PT PNB, Afrian Jafar, mantan Direktur PT Granary Reka Cipta (GRC) Tejo Suryo Laksono, serta konsultan hukum Imran Muntaz, divonis satu tahun penjara.
    Hakim menyatakan, keempat terdakwa terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan alternatif kedua, melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hamida, Fauzi dan Netizen jadi Oase Pencari Keadilan Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

    Hamida, Fauzi dan Netizen jadi Oase Pencari Keadilan Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo

    Surabaya (beritajatim.com) – Desakan supaya pihak kepolisian mengusut tuntas tragedi pondok pesantren (ponpes) Al Khoziny Sidoarjo yang menewaskan lebih dari 60 anak-anak terus bermunculan. Ditengah gurun penerimaan wali santri terhadap hilangnya nyawa para santri, Hamida dan Fauzi menjadi oase pencari keadilan yang terus bersuara.

    Dari informasi yang dihimpun Beritajatim di lokasi selama tragedi mayoritas keluarga korban pasrah dan menerima jika tragedi tersebut merupakan takdir yang sudah ditetapkan. Bahkan sejumlah keluarga sempat melakukan protes kepada petugas evakuasi karena dianggap lamban dalam menyelamatkan para santri. Hingga menyebabkan 60 lebih santri meninggal dunia.

    Salah satu wali santri yang menerima tragedi dengan korban jiwa terbanyak menurut BNPB itu adalah M. Ma’ruf (50). Ia adalah wali santri dari Muhammad Ali (13) salah satu korban jiwa dalam peristiwa ambruknya mushola Al Khoziny Sidoarjo. Ma’ruf menganggap apa yang terjadi merupakan kehendak dan takdir dari Allah SWT.

    “Kami titipkan (putra) kami di pondok ini dengan tujuan, satu agar anak kami kenal dengan Tuhannya, dua kami pasrah dengan guru kami yang ada di sini, andaikan ada kejadian yang tidak diinginkan itu semua takdir dan kami siap menerima adanya,” kata Ma’ruf.

    Keikhlasan dan penerimaan Ma’ruf itu mengamini pernyataan Pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, KH Abdus Salam Mujib dihari ambruknya bangunan mushola ponpes. Disamping reruntuhan, kyai yang juga tokoh penting Nahdlatul Ulama (NU) mengatakan jika ambruknya bangunan merupakan takdir.

    “Ya saya kira ini takdir dari Allah, jadi semuanya harus bisa bersabar. Dan mudah-mudahan juga diberi diganti oleh Allah yang lebih baik,” kata Mujib ditemui di lokasi kejadian, Senin (29/9/2025) lalu.

    Namun, tak semuanya memilih pasrah dan menerima. Hamida dan Fauzi contohnya. Di tengah gurun menerima dan pasrah, keduanya menjadi oase harapan perbaikan sistem pembelajaran di pondok pesantren dengan menuntut pertanggungjawaban dari pengasuh dan pengurus Ponpes Al Khoziny Sidoarjo.

    Hamida warga Sedati, Sidoarjo sampai hari kesepuluh tragedi atau Rabu (8/10/2025) belum mengetahui di mana keponakannya yang turut menjadi korban. Setiap hari ia menunggu hasil identifikasi dari tim Disaster Victim Identification (DVI) Pusdokkes Mabes Polri di RS Bhayangkara Surabaya menyebut nama keponakannya, M Muhfi Alfian (16).

    “Keluarga berharap, mendorong dan mendesak pihak kepolisian khususnya Polda Jatim untuk melakukan pemeriksaan, karena tragedi ini sudah ada unsur pidananya. tetap harus ada yang bertanggung jawab atas tragedi bencana non alam ini karena peristiwa ini tidak ambruk secara alami,” kata Hamida.

    Perempuan yang akrab dipanggil Mimid ini mengungkap sebenarnya pihak keluarga sudah menanyakan terkait dengan penggunaan gedung disaat para santri melakukan pengecoran di lantai paling atas bangunan mushola.

    “Masa dilantai atas masih pengecoran basah tapi di bawah digunakan untuk aktivitas sholat. Pertanyaan seperti itu juga sudah pernah disampaikan orang tua korban Muhfi di grup WhatsApp wali santri dan tidak ada satupun dari pengurus ponpes yang menjawab,” imbuh Hamida.

    Senada dengan Mimid, Fauzi (48) juga mendesak adanya pertanggungjawaban dari pengurus dan pengasuh ponpes. Fauzi kehilangan empat keponakannya dalam tragedi tersebut. Anak kandungnya yang juga mondok di tempat yang sama dinyatakan selamat.

    Empat santri yang awalnya ingin belajar ilmu agama namun malah menjadi korban ambruknya bangunan mushola itu adalah MH, MS, BD dan A. Mereka memiliki rentan usia 16-17 tahun atau dalam Islam disebut dengan periode As-Syabab (remaja/periode pemuda).

    “Saya sudah konsultasi dengan yang lebih ahli. Dilihat dari konstruksinya memang tidak standar untuk pembangunan,” ucap dia.

    Secara pribadi Fauzi mengungkap keikhlasannya menerima empat anggota keluarganya dipanggil oleh sang Maha Kuasa. Namun, kelalaian pihak pondok dengan tidak mematuhi administrasi dan kelayakan bangunan harus dipertanggungjawabkan. Supaya kedepan tidak ada lagi kejadian serupa.

    “Kalau masalah ikhlas, benar kita ikhlas, itu namanya takdir. Tapi kalau kelalaian, ya harus diproses. Hukum harus ditegakkan, supaya ke depan adik-adik kita bisa belajar dengan aman,” ujarnya.

    Fauzi dan Mimid sepakat jika terdapat kultur di lingkungan pondok pesantren yang membuat wali santri enggan atau tidak berani menuntut pertanggungjawaban dari para pengasuh dan pengurus. Namun, kedua orang itu sepakat penegakan hukum tidak boleh kalah dengan status sosial. Negara tidak seharusnya kalah dengan individu yang mempunyai status sosial tinggi.

    “Kita tidak memandang status sosial atau jabatan. Meskipun statusnya kiai, kalau memang bersalah ya harus diproses. Masa hukum kalah sama status sosial seseorang,” jelas Fauzi.

    Arus desakan untuk memproses pidana pihak yang bertanggung jawab dalam tragedi dengan korban jiwa terbanyak mengalahkan gempa Poso dan banjir di Bali terus mengalir. Hamida dan Fauzi tidak sendirian. Masyarakat di media sosial juga mendesak agar pihak kepolisian segera memanggil pihak pengurus pondok.

    Menanggapi desakan Hamida, Fauzi dan masyarakat, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nanang Avianto mengatakan peristiwa ini sudah ditangani oleh dua Direktorat. Yakni, Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim. Pihaknya sudah memeriksa 17 saksi dan menetapkan dua pasal KUHP untuk menjerat penanggung jawab dalam peristiwa ini.

    “Adapun pasal-pasal yang akan kami sangkakan di sini adalah pasal 359 KUHP dan atau pasal 360 KUHP kelalaian yang menyebabkan kematian dan atau luka berat,” kata Nanang, Rabu (8/10/2025).

    Selain dua pasal KUHP, pihak kepolisian juga menerapkan Pasal 46 ayat 3 dan atau Pasal 47 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung terkait dalam pemenuhan persyaratan teknis bangunan.

    Ia menegaskan pihak kepolisian dalam penegakan hukum tidak memandang status sosial. Ia berkomitmen pihak kepolisian akan memproses kasus ini dengan aturan yang sesuai.

    “Setiap orang itu sama haknya kedudukannya di dalam hukum. Jadi tentunya apapun yang akan melekat itu nanti kita lepaskan dulu. Jadi supaya kita tahu bagaimana progres ini berlangsung dan kemudian mengenai pertanggungjawaban kepada hukum karena kita ingat kita ini kan negara hukum. Jadi semuanya saya ingin untuk patuh terhadap aturan yang ada dulu,” pungkasnya. (ang/ian)

  • HMI Tuntut Polres Jember Bebaskan Seluruh Demonstran yang Ditahan

    HMI Tuntut Polres Jember Bebaskan Seluruh Demonstran yang Ditahan

    Jember (beritajatim.com) – Pengurus Cabang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mempertanyakan penangkapan sejumlah demonstran oleh Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, pasca aksi 30 Agustus 2025.

    Kritik ini disuarakan saat mereka mengikuti rapat dengar pendapat di gedung DPRD Kabupaten Jember, Rabu (8/10/2025). Rapat juga diikuti perwakilan Polres Jember, yakni Kepala Unit Pidana Umum Inspektur Satu Bagus Setiawan dan Kepala Urusan Pembinaan dan Operasional Satuan Intelijen Inspektur Satu Wawan Sugianto.

    Ketua HMI Jember Ahmad Ridwan mengatakan, aksi unjuk rasa Amarah Masyarakat Jember pada 30 Agustus 2025 berjalan tertib dan kondusif. “Sepanjang saya mengikuti aksi, tidak pernah terjadi kericuhan besar seperti di luar daerah lain,” katanya.

    Menurut Ridwan, pengunjuk rasa berusaha untuk mengedepankan substansi dari aspirasi yang dibawa. “Kami menilai aksi terakhir pada 30 Agustus tersebut masih dalam batas-batas koridor substansial. kalau kita membandingkan dengan di daerah yang lain bahkan ada korban jiwa,” katanya.

    Setelah aksi 30 Agustus 2025, HMI menunda aksi lanjutan. “Ternyata dalam perjalanannya kami mendengar, adanya insiden-insiden yang kami rasa perlu koreksi kita bersama,” kata Ridwan.

    Ridwan mendapat informasi bahwa polisi mengamankan 12 orang, dan menetapkan 10 orang di antaranya sebagai tersangka. Dua orang tersangka itu berstatus pelajar. “Sepuluh tersangka tersebut dijerat dengan pasal 187, pasal 170, dan pasal 160 KUHP,” katanya.

    Padahal, lanjut Ridwan, penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak konstitusional warga yang dilindungi undang-undang. “Namun penegakan hukum pidana di Indonesia masih berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 1981 sebagai instrumen utama dalam mengatur mekanisme penyidikan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga pemeriksaan saksi,” katanya.

    Ridwan mengingatkan, aparat kepolisian tidak hanya dituntut tegas, tapi juga menjunjung tinggi asas keadilan, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. “Dalam konteks ini, setiap bentuk tindakan hukum, terutama yang melibatkan penangkapan dan penetapan tersangka harus dilakukan secara hati-hati, akuntabel, dan tidak serampangan,” katanya.

    Ridwan menegaskan, KUHAP sejatinya dimaksudkan untuk menyeimbangkan kepentingan penegakan hukum dengan perlindungan hak asasi manusia melalui prinsip diverses of law.

    “Aparat penegak hukum tidak bisa menggunakan cara-cara sewenang-wenang yang dapat merugikan hak dasar warga negara,” katanya.

    Adinda Agung Maulana, Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda HMI Jember, mengatakan, pemanggilan saksi yang dilakukan polisi tidak sesuai dengan surat resmi sebagaimana diatur KUHP. “Pemeriksaan dilakukan di luar jam kerja tanpa dasar hukum, dan adanya wajib lapor berulang kali tanpa status tersangka yang resmi,” katanya.

    “Contoh tersebut terjadi pada aktivis berinisial F yang dijerat pasal 160 KUHP, yang menunjukkan penetapan tersangka tidak prosedural, karena tidak ada pemeriksaan awal maupun bukti permulaan yang cukup,” kata Agung.

    Menurut Agung, F yang ditangkap polisi adalah petugas paramedis dalam aksi 30 Agustus. “Bukan penggerak massa,” katanya. LBH Surabaya sudah melayangkan surat penangguhan penahanan ke Polres Jember.

    Agung menegaskan, HMI Cabang Jember berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum kasus itu. “Kami ingin menyampaikan beberapa hal untuk ke depannya dipertimbangkan dan diperhatikan. Pertama, terkait dengan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum,” katanya.

    “Kami minta Polres Jember melakukan proses penegakan hukum dengan tetap mengacu pada hukum acara pidana yang berlaku dan mengedepankan HAM. Ketiga, meminta Polres Jember untuk menanggapi dan mengabulkan penangguhan penahanan yang diminta oleh LBH Surabaya,” kata Agung.

    HMI juga mendesak polisi berdialog konstruktif dengan masyarakat sipil untuk memperkuat kepercayaan publik dan mendorong penegakan hukum yang partisipatif.

    “Terakhir, kami menuntut kepolisian Jember untuk segera membebaskan seluruh massa aksi yang ditahan, apabila bukti permulaan yang dijadikan dasar penetapan tersangka tidak memenuhi standar minimal pembuktian, atau bukti tersebut diperoleh melalui cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum acara pidana yang sah,” kata Agung.

    Jawaban Polres Jember
    Inspektur Satu Wawan Sugianto.mengatakan, mulanya aksi pada 30 Agustus 2025 berjalan kondusif. “Pada pukul 16.00, para Korlap (Koordinator Lapangan) aksi dari elemen BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) maupun dari Cipayung (HMI, PMII, GMNI) selesai dan menyatakan menarik diri dari aksi tersebut,” katanya.

    Namun, menurut Wawan, kurang lebih ada 50-60 orang massa cair yang bertahan di Markas Polres Jember pada pukul 16.00-18.00 WIB. “Pada pukul 18.00 kurang sedikit, saat azan magrib, berkumandang, massa cair menarik diri keluar dari dari Mapolres Jember dan bergeser ke Bundaran Jalan Kartini,” katanya.

    Saat itu terjadi perusakan fasilitas dan pelemparan bom molotov ke arah Mapolres Jember. Namun bom molotov tak mengenai sasaran.

    “Jadi kami tidak mengamankan aktivis. Yang kami amankan adalah massa di luar yang melakukan aksi unjuk rasa ke Mapolres Jember,” kata Wawan.

    Polres Jember, menurut Wawan, justru mengapresiasi aksi mahasiswa yang berjalan tertib. “Dilihat dari situasi nasional yang berkembang sampai saat ini, alhamdulillah, sudah aman,” katanya.

    Sementara itu, Inspektur Satu Bagus Setiawan mengatakan, ada sebelas orang yang diamankan Polres Jember. “Tujuh orang yang awal (diamankan) itu kami tidak pernah melakukan upaya paksa ataupun penangkapan,” katanya.

    “Jadi setelah aksi yang awalnya berjalan sangat damai, indah, dan diterima di halaman Mapolres, dilakukan dengan aksi teatrikal, dan semua aspirasi, sudah dilaksanakan, tercederai beberapa oknum yang itu bukan merupakan bagian dari teman-teman aktivis,” kata Bagus.

    Petang itu, menurut Bagus, massa yang tersisa di Jalan Kartini merusak tenda pos pantau milik Satuan Lalu Lintas Polres Jember. Mereka juga membakar dan melemparkan bom molotov. “Imbauan sudah dilakukan lagi. Tapi tetap massa tidak bubar,” katanya.

    Akhirnya setelah aksi itu, polisi bergerak. “Beberapa alat bukti petunjuk kami mengarah kepada tujuh orang,” kata Bagus.

    Menurut Bagus, mereka bersedia dimintai keterangan di Markas Polres Jember. “Tujuh orang ini semuanya kooperatif dan mengakui bahwa petunjuk yang kami dapat, baik video amatir di medsos maupun dari CCTV, adalah yang bersangkutan,” katanya.

    “Dari proses interogasi, kami lakukan pemeriksaan sebagai saksi, dan kami lakukan pendalaman sesuai dengan KUHAP. Telah terpenuhi dua alat bukti untuk kita naikkan statusnya sebagai tersangka.. Jadi yang perlu kami garisbawahi bahwa untuk tujuh orang awal ini tidak ada proses penangkapan ataupun upaya paksa,” kata Bagus.

    Dari tujuh orang itu, dua orang masih anak-anak. Polisi memakai Undang-Undang Perlindungan Anak. Mereka tidak ditahan dan ditangani Balai Pemasyarakatan (Bapas). Mereka masih berstatus pelajar SMA kelas 1, dan mengaku hanya ikut-ikutan.

    “Dua orang ini sedang menjalani sanksi sosial di Dinas Sosial. Dari sekolahnya sebenarnya mereka sudah menjalani masa hukuman. Tapi karena mendengar di medsos ada aksi,-mereka ikut-ikutan hingga melakukan pengerusakan atau pembakaran,” kata Bagus.

    Sementara lima orang lainnya dinaikkan statusnya menjaid tersangka. “Ada pengembangan terhadap terduga pelaku lain yang dikenali, termasuk yang berinisial F. Jadi salah satu tersangka menyampaikan bahwa dia terhasut oleh F yang menyampaikan kalimat provokatif,” kata Bagus.

    “Dari awal pemeriksaan saksi, langsung didampingi LBH dari Surabaya. Jadi tidak ada proses hukum yang tidak transparan,” kata Bagus.

    Polisi kemudian menetapkan F sebagai tersangka. “Mengembang dua orang lagi yang dikenali oleh teman-teman yang sudah kami tetapkan tersangka,” kata Bagus.

    Polisi menangkap dua orang itu. “Jadi total yang kita lakukan penahanan sampai saat ini adalah delapan orang. Dari delapan orang ini, untuk yang lima orang tersangka sudah dinyatakan P21 oleh jaksa penuntut umum,” kata Bagus.

    “Jadi, tinggal tiga orang yang masih dalam tahap pemberkasan, tahap satu. Yang lima orang sudah P21. Para tersangka semuanya didampingi lawyer atau penasihat hukum. Jadi, tidak ada kita tidak transparan dan tidak ada kekerasan sedikitpun,” kata Bagus.

    Bagus mengatakan, para tersangka bisa ditemui. “Semuanya boleh melihat ada tidak kita melakukan paksaan dan intimidasi dan lain sebagainya. Kita terbuka. Dari teman-teman aktivis juga sudah ada yang menjenguk tersangka. Kita izinkan. Kita enggak membatasi ketemu siapa-siapa,” jelasnya.

    Delapan orang tersangka tersebut bukan bagian dari elemen organisasi yang memprakarsai aksi damai di Mapolres Jember. “Kalau teman-teman mahasiswa ingin bertatap muka dengan para tersangka yang sudah kami amankan, monggo dipersilakan,” kata Bagus.

    Surat penanguhan penahanan terhadap F sudah diterima Polres Jember. “Masih dalam tahap pertimbangan pimpinan. Kebijakan itu ada di pimpinan. Tidak ada kita istilahnya mengkriminalisasi aksi, apalagi aksi yang sudah digagas oleh teman-teman aktivis,” kata Bagus. [wir]

  • Rebutan Lahan Parkir, Pria di Maros Tusuk Mata Saingan Pakai Badik hingga Buta Permanen

    Rebutan Lahan Parkir, Pria di Maros Tusuk Mata Saingan Pakai Badik hingga Buta Permanen

    Liputan6.com, Maros – Persaingan lahan parkir liar di Maros berujung tragis. Seorang pria berinisial IDA harus kehilangan penglihatan mata kirinya setelah ditusuk menggunakan badik oleh MFA (37). Pelaku penganiayaan, MFA, pun kini telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

    Peristiwa itu terjadi pada malam akhir September, Selasa (30/9/2025) sekitar pukul 23.40 Wita. Kala itu, IDA bersama dua rekannya tengah menawarkan jasa penyeberangan kendaraan di perempatan Jalan Poros Maros–Makassar di Desa Marumpa, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

    Suasana yang awalnya biasa saja mendadak berubah tegang ketika MFA datang dan menanyakan siapa yang berteriak di lokasi. Tidak mendapat jawaban yang memuaskan, emosi MFA justru tersulut.

    Dari balik pinggangnya, ia menarik sebilah badik berwarna hitam sepanjang 30 sentimeter. Niat korban untuk melerai malah berujung malapetaka. Satu tikaman tepat mengenai mata kirinya hingga membuat penglihatan IDA hilang permanen.

    Kasus ini kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian. Unit Jatanras Satreskrim Polres Maros langsung bergerak cepat. Setelah melakukan penyelidikan, tim berhasil mengidentifikasi keberadaan pelaku. Penangkapan dilakukan pada Selasa malam (7/10/2025) di Jalan Panser, Kelurahan Hasanuddin, Kecamatan Mandai.

    “Setelah dilakukan penyelidikan, tim Jatanras berhasil mengidentifikasi dan menangkap pelaku tanpa perlawanan,” jelas Kasat Reskrim Polres Maros IPTU Ridwan, Rabu (8/10/2025).

    Dalam interogasi, MFA mengakui perbuatannya. Ia berdalih sakit hati karena merasa tersaingi soal lahan parkir liar atau yang dikenal masyarakat sebagai ‘pak ogah’. Polisi juga menyita barang bukti berupa sebilah badik hitam yang digunakan saat kejadian.

    “Saat ini pelaku sudah diamankan di Mapolres Maros untuk proses hukum lebih lanjut,” terang Ridwan.

    Kini, di balik dinginnya jeruji besi, MFA harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, sementara IDA menjalani hari-hari dengan kehilangan yang tidak bisa tergantikan: penglihatan mata kirinya.

    “Tersangka dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dengan ancaman maksimal lima tahun penjara,” ungkap Ridwan menambahkan.