Topik: KUHP

  • LBH Padang Sebut Keluarga Afif Maulana Belum Dapat Informasi Penyebab Kematian Siswa SMP itu

    LBH Padang Sebut Keluarga Afif Maulana Belum Dapat Informasi Penyebab Kematian Siswa SMP itu

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pihak keluarga Afif Maulana (13) disebut belum mendapatkan informasi terkait penyebab kematian siswa SMP Padang itu.

    Afif sebelumnya dinyatakan tewas diduga dianiaya oknum Sabhara Polda Sumatra Barat.

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menyebutkan, pada saat RS Bhayangkara membawa jenazah Afif ke rumah duka, keluarga hanya ditunjukkan secarik kertas yang berisi dua poin keterangan.

    “Sebelumnya secara lengkap belum mengetahui bahwa hasil yang diberikan ke keluarga itu hanya secarik kertas, yang didalamnya termuat, satu kematian tidak wajar, kedua penyebab belum ditentukan,” kata Diki saat dikonfirmasi, Kamis (27/6/2024).

    Bahkan sebelumnya Diki juga menjelaskan, pihak keluarga tidak diizinkan untuk memandikan jenazah Afif setelah proses autopsi selesai dilakukan.

    Kata Diki pihak keluarga hanya diizinkan untuk melihat wajah Afif ketika jenazah tersebut dibawa ke kediaman keluarga di Padang.

    “Tapi sayangnya pihak keluarga tidak boleh memandikan jenazah di rumah dan hanya boleh melihat wajahnya saja,” kata Diki.

    Padahal jika menganut kebiasaan masyarakat di Padang, seseorang yang sudah meninggal harus dimandikan terlebih duahulu di rumah duka, baru kemudian dikebumikan.

    “Nah ini hanya boleh melihat wajahnya saja,” jelasnya.

    Lebih lanjut dijelaskan Diki bahwa keluarga kala itu mendapat larangan memandikan jenazah Afif dari RS Bhayangkara selaku pihak yang melakukan autopsi jasad siswa SMP tersebut.

    Selain itu pihak RS Bhayangkara juga tak memberi penjelasan mengapa jenazah Afif dilarang dimandikan di rumah.

    “Ini setelah kami proses dan tanpa alasan yang kuat juga sebenarnya (kenapa tidak boleh memandikan jenazah) dan keluarga tidak pernah melihat badan dan lain-lainnya gitu,” ujarnya.

    Ajukan Perlindungan ke LPSK

    Terkait kasus ini sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang tersebut merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa itu.

    “Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Sejatinya lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif.

    Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.

    “Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini,” jelasnya.

    Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.

    Kejanggalan muncul dari kasus Afif Maulana alias AM (13) yang tewas diduga disiksa oleh oknum polisi di Padang. (Tribunnews)

    Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut.

    “Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas,” pungkasnya

    Awal Mula Kasus

    Sebelumnya, dikutip dari TribunPadang.com, seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.

    Berdasarkan investigasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.

    Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).

    Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.

    Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.

    “Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A,” tuturnya.

    Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah

    “Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM,” katanya.

    Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.

    Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

    “Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” kata Indira.

    Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor : LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.

    Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima diantaranya masih anak-anak.

    Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.

    “Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya,” tuturnya.

    Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.

    “Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual,” sebutnya

    “Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut,” tuturnya.

    LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.

    “Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa,” pungkasnya.

  • Kurator dan Advokat di Surabaya Palsukan Surat Tagihan PKPU

    Kurator dan Advokat di Surabaya Palsukan Surat Tagihan PKPU

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Kurator  di Surabaya, Victor Sukarno Bachtiar, menjadi terdakwa atas kasus dugaan pemalsuan surat tagihan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dia tengah diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

    Victor Sukarno Bachtiar dihadirkan di ruang persidangan Garuda 1 untuk mendengarkan pembacaan surat dakwaan JPU Dwi Hartanta.

    Victor Sukarno Bachtiar bukanlah satu-satunya orang yang didudukkan dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat tagihan PKPU PT. Hitakara ini. Ada dua advokat yang akhirnya ikut dipidana.

    Dua advokat yang ikut dijadikan terdakwa dengan berkas terpisah tersebut bernama Indra Arimurto dan Riansyah.

    Untuk perkara nomor : 952/Pid.B/2024/PN Sby ini, terdakwa Victor Sukarno Bachtiar didakwa diancam pidana sebagaimana ketentuan pasal 263 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Lebih lanjut dalam surat dakwaan penuntut umum disebutkan, akibat perbuatan terdakwa Victor Sukarno Bachtiar, dan Indra Arimurto serta Riansyah, keduanya dalam berkas terpisah, mengakibatkan PT. Hitakara mempunyai utang yang jatuh tempo, bahkan dinyatakan pailit, sehingga kerugian materil yang diderita PT. Hitakara sebesar Rp363.528.293.407.

    Jaksa Dwi Hartanta, SH., MH dalam surat dakwaannya menjelaskan, bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa Victor Sukarno ini terjadi tanggal 28 September 2022 sampai dengan tanggal 24 Oktober 2022 di kantor Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Arjuno no 16–18 Kecamatan Sawahan, Surabaya.

    “Terdakwa Victor Sukarno Bachtiar dengan sengaja memakai surat palsu, atau yang dipalsukan seolah-olah asli, bila pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian yaitu Surat Permohonan PKPU yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri pada Pengadilan Niaga Surabaya, tertanggal 28 September 2022,” ujar jaksa Dwi Hartanta saat membacakan surat dakwaannya.

    PT. Hitakara, lanjut Jaksa Dwi Hartanta, berdasarkan akte pendirian nomor 67 tertanggal 26 Oktober 2010, di Notaris PPAT I Putu Chandra, S.H. di Denpasar; bergerak di bidang pembangunan, perdagangan dan jasa, yang berhubungan dengan usaha real estate dan property, jasa penyewaan dan pengelolaan property.

    “Terhitung sejak 01 Maret 2013 PT. Hitakara memulai proses pembangunan Hotel Harris Resort Benoa Bali, sekarang menjadi Hotel Tijili Benoa dengan konsep kondotel,” ungkap Jaksa Dwi Hartanta, mengutip isi surat dakwaannya.

    Pembangunan Hotel Harris Resort Benoa Bali, sambung penuntut umum, selesai tanggal 31 Mei 2017, memiliki kamar sebanyak 270 kamar. Dari jumlah itu, 60 kamar diantaranya disewakan jangka panjang kepada para penyewa termasuk kepada Tina, Linda Herman dan Novian Budianto.

    Dalam hal sewa kamar dalam jangka panjang antara Hotel Harris Resort Benoa Bali dengan Linda Herman, Tina serta Novian Budianto ini dibuatkan surat pemesanan unit hotel, serta Surat Perjanjian Sewa Menyewa Jangka Panjang.

    “Surat Perjanjian kamar hotel dalam jangka panjang itu, perjanjian sewa menyewa jangka Panjang Unit Hotel Harris Resort Benoa Bali nomor : 028/PS-Harris Benoa/V/2013 tanggal 15-05-2013 antara PT. Hitakara dengan Ny. Tina, Perjanjian sewa menyewa jangka Panjang Unit Hotel Harris Resort Benoa Bali nomor : 025/PS-Harris Benoa/X/2013 tanggal 15-05-2013 antara PT. Hitakara dengan Ny. Linda Herman, Perjanjian sewa menyewa jangka Panjang Unit Hotel Harris Resort Benoa Bali nomor : 003/PS-Harris Benoa/X/2015 tanggal 19-10-2015 antara PT. Hitakara dengan Bapak Novian Budianto,” papar Jaksa Dwi Hartanta, sebagaimana tertuang dalam surat dakwaannya.

    Selain itu, lanjut Jaksa Dwi Hartanta, dibuatkan juga surat perjanjian pengelolaan antara Tina, Linda Herman, dan juga Novian Budianto dengan PT. Tiga Sekawan Benoa selaku pengelola unit hotel.

    Adapun bentuk surat perjanjian pengelolaan ketiganya dengan PT. Tiga Sekawan Benoa tersebut, Perjanjian Sewa Menyewa Jangka Panjang Pengelolaan Unit Hotel Haris Resort Benoa Bali nomor : 028/PP-Harris Benoa/V/2013, rumusan pendapatan bagi hasil yaitu 4.1.4 tanggal 16 Mei 2013, antara PT. Tiga Sekawan Benoa dengan Tina, Perjanjian Sewa menyewa Jangka Panjang Pengelolaan Unit Hotel Haris Resort Benoa Bali nomor : 025/PP-Harris Benoa/V/2013 Rumusan Pendapatan Bagi Hasil 4.1.4 tanggal 18 Mei 2013, antara PT. Tiga Sekawan Benoa dengan Ny. Linda Herman, Perjanjian Sewa menyewa Jangka Panjang Pengelolaan Unit Hotel Haris Resort Benoa Bali nomor : 003/PP-Harris Benoa/V/2013 RUMUSAN PENDAPATAN BAGI HASIL 4.1.4 tanggal 19 Mei 2013, antara PT. Tiga Sekawan Benoa dengan Novian Budianto. [uci/beq]

  • LPSK Telaah Pengajuan Perlindungan 6 Saksi dan Keluarga Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

    LPSK Telaah Pengajuan Perlindungan 6 Saksi dan Keluarga Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bakal menelaah pengajuan perlindungan yang diajukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang terhadap saksi dan keluarga korban kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi.

    Seperti diketahui sebelumnya LBH Padang telah mengajukan sebanyak 6 orang saksi dan keluarga korban Afif Maulana ke LPSK.

    Terkait hal ini, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menjelaskan, setidaknya pihaknya memiliki tenggat waktu hingga 30 hari kedepan untuk memproses pengajuan perlindungan tersebut.

    “Kalau dalam SOP (standar operasional prosedur) kita itu, kita bisa menelaah sampai 30 hari kerja, tetapi dalam hal tertentu bisa diperpanjang sesuai kebutuhan,” ucap Susi di Gedung LPSK, Rabu (26/6/2024)

    Adapun dalam proses telaah itu, LPSK kata Susi mesti terlebih dahulu melihat fakta hukum yang terjadi dalam kasus tersebut.

    Selain itu pihaknya juga masih akan mendalami apakah sosok saksi atau korban yang akan diajukan ini memiliki keterangan penting dalam kasus yang tengah terjadi.

    “Kalau saksi dan korban tidak punya keterangan penting dalam tindak kejahatan ya kita tidak bisa berikan perlindungan,” ucapnya.

    Oleh sebabnya Susi menekankan, penting bagi pihaknya untuk melakukan proses telaah terhadap pengajuan ini sebelum nantinya akan memberikan keputusan.

    “LPSK masih akan melakukan penelaahan, pendataan salah satunya, keterangan apakah ada ancaman terus tindak pidana dan sebagainya,” pungkasnya.

    Ajukan Perlindungan ke LPSK

    Terkait kasus ini sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang yang pihaknya ajukan ini merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa tersebut.

    “Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Sejatinya lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif.

    Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.

    “Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini,” jelasnya.

    Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.

    Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut.

    “Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas,” pungkasnya

    Awal Mula Kasus

    Sebelumnya, dikutip dari TribunPadang.com, seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.

    Berdasarkan investigasi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.

    Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).

    Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.

    Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.

    “Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A,” tuturnya.

    Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah

    “Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM,” katanya.

    Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.

    Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

    “Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” kata Indira.

    Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor : LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.

    Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima diantaranya masih anak-anak.

    Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.

    “Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya,” tuturnya.

    Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.

    “Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual,” sebutnya

    “Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut,” tuturnya.

    LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.

    “Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa,” pungkasnya.

  • LPSK Telaah Pengajuan Perlindungan 6 Saksi dan Keluarga Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi

    Keluarga Dilarang Mandikan Jenazah Siswa SMP yang Tewas Diduga Dianiaya Polisi di Padang

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Diki Rafiqi menyebut bahwa pihak keluarga tidak diizinkan untuk memandikan jenazah Afif Maulana (13) setelah proses autopsi selesai dilakukan.

    Adapun kata Diki, keluarga kala itu hanya diizinkan untuk melihat wajah Afif ketika jenazah tersebut dibawa ke kediaman keluarga di Padang oleh pihak RS Bhayangkara Polri.

    “Tapi sayangnya pihak keluarga tidak boleh memandikan jenazah di rumah dan hanya boleh melihat wajahnya saja,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Padahal dijelaskan Diki, jika menganut kebiasaan masyarakat di Padang seseorang yang sudah meninggal harus dimandikan terlebih dahulu di rumah duka sebelum dimakamkan.

    “Nah, ini hanya boleh melihat wajahnya saja,” jelasnya.

    Lebih lanjut Diki menjelaskan, keluarga kala itu mendapat larangan memandikan jenazah Afif Maulana dari RS Bhayangkara selaku pihak yang melakukan autopsi jasad siswa SMP tersebut.

    Selain itu, pihak RS Bhayangkara juga tak memberi penjelasan kenapa jenazah Afif Maulana dilarang dimandikan di rumah duka.

    “Ini setelah kami proses dan tanpa alasan yang kuat juga sebenarnya (kenapa tidak boleh memandikan jenazah) dan keluarga tidak pernah melihat badan dan lain-lainnya gitu,” pungkasnya.

    Saksi dan Keluarga Korban Minta Perlindungan LPSK

    Terkait kasus ini sebelumnya, LBH Padang mengajukan permohonan perlindungan untuk 6 orang terkait kasus tewasnya Afif Maulana (13) diduga dianiaya polisi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menjelaskan, ke enam orang yang pihaknya ajukan ini merupakan keluarga Afif dan beberapa saksi terkait peristiwa tersebut.

    “Kami akan mengajukan ada beberapa, ada 6 orang,” kata Diki kepada wartawan di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).

    Sejatinya lanjut Diki, terdapat 18 orang yang berstatus sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tewasnya Afif.

    Akan tetapi lantaran pihaknya terbentur kelengkapan identitas mereka maka LBH kata Diki baru bisa mengajukan beberapa orang dari total 18 saksi tersebut.

    “Karena keperluan identitas ya, yang selebihnya identitasnya belum kami follow up bagaimana nantinya untuk mempercepat ini,” jelasnya.

    Selain itu tujuan pihaknya mengajukan perlindungan ini lantaran disebut Diki pihak keluarga merasa ketakutan imbas tewasnya Afif Maulana.

    Koordinator Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menyampaikan tentang pengajuan perlindungan 6 saksi dan keluarga Afif Maulana (13), siswa SMP diduga dianiaya polisi di Padang; di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2024).  (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

    Meski begitu Diki belum bisa memastikan ketakutan seperti apa yang dirasakan keluarga perihal kasus tersebut.

    “Tapi kami belum bisa mendalami ketakutan seperti apa, apakah ada ancaman dibalik itu. Ini LPSK perlu turun untuk mengamankan dan biar informasi ini bisa lebih jelas,” pungkasnya

    Kronologi: Penuh Luka

    Seorang siswa SMP berusia 13 tahun, Afif Maulana (AM), ditemukan tewas dengan kondisi luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) siang.

    Berdasarkan investigasi, LBH Padang menduga korban meninggal dunia karena disiksa anggota polisi yang sedang patroli.

    Berdasarkan hasil investigasi LBH, kami melihat almarhum menjadi korban penyiksaan oleh kepolisian diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis, (20/6/ 2024).

    Indira menjelaskan, berdasarkan keterangan teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekira pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang berboncengan dengan AM dengan sepeda motor di jembatan aliran Batang Kuranji By Pass.

    Kemudian, pada saat bersamaan korban AM dan A sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang berpatroli.

    “Pada saat itu polisi menendang kendaraan korban AM terpelanting ke pinggir jalan. Pada saat terpelanting korban AM berjarak sekitar dua meter dari korban A,” tuturnya.

    Indira mengatakan, pada saat itu korban A ditangkap, diamankan dan sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, namun keduanya terpisah.

    “Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM,” katanya.

    Direktur LBH Padang bilang, di hari yang sama pada siang hari jenazah AM mengapung ditemukan di Batang Kuranji. Kondisi AM saat itu ditemukan penuh luka lebam.

    Setelahnya, jenazah korban diautopsi dan keluarga korban menerima fotocopy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.

    “Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” kata Indira.

    Atas peristiwa tersebut, ayah kandung dari korban AM membuat laporan ke Polresta Padang, dengan laporan Nomor: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.

    Afrinaldi (36, kanan) dan Anggun (32) berfoto dengan potret almarhum putra sulung mereka yang masih duduk di bangku SMP, Afif Maulana (13), di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (20/6/2024). Siswa SMP itu ditemukan tewas dengan penuh luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024), dan diduga akibat disiksa polisi. (Dok. LBH Padang/Ist)

    Di samping itu, Indira menjelaskan berdasarkan temuan LBH, masih ada tujuh korban lagi dan lima di antaranya masih anak-anak.

    Kata dia, korban diduga mendapatkan penyiksaan dari polisi dan saat ini dalam proses pengobatan mandiri.

    “Pengakuan mereka ada yang disetrum, ada perutnya disulut rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya,” tuturnya.

    Ia mengatakan, berdasarkan satu keterangan korban, mereka dipaksa berciuman sesama jenis.

    “Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual,” sebutnya

    “Ketika kami bertemu korban dan keluarganya mereka sangat ketakutan atas situasi tersebut,” tuturnya.

    Foto Afif Maulana (13). Siswa SMP itu ditemukan tewas dengan penuh luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024) diduga akibat disiksa polisi. (kolase foto TribunPadang.com/ist)

    LBH Padang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada yang ditutup-tutupi.

    “Kami meminta kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat memproses hukum semua anggotanya yang melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa,” pungkasnya.

  • Eks Dirjen Keuangan Kemendagri Ardian Noervianto Dituntut 5 Tahun Penjara di Kasus PEN Muna

    Eks Dirjen Keuangan Kemendagri Ardian Noervianto Dituntut 5 Tahun Penjara di Kasus PEN Muna

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim menghukum mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto, pidana penjara selama lima tahun dan empat bulan dalam kasus dugaan penerimaan suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Muna tahun 2021–2022.

    Selain itu, jaksa KPK turut menuntut Ardian Noervianto dijatuhi denda sebesar Rp250 juta.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa M. Ardian Noervianto berupa pidana penjara selama lima tahun dan empat bulan dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan,” kata jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/6/2024).

    Tak hanya itu, penuntut umum juga menuntut Ardian Noervianto membayar uang pengganti Rp2.876.999.000. 

    Dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar satu bulan pasca-putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang atau dipidana penjara selama dua tahun.

    “Menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada negara Rp2.976.999.000 dikurangi uang sejumlah Rp100 juta sebagai barang bukti, sehingga sisa uang pengganti yang harus dibayarkan oleh terdakwa sebesar Rp2.876.999.000,” ucap jaksa.

    Menurut jaksa, perbuatan Ardian tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). 

    Selain itu, perbuatannya juga dinilai merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.

    Sebagai pertimbangan meringankan, Ardian mempunyai tanggungan keluarga, serta ia dinilai bersikap sopan dan menghargai persidangan.

    Jaksa menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

    Ardian Noervianto dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Diketahui, pada Rabu, 28 September 2022, Ardian juga telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp250 subsider tiga bulan penjara dalam perkara penerimaan suap untuk persetujuan dana pinjaman program PEN Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.

    Selain itu, Ardian juga dihukum membayar uang pengganti kepada negara sebesar 131.000 dolar Singapura. 

    Jika uang pengganti itu tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh keputusan hukum tetap, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut atau dipidana penjara selama satu tahun.

  • KPK Tahan Kepala Baguna PDIP Max Ruland Boseke

    KPK Tahan Kepala Baguna PDIP Max Ruland Boseke

    Jakarta (beritajatim.com)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Max Ruland Boseke (MRB), mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan SAR Nasional (Basarnas) periode 2009-2015 dan saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDI Perjuangan.

    Penahanan ini dilakukan setelah KPK mengumumkan status tersangka Max dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle di lingkungan Basarnas tahun 2012-2018.

    Selain Max, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Anjar Sulistioyono (AJS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR periode 2013-2014, dan William Widarta (WLW), Direktur CV Delima Mandiri (DLM).

    “Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 25 Juni 2024 sampai dengan 14 Juli 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung KPK, Selasa (25/6/2024).

    Asep menyebut bahwa berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp20,4 miliar dari pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle di lingkungan Basarnas.

    “Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Asep. [ian]

  • Ngaku Manajer Area, Penipu Surabaya Ditangkap di Bulak Cumpat

    Ngaku Manajer Area, Penipu Surabaya Ditangkap di Bulak Cumpat

    Surabaya (beritajatim.com) – Ngaku sebagai Manajer Area Alfamart, Seorang pria berinisial ZAS (32) warga Sidotopo Sekolahan ditangkap Unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya. Ia berhasil menipu sejumlah karyawan Alfamart di Jalan Pacar Kembang dan menggondol uang hasil penjualan.

    Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono mengatakan ZAS dalam melakukan aksinya terlebih dahulu berputar mencari swalayan yang sepi. Ia pun menjatuhkan pilihan ke Alfamart Jalan Pacar Keling. Ketika sampai, ia tanpa ragu masuk dan mengenalkan diri sebagai manajer area yang bertanggung jawab atas sejumlah unit Alfamart. “Tersangka melihat sebagian pelayan minimarket seakan mudah untuk dikelabui dan berpura-pura mengaku sebagai Area Manager,” katanya, Senin (24/06/2024).

    Berbekal gertakan dan jabatan mentereng, ZAS berhasil mengelabui para karyawan Alfamart Jalan Pacar Keling. Ia pun memerintahkan agar para karyawan memeriksa stok dan membersihkan store. Ketika para karyawan lengah, ZAS langsung mengambil uang yang berada di kasir. “Tersangka sempat memerintahkan agar uang kasir shift pertama tidak dilaporkan terlebih dahulu dengan alasan akan diperiksa manual,” imbuh Hendro.

    Aksi ZAS terekam kamera Closed Circuit Television (CCTV) di dalam swalayan. Ia kabur ketika para karyawan sibuk. Sejumlah karyawan yang telah menyelesaikan tugasnya lantas mendapati ZAS sudah kabur. Merasa ada yang aneh, para karyawan langsung memeriksa uang kasir.

    “Para karyawan baru sadar ketika sudah menyelesaikan tugas tersangka. Mereka mendapati uang kasir hilang dan langsung melihat ke CCTV. Dari situ para karyawan menyadari kalau menjadi korban kejahatan,” tutur Hendro.

    Para karyawan yang menjadi korban lantas melapor ke Polsek Wonokromo. Setelah melakukan penyelidikan, polisi melakukan penggerebekan di Jalan Bulak Cumpat Barat I. ZAS pun pasrah ketika digelandang ke Polrestabes Surabaya pada 20 Juni 2024. “Kami menyita barang bukti berupa set pakaian yang digunakan saat beraksi dan sebuah helm,” pungkas Hendro.

    Atas perbuatannya, ZAS dijerat menggunakan Pasal 363 KUHP terkait pencurian dengan pemberatan dengan ancaman hukuman 7 tahun kurungan penjara. (ang/kun)

  • Penghuni Apartemen One Icon Surabaya Dialihkan Tahanan Kota, PH Kecewa

    Penghuni Apartemen One Icon Surabaya Dialihkan Tahanan Kota, PH Kecewa

    Surabaya (beritajatim.com) -Kisruh antara penghuni dan pengelola apartemen One Icon Residence Tunjungan Plasa mulai masuk dalam persidangan Pengadilan Negeri Surabaya di jalan Arjuno.

    Sebelumnya Heru Herlambang Alie mendekam di sel tahanan setelah dilaporkan ke Polsek Tegalsari karena dianggap mengancam Agustinus Eko Pudji Prabowo, Building Manager Badan Pengelola Lingkungan apartemen One Icon Residence pada 17 Juli 2023

    Heru Herlambang didakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan kesatu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis yakni pasal 335 ayat 1 ke 1 KUHP.

    Dalam dakwaan JPU Darwis disebutkan, terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

    Perbuatan Terdakwa dilakukan pada 5 Juni 2023 sekira pukul 11.25 WIB bertempat di Lobby Apartemen One Icon Residence Jl Embong Malang no.21-31 Surabaya.

    Kronologi awalnya pada hari Senin tanggal 05 Juni 2023 sekira jam 10.00 WIB, saat saksi pelapor Agustinus Eko Pudji Prabowo yang merupakan staf manager di PT Colliers Internasional yang ditempatkan di bagian operasional di One Icon sedang di kantor BPL (Badan Pengelola Lingkungan jalan Embong Malang 21-31 Surabaya).

    Saksi Agustinus Eko kemudian dipanggil oleh Rere (Residen Relation) yang mengintruksikan kepada saksi Agustinus Eko untuk menemui terdakwa di Lobby One Icon Residen.

    Saksi Agustinus Eko kemudian segera menemui terdakwa di depan meja Reseptionis (Rere), dan rupanya Terdakwa sudah menunggu di lokasi (depan Rere).

    Setelah bertemu dengan Heru Herlambang  kemudian saksi Agustinus Eko  duduk berhadapan agak menyamping, kemudian keduanya memulai percakapan yang isinya Heru Herlambang menanyakan perihal permintaan untuk pembukaan area parkir LT.P13 atau P 3.

    Saksi Agustinus Eko menjelaskan jika area parkir LT.P13 atau P 3 belum bisa dibuka karena masih ada lahan parkir di P1 dan P2 kapasitasnya masih cukup atau baru terisi 40 persen, CCTV untuk pemantauan dan juga sarana tanda atau rambu rambu area parkir belum siap dan progress untuk AC lobby lift dan pelapis dinding (wallpaper) juga belum siap.

    Setelah saksi Agustinus Eko jelaskan namun Heru Herlambang tidak mau memahami dan tetap meminta segera dibuka area parkir di P13 / P3 dan terdakwa juga meminta saksi untuk memanggil bagian Purcashing untuk di konfrontasi dengan saksi yaitu saksi Fedriec Yacob.

    Kemudian saksi Agustinus Eko memanggil Saksi Fedriec Yacob melalui panggilan telepon dan tidak lama Saksi Fedriec Yacob datang dan duduk di samping kanan saksi Agustinus Eko.

    Kemudian Heru Herlambang bertanya langsung kepada saksi Fedriec Yacob mengenai progres persiapan pembukaan lahan parkir di P13/P3, dan kemudian saksi Fedriec Yacob menjelaskan proses pengadaan yang sudah di jalankan untuk sarana lahan parkir di P13/P3 tersebut, menjelaskan beberapa prosedur pengadaan barang yaitu pemilihan vendor, negoisasi harga, survei vendor karena mekanismenya harus ada 3 vendor sebagai pembanding dan hal tersebut membutuhkan waktu.

    Setelah dijelaskan oleh saksi Fedriec Yacob dengan panjang lebar kemudian Heru Herlambang tetap minta dibuka akses lift P13/P3, jika tidak dia meminta surat jaminan dari managemen bila mobilnya yang parkir di P2 tidak akan tergores atau penyok kena mobil lain atau minta ganti rugi apabila terjadi hal tersebut.

    Namun saksi Agustinus Eko tidak bisa memberikan surat yang diminta oleh terdakwa tersebut.

    Saksi Agustinus Eko meminta waktu satu bulan untuk membuka lahan parkir yang diminta Heru Herlambang tapi tidak mau. Heru Herlambang meminta dibuka besoknya. Dan saksi Agustinus Eko meminta waktu satu Minggu. Namun Terdakwa bersikukuh meminta besok.

    Saksi Agustinus Eko kemudian menjawab ” Jangan besok pak kita selamatan dulu, kita syukuran dulu”, dan dari akhir jawaban saksi tersebut, dengan nada tinggi terdakwa bilang : “Besok” (sambil kaki kanannya menendang ke arah saksi). Dan saksi menjawab kembali : “jangan pak, ya berdoa dululah” dan mendengar jawaban terakhir saksi Agustinus Eko tersebut terdakwa langsung berdiri dan kaki kirinya menendang ke arah muka saksi Agustinus Eko namun secara reflek dapat saksi Agustinus Eko hindari. Kemudian terdakwa bilang lagi “undang saya” dan saksi Agustinus Eko tidak jawab apapun karena masih syok. Kemudian terdakwa pergi meninggalkan saksi sambil mengatakan “ingat yaa besok”.

    Bahwa karena merasa tertekan akhirnya keesokan harinya akses menuju area parkir P3/P13 dibuka dan langsung dipakai parkir mobil oleh terdakwa, kemudian hari berikutnya dipakai oleh saksi Rudy Widjaja penghuni apartemen One Icon Residence IR.02-10, sedangkan untuk penghuni lain belum bisa karena sebenarnya area parkir P.3/P13 memang belum siap sarana dan prasarananya.

    Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara Hakim Yoes Hartyarso yang memimpin persidangan ini menangguhkan penahanan terdakwa. Sontak penangguhan tersebut membuat kuasa hukum pelapor yakni Billy Handiwiyanto kecewa. Sebab kata Billy, persidangan baru digelar satu hari tapi sudah ditangguhkan.

    ” Pastinya menyayangkan, susah banget membela orang kecil. Tali kalau sudah putusan hakim ya kita taati. Sidang pertama kok sudah ditangguhkan. Kasihan pelapor kan pasti trauma. Tapi kalau majelis hakim sudah menetapkan seperti itu ya pasti kita menerima,” ujar Billy.

    Harapannya, sebagai kuasa hukum pelapor terdakwa tentunya putra pengacara senior George Handiwiyanto Handiwiyanto ini berharap putusan hakim nanti bisa adil untuk orang kecil seperti Agustinus Eko. [uci/ted]

  • Tindak Tegas Penganiaya Satwa, Polres Malang Banjir Dukungan

    Tindak Tegas Penganiaya Satwa, Polres Malang Banjir Dukungan

    Malang (beritajatim.com)- Kepolisian Resor Malang menuai apresiasi dari berbagai komunitas dan elemen masyarakat atas keberhasilannya dalam menangani kasus penganiayaan satwa yang terjadi di Kabupaten Malang. Halaman depan Mapolsek Dau dipenuhi oleh sejumlah papan bunga ucapan terima kasih sejak Sabtu (22/6/2024) hingga Senin (24/6/2024).

    Karangan bunga tersebut merupakan ungkapan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat terhadap tindakan tegas Polres Malang dan Polsek Dau dalam mengungkap aksi keji penganiayaan satwa yang terjadi baru-baru ini.

    Sedikitnya enam papan karangan bunga menghiasi halaman Mapolsek Dau, dikirim oleh masyarakat pribadi, komunitas, hingga organisasi dari berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Palembang, dan Bali.

    Kasihumas Polres Malang, Ipda Dicka Ermantara, saat dikonfirmasi membenarkan adanya karangan bunga tersebut.

    “Betul, kami menerima karangan bunga yang berisi apresiasi dan terima kasih atas penanganan kasus penganiayaan satwa di Kecamatan Dau,” ujar Dicka di Polres Malang, Senin (24/6/2024).

    Dicka bilang, pihaknya sangat menghargai dukungan masyarakat yang telah membantu memperkuat semangat Polres Malang dalam menangani kasus penganiayaan satwa.

    “Kami sampaikan terima kasih atas dukungan masyarakat, hal ini memacu kami untuk menjadi semakin kuat melawan segala bentuk tindak pidana,” tegas Dicka.

    Beberapa pesan dalam karangan bunga tersebut berbunyi: “Apresiasi Tertinggi Untuk Polsek Dau & Polres Malang Atas Pengungkapan Kasus Kucing Dipaku” dari Animal Defenders Indonesia Chapter Bali,

    “Tegakkan hukum pantang mundur penganiayaan satwa adalah kejahatan” dari Encourage-Jakarta-Bali-Palembang, dan “Bravo Jajaran Polsek Dau Menuju Sejahtera Hewan Indonesia” dari PKDI Malang.

    Seperti diketahui, Polres Malang melalui Polsek Dau tengah menangani kasus penganiayaan satwa yang terjadi di Perumahan Puncak Sengkaling, Desa Sumbersekar, Kecamatan Dau, pada Selasa (18/6/2024). Insiden tersebut bermula ketika AA (38), warga Desa Sumbersekar, menemukan seekor kucing berwarna putih dalam keadaan tidak bernyawa dengan luka-luka di sekujur tubuhnya.

    Lebih miris lagi, kaki kucing tersebut tertancap paku di pohon di halaman rumahnya. Foto kondisi kucing yang diunggah AA ke media sosial menjadi viral dan memicu kemarahan publik.

    Merespons kejadian tersebut, Polres Malang segera melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan terduga pelaku berinisial IW (40), asal Kecamatan Seputih Agung, Kabupaten Lampung Tengah, yang berdomisili di Perumahan Puncak Sengkaling, Desa Sumbersekar, Kecamatan Dau.

    “Saat ini tersangka telah diproses penyidikan dan terancam Pasal 302 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 9 bulan,” pungkas Dicka. [yog/aje]

  • Polres Malang Tetapkan Pria Lampung Tersangka Penganiaya Satwa

    Polres Malang Tetapkan Pria Lampung Tersangka Penganiaya Satwa

    Malang (beritajatim.com) – Kepolisian Resor (Polres) Malang akhirnya menetapkan IW (40) sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan sadis terhadap satwa di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah aksi keji pelaku yang memaku kucing liar di pohon tersebar luas di media sosial.

    Kasi Humas Polres Malang, Ipda Dicka Ermantara, mengungkapkan bahwa pihaknya telah meningkatkan status penyidikan terhadap kasus penganiayaan kucing sadis yang terjadi di lingkungan perumahan Puncak Sengkaling, Kecamatan Dau, tersebut. Pria asal Kecamatan Seputih Agung, Kabupaten Lampung Tengah, itu kini sedang menjalani proses penyidikan lebih lanjut.

    “Betul, statusnya saat ini sudah dinaikkan menjadi tersangka, berkasnya segera kita lengkapi untuk kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan,” ujar Dicka dalam konferensi pers di Polres Malang, Senin (24/6/2024).

    Dicka menjelaskan, penyidik telah mengumpulkan berbagai alat bukti dan meminta keterangan dari sejumlah saksi. Keterangan tersangka juga telah diperiksa secara mendalam oleh penyidik.

    Dari hasil pemeriksaan, IW mengaku kesal terhadap kucing-kucing liar yang sering buang kotoran sembarangan di lingkungan tempat tinggalnya.

    Puncak kekesalan IW terjadi pada Selasa (18/6/2024) lalu, ketika ia mendapati seekor kucing di halaman rumahnya. Tersangka kemudian memukul kucing tersebut dengan batu, menyayat tubuhnya menggunakan pisau, dan akhirnya menancapkan paku ke kaki kucing yang sudah sekarat sebelum menancapkannya ke pohon.

    Dicka menerangkan, pihaknya kini tengah melakukan penyelidikan mendalam terhadap keterangan tersangka, termasuk pemeriksaan kondisi kejiwaan IW. Meskipun tidak ditahan, IW dikenakan wajib lapor dan proses hukum tetap berjalan.

    “Penyidik telah menerapkan Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap satwa, ancaman pasal tersebut pidana penjara maksimal 9 bulan,” imbuhnya.

    Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat dan pemerhati satwa, yang berharap hukum dapat ditegakkan dengan tegas untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Kepolisian berkomitmen untuk menangani kasus ini dengan serius demi menjaga kesejahteraan satwa dan menciptakan lingkungan yang aman bagi semua makhluk hidup. [yog/beq]