Topik: KUHP

  • Polisi Tangkap Pria Lecehkan Jemaah Wanita di Masjid Baureno Bojonegoro

    Polisi Tangkap Pria Lecehkan Jemaah Wanita di Masjid Baureno Bojonegoro

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Seorang lelaki yang melakukan pelecehan seksual terhadap jamaah salat dhuhur di Masjid Desa Gunungsari Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro ditangkap polisi. Pelaku ditangkap di wilayah Lamongan sekitar pukul 02.30 WIB, Rabu (21/8/2024).

    Kasat Reskrim Polres Bojonegoro AKP Fahmi Amarullah mengatakan, penangkapan pelaku pelecehan seksual terhadap korban jamaah salat di masjid itu hasil pengembangan rekaman CCTV masjid. Pelaku diketahui atas nama Subakar (32) warga Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan.

    “Pelaku kami tangkap di Kabupaten Lamongan pada Rabu (21/8/2024) dini hari. Sekitar pukul 02.30 WIB,” ujarnya, Rabu (21/8/2024).

    AKP Fahmi mengungkapkan, dari petunjuk rekaman CCTV itu, pihaknya langsung berhasil mengidentifikasi identitas pelaku. Sehingga penangkapan dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah kejadian. Pelaku kini masih diperiksa oleh penyidik Satreskrim Polres Bojonegoro.

    “Terkait motif pelaku, kami belum bisa mengemukakan karena masih dalam proses pemeriksaan,” imbuhnya.

    Atas perbuatannya itu, menurut Akpol lulusan 2012 itu, pelaku terancam Pasal 36 jo Pasal 10 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 281 KUHP dengan ancaman hukumannya penjara maksimal 10 tahun.

    Sebelumnya diberitakan, seorang lelaki berjaket hitam dengan celana pendek terekam CCTV masjid sedang melakukan pelecehan seksual terhadap jamaah wanita yang sedang salat dhuhur. Kejadian itu terekam pada, Selasa (20/8/2024) siang.

    Pelaku dalam melakukan aksinya dengan cara masuk ke bilik jamaah wanita dan langsung melorot celana pendeknya. Ia terlihat mencolek jamaah yang sedang rukuk. Kemudian juga menempelkan kemaluannya ke badan jamaah perempuan. Aksi itu kemudian diketahui jamaah lain yang membatalkan salat dan pelaku kemudian langsung melarikan diri. [lus/aje]

  • Kamar Kos di Jombang Disewakan untuk Mesum, Tarifnya Rp40 Ribu/Jam

    Kamar Kos di Jombang Disewakan untuk Mesum, Tarifnya Rp40 Ribu/Jam

    Jombang (beritajatim.com) – Kamar kos di Jl Pattimura Jombang disewakan oleh pengelolanya untuk berbuat mesum. Tarif yang dipatok adalah Rp40 ribu per jam. Walhasil, aksi mesum ini berhasil dibongkat oleh petugas kepolisian setempat.

    Bahkan, sang pemilik, DP (41), warga Dusun Surak, Desa Pesanggrahan, Gudo, Jombang, dibekuk oleh polisi. “DP telah meringkuk di Rutan Polres Jombang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia dijerat dengan Pasal 296 KUHP,” kata Kasi Humas Polres Jombang Iptu Kasnasin, Jumat (16/8/2024).

    “Pasal tersbut erbunyi, barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000,” lanjutnya.

    Bagaimana awal mula terbongkarnya kasus itu? Kasnasin mengatakan, awalnya pihak kepolisian menerima informasi terkait kamar kos yang disewakan untuk pasangan mesum di Jalan Pattimura, Desa Sengon, Kecamatan Jombang. Polisi pun bergerak melakukan penyelidikan.

    Setelah didapatkan informasi yang akurat, polisi mendatangi lokasi pada Kamis (25/7/2024). Benar saja, polisi mendapati satu pasangan bukan suami istri yang sedang berbuat mesum di dalam kamar.

    Dia mengaku membayar sewa kamar kepada pemilik sebesar Rp90 ribu untuk sewa kamar 3 jam. Dalam penggerebekan itu, polisi juga berhasil menangkap DP yang kebetulan ada di lokasi rumah kos. DP mengaku, kamar kos yang ia sewa itu disewakan lagi ke orang lain dengan harga Rp40 ribu untuk satu jam.

    “Ia menawarkan kamar kos melalui media sosial. Modusnya pelaku menyediakan rumah kontrakan untuk disewakan kamarnya per jam,” pungkas Kasnasin. [suf]

  • Kasus Kopi Sianida Pacitan, Jaksa Tuntut 20 Tahun Penjara Ayu Findi Antika

    Kasus Kopi Sianida Pacitan, Jaksa Tuntut 20 Tahun Penjara Ayu Findi Antika

    Pacitan (beritajatim.com) – Dalam sebuah sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pacitan pada Selasa, 13 Agustus, Ayu Findi Antika (25), terdakwa dalam kasus pembunuhan Mohammad Rizqhi Saputra (14), dituntut hukuman penjara selama 20 tahun.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuanita Mawarni menuntut hukuman berat ini atas tindakannya menaburkan racun sianida ke dalam kopi di rumah korban, yang dianggap sebagai perbuatan terencana yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

    Dalam persidangan yang dramatis, JPU Yuanita Mawarni mengungkapkan bahwa Ayu Findi Antika (AFA) terbukti secara sah melakukan tindak pidana pencurian yang berujung pada pembunuhan berencana terhadap remaja Mohammad Rizqhi Saputra (MRS).

    “Perbuatan terdakwa tidak hanya mengganggu ketenangan masyarakat, tetapi juga membawa kesedihan mendalam bagi keluarga korban, terutama orang tuanya,” jelas Yuanita.

    JPU juga menjelaskan secara rinci proses kejadian tersebut. Ayu diduga menaburkan racun ke dalam kopi yang diminum oleh korban, yang akhirnya menyebabkan kematian MRS. Yuanita menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan kejam dan terencana,

    “Dakwaan primer terpenuhi tanpa ada alasan meringankan,” tambahnya, menekankan bahwa AFA bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.

    Penasihat hukum AFA, Yoga Tamtama Pamungkas, merespons tuntutan tersebut dengan skeptis. Menurutnya, tuntutan yang diajukan terlalu berat dan meminta agar majelis hakim mempertimbangkan pasal 338 KUHP yang memberikan hukuman lebih ringan.

    “Klien kami tidak berniat membunuh; dia hanya ingin mencuri uang milik ibu korban untuk membayar utang,” ujar Yoga.

    Yoga dan tim kuasa hukum terdakwa masih mempelajari tuntutan tersebut lebih lanjut sebelum mengambil langkah selanjutnya dalam proses hukum ini. (sul/ted)

  • Mabuk dan Cabuti Bendera Merah Putih, Pria di Tulungagung Tewas Dianiaya

    Mabuk dan Cabuti Bendera Merah Putih, Pria di Tulungagung Tewas Dianiaya

    Tulungagung (beritajatim.com) – Mabuk dan mencabuti bendera merah putih milik warga menjadi pemicu penganiayaan terhadap Rudi Cahyono (35) warga Desa Bukur, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung. Korban akhirnya tewas di tangan sejumlah pemuda.

    Sementara itu, tiga orang pelaku penganiayaan terhadap korban telah diamankan oleh Satreskrim Polres Tulungagung. Mereka berinisial SE (21) MRA (21) dan BS (19) warga desa setempat.

    Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP M Nur menjelaskan peristiwa penganiayaan ini terjadi Minggu (11/8/2024) dini hari. Kronologi kejadian berawal ketika korban yang dalam pengaruh minuman keras (miras) membuat onar di sekitar kampungnya dengan mencabuti bendera merah putih milik warga.

    Aksi ini membuat geram warga sekitar, yang berujung pada aksi penganiayaan secara bersama – sama terhadap korban.

    “Awalnya korban mabok miras, membuat resah warga dengan cara mencabuti bendera merah putih atau umbul-umbul. Atas perbuatan itu warga yang risih akhirnya melakukan tindakan kekerasan terhadap korban,” ujarnya, Kamis (15/8/2024).

    Akibat dari kejadian tersebut korban menderita luka dalam yang harus mendapatkan perawatan intensif di RSUD dr Iskak Tulungagung. Namun, kondisi korban mengalami penurunan kesadaran dan akhirnya meninggal pada Rabu (14/8/2024) sekitar pukul 09.30 WIB.

    “Setelah menjalani perawatan selama empat hari, akhirnya korban dilaporkan meninggal dunia,” paparnya.

    Guna memastikan penyebab kematian korban, petugas melakukan proses autopsi terhadap jasad korban. Melihat dari tubuh korban, terindikasi adanya bekas kekerasan.

    Selain mengamankan tiga terduga pelaku, pihaknya juga mengamankan sejumlah barang bukti seperti bendera yang dicabuti oleh korban. Untuk ketiga pelaku mereka bakal dijerat dengan pasal 170 KUHP tetang penganiayaan secara bersama-sama di muka umum.

    “Yang kita amankan barang bukti bendera yang dicabuti oleh korban karena berawal permasalah dari itu,” pungkasnya. [nm/suf]

  • Dua Bandit Curanmor Dihakimi Warga Sukolilo, Pernah Dipenjara Akibat Narkoba

    Dua Bandit Curanmor Dihakimi Warga Sukolilo, Pernah Dipenjara Akibat Narkoba

    Surabaya (beritajatim.com) – Dua bandit curanmor yang diamankan oleh warga di Keputih, Selasa (06/08/2024) kemarin ternyata pernah dipenjara karena terlibat kasus penyalahgunaan narkotika. Diketahui, kedua bandit itu adalah Zainal Abidin (28) warga Bangkalan dan Fernando (31) warga Gubeng.

    “Dari data kepolisian, Zainal pernah ditahan di Polres Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2017 dan Fernando ditahan Polrestabes Surabaya pada 2018 kemarin,” kata Kapolsek Sukolilo Kompol I Made Patera Negara saat dihubungi Beritajatim.com, Kamis (15/08/2024).

    Made menjelaskan, Zainal divonis oleh majelis hakim hukuman 6 tahun 3 bulan penjara dan dinyatakan bebas pada 31 Agustus 2022. Sedangkan, Fernando menjalani hukuman selama 5 tahun 2 bulan dan bebas pada Desember 2022.

    Berdasarkan kepada pengakuan tersangka, mereka berdua baru pertama kali melakukan aksi pencurian kendaraan bermotor. Namun, sampai saat ini anggota Unit Reskrim Polsek Sukolilo masih melakukan pemyelidikan. “Ngakunya baru sekali. Tapi ini kita masih cari apakah ada TKP lain,” imbuh Made.

    Sementata itu, Kanit Reskrim Polsek Sukolilo, Ipda Aan Dwi Satrio Yudho menjelaskan keduanya nekat mencuri lantaran butuh uang. Nando butuh uang untuk membiayai biaya lahiran istrinya yang sudah menginjak usia 8 bulan. “Motifnya ekonomi. Mereka sama-sama butuh uang sehingga kemarin nekat mencuri,” pungkas Aan.

    Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 363 KUHP dengan ancaman pidana kurungan penjara maksimal 9 tahun penjara.

    Diketahui sebelumnya, Dua bandit Curanmor dimassa warga Keputih usai gagal mencuri Honda Scoopy hitam milik Yogi (23) mahasiswa asal Malang yang kuliah di Surabaya, Selasa (06/08/2024) pukul 21.00 WIB. Akibatnya dua bandit curanmor itu sampai harus menjalani perawatan sementara di RSU Haji Sukolilo. (ang/kun)

  • Carut Marut Sengketa Bisnis Kampoeng Roti di Polda Jatim, Begini Kata Pakar Pidana Unair

    Carut Marut Sengketa Bisnis Kampoeng Roti di Polda Jatim, Begini Kata Pakar Pidana Unair

    Surabaya (beritajatim.com) – Sengketa bisnis waralaba Kampoeng Roti kini berada di tangan polisi. Namun, kasus ini menjadi semakin rumit karena dua unit kepolisian, Ditreskrimum dan Ditreskrimsus, secara bersamaan menangani perkara tersebut.

    Ditreskrimum menangani laporan dugaan penipuan dan penggelapan yang diajukan pihak DS sebagai Pelapor dan terlapor GM. Sementara GM  melaporkan Pw bagian acounting di Kampoeng Roti ke Ditreskrimsus terkait dugaan penggelapan pajak dan TPPU.

    Guru Besar Ilmu Pidana dari Universitas Airlangga (Unair), Prof Nur Basuki Minarno, menjelaskan bahwa TPPU merupakan tindak pidana khusus. Namun, beliau menekankan bahwa TPPU adalah tindak pidana lanjutan dari tindak pidana asal atau predicate crime, dalam hal ini merujuk pada Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP.

    Menurut Prof Nur Basuki, jika laporan polisi (LP) mencantumkan Pasal 372 atau Pasal 378 jo. Pasal 3, 4, atau 5 UU TPPU, maka unit yang paling berwenang adalah Reserse Kriminal Umum.

    “Jika terlapor pada LP pertama kemudian membuat laporan balik ke Ditreskrimsus dengan materi yang sama, hal tersebut sebaiknya ditangani dengan koordinasi antara Ditreskrimum dan Ditreskrimsus. Ini agar penanganannya tidak terpisah-pisah, saksi tidak diperiksa berulang kali, dan bukti serta barang bukti dapat dikumpulkan secara menyeluruh. Perkara tersebut lebih tepat jika ditangani oleh Ditreskrimum karena predicate crime-nya termasuk tindak pidana umum,” jelas Prof Nur Basuki, Rabu (15/8/2024).

    Prof Nur Basuki juga menyebutkan, meskipun UU TPPU memungkinkan TPPU diperiksa tanpa ada predicate crime, dalam praktiknya, jika tidak ada bukti awal adanya tindak pidana asal, sangat tidak relevan untuk memeriksa TPPU tersebut.

    “Di Polda, unit reserse dibagi menjadi Ditreskrimum untuk tindak pidana umum dan Ditreskrimsus untuk tindak pidana khusus. Karena LP mencantumkan Pasal 372 atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 3, 4, 5 UU TPPU, maka yang lebih berwenang adalah Ditreskrimum,” lanjutnya.

    Prof Nur Basuki menekankan pentingnya komunikasi, koordinasi, dan sinergi antara penyidik, terutama dalam satu instansi seperti polda. Tanpa hal itu, penanganan perkara bisa menjadi tidak komprehensif dan tidak efektif, dengan saksi dipanggil berulang kali untuk kepentingan yang sama, sehingga proses penanganan kasus berlarut-larut.

    “Mengenai dugaan konflik kepentingan, saya berharap hal seperti itu tidak terjadi agar penyidik tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, prosedural, proporsional, cepat, tepat, dan transparan,” tambahnya.

    Guru Besar Ilmu pidana Unair Prof Nur Basuki Minarno

    Saat ini, belum ada sistem yang terintegrasi di kepolisian, sehingga masalah seperti ini masih sering terjadi. Bahkan dalam satu polda, masalah ini bisa terjadi, apalagi jika laporan dibuat dengan polda yang berbeda. Hal ini menunjukkan perlunya pembenahan sistem dan tata kerja dalam penanganan suatu perkara.

    “Saya mengetahui bahwa pelaporan atau pengaduan harus melalui SPKT. Jika laporan tidak melalui SPKT, maka laporan tersebut seharusnya ditolak untuk menjaga tertib administrasi dan menuju pelayanan publik yang baik,” katanya.

    Sementara itu, Kasubdit Perbankan Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Damus, mengatakan bahwa penanganan Ditreskrimsus berbeda dengan Ditreskrimum karena ada dugaan permainan oleh oknum bagian keuangan Kampoeng Roti.

    Laporan terkait dugaan markup pembayaran pajak dan permainan oleh oknum serta TPPU sejak dilaporkan pada 17 Juli 2024, sudah ada tiga orang saksi yang telah diperiksa.

    “Kerugian untuk pengajuan pajak dari September 2023 hingga Desember 2023 mencapai sekitar Rp1,4 miliar,” pungkasnya. [uci/ted]

  • Pria Lumajang Tusuk Selingkuhan, Kesal Pesan Tidak Dibalas

    Pria Lumajang Tusuk Selingkuhan, Kesal Pesan Tidak Dibalas

    Lumajang (beritajatim.com) – Seorang pria di Lumajang harus berurusan dengan hukum setelah tega menganiaya selingkuhannya.

    Peristiwa penganiayaan yang dilatarbelakangi rasa cemburu ini terjadi di Desa Dawuhan Wetan, Kecamatan Rowokangkung pada Senin (12/8) malam.

    Kejadian nahas itu menimpa AR, seorang wanita paruh baya 37 tahun, mengalami luka tusuk di beberapa bagian tubuh seperti tangan dan wajah akibat serangan pelaku.

    Kapolsek Rowokangkung, Iptu Murjito, menjelaskan, Pelaku sendiri S (49), nekat menusuk korban menggunakan pisau setelah merasa sakit hati pesan dan teleponnya diabaikan.

    “Pelaku langsung mendatangi rumah korban dan melakukan tindakan kekerasan,” ujar Iptu Murjito, Selasa (13/8/2024).

    Peristiwa penusukan itu didengar suami korban lantaran AR sempat berteriak kesakitan dengan keras. Akhirnya, suami korban melerai sembari berteriak maling dan warga sekitar mengamankan pelaku serta barang bukti sebilah pisau.

    Lebih lanjut Iptu Murjito menambahkan, antara pelaku dan korban sebelumnya memiliki hubungan rahasia yang tidak diketahui oleh suami korban.

    “Antara korban dengan pelaku memiliki sebuah hubungan yang tidak diketahui suami korban. Pelaku melakukan penganiayaan lantaran pesan dan telponnya tidak kunjung dibalas” lanjutnya.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan luka berat. Saat ini, kasus tersebut telah ditangani oleh Polres Lumajang untuk penyelidikan lebih lanjut.

    “Kini kasus ditangani oleh Polres Lumajang dan masih dalam penyelidikan,” pungkasnya. [vid/ian]

  • Oknum Pesilat Sidoarjo Rampas Motor di Jalan Mastrip Surabaya

    Oknum Pesilat Sidoarjo Rampas Motor di Jalan Mastrip Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Oknum pesilat Sidoarjo merampas dan mengeroyok pesepeda motor di Jalan Mastrip, Surabaya, Minggu (11/8/2024) dini hari. Enam oknum pesilat yang teridentifikasi dari perguruan Pagar Nusa (PN) itu mengeroyok korbannya menggunakan palu, batu dan besi.

    Kapolsek Karangpilang Kompol A. Risky Fardian mengatakan, keenam tersangka adalah MR (19) asal Buduran, MS (17) asal Taman, Mahen (17) asal Buduran, QU (17) asal Sukodono, MF (18) asal Taman, MNA (18) asal Bulu Sidokare. Dari 6 orang yang diamankan, 3 dititipkan ke Bapas karena masih berusia anak-anak.

    “Tiga orang kami tetapkan tersangka dan kami lakukan penahanan. Sedangkan 3 lainnya kami titipkan ke bapas karena masih berusia anak-anak,” kata Risky, Selasa (13/8/2024).

    Risky menjelaskan bahwa awalnya keenam tersangka konvoi dari tempat latihan bersama dengan 4 orang lainnya. Total 10 orang berangkat dari Jalan Kedung Anyar. Mereka sempat konvoi ke Sawahan, lalu ke Pusat kota Surabaya sampai ke Wiyung. Para tersangka mengaku bahwa mereka konvoi untuk mencari musuh.

    “Mereka berangkat pukul 1 dini hari dari tempat latihan di Jalan Kedung Anyar. Mereka berputar-putar mencari musuh dan sampai di Jalan Wiyung,” imbuh Risky.

    Sesampainya di Wiyung, kelompok oknum pesilat itu menemukan Fahmi mengendarai motor dengan temannya Akbar memakai baju Remaja Ganas (Regas). Kesepuluh pesilat itu pun mengejar kedua korban hingga di Jalan Mastrip Kemlaten.

    Karena panik, kedua korban lantas terjatuh dari sepeda motornya. Fahmi tidak bisa kabur dan langsung dipukuli. Sementara Akbar berhasil meminta bantuan kepada warga.

    “Menerima informasi, tim opsnal Polsek Karangpilang langsung mendatangi lokasi dan mengamankan 10 pesilat. Dari hasil gelar perkara, 6 kami tetapkan sebagai tersangka dan 4 lainnya dipulangkan karena tidak terlibat,” tutur Risky.

    Selain mengambil sepeda motor, 6 tersangka juga merampas 2 handphone korban. Polisi pun menyita berbagai alat bukti seperti palu, besi dan batu yang digunakan untuk mengeroyok korban. Akibat kejadian ini, korban Fahmi mengalami berbagai luka di mulut, muka, punggung, kaki hingga giginya terlepas.

    “Keenam tersangka kami jerat dengan pasal 170 KUHP dan atau 365 KUHP dengan ancaman pidana maksimal kurungan penjara 5 tahun,” pungkas Risky. [ang/suf]

  • Peras Pemilik Tambang di Tuban Rp200 Juta, 12 Oknum LSM Dibekuk

    Peras Pemilik Tambang di Tuban Rp200 Juta, 12 Oknum LSM Dibekuk

    Tuban (beritajatim.com) – 12 oknum anggota LSM dibekuk Satreskrim Polres Tuban. Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap pemilik tambang sebesar Rp200 juta, serta nekat memblokir alat berat excavator.

    “Ada 12 tersangka yang kami amankan atas kasus tindak pidana pemerasan dengan ancaman kekerasan,” tutur Kapolres Tuban AKBP Oskar Syamsuddin, Selasa (13/8/2024).

    Oskar sapanya menjelaskan, bahwa modus operandinya yakni mereka datang ke lokasi tambang dan langsung melakukan pengusiran terhadap pekerja tambang, lalu mengambil kunci alat belat excavator dan melakukan penyegelan dengan menggunakan police line.

    “Kemudian dilanjutkan penutupan tambang dan melakukan pemerasan atau minta uang damai kepada pemilik tambang sebesar Rp200 juta namun dealnya di Rp25 juta,” terang Oskar.

    Selain itu, 12 tersangka ini mayoritas dari Tuban dan ada beberapa dari luar kota Tuban yang diajak kerjasama dalam menyelesaikan masalah tersebut.

    “Akibatnya, tersangka dijerat Pasal 368 ayat 1 KUHP ancaman 9 tahun penjara,” pungkasnya.

    Semula dalam video yang beredar, puluhan LSM tersebut menutup kendaraan excavator menggunakan police line dan menyebut tambang batu kapur di Desa Dahor, Kecamatan Grabagan tidak memiliki izin.

    Salah seorang laki-laki memakai kaos bergaris itu dalam video menjelaskan tambang itu dibackup oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, maka ia berharap sudilah kiranya memberikan solusi yang terbaik buat menertibkan tambang yang ada di desa Punggulrejo.

    “Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, karena kalau sampai nanti miskomunikasi maka dari pihak KPU RI dan Kapolri maka akan bekerjasama dengan orang pusat dan siap menutup tambang semua yang ada di desa punggulrejo baik yang ada izin maupun yang tidak karena yang ada izin rata-rata solarnya dari solar subsidi karena bukti bukti dari punggulrejo ini sudah terkantongi,” ujar pria yang ada divideo tersebut.

    Karena hal itu, pemilik tambang NR (58) asal Rengel ini merasa geram dan akhirnya melaporkan kepada Satuan Reserse (Satreskrim) Polres Tuban. Sehingga, puluhan oknum LSM tersebut diamankan. [ayu/beq]

  • Terdakwa Pembunuhan Grati Pasuruan Dituntut 20 Tahun Penjara, Ini Reaksi Keluarga Korban

    Terdakwa Pembunuhan Grati Pasuruan Dituntut 20 Tahun Penjara, Ini Reaksi Keluarga Korban

    Pasuruan (beritajatim.com) – Terdakwa Ruslan Abdul Gani Tedjokusumo dituntut 20 tahun penjara dalam kasus pembunuhan sadis yang mengakibatkan warga Sidoarjo meninggal dunia di Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan.

    Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) di Pengadilan Negeri (PN) Bangil pada Senin (12/8/2024). Sidang diketuai oleh Hakim Enan Sugiarto.

    Menurut Kasi Pidum (Kepala Seksi Pidana Umum) Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan Oktaviandi, terdakwa terbukti bersalah dengan melakukan tindakan pidana.

    “Menyatakan terdakwa Ruslan bersalah melakukan tindakan pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dulu merampas nyawa orang lain. Sebagai mana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP sebagai dalam dakwaan perimair dengan pidana penjara 20 tahun,” jelas Oktavian.

    Oktavian juga mengatakan bahwa saat ini terdakwa tetap ditahan di Rutan Bangil. Sementara barang bukti yang dipakai oleh terdakwa saat melakukan pembunuhan dilakukan perampasan dan dimusnahkan.

    Sementara itu, pihak keluarga korban yakni istri dari korban Devi sangat menyesalkan tuntutan dari JPU. Devi yang merupakan istri dari korban yang bernama Eddy Santoso ini mengatakan bahwa seharusnya tuntutan harus lebih berat.

    “Kami sangat menyesalkan dimana tuntutan dari jaksa tidak maksimal, sedangkan kami menginginkan terdakwa dituntut secara maksimal dengan penjara seumur hidup. Karena pelaku sendiri sudah jelas melakukan unsur pembunuhan,” jelas Devi saat ditemui usai sidang.

    Devi mengatakan bahwa selama proses persidangan terdakwa tidak mengakui hal sebenarnya dalam persidangan. Terdakwa tidak sedikitpun selama persidangan menyesali perbuatannya. “Ini nampak jelas selama persidangan terdakwa selalu bohong dan ngeles. Bahkan terdakwa tidak merasa menyesal telah membunuh temannya sendiri yang sudah dikenal sejak SMP,” imbuhnya.

    Diketahui sebelumnya Ruslan telah membunuh Eddy. Padahal keduanya merupakan teman dekat sejak bangku sekolah. Tedakwa membunuh Eddy dikarenkan berhutang hingga Rp1,4 miliar. Namun Ruslan tak sanggup membayar hutang tersebut dan memilih untuk membunuh Eddy. [ada/suf]