Topik: KUHP

  • Komplotan Pencuri Tiang FO di Mojokerto Diringkus Polisi

    Komplotan Pencuri Tiang FO di Mojokerto Diringkus Polisi

    Mojokerto (beritajatim.com) – Komplotan pencuri i tiang Fiber Optik (FO) diringkus oleh anggota Unit Reskrim dan Patroli Blue Light Polsek Pungging Polres Mojokerto. Tiga orang pelaku berhasil diamankan saat beraksi di Jalan Diponegoro, Desa Kalipuro, Kecamatan Pungging.

    Ketiga pelaku yakni Aryan FR (24) warga Desa Kebondalem, Kecamatan Mojosari, Dinya TM (25) warga Desa Tinggarbuntut, Kecamatan Bangsal serta Bayu L (25) warga Desa Kwatu, Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto. Ketiganya diamankan sekitar pukul 01.40 WIB

    Kapolres Mojokerto melalui Kapolsek Pungging Iptu Selimat menjelaskan, petugas mendapatkan informasi dari masyarakat dan bergerak melakukan penyelidikan. “Aksi pencurian kali diketahui Koiri, karyawan PT Jaya Indo Pratama,” ungkapnya, Sabtu (24/8/2024).

    Pada Kamis (22/8/2024), sekitar pukul 01.15 WIB, karyawan PT Jaya Indo Pratama, Koiri mengetahui adanya pencurian yang dilakukan para pelaku. Saat itu, Koiri melakukan pengecekan aset tiang bersama sejumlah anak buahnya di lokasi kejadian di Jalan Diponegoro.

    “Kemudian Koiri melapor ke kami atas surat kuasa dari direktur perusahaan. Anggota kemudian melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan ketiga pelaku. Ketiganya mengaku sudah 3 kali beraksi menggasak 30 tiang kabel fiber optik (FO) di sepanjang jalan tersebut,” katanya.

    Untuk melancarkan aksinya, para pelaku mencari jalan yang sepi. Masih kata Kapolsek, setelah mendapatkan sasaran selanjutnya para pelaku lebih dulu menghancurkan pondasi cor beton dengan linggis kemudian dua pelaku lainnya menggoyang-goyang tiang sampai ambruk.

    “Setelah kabel tiang ambruk, tiang kabel FO mereka angkut menggunakan pikap. Tiang kabel hasil curian tersebut dijual ke penadah seharga Rp5.500/kg, untuk penadah masih dalam pengejaran anggota kami. Hilangnya 30 tiang telepon merugikan perusahaan sekitar Rp 27 juta,” jelasya.

    Para pelalu kini harus mendekam di Rutan Polsek Pungging. Mereka dijerat dengan pasal 363 ayat (1) ke-3e dan 4e KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. [tin/suf]

  • Curi Motor Teman Kerja, Pria di Gresik Diamankan Polisi

    Curi Motor Teman Kerja, Pria di Gresik Diamankan Polisi

    Gresik (beritajatim.com)– Tersangka berinisial MAR (28) yang terlibat kasus pencurian kendaraan bermotor tak pandang bulu.

    Meski korban adalah teman kerja. Hal ini tidak membuat pelaku merasa kasihan. Seperti yang dialami Rizal Riski Febriyanto (22 ) yang tinggal Perum Graha Bunder Asri Gresik. Motor kesayangannya Honda Beat W 4458 BF yang terparkir di kostnya dibawa kabur oleh pelaku MAR.

    Beruntung dalam kasus ini. Polisi berhasil mengamankan MAR, kurang dari 1×24 jam setelah ada laporan dari korban terkait kasus pencurian.

    Kapolsek Cerme Iptu Andik Asworo menuturkan, terungkapnya kasus curanmor ini bermula korban yang bernama Rizal Riski Febriyanto kehilangan motor di tempat kosnya. Selain motornya dicuri, dua ponsel serta uang senilai Rp 3 juta turut dibawa kabur.

    “Setelah anggota kami di lapangan melakukan penyelidikan, mendapat informasi pelaku ada di wilayah Perum Griya Bunder Asri Gresik. Dengan cepat menuju ke lokasi kemudian mengamankan pelaku,” tuturnya, Sabtu (24/8/2024).

    Usai diamankan dan diinterogasi lanjut Andik, pelaku mengakui perbuatannya mencuri 1 unit motor milik teman kerjanya. Selanjutnya, pelaku diamankan dibawa ke Polsek Cerme guna penyelidikan lebih lanjut.

    “Pelaku mengaku seorang diri menjalankan aksinya. Saat beraksi memanfaatkan kondisi korban yang sedang tidur,” ungkapnya.

    Sementara pelaku MAR menyatakan dirinya terpaksa melakukan pencurian karena terpaksa akibat terdesak kebutuhan sehari-hari.

    “Saya baru pertama kali mencuri, itupun terpaksa karena terdesak. Akhirnya mencuri motor, ponsel serta uang milik teman sendiri,” paparnya.

    Kini pelaku berinisial MAR meringkuk di penjara usai menjalani pemeriksaan. Tersangka juga dijerat dengan pasal 363 KUHP. (dny/ted)

  • Dua Warga Gresik Pelaku Pengeroyokan Dibekuk Polisi

    Dua Warga Gresik Pelaku Pengeroyokan Dibekuk Polisi

    Gresik (beritajatim.com) – Dua pelaku pengeroyokan disertai dengan penusukan, Dwi Sujianto (26) asal Desa Sukoanyar, Kecamatan Cerme, dan Angga Saputro (22) warga Desa Metatu, Kecamatan Benjeng, Gresik, dibekuk anggota satreskrim setempat.

    Para pelaku ditangkap usai melakukan pengeroyokan terhadap korban berinisial BPP (21) pemuda asal Desa Kedungrukem, Kecamatan Benjeng. Akibat penusukan tersebut, korban mengalami luka tusukan dan lebam hingga dilarikan ke rumah sakit.

    Kasus tersebut bermula saat korban berangkat kerja dari rumahnya mengendarai sepeda motor Honda CRF W 4232 EX. Dalam perjalanan dari Benjeng melalui Jalan Raya Morowudi Cerme, korban merasa dibuntuti diduga pelaku menggunakan 3 unit sepeda motor yang dikendarai laki-laki berjumlah 7 orang.

    Tiba tiba salah satu pelaku dari arah kanan belakang melakukan penusukan ke arah korban mengenai pinggang kanan. Usai ditusuk, korban diminta pelaku berhenti dan melepas baju hitam yang dipakai. Tanpa banyak bicara, pelaku secara spontan melakukan pengeroyokan hingga korban tergeletak di jalan raya.

    Puas mengeroyok hingga terluka, korban ditinggal sendirian oleh tujuh pelaku. Mereka melarikan diri ke arah Kecamatan Benjeng. Atas kejadian tersebut korban mengalami luka tusuk 3 titik di pinggang kanan dan beberapa luka robek serta memar pada tubuhnya.

    Kasatreskrim Polres Gresik AKP Aldhino Prima Wirdhan mengatakan, usai menerima laporan dari korban, anggotanya melakukan penyelidikan dan melakukan penangkapan terhadap terduga pelaku pengroyokan.

    “Kami mengamankan pelaku setelah mendapat ciri-cirinya dari kamera CCTV. Dari data itu kami mengamankan dua orang berinisial DS dan AS,” katanya, Jumat (23/8/2024).

    Setelah menjalani pemeriksaan, lanjut dia, kedua pelaku dijebloskan ke penjara guna mempertanggunjawabkan perbuatannya. “Barang bukti yang disita satu celurit. Saat ini, DS dan AS mendekam di penjara. Keduanya dijerat dengan pasal 170 KUHP,” paparnya.

    Agar kasus ini tidak terjadi lagi, kata dia, dirinya mengimbau kepada masyarakat agar tidak memakai pakaian bergambar logo perguruan silat maupun komunitas lainnya saat keluar malam hari.

    “Lebih baik tidak memakai kaos dan jaket berlogo perguruan dan logo komunitas perguruan tertentu yang diduga sebagai pemicu terjadinya pengeroyokan,” tandasnya. [dny/suf]

  • Terdakwa Kasus Penembakan di Tol Waru Dituntut 3 Bulan Penjara

    Terdakwa Kasus Penembakan di Tol Waru Dituntut 3 Bulan Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Dua Terdakwa kasus penembakan di tol Waru yakni Nelson Budilaksmono dan Jefferson Loru Koba dituntut tiga bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yulistiono, Kamis (22/8/2024) di PN Surabaya.

    JPU menyebut, kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan sebagaimana tertuang dalam pasal 351 ayat 1.

    Selain itu, JPU mengatakan bahwa tuntutan tiga bulan tersebut dijatuhkan lantaran adanya perdamaian antara korban dan kedua Terdakwa.

    “Untuk itu menjatuhkan pidana pada Terdakwa Nelson Budilaksmono dan Jefferson Loru Koba dengan pidana penjara selama tiga bulan,” ujar JPU dalam amar tuntutannya.

    Kedua Terdakwa kini berstatus sebagai tahanan rumah. Waktu penyidikan di kepolisian, keduanya harus menjalani penahanan penjara.

    Saat persidangan, status penahanan tersebut berubah menjadi tahanan rumah. Hal itu juga diperkuat keduanya yang tidak mengenakan rompi tahanan seperti terdakwa lainnya.

    Kemudian kedua terdakwa yang berstatus sebagai mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya ini juga terlihat meninggalkan gedung PN Surabaya dengan didampingi orang tuanya.

    Saat menjalani sidang, Nelson mengaku hanya iseng saat melakukan teror penembakan di Tol Waru. Sedangkan Jefferson mengaku tidak memiliki masalah apa-apa saat melakukan aksi brutalnya. “Tidak ada masalah apa-apa,” kata Jefferson.

    Kepada majelis hakim, Nelson dan Jefferson mengaku telah menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya tersebut. “Saya menyesal,” kata Nelson dan Jefferson usai sidang,

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yulistiono menyebut bahwa kedua terdakwa berstatus sebagai tahanan rumah sejak kasusnya masih ditangani kepolisian.

    “Sejak di kepolisian (tahahan rumah). Jaksa hanya meneruskan,” katanya.

    Terpisah saat dikonfirmasi, Agustian Sunaryo, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim menjelaskan, kedua terdakwa sudah sejak awal berstatus sebagai tahanan rumah. “Bukan pengalihan tapi dari awal sudah ditetapkan tahanan rumah,” katanya.

    Ia menyebut, alasan dilakukan penahanan rumah karena sudah ada perdamaian antara kedua terdakwa dengan korban. “Statusnya tahanan rumah karena sudah ada perdamaian dengan korban,” terangnya.

    Sementara itu, Richardus YD Siko, kuasa hukum kedua terdakwa menerangkan, antara kedua terdakwa dan korban telah ada perdamaian. “Sudah ada perdamaian berupa kompensasi dan ganti rugi,” katanya.

    Dalam surat dakwaan dijelaskam, Nelson Budilaksmono dan Jefferson Loru Koba melakukan aksi teror penembakan di Tol Waru, Sidoarjo pada 19 Mei 2024.

    Dengan mengemudikan mobil hitam, Nelson dan Jefferson bersama AJS (status di bawah umur) menembaki truk yang dikemudikan Ahmad Rizal dan Yusuf Efendi dengan air softgun. Kejadian ini disusul dengan beberapa aksi serupa yang melibatkan korban lain, yaitu Eko Cahyono, Ramlan Waskito, dan Kusharto.

    Kemudian pada 21 Mei 2024, Nelson dan Jefferson bersama AJS kembali melakukan aksi kekerasan di beberapa lokasi di Surabaya. Mereka menargetkan pengemudi truk dan pejalan kaki dengan modus yang sama, menggunakan mobil dan air softgun.

    Akibatnya, korban mengalami luka-luka serius seperti yang tertera dalam visum dari RS Bhayangkara. Akibat perbuatan mereka, Nelson dan Jefferson diancam hukuman, pertama berdasarkan Pasal 170 ayat (1), (2) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, kedua berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, ketiga berdasarkan Pasal 1 UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951. [uci/ian]

  • Azizah Salsha Laporkan Akun Penyebar Hoaks, Ancaman Hukumnya Begini

    Azizah Salsha Laporkan Akun Penyebar Hoaks, Ancaman Hukumnya Begini

    Jakarta

    Azizah Salsha atau Zize melaporkan sejumlah akun yang dituding menyebarkan hoaks seputar dirinya ke Bareskrim Polri. UU ITE membayangi penyebarnya.

    “Hari ini kami melaporkan beberapa akun media sosial yang menyebarkan fitnah dan mencemarkan nama baik klien kami saudari Nurul Azizah. Kami meminta kasus ini segera ditindaklanjuti oleh pihak Kepolisian,” kata Egamarthadinata, kuasa hukum istri pesepakbola Pratama Arhan, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/8).

    Selebgram itu melaporkan akun-akun penyebar fitnah tersebut dengan sangkaan Pasal 45 Ayat (4) Jo Pasal 27A UU RI No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP.

    Lantas, seperti apa ancaman hukum yang membayangi pelaku jika terbukti melanggar UU ITE?

    “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik,” bunyi Pasal 27A.

    “Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun. Dan/atau denda paling banyak Rp400 juta,” bunyi pasal 45 ayat (4).

    Dengan demikian, pelaku yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp 400 juta, sesuai yang diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.

    Sebelumnya, rumah tangga Zize dan Arhan diisukan sedang tidak baik-baik saja. Namun, keduanya tak diam saja dan membantah informasi liar yang beredar di linimasa.

    “Terima kasih banyak untuk semua perhatian dan doa yang sudah disampaikan untuk saya dan suami saya. Saat ini rumah tangga kami dalam keadaan baik-baik saja,” kata Azizah di Instagram Story.

    (ask/afr)

  • Polisi Gresik Tetapkan 6 Tersangka Kasus Pesta Miras Panceng 

    Polisi Gresik Tetapkan 6 Tersangka Kasus Pesta Miras Panceng 

    Gresik (beritajatim.com) – Satreskrim Polres Gresik menetapkan 6 tersangka kasus pesta minuman keras (miras) yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia diduga dianiaya. Korban atas nama Rohman (30) warga asal Desa Weru, Kecamatan Paciran Lamongan. Sebelum meninggal dunia, korban terlebih dulu melakukan pesta miras di Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Gresik.

    Keenam orang tersangka, dua orang telah diamankan polisi yakni Abdul Ghofur (42) asal Desa Larangan Dalegan, Kecamatan Panceng, Gresik dan Muhammad Khoyum (25) asal Desa Pangkah Wetan Kecamatan Ujungpangkah, Gresik.

    Sementara 4 tersangka lainnya masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Masing-masing berinisial
    RF, MDA, MNF dan KA semuanya asal Kecamatan Ujungpangkah.

    Kasatreskrim Polres Gresik AKP Aldhino Prima Wirdhan membenarkan telah menetapkan 6 tersangka dari kasus tersebut. Dua tersangka sudah kami tahan di Polres Gresik. “Kami menetapkan 6 tersangka, dua sudah ditahan dan empat masih DPO,” ujarnya, Rabu (21/8/2024).

    Perwira pertama Polri ini menambahkan, korban sebelum meninggal dunia diduga dikeroyok. Atas perbuatannya ini kami menjeratnya dengan pasal 170 KUHP dan mengamankan barang bukti satu unit Honda Vario Hitam beserta W 5021 EO. “Empat tersangka yang DPO kami berharap segera menyerahkan diri. Bila tidak akan dilakukan tindakan yang terukur,” imbuhnya.

    Aldhino menjelaskan mengenai ada dugaan korban dianiaya sebelum meninggal. Awalnya korban keluar rumah pada Kamis (8/8) sekitar pukul 18.00 wib. Selanjutnya, korban mengendarai sepeda motor bersama temannya Olvi menuju Desa Tlogosadang, Kecamatan Paciran Lamongan, bersama rekannya pesta miras.

    Kemudian korban bersama dengan temannya menuju warung yang berada di Desa Dalegan, Kecamatan Panceng, Gresik. “Di warung tersebut teman Olvi yang dari Kecamatan Ujungpangkah datang. Disana mereka nongkrong dan minum miras. Saat itu, terjadi cekcok antara korban dan bersama teman-temannya Olvi. Namun, Olvi tidak mengetahui secara jelas apa yang terjadi. Pasalnya, kondisi mabuk berat akibat miras tuwak.

    Masih menurut Aldhino, setelah kejadian itu. Korban ditemukan tak bernyawa usai pesta miras. Namun, sewaktu jenazah dimandikan pihak keluarga korban curiga. Wajahnya penuh lebam diduga dianiaya.

    “Atas dasar itu, keluarga korban membuat laporan ke Polres Gresik. Untuk menentukan penyebab kematiannya, penyidik harus melakukan ekshumasi karena korban sudah dimakamkan. Selain itu, kami juga memeriksa tiga saksi untuk dimintai keterangan,” pungkasnya. [dny/kun]

  • Kisah La Sandri yang Mengetahui Isterinya Meninggal Setelah 40 Hari

    Kisah La Sandri yang Mengetahui Isterinya Meninggal Setelah 40 Hari

    Surabaya (beritajatim.com) – La Sandri Letsoin Terdakwa kasus pencurian dengan kekerasan ini meneteskan airmata saat mengingat isterinya. Wanita yang dia nikahi puluhan tahun silam ini meninggal dunia saat dia dalam proses hukum dan berada di balik jeruji besi.

    Mirisnya, pria yang tinggal di Bogor ini mendapat kabar duka bahwa wanita yang sangat ia cintai tersebut meninggal dunia setelah 40 hari isterinya yakni Dra. Sri Iriani, S.Akt., MM.

    Andre sapaan akrab La Sandri saat ditemui di sel tahanan sementara PN Surabaya menceritakan bagaimana awal dia harus duduk di kursi pesakitan PN Surabaya.

    La Sandri Letsoin adalah seorang penagih utang. Ia tinggal di Bogor. Datang ke Surabaya untuk mencari keberadaan Farida, Direktur sekaligus pemilik PT. Jabbaru Eletrodaya Telematika yang beralamat di Jalan Gayung Kebonsari V/7 Surabaya.

    Bersama dengan Andre, Immanuel, Nikson, Frans, La Sandri Letsoin datang ke Surabaya untuk meminta pertanggung jawaban pembayaran atas proyek di Papua yang sudah dilakukan Ruben, warga Papua yang mengerjakan proyek PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika di Papua.

    Proyek yang dikerjakan Ruben ini nilainya Rp. 66 miliar. Begitu selesai dikerjakan, perusahaan milik Ruben tak kunjung menerima pembayaran dari PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika, pun tidak dari Farida selaku Direktur di perusahaan itu.

    Karena tidak dibayar, pihak Ruben kemudian melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian setempat, mulai dari Polsek Papua hingga ke Polres Sorong.

    Saat dilaporkan ke kepolisian setempat, Farida akhirnya bersedia menunaikan kewajibannya. Namun, pembayaran atas proyek yang telah dikerjakan Ruben ini tidak langsung dibayar lunas. PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika mencicil biaya pengerjaan proyek senilai Rp. 66 miliar tersebut secara bertahap, hingga akhirnya utang PT. Jabbaru Eletrodaya Telematika tinggal Rp. 7,932 miliar.

    Namun, sisa hutang yang tinggal Rp. 7,932 miliar tersebut tidak langsung dilunasi Farida selaku pemilik dan Direktur di PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika. Farida lebih memilih menghindar dan tidak mau melanjutkan kewajibannya untuk melunasi hutang-hutangnya tersebut.

    “Sejak tahun 2001, Farida mulai menghilang dan sulit sekali dihubungi. Pembayaran sisa hutang tidak pernah Farida lakukan,” cerita La Sandri Letsoin saat ditemui di PN Surabaya, beberapa menit sebelum dihadirkan dimuka persidangan, Selasa (20/8/2024).

    Karena menghilang dan sangat sulit dihubungi, lanjut La Sandri Letsoin, proses pencarian pun dilakukan. Ruben yang masih keluarga dekat, kemudian meminta bantuan untuk mencari Farida.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh La Sandri Letsoin akhirnya diketahui bahwa Farida berada di Surabaya dan ada di Jalan Gayung Kebonsari Surabaya. La Sandri Letsoin dan empat orang penagih hutang kemudian berangkat ke Surabaya untuk mencari Farida.

    Setelah melakukan pengamatan dan memastikan bahwa benar Farida berada di Jalan Gayung Kebonsari V Surabaya, La Sandri Letsoin dan empat orang tim penagihan, kemudian berkoordinasi dengan kepolisian Polsek Gayungan Surabaya. Tim yang dipimpin La Sandri Letsoin ini meminta petunjuk polisi termasuk Kapolsek Gayungan yang saat itu dijabat Kompol Trie Sis Biantoro, S.Pd., S.I.K., M.H.

    Dalam ceritanya, La Sandri Letsoin juga mengatakan, kepada pihak kepolisian Polsek Gayungan, tim penagihan ini minta didampingi polisi untuk mendatangi kantor PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika yang beralamat di Jalan Gayung Kebonsari V/7 Surabaya. Akhirnya, ada empat orang polisi ikut dengan tim penagihan, datang ke kantor PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika.

    Ketika tim penagihan sampai ke kantor PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika bersama dengan empat orang polisi, kedatangan La Sandri Letsoin dan polisi ini diketahui Farida yang hendak masuk ke mobil Mitsubishi Expander Ultimate yang siap membawanya pergi.

    Namun, niat Farida untuk meninggalkan kantornya itu diurungkan. Farida memilih masuk ke kantornya.

    Melihat hal itu, La Sandri Letsoin kemudian menghampiri driver mobil tersebut. Kepada sopir Farida itu, La Sandri Letsoin meminta supaya memanggilkan Farida untuk menemuinya karena ada hal yang perlu dibicarakan terkait pembayaran utang PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika yang belum diselesaikan.

    “Namun, Farida tak mau menemui kami. Lama ditunggu akhirnya kami memutuskan untuk mengambil mobil Mitsubishi Expander Ultimate milik Farida yang hendak dipakai keluar tersebut,” jelas La Sandri Letsoin.

    Kepada driver mobil itu, La Sandri Letsoin meminta supaya kunci mobil diserahkan karena mobil akan dijadikan jaminan pembayaran utang yang belum diselesaikan.

    Masih menurut cerita La Sandri, proses negosiasi meminta kunci mobil dari driver Farida itu juga disaksikan beberapa polisi Polsek Gayungan termasuk Kapolsek Gayungan Kompol Trie Sis Biantoro, S.Pd., S.I.K., M.H.

    “Kepada driver, kami juga mengatakan, jika Farida ingin mengambil mobilnya, bisa mendatangi Polsek Gayungan dengan menyelesaikan pembayaran utang,” kata La Sandri Letsoin.

    Mobil pun dibawa tim penagihan ke Polsek Gayungan. Sesampainya di polsek, masih cerita La Sandri, Kapolsek Gayungan masih berusaha menghubungi Farida melalui ponsel.

    “Pak Trie ingin membantu menyelesaikan perkara ini secara damai dan kekeluargaan. Namun, panggilan telepon pak Kapolsek ini tidak direspon Farida,” ungkap La Sandri Letsoin.

    Karena tidak mendapat kepastian dari Farida, lanjut La Sandri, atas petunjuk Kapolsek Gayungan, mobil Mitsubishi Expander Ultimate itu diserahkan ke tim penagihan.

    “Namun Kapolsek berpesan, nanti suatu saat ketika mobil ini diperlukan, tim harus bisa menghadirkannya. Kami pun menyetujui permintaan Kapolsek Gayungan dan membawa mobil itu,” ujar La Sandri Letsoin.

    Oleh La Sandri, mobil kemudian dibawa dan dipakai selama dua hari ke Bogor karena waktu itu Lebaran.

    Meski mobil dibawa tim penagihan, La Sandri melanjutkan, proses negosiasi untuk memediasi kasus pembayaran utang itu terjadi hingga beberapa kali. Bahkan sampai dua bulan lamanya namun tak menemukan jalan penyelesaian. Dan ketika proses mediasi terjadi, mobil tetap didatangkan dan dihadirkan tim penagihan.

    Karena tidak menemukan penyelesaian, kasus ini jadi menggantung. Namun tiba-tiba, tanggal 8 Mei 2024, beberapa polisi yang mengaku dari Unit Resmob Polrestabes Surabaya mendatangi rumah La Sandri Letsoin di Bogor.

    Begitu datang ke rumah La Sandri, polisi kemudian masuk ke rumah dan menuju lantai dua rumah La Sandri. Polisi kemudian membawa paksa La Sandri dari rumahnya sekitar pukul 02.00 Wib.

    Tanggal 20 Juli 2024 adalah hari ulangtahunnya. Entah mengapa, ia tiba-tiba teringat dengan istri tercintanya. La Sandri kemudian meminta tolong pengacaranya untuk mengambil ponsel miliknya yang ada di penyidik.

    Begitu ponsel diaktifkan, tiba-tiba di dalam notifikasi pesan terlihat tulisan Innalillahiwainnailaihirojiun. La Sandri Letsoin bergegas membuka pesan itu. Dari pesan itulah akhirnya diketahui jika istri tercintanya telah meninggal dunia.

    “Hari itu adalah hari kebahagiaan untuk saya karena saya berulang tahun. Namun, kebahagiaan itu berubah jadi kesedihan dengan adanya kabar duka tersebut,” kata La Sandri.

    La Sandri hanya bisa bersabar dan merasakan kesedihan. Ketika ia dipindahkan penahanannya dari tahanan Polrestabes Surabaya ke Rutan Medaeng, ia mendapat kabar istri tercintanya telah meninggalkannya untuk selama-lamanya dan kepergian sang istri itu sudah 40 hari lamanya.

    Kini, yang bisa La Sandri Letsoin lakukan hanya kemurahan majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkaranya ini. Kepada majelis hakim, La Sandri Letsoin menaruh harapan ada keadilan untuk dirinya.

    Sebagai orang yang merasa telah direkayasa proses hukumnya, dan dikriminalisasi, La Sandri Letsoin  menaruh harapan, ada keadilan untuk dirinya. Majelis hakim akan terketuk hatinya dan membebaskan dirinya dari dakwaan dan tuntutan JPU yang mendakwanya dengan pasal pencurian disertai dengan kekerasan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 365 KUHP. [uci/but]

  • Polisi Tangkap Pria Lecehkan Jemaah Wanita di Masjid Baureno Bojonegoro

    Polisi Tangkap Pria Lecehkan Jemaah Wanita di Masjid Baureno Bojonegoro

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Seorang lelaki yang melakukan pelecehan seksual terhadap jamaah salat dhuhur di Masjid Desa Gunungsari Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro ditangkap polisi. Pelaku ditangkap di wilayah Lamongan sekitar pukul 02.30 WIB, Rabu (21/8/2024).

    Kasat Reskrim Polres Bojonegoro AKP Fahmi Amarullah mengatakan, penangkapan pelaku pelecehan seksual terhadap korban jamaah salat di masjid itu hasil pengembangan rekaman CCTV masjid. Pelaku diketahui atas nama Subakar (32) warga Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan.

    “Pelaku kami tangkap di Kabupaten Lamongan pada Rabu (21/8/2024) dini hari. Sekitar pukul 02.30 WIB,” ujarnya, Rabu (21/8/2024).

    AKP Fahmi mengungkapkan, dari petunjuk rekaman CCTV itu, pihaknya langsung berhasil mengidentifikasi identitas pelaku. Sehingga penangkapan dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah kejadian. Pelaku kini masih diperiksa oleh penyidik Satreskrim Polres Bojonegoro.

    “Terkait motif pelaku, kami belum bisa mengemukakan karena masih dalam proses pemeriksaan,” imbuhnya.

    Atas perbuatannya itu, menurut Akpol lulusan 2012 itu, pelaku terancam Pasal 36 jo Pasal 10 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 281 KUHP dengan ancaman hukumannya penjara maksimal 10 tahun.

    Sebelumnya diberitakan, seorang lelaki berjaket hitam dengan celana pendek terekam CCTV masjid sedang melakukan pelecehan seksual terhadap jamaah wanita yang sedang salat dhuhur. Kejadian itu terekam pada, Selasa (20/8/2024) siang.

    Pelaku dalam melakukan aksinya dengan cara masuk ke bilik jamaah wanita dan langsung melorot celana pendeknya. Ia terlihat mencolek jamaah yang sedang rukuk. Kemudian juga menempelkan kemaluannya ke badan jamaah perempuan. Aksi itu kemudian diketahui jamaah lain yang membatalkan salat dan pelaku kemudian langsung melarikan diri. [lus/aje]

  • Kamar Kos di Jombang Disewakan untuk Mesum, Tarifnya Rp40 Ribu/Jam

    Kamar Kos di Jombang Disewakan untuk Mesum, Tarifnya Rp40 Ribu/Jam

    Jombang (beritajatim.com) – Kamar kos di Jl Pattimura Jombang disewakan oleh pengelolanya untuk berbuat mesum. Tarif yang dipatok adalah Rp40 ribu per jam. Walhasil, aksi mesum ini berhasil dibongkat oleh petugas kepolisian setempat.

    Bahkan, sang pemilik, DP (41), warga Dusun Surak, Desa Pesanggrahan, Gudo, Jombang, dibekuk oleh polisi. “DP telah meringkuk di Rutan Polres Jombang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia dijerat dengan Pasal 296 KUHP,” kata Kasi Humas Polres Jombang Iptu Kasnasin, Jumat (16/8/2024).

    “Pasal tersbut erbunyi, barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000,” lanjutnya.

    Bagaimana awal mula terbongkarnya kasus itu? Kasnasin mengatakan, awalnya pihak kepolisian menerima informasi terkait kamar kos yang disewakan untuk pasangan mesum di Jalan Pattimura, Desa Sengon, Kecamatan Jombang. Polisi pun bergerak melakukan penyelidikan.

    Setelah didapatkan informasi yang akurat, polisi mendatangi lokasi pada Kamis (25/7/2024). Benar saja, polisi mendapati satu pasangan bukan suami istri yang sedang berbuat mesum di dalam kamar.

    Dia mengaku membayar sewa kamar kepada pemilik sebesar Rp90 ribu untuk sewa kamar 3 jam. Dalam penggerebekan itu, polisi juga berhasil menangkap DP yang kebetulan ada di lokasi rumah kos. DP mengaku, kamar kos yang ia sewa itu disewakan lagi ke orang lain dengan harga Rp40 ribu untuk satu jam.

    “Ia menawarkan kamar kos melalui media sosial. Modusnya pelaku menyediakan rumah kontrakan untuk disewakan kamarnya per jam,” pungkas Kasnasin. [suf]

  • Kasus Kopi Sianida Pacitan, Jaksa Tuntut 20 Tahun Penjara Ayu Findi Antika

    Kasus Kopi Sianida Pacitan, Jaksa Tuntut 20 Tahun Penjara Ayu Findi Antika

    Pacitan (beritajatim.com) – Dalam sebuah sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pacitan pada Selasa, 13 Agustus, Ayu Findi Antika (25), terdakwa dalam kasus pembunuhan Mohammad Rizqhi Saputra (14), dituntut hukuman penjara selama 20 tahun.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuanita Mawarni menuntut hukuman berat ini atas tindakannya menaburkan racun sianida ke dalam kopi di rumah korban, yang dianggap sebagai perbuatan terencana yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

    Dalam persidangan yang dramatis, JPU Yuanita Mawarni mengungkapkan bahwa Ayu Findi Antika (AFA) terbukti secara sah melakukan tindak pidana pencurian yang berujung pada pembunuhan berencana terhadap remaja Mohammad Rizqhi Saputra (MRS).

    “Perbuatan terdakwa tidak hanya mengganggu ketenangan masyarakat, tetapi juga membawa kesedihan mendalam bagi keluarga korban, terutama orang tuanya,” jelas Yuanita.

    JPU juga menjelaskan secara rinci proses kejadian tersebut. Ayu diduga menaburkan racun ke dalam kopi yang diminum oleh korban, yang akhirnya menyebabkan kematian MRS. Yuanita menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan kejam dan terencana,

    “Dakwaan primer terpenuhi tanpa ada alasan meringankan,” tambahnya, menekankan bahwa AFA bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.

    Penasihat hukum AFA, Yoga Tamtama Pamungkas, merespons tuntutan tersebut dengan skeptis. Menurutnya, tuntutan yang diajukan terlalu berat dan meminta agar majelis hakim mempertimbangkan pasal 338 KUHP yang memberikan hukuman lebih ringan.

    “Klien kami tidak berniat membunuh; dia hanya ingin mencuri uang milik ibu korban untuk membayar utang,” ujar Yoga.

    Yoga dan tim kuasa hukum terdakwa masih mempelajari tuntutan tersebut lebih lanjut sebelum mengambil langkah selanjutnya dalam proses hukum ini. (sul/ted)