Ibu Ronald Tannur Tersangka, Kajati Jatim: Dia Sangat Aktif Suap Hakim
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Meirizka Widjaja (MW) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap perkara anaknya,
Ronald Tannur
.
MW disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1 huruf a jo Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut hasil pemeriksaan, MW diduga sangat aktif dalam praktik suap kepada hakim agar Ronald Tannur bebas.
“MW sangat aktif sehingga terpenuhi unsur turut serta praktik suap atau gratifikasi,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati kepada wartawan, Selasa (15/11/2024).
Sementara Edward Tannur sang ayah menurut hasil pemeriksaan tidak terlibat aktif.
“Entah karena sibuk dengan pekerjaannya, sang ayah selalu bilang “serahkan majelis saja, serahkan pengacara saja”,” kata Mia Amiati.
Setelah diperiksa selama 5 jam sejak pukul 15.00 WIB pada Senin (4/11/2024), MW ditetapkan tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya cabang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
MW ditetapkan sebagai tersangka dalam rangkaian penyidikan kasus suap perkara dengan tersangka tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Ketiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya itu yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo. Kejasaan Agung juga menetapkan tersangka kepada kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dalam kasus yang sama.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2024/11/04/6728e0346f123.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ibu Ronald Tannur Tersangka, Kajati Jatim: Dia Sangat Aktif Suap Hakim Surabaya 5 November 2024
-
/data/photo/2024/07/25/66a2082755432.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keluarga Ronald Tannur dalam Pusara Kasus Dugaan Suap Pengurusan Perkara demi Vonis Bebas Nasional 5 November 2024
Keluarga Ronald Tannur dalam Pusara Kasus Dugaan Suap Pengurusan Perkara demi Vonis Bebas
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Setelah menangkap dan menetapkan tersangka tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pengacara Lisa Rahmat (LR), dan eks mantan pejabat tinggi
Mahkamah Agung
(
MA
), Zarof Ricar (ZR), Kejaksaan Agung (Kejagung) nampaknya mulai membidik keluarga
Ronald Tannur
.
Adapun kelima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA yang menyangkut kasasi Ronald Tannur.
Semua berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Kejagung terhadap tiga hakim PN Surabaya pada 23 Oktober 2024. Ketiga hakim tersebut, yakni Erintuah Damanik (ED) selaku Hakim Ketua, serta Mangapul (M) dan Heru Hanindyo (HH) sebagai Hakim Anggota.
Pada hari yang sama, tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menangkap pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR) di Jakarta.
Kemudian, pada 24 Oktober 2024, ZR ditangkap di Bali. Dia diduga sebagai makelar pengurusan perkara di MA.
Tak cukup menetapkan tersangka terhadap kelimanya, Kejagung mengembangkan penyidikan dan menetapkan ibu Ronald Tanur, Meirizka Widjaja (MW) sebagai tersangka pada 4 November 2024.
MW ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap hakim pada PN Surabaya agar Ronald Tannur divonis bebas dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Direktur Penyidikan Jampidsus pada Kejagung Abdul Qohar mengatakan, MW memiliki hubungan dengan Lisa Rahmat yang merupakan kuasa hukum Ronald Tannur sejak dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
“MW memiliki hubungan yang dekat dengan LR sejak lama karena anak LR dan Ronald Tannur sempat satu sekolah,” kata Abdul Qohar di Kejagung pada 4 November 2024.
“Jadi mereka sudah lama saling kenal,” ujarnya melanjutkan.
Kemudian, pada 5 Oktober 2023, LR bertemu dengan MW di salah satu kafe di Surabaya. Keduanya membicarakan masalah Ronald Tannur. Pertemuan berlanjut pada tanggal 6 Oktober 2023 di kantor LR di Surabaya.
Dalam pertemuan lanjutan itu, LR menyampaikan kepada MW terkait dengan biaya yang dibutuhkan untuk mengurus kasus Ronald Tannur di PN Surabaya dan langkah yang akan ditempuh.
“Lalu, LR meminta kepada Zarof Ricar (ZR) agar dikenalkan dengan majelis hakim yang menyidangkan perkara Ronald Tannur,” kata Qohar.
LR kemudian bersepakat dengan MW untuk biaya pengurusan Ronald Tannur. Adapun biaya tersebut berasal dari uang MW.
Qohar mengungkapkan bahwa LR meyakinkan MW untuk menyiapkan uang untuk mengurus perkara Ronald Tannur agar dibebaskan oleh majelis hakim PN Surabaya.
Menurut Qohar, selama perkara berproses hingga putusan, MW menyerahkan uang ke LR sebesar Rp 1,5 miliar yang diberi bertahap.
Selain itu LR juga menalangi sebagian biaya pengurusan pekara hingga keluar putusan di PN Surabya Surabaya sebesar Rp 2 miliar, sehingga totalnya Rp 3,5 miliar.
“Terhadap uang Rp 3,5 miliar itu, LR berikan ke majelis hakim yang menangani pekara,” ujar Qohar.
Atas perbuatannya, MW dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1 huruf a jo Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Telah Dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kemudian, MW ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya cabang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Tak hanya MW, Kejagung membuka peluang memeriksa
ayah Ronald Tannur
,
Edward Tannur
terkait perkara dugaan suap pengurusan perkara tersebut.
Abdul Qohar menegaskan, siapa pun yang terlibat atau terkait dengan kasus suap hakim di PN Surabaya akan dimintai keterangan. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan, Edward Tannur akan dimintai keterangannya.
“Terkait siapa pun yang terkait kasus ini akan kita mintai keterangan sejauh mana,” ujar Qohar pada 4 November 2024.
“Tidak menutup kemungkinan sepanjang cukup alat bukti dan sepanjang dia ikut melakukan perbuatan pidana akan kita mintai pertanggung jawaban,” katanya lagi.
Apalagi, Qohar sebelumnya mengungkapkan bahwa Edward Tannur mengetahui soal biaya atau
fee
yang diberikan oleh istrinya untuk membebaskan Ronald Tannur dari jerat hukum usai terbukti melakukan penganiayaan yang berujung pada kematian Dini Sera Afriyanti.
Fee
tersebut diberikan MW kepada kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rahmat agar Ronald Tannur divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya.
“Suaminya (Edward Tannur) berdasarkan keterangan sampai saat ini, dia mengetahui kalau istrinya (MW) mengetahui kalau MW berkomunikasi, berhubungan dan minta tolong terkait Ronald Tannur ke Lisa Rahmat,” ujar Qohar.
“Tapi, untuk (jumlah) uang yang diberikan, Edward Tannur tidak tahu, karena (sepertinya) Edward Tannur pengusaha dan jarang berada di Surabaya,” katanya lagi.
Sementara itu, Ronald Tannur diketahui telah dieksekusi pada 27 Oktober 2024. Sebab, MA dalam putusan kasasinya menjatuhkan vonis lima tahun penjara atas perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Oleh karenanya, Ronald Tannur kini ditahan di Rutan Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur.
Diketahui, MA lewat putusan kasasinya pada 22 Oktober 2024, membatalkan vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap Ronald Tannur.
Dalam putusan kasasinya, MA menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Ronald Tannur atas kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/11/05/6729dbb59adde.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Hakim Tersangka Suap Perkara Ronald Tannur Diterbangkan ke Jakarta Surabaya 5 November 2024
3 Hakim Tersangka Suap Perkara Ronald Tannur Diterbangkan ke Jakarta
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menjadi tersangka kasus suap perkara
Ronald Tannur
diterbangkan ke Jakarta pada Selasa (5/11/2024).
Ketiga hakim yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo, mendapatkan panggilan dari Kejaksaan Agung untuk diperiksa dalam kasus yang menjerat mantan petinggi Mahkamah Agung Zarof Ricar (ZR).
“Tiga hakim tersangka diterbangkan ke Kejagung di Jakarta untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus ZR,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati kepada wartawan.
Ketiganya diterbangkan dalam penerbangan yang berbeda dengan dikawal petugas keamanan.
“Sesuai SOP, ketiganya dikawal oleh petugas keamanan,” katanya.
Ketiganya ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya cabang
Kejati Jatim
sejak 23 Oktober 2024 atau semenjak ditangkap dan ditetapkan tersangka.
Mia Amiati belum dapat memastikan apakah ketiganya akan dibawa kembali ke Surabaya setelah pemeriksaan.
“Nanti tergantung keputusan pimpinan, karena penahanan tiga hakim di Kejati Jatim hanya kami sifatnya membantu proses penyidikan saja,” ujar Mia Amiati.
Seperti diberitakan, hakim Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap perkara kasus pembunuhan yang melibatkan Ronald Tannur.
Selaku penerima suap, ketiganya dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 12 huruf e juncto Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain 3 hakim yang menyidangkan perkara tersebut, Kejaksaan Agung juga menetapkan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat sebagai tersangka pemberi suap dan sekarang ditahan di Rutan Salemba.
Atas perbuatannya, Lisa Rahmat dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Juncto Pasal 6 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/11/05/6729e07cc96ff.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tiga Pelaku Penyelundupan Rohingya Ditangkap di Aceh Regional 5 November 2024
Tiga Pelaku Penyelundupan Rohingya Ditangkap di Aceh
Tim Redaksi
ACEH UTARA, KOMPAS.com
– Tim gabungan Polres
Aceh Timur
dan Polda Aceh menangkap tiga pelaku
penyelundupan manusia
yang membawa
pengungsi Rohingya
ke Aceh Timur.
Salah satu dari mereka merupakan warga negara asing (WNA).
Kasat Reskrim Polres Aceh Timur, Iptu Adi Wahyu Nurhidayat, dalam konferensi pers di Aceh Timur, Selasa (5/11/2024) mengungkapkan identitas tersangka.
Yakni IS (38) dan AY (64) yang merupakan warga Kabupaten Aceh Timur, serta MH (41) yang merupakan warga negara Myanmar.
Adapun peran ketiga tersangka yaitu MH sebagai
nakhoda kapal yang membawa pengungsi Rohingya dari Bangladesh ke Indonesia.
IS bertugas menjemput WNA Rohingya dari perairan Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Aceh. Kemudian AY sebagai pemilik kapal yang digunakan untuk menjemput WNA Rohingya.
Pengungsi tersebut dibawa ke pinggir pantai Desa Meunasah Asan, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur pada Kamis (31/10/2024), di mana enam orang dilaporkan meninggal dunia.
“Kita lakukan pendalaman informasi, diketahui penyelundup utama adalah IS alias Wanda. Dari sinilah kita telusuri keberadaan mereka,” tegas Iptu Adi.
Ketiga pelaku kini dipersangkakan dengan Pasal 120 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Kemudian Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, jo Pasal 55 jo Pasal 56 KUHP.
Ancaman hukuman bagi para pelaku adalah paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun penjara.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/11/05/6729cfaa0ccf1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perkosa Pacar di Bawah Umur di Toilet Umum, Remaja di Jembrana Ditangkap Denpasar 5 November 2024
Perkosa Pacar di Bawah Umur di Toilet Umum, Remaja di Jembrana Ditangkap
Tim Redaksi
JEMBRANA, KOMPAS.com
– Polisi menangkap seorang remaja laki-laki berinisial AGDS (19) asal Kacamatan
Jembrana
, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, karena diduga memerkosa anak berusia 14 tahun.
Kapolres Jembrana, AKBP Endang Tri Purwanto mengungkapkan, AGDS diduga memerkosa korban sebanyak lima kali di toilet umum di Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.
“Tersangka (AGDS) merupakan pacar korban. Modus yang dilakukan tersangka dengan bujuk rayu dan siap bartanggung jawab apabila korban hamil,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Selasa (5/11/2024).
Ia mengatakan, tersangka memerkosa korban kali pertama pada 16 Februari 2024 sekitar pukul 13.30 Wita. Kemudian, pada 7 Juni 2024, 28 Juni 2024, 13 September 2024, dan terakhir pada 1 November 2024.
“Perbuatan tersangka yang kelima sempat dipergoki warga. Warga memergoki tersangka korban berdua di dalam kamar mandi dan melaporkan kejadian tersebut ke Bhabinkamtibmas,” jelasnya.
Orangtua korban yang mengetahui kejadian itu lantas melaporkan ke Polres Jembrana. Polisi kemudian menangkap AGDS pada Jumat (1/11/2024) dan ditahan.
Terhadap AGDS disangkakan dengan Pasal 81 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar,” ujarnya.
Halaman ini berisi konten sensitif untuk batasan usia tertentu.Usia kamu belum sesuai untuk melihat halaman ini
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
-

Ini Pengakuan Suami yang Tega Tikam Istri hingga Tewas saat Live Facebook di Serdang Bedagai
GELORA.CO – Serdang Bedagai – Kasus penikaman terjadi di Desa Suka Damai, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara.
Seorang suami menikam istrinya, Hertalina Br Simanjuntak, 46 tahun, saat sedang melakukan siaran langsung karaoke di media sosial pada Sabtu, 21 Januari 2024.
Kejadian ini terekam jelas dan menjadi warganet usai video detik-detik kejadian viral lewat media sosial.
Pelaku, Agus Herbin Tambun, 46 tahun, berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian setelah melarikan diri.
Kasat Reskrim Polres Serdang Bedagai, AKP Donny P Simatupang, menyatakan bahwa Agus ditangkap di rumah keluarganya di Kampung Pon, Kecamatan Sei Bamban, pada Minggu, 31 Januari 2024.
Saat ditangkap, pelaku tidak melakukan perlawanan.
Pengakuan Pelaku
Dalam pemeriksaan, Agus mengaku menyesali perbuatannya.
“Nyesal dia katanya makanya dia ngaku bersalah lah. Semalam saya introgasi juga dia dan katanya nggak pernah melakukan KDRT sebelumnya.”
“Kalau emosinya bukan pada saat itu saja, sebelum-sebelumnya dia ada cemburu itu cuma cekcok atau ribut mulut saja,” kata Kasat Reskrim Polres Serdang Bedagai, AKP Donny P Simatupang.
Agus mengaku bahwa cekcok tersebut terjadi karena dugaan bahwa istrinya masih berhubungan dengan mantan suami.
Namun, Donny menyampaikan bahwa pelaku tidak memiliki bukti yang kuat dan hanya mengandalkan informasi dari teman-temannya.
Sebelum melakukan penikaman, Agus sempat keluar rumah untuk pergi ke warung.
Setelah kembali, ia mengambil pisau dan menikam istrinya sebanyak lima kali saat Hertalina sedang bernyanyi dan melakukan siaran langsung.
Meskipun keluarga berusaha menyelamatkannya dengan membawanya ke rumah sakit, Hertalina dinyatakan meninggal dunia saat tiba di rumah sakit.
Setelah kejadian, Agus juga mengalami luka di bagian dada, yang diduga akibat perkelahian dengan seorang pria yang hadir saat penikaman.
“Kita lihat di live itu ada sempat laki-laki yang juga berhadapan dengan pelaku. Disitulah kena dadanya dan sudah kita jahit,” kata Donny.
Saat ini, pihak kepolisian masih mendalami kasus ini untuk menentukan pasal yang akan diterapkan.
Agus dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan kemungkinan penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Pelaku melakukan penikaman dalam kondisi sadar, sehingga kami tidak melakukan pemeriksaan kejiwaan
-
/data/photo/2024/11/05/6729ad934cffd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Pengacara Tom Lembong Pertanyakan Temuan BPK soal Kerugian Negara dalam Impor Gula Nasional
Pengacara Tom Lembong Pertanyakan Temuan BPK soal Kerugian Negara dalam Impor Gula
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) menegaskan bahwa tidak ada temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (
BPK
) yang menyatakan negara mengalami kerugian akibat kebijakan
impor gula
yang dikeluarkan kliennya.
Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mempertanyakan klaim yang dilontarkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut bahwa kebijakan penerbitan izin impor gula oleh
Tom Lembong
merugikan negara hingga Rp 400 miliar.
“Selalu dikatakan bahwa ini sudah ada temuan BPK,
kerugian negara
. Sampai saat ini, temuan BPK yang kami baca tidak menunjukkan adanya kerugian negara dalam kebijakan yang diambil tersebut,” ujar Ari saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024).
Ari menjelaskan, temuan BPK terkait kebijakan importasi gula hanya menyatakan agar pihak-pihak terkait memperbaiki keputusan yang dinilai keliru serta menegur Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan Direktur Impor.
“Hanya sebatas itu. Jadi kalau dikatakan kerugian negara, kerugian negara dari mana?” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang digunakan untuk menjerat Tom Lembong merupakan delik materiil.
Menurut Mahkamah Konstitusi (MK), kerugian negara harus bersifat nyata atau
actual loss
, bukan
potential loss
.
“Sampai saat ini kerugian negara yang dimaksud belum jelas. Katanya ada angka Rp 400 miliar, temuan dari siapa? Bagaimana temuannya?” tanya Ari.
Sebelumnya, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada Selasa (29/10/2024).
Penetapan ini berkaitan dengan kebijakan yang diambilnya saat menjabat sebagai Mendag pada periode 2015-2016, di mana ia memberikan izin impor gula meskipun negara dalam kondisi surplus gula.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam jeratan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat ini, Tom Lembong ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sebagai respons terhadap penetapan tersangka tersebut, Tom Lembong melalui tim kuasa hukumnya telah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4991593/original/027159200_1730786008-IMG-20241105-WA0060.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Saksi Ahli Sidang Guru Supriyani Sebut Penyidik Polisi Tidak Prosedural
Liputan6.com, Kendari – Sidang lanjutan guru Supriyani berlangsung di Pengadilan Negeri Andoolo Konawe Selatan, Senin (5/11/2024). Sidang hari kelima ini, dipimpin hakim ketua Stevie Rosano bersama hakim anggota Vivi Fatmawaty Ali dan Sigit Jati Kusumo.
Diketahui, Supriyani guru honorer di Konawe Selatan, dipenjara usai dituduh menganiaya anak SD kelas I SDN 4 Baito Konawe Selatan April 2024. Supriyani dipaksa mengaku memukul meskipun tidak pernah menganiaya bocah tersebut.
Penyidik Polsek meminta Rp50 juta melalui Kepala Desa tempat Supriyani tinggal untuk penyelesaian kasus, namun Supriyani tak sanggup karena tak memiliki uang.
Sidang hari kelima, menghadirkan tiga orang saksi, yakni Kepala Desa Wonua Raya Rokiman, saksi ahli psikologi forensik Reza Indragiri dan ahli pidana serta penyidikan Susno Duadji. Dua saksi ahli, hadir secara online via zoom meeting.
Sidang dimulai sekitar pukul 10.00 Wita, majelis hakim memulai meminta keterangan saksi pertama, Susno Duadji. Susno menjawab sejumlah pertanyaan yang diberikan kuasa hukum terdakwa Supriani, Andre Darmawan, Plh Kasi Pidum Kejari Konawe Selatan Bustanil Najamudin Arifin serta majelis hakim.
Diketahui, kehadiran Susno Duadji di sidang Supriyani guru honorer di Konawe Selatan, berdasarkan permintaan kuasa hukum terdakwa. Susno yang merupakan pensiunan bintang tiga jenderal polisi ini, hadir sebagai saksi ahli pidana dan penyidikan.
Kuasa hukum guru Supriyani Andre Darmawan, menghadirkan Susno setelah pihak kuasa hukum menganggap banyak kejanggalan dalam proses penyidikan kasus Supriyani. Pasalnya, mereka menganggap saksi dan barang bukti yang dipakai untuk mengadili Supriyani, tidak bersesuaian dan tidak prosedural.
Susno menjelaskan, kalau kasus pemukulan tertangkap tangan, laporan polisinya bisa menyusul dan kasus bisa langsung diproses. Tetapi, Kalau tidak tertangkap tangan, diawali laporan ke polisi, dilanjutkan penyidikan, setelah penyelidikan dan cukup bukti maka dilanjutkan penyidikan.
Selanjutnya, dia menjelaskan, penyidik polisi tidak bisa mengambil dan mengamankan barang bukti di TKP sebelum adanya laporan polisi dan jelas tindak pidananya.
“Ngawur itu, konsekuensi dari menyita barang bukti sebelum ada laporan polisi, dianggap prosedur tidak sah. Sebab, berarti peristiwanya belum terjadi,” ujar Susno.
Susno juga menyoroti terkait permintaan dan hasil visum yang harus dibawa oleh penyidik kasus terkait ke dokter forensik berdasarkan surat perintah. Surat ini, tidak bisa dipegang atau dibawa oleh orang tua korban atau penyidik lainnya.
“Dokter yang melakukan visum pun, harus dokter forensik sesuai KUHP, jika penyidik tidak memahami hasil forensik, dia bisa memanggil dokter forensik dan keterangannya bisa digunakan sebagai ahli,” papar Susno.
Susno melanjutkan, Dokter umum bukan dokter forensik. Dia mengatakan, dirinya semasa masih menjadi anggota polisi juga belajar dan mengerti forensik, namun tidak berwenang karena bukan dokter forensik.
Susno selanjutnya menyoroti sikap penyidkk polisi Polsek Baito yang menggunakan alat bukti dan keterangan saksi dari anak dibawah umur. Kata dia, dalam UU anak, keterangan anak bukan merupakan keterangan saksi.
“Keterangan anak, bisa sebagai tambahan, tapi Bukan alat bukti. Sebab, keterangan anak tidak sah, anak bukan saksi yang bisa menjalani sumpah di pengadilan,” tegasnya.
Saat kuasa hukum guru Supriyani Andre Darmawan mengemukakan fakta BAP para saksi anak. Dia memaparkan, salah satu keterangan dua saksi dugaan pemukulan, tertulis sama persis dalam BAP polisi. Namun, saat di persidangan pekan lalu, keduanya terungkap mengemukakan informasi berbeda terkait aksi pemukulan yang dilakukan Supriyani.
Susno Duadji yang mendapat pertanyaan berulang mengemukakan, jika diatur dalam UU anak dan KUHP. Kata dia, saksi anak pada dasarnya tidak berguna. Jika bersesuaian pun, tidak bisa dijadikan alat bukti.
“Itu kan sampah, tak ada gunanya. Bersesuaian pun, dia bukan alat bukti. Dia Hanya perkuat alat bukti tambahan apalagi anak tak disumpah,” tegas Susno.
Susno juga menyoroti orang tua korban yang merupakan seorang oknum anggota polisi. hal ini berkaitan dengan status orang tua korban yang bukan penyidik namun, ikut mendatangi TKP, membawa surat pengantar visum dan membawa barang bukti.
“Itu ngawur ya. tidak semua anggota polri adalah reserse, tidak smua reserse adalah penyidik dan tidak semua penyidik mendapat tugas menyidik suatu kasus,” jelasnya.
Dia menegaskan, yang bisa membawa barang bukti, surat visum yaitu penyidik aparat polisi yang bertugas di reserse dan diberi surat perintah. Menurutnya, masyarakat harus bisa pintar memahami, kalau itu merupakan kesalahan prosedural polisi.
Hal lainnya, Susno menyoroti jika posisi keterangan terdakwa (Supriani) sangat lemah posisinya dibanding keterangan saksi atau alau bukti. Apalagi, jika ada iming-iming dalam proses penyidikan yang menjanjikan terdakwa bisa bebas atau mendapatkan sesuatu dari keterangan yang diberikan.
Diketahui sebelumnya, guru Supriyani diminta penyidik polisi, agar mengakui kesalahannya telah melakukan pemukulan terhadap anak kelas I SDN 4 Baito oleh penyidik Polsek Baito. Namun, dia menolak sebab tidak pernah memukul murid tersebut.
“Kalau keterangan terdakwa didapat dengan cara menjanjikan sesuatu atau cara tidak sah, maka penyidik harus diperiksa kode etik. Lalu kalau janji janji itu mengarah ke pidana, harus diproses karena suap itu korupsi,” kata Susno.
Terakhir, Susno menyoroti penggunaan saksi oleh penyidik polisi. Kata dia, penyidik polisi dalam mengambil saksi, harus benar -benar melihat atau menyaksikan langsung kejadian do TKP. Bukan saksi yang hanya berdasarkan mendengar cerita dari saksi lainnya.
“Saksi yang bertentangan satu sama lain itu pun tidak ada nilainya, sebab tidak didukung alat bukti, sepeti alat bukti rekaman atau hasil visum forensik, itu lemah,” katanya.
Diketahui, sidang permintaan keterangan terhadap ketiga saksi Supriyani guru honorer di Konawe Selatan, berlangsung hingga pukul 13.30 Wita. Kuasa hukum terdakwa juga menghadirkan saksi kedua Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri. Saksi ketiga yakni, Kepala Desa Wonua Raya Rokiman.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4991204/original/051738700_1730759518-WhatsApp_Image_2024-11-04_at_22.48.36.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sosok Meirizka Widjaja, Ibu Ronald Tannur yang Jadi Tersangka Suap
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar menuturkan bahwa selama pengurusan perkara tersebut Meirizka Widjaja (MW) telah menyerahkan uang kepada LR sejumlah Rp 1,5 miliar secara bertahap.
Kemudian, LR juga menalangi sebagian biaya perkara sampai putusan PN Surabaya sebesar Rp 2 miliar hingga totalnya Rp 3,5 miliar. Menurut keterangan LR uang tersebut diberikan kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
“Terhadap uang sebesar Rp 3,5 miliar tersebut, menurut keterangan LR diberikan kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut,” ucapnya.
Melalui perbuatannya tersangka MW disangkakan pasal 5 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1, huruf A untuk Pasal ke-18 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, tersangka MW saat ini telah dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Surabaya Cabang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Diketahui MW jadi tersangka kelima terkait kasus di balik dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.
-
/data/photo/2024/11/05/6729ad934cffd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Dinilai Tebang Pilih karena Tak Periksa Mendag Setelah Tom Lembong Nasional 5 November 2024
Kejagung Dinilai Tebang Pilih karena Tak Periksa Mendag Setelah Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tim kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan (
Mendag
) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) menilai bahwa Kejaksaan Agung (
Kejagung
) bersikap tebang pilih dalam menyidik dugaan korupsi izin impor gula.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Ami menjelaskan bahwa dalam Surat Penetapan Tersangka yang diterbitkan oleh Kejagung, Tom ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi importasi gula di lingkungan Kementerian Perdagangan untuk periode 2015 hingga 2023. Padahal, Tom menjabat sebagai Mendag hanya sampai 2016.
“Betul (Kejagung dinilai tebang pilih), karena dalam surat resminya penyidikan itu disebutkan, 2015 sampai 2023. Pak Tom hanya sampai 2016,” ungkap Ari saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (5/11/2024).
Ari menegaskan bahwa seharusnya penyidik Kejagung juga memeriksa Menteri Perdagangan yang menjabat setelah Tom Lembong.
“Ada korupsi enggak di sana? Setelah itu baru tetapkan sebagai tersangka. Ini (Mendag setelah Tom Lembong) belum diperiksa semua, sudah tetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Tim kuasa hukum juga mempertanyakan langkah Kejaksaan Agung yang tidak memeriksa menteri-menteri pada periode selanjutnya setelah
Tom Lembong
dicopot dari jabatannya oleh Presiden Joko Widodo pada 2016.
“Kalau mereka tidak memeriksa menteri-menteri di periode selanjutnya, itu pertanyaan. Kalau tadi disampaikan rekan saya, tebang pilih, ya itu tebang pilihnya di sana,” tambah Ari.
Sebelumnya, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula pada Selasa (29/10/2024).
Penetapan ini berkaitan dengan kebijakan yang diambil Tom Lembong saat menjabat sebagai Mendag pada periode 2015-2016, di mana ia memberikan izin impor gula meskipun negara dalam kondisi surplus gula.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam jeratan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat ini, Tom Lembong ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sebagai respons terhadap penetapan tersangka tersebut, Tom Lembong melalui tim kuasa hukumnya telah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.