Topik: KUHP

  • Amien Rais Ungkap Penyebab Nama Jokowi Sudah Sangat Tercemar

    Amien Rais Ungkap Penyebab Nama Jokowi Sudah Sangat Tercemar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Syura Partai Ummat, Amien Rais melihat penetapan tersangka 8 aktivis termasuk Roy Suryo, Dr. Tifauzia Tyassuma, dan Rismon Sianipar adalah keputusan yang tidak masuk akal.

    Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan 8 tersangka pencemaran nama baik kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Roy Suryo, Dr. Tifauzia Tyassuma, dan Rismon Sianipar yang berada di klaster kedua dijerat dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP, dan/atau Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1, dan/atau Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1, dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat 4, dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang ITE.

    “Bagaimana bisa mencemarkan nama Jokowi, wong namanya sudah sangat tercemar,” kata Amien Rais dilansir dari kanal YouTube Amien Rais Official, Senin 17 November 2025.

    Amien kesal karena mengganggap keputusan penyidik terkesan gegabah tanpa memahami duduk perkara sebenarnya.

    Ia meminta para penyidik membaca dan memahami isi buku berjudul Jokowi’s White Paper yang disusun oleh Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa, dan Rismon Sianipar.

    “Silakan membaca buku setebal 700 halaman itu. Buku ini seperti tesis untuk meraih PhD di kampus-kampus ternama,” tegas Amien.

    Menurutnya, dalam buku Jokowi’s White Paper, penyidik akan mendapatkan pemahaman serta memiliki dasar yang kuat dan tidak terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu.

    “Karena kenyataannya Jokowi tidak punya ijazah. Kalau punya ijazah (ditunjukkan) ini lho. Selesai,” tutup mantan Ketua MPR RI itu. (Pram/fajar)

  • Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?

    Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?

    Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pembahsaan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membuahkan sebuah ketentuan baru, yakni pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental atau intelektual berat tidak dapat dijatuhi pidana.
    Komisi III DPR dan pemerintah telah sepakat bahwa pelaku dengan
    disabilitas mental
    tidak dipidana, melainkan akan dilakukan
    rehabilitasi
    atau perawatan.
    “Poin ini merupakan usulan dari LBH Apik dan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas. Mereka mengusulkan adanya pengaturan tambahan untuk menjamin pemberian keterangan secara bebas tanpa hambatan,” oleh perwakilan Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi
    RUU KUHAP
    , David, dalam rapat panitia kerja Komisi III dan pemerintah di Gedung DPR RI, Rabu (12/11/2025).
    Dalam draf RUU KUHAP yang dibacakan David, usulan itu dituangkan dalam Pasal 137A.
    Ayat (1) berbunyi, “Terhadap pelaku tindak
    pidana
    yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena penyandang disabilitas mental dan/atau intelektual berat sebagaimana dimaksud dalam KUHP, pengadilan dapat menetapkan tindakan berupa rehabilitasi atau perawatan.” Selanjutnya, ayat (2) mengatur bahwa tindakan tersebut ditetapkan dengan penetapan hakim dalam sidang terbuka untuk umum.
    Ayat (3) menegaskan bahwa penetapan tindakan bukan merupakan putusan pemidanaan.
    Adapun tata cara pelaksanaannya akan diatur melalui peraturan pemerintah (ayat 4).
    Tim perumus menekankan bahwa ketentuan tidak adanya pertanggungjawaban pidana bagi penyandang disabilitas mental telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang bakal berlaku efektif pada 2 Januari 2026.
    “Ini mengakomodir agar penyandang disabilitas mental mendapat rehabilitasi, bukan pemidanaan. Termasuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam KUHP,” kata David.
    Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyatakan, pemerintah sependapat dengan usulan tersebut karena sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban pidana dalam KUHP baru.
    “Mohon maaf, Pak Ketua. Jadi, dalam KUHP itu Pasal 38 dan 39 tentang pertanggungjawaban pidana memang menyebutkan bahwa bagi penyandang disabilitas mental, mereka dianggap tidak mampu bertanggung jawab,” ujar Edward.
    “Sehingga memang putusannya bukan pemidanaan, tetapi bisa merupakan suatu tindakan yang di dalamnya adalah rehabilitasi. Koalisi disabilitas juga sudah menemui kami, dan kami setuju dengan usulan dari LBH Apik ini,” ucap dia.
    Sependapat dengan Eddy, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan aspek
    mens rea
    atau niat jahat sebagai faktor kunci.
    Oleh sebab itu, Komisi III menilai, penyandang disabilitas mental tidak memiliki niat jahat ketika melakukan tindak pidana.
    Namun, tidak semua pihak sependapat dengan kesepakatan DPR dan pemerintah tersebut.
    Misalnya, Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), organisasi advokasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas mental (PDM) di Indonesia.
    Kepada
    Kompas.com
    , Koordinator Advokasi PJS Nena Hutahaean menilai rumusan
    revisi KUHAP
    yang menyebut penyandang disabilitas mental atau intelektual berat “tidak dapat dipidana” adalah keliru dan justru memperkuat stigma.
    “Saya menolak rumusan RKUHAP yang menyatakan penyandang disabilitas mental ‘tidak bisa dipidana’ karena formulasi tersebut menyuburkan stigma bahwa kami tidak mampu bertanggung jawab, tidak memahami salah dan benar, dan pada akhirnya dianggap layak dicabut kapasitas hukumnya,” kata Nena.
    Nena menegaskan bahwa prinsip tersebut bertentangan dengan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), konvensi internasional tentang hak-hak penyandang disabilitas yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 2006.
    Indonesia sudah meratifikasi CRPD melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.
    “Ini bertentangan dengan Pasal 12 CRPD yang menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas hukum yang sama dengan non-disabilitas dan tidak boleh dicabut dalam kondisi apa pun, termasuk dalam bahaya dan konteks pemidanaan,” ujar dia.
    Menurut Nena, pemerintah juga keliru merujuk Pasal 38 dan 39 KUHP baru.
    Dia menekankan bahwa dua pasal yang dijadikan acuan dalam rumusan Pasal 137A RUU KUHAP tidak mengatur secara eksplisit bahwa penyandang disabilitas mental tidak bisa dipidana.
    “Bahkan Pasal 38 dan 39 KUHP baru, yang dijadikan dasar usulan Pasal 137A, tidak pernah menyatakan bahwa penyandang disabilitas mental tidak dapat dipidana. Kedua pasal tersebut hanya mengatur bahwa dalam kondisi kekambuhan akut dengan gambaran psikotik, pidana dapat dikurangi dan/atau diganti dengan tindakan, yang berarti kemampuan pertanggungjawaban pidananya tetap diakui,” kata Nena.
    Dalam kesempatan ini, Nena pun menegaskan bahwa kondisi disabilitas mental bersifat episodik, bukan permanen.
    “Kekambuhan pada disabilitas mental bersifat episodik, bukan permanen, sehingga tidak dapat dijadikan dasar seseorang tidak dapat dipidana,” kata dia.
    Yang penting, kata dia, adalah menilai hubungan antara kondisi mental dan tindak pidananya.
    “Yang harus dipastikan adalah apakah tindakan dilakukan karena gambaran psikotik (adanya halusinasi atau waham) atau dalam kondisi stabil dan sadar penuh. Hal ini krusial karena menentukan ada tidaknya
    mens rea
    . Tanpa penilaian ini, pemidanaan berisiko salah sasaran dan melanggar prinsip keadilan,” ujar Nena.
    Di sisi lain, pakar hukum pidana Albert Aries menjelaskan bahwa konsep putusan berupa tindakan (
    measure
    ) harus dipahami dalam konteks
    double track system
    yang diperkenalkan KUHP baru.
    Hal ini dapat berlaku kepada penyandang disabilitas mental yang terjerat tindak pidana.
    “Putusan berupa tindakan (
    measure
    ) adalah konsekuensi dari sistem dua jalur (
    double track system
    ) yang diperkenalkan dalam KUHP Baru. Jadi selain sanksi pidana (
    punishment
    ) ada pula tindakan (
    measure
    ),” ujar Albert.
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menegaskan bahwa KUHP baru membedakan kondisi “tidak mampu” dan “kurang mampu” bertanggung jawab.
    “KUHP Baru sudah membedakan antara tidak mampu dan kurang mampu bertanggung jawab bagi penyandang disabilitas mental dan disabilitas intelektual sebagaimana diatur dalam Pasal 38 dan 39 KUHP Baru,” katanya.
    Dalam kondisi akut dengan gejala psikotik tertentu, kata Albert, pidana tidak dapat dijatuhkan kepada penyandang disabilitas.
    “Maka terhadap yang bersangkutan tidak dijatuhi sanksi pidana apa pun, tapi dapat dikenai tindakan misalnya berupa perawatan di lembaga tertentu atau menjalani pemulihan secara terpadu agar bisa melaksanakan fungsi sosial bermasyarakat sebagai perwujudan dari keadilan rehabilitatif,” kata dia.
    Albert menekankan bahwa untuk kondisi “kurang mampu bertanggung jawab”, pemidanaan tetap dimungkinkan dilakukan terhadap penyandang disabilitas.
    “Sedangkan bagi penyandang disabilitas mental dan disabilitas intelektual yang pada saat melakukan tindak pidana kondisinya kurang mampu bertanggung jawab, maka terhadap yang bersangkutan sanksi pidananya bisa dikurangi namun dikenai tindakan pula,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polemik Dualisme Yayasan di SMK Turen Malang, Berharap Damai

    Polemik Dualisme Yayasan di SMK Turen Malang, Berharap Damai

    Malang (beritajatim com) – Pendiri Yayasan Pendidikan Teknologi Turen (YPTT) bermaksud untuk bertemu dan bersilaturrahmi kepada pengurusan YPTWT. Pertemuan menyikapi penetapan tersangka Ketua YPTWT.

    Tujuannya untuk duduk bersama membicarakan konflik dua kubu yang selama ini tidak ada titik temu.

    Sayangnya, saat perwakilan YPTT tiba di sekolahan, justru ditolak oleh pihak sekolah (sekuriti), setelah diberikan penjelasan dan menyerahkan foto copy penetapan tersangka ketum YPTWT, pihak YPTWT memilih untuk melakukan pertemuan di Mapolsek Turen.

    “Tadi saya dan rekan rekan sempat ke sekolah, rencananya untuk bertemu dengan pihak YPTWT. Tapi di sekolah sama security tidak dibukakan pintu dan akhirnya pihak YPTWT minta ketemuan di Polsek Turen,” ujar Sampun, selaku pengawas dan juga Kuasa Hukum YPTT, Sabtu (15/11/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, pihak YPTT dihadiri Ketua, pengawas dan pengurus lainnya sebanyak 5 orang, sedang dari pihak YPTWT hanya dihadiri 2 orang yakni ketua 1 dan staf ahli. Dalam dialog, kedua belah pihak sepakat akan menyelesaikan masalah secara baik-baik.

    Perwakilan YPTT Hadi Suwarno Putro yang juga sebagai Ketua mengatakan, bahwa kedatangannya ke YPTWT untuk bersilaturrahmi sekaligus membicarakan solusi dari konflik kedua belah pihak.

    “Jadi tadi ketemu dengan pengurus ketua 1 Yayasan Pendidikan teknologi Waskito Turen kita mau bersilaturahmi tapi dihalangi oleh satpam, akhirnya pihak sana mengajak bertemu di kantor Polsek Turen. Itupun saya jelaskan bahwa satu laporan pidana saya ini berproses terus karena pidana itu, mau saya mengingatkan jangan sampai ada korban tersangka berikutnya, kita maunya baik, terus katanya ketua umumnya lagi sakit kena jantung,” tegas Hadi selaku Ketua YPTT.

    Hadi menjelaskan, intinya jika ketua umum (Mulyono) akan menyerahkan jika dirinya bisa dipidanakan.

    “Poinnya tadi saya kesana Itu maunya baik-baik bahwa saya itu mau menjelaskan pada pak Mulyono, karena pak Mulyono dulu sudah bertemu saya kalau memang bisa dipidanakan saya serahkan. Ini menjadi penyemangat saya biar nggak ada rame-rame, sembodo diserahkan itu harapan saya,” tuturnya

    Hadi mengaku, kesimpulannya nanti ada pertemuan lagi, pihak YPTT juga akan merapatkan kapan ada pertemuan lagi.

    “Harapan saya, nanti tempatnya ya tetap di kantor Yayasan Turen, saya sendiri kan belum tahu mungkin dua atau tiga hari lagi menunggu ada jawaban dan saya bisa konfirmasi lagi. Kalau menghormati proses hukum ya memang harus ada tersangka- tersangka yang lain, kalau nggak ada itikad baik. Karena tidak mungkin Mulyono itu seorang diri karena bentuknya Yayasan atau kolektif,” tegasnya

    Terkait pertemuan yang di wakili Ketua 1 YPTWT saat di konfirmasi ketika menghadap notaris harusnya menunjukkan dokumen asli.

    “Mangkanya tadi saya konfirmasi ke pak Budi ketika menghadap notaris nggak mempunyai akte yang asli, kalau pun itu terbit nggak merujuk pada akte asli berarti tidak benar. Maka sesuai dengan laporan saya dalam pasal 263, 266 KUHP, karena memberikan keterangan palsu, harapan saya ada tersangka lain, kalau memang mereka menghormati hukum dan sejarah ya melebur saja tidak apa-apa tapi tetap YPTT, mudah-mudahan mereka menyadari tobatlah,” bebernya.

    Sementara itu, Budi winarto, Ketua 1 Yayasan Pendidikan Teknologi Waskita Turen (YPTWT) menyambut baik adanya perdamaian meski masih ber proses di Polda.

    “Pertemuan ini ada proses perdamaian dan itu baik, meski dengan bermodalkan kita ini sebagai tersangka dan prosesnya Polda Jatim, semua orang tahu bahwa tersangka itu belum tentu melanggar hukum atau pelaku delik pidana,” ungkapnya.

    Budi juga menyikapi sebelum proses pidana harusnya belajar dulu di hukum perdatanya.

    “Ya kita ikuti prosesnya kami dulu memang punya pengalaman buruk dari kelompok mereka, sebagian lama dan sebagian baru, bahkan kabarnya ada yang Kombes masuk disitu. Seharusnya mereka belajar dulu dihukum perdatanya,” terang Budi.

    Menurutnya, proses hukumnya di Polda sendiri masih debat kusir, itu berarti ada pendapat yang berbeda.

    “Di Polda sendiri juga masih debat kusir, lihat saja panggilan awalnya kan penyidik, kemudian Direskrimum itu kan berarti ada pendapat yang berbeda seharusnya cukup penyidik saja, saya tidak tahu ada motivasi apa,” ujarnya.

    Dari pertemuan awal di Polsek Turen ini, Pihak YPTWT menerima masukan yang nantinya akan didiskusikan ke para pimpinan dan pengurus.

    “Ya kami terima sebagai akses masukan. Kemudian nanti kita diskusikan ke para Pimpinan dan pengurus yayasan semuanya. Dirinya juga berharap yang proses hukum biarlah berproses hukum, jangan sampai melakukan tindakan yang diluar hukum itu sendiri. Jangan sampai terjadi seperti dulu kles fisik menduduki tanpa tanpa izin,” pungkasnya. (yog/but)

  • Polda Metro Jaya tangkap polisi gadungan yang curi mobil di Jaktim

    Polda Metro Jaya tangkap polisi gadungan yang curi mobil di Jaktim

    Jakarta (ANTARA) – Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap pelaku pencurian mobil dengan modus menjadi polisi gadungan di Rest Area Cibubur, Jakarta Timur pada Oktober lalu.

    “Pelaku berinisial AS dan YW yang merupakan pasangan suami istri, ditangkap di sebuah rumah, di wilayah Cilodong, Depok pada Kamis (13/11),” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Budi menjelaskan kronologi pencurian tersebut berawal saat korban yang merupakan sopir taksi online berkenalan dengan pelaku saat memesan taksi itu.

    “Komunikasi berlanjut setelah keduanya bertukar nomor telepon pribadi. Pada pertemuan tersebut, pelaku juga mengaku sebagai anggota kepolisian,” katanya.

    Kemudian pada Minggu (2/11) pelaku mulai merencanakan aksinya dengan memesan layanan secara offline (di luar aplikasi) kepada korban.

    “Pelaku kemudian meminta korban untuk mengantarkannya ke rumah sakit dengan alasan istrinya mengalami pendarahan,” kata Budi.

    Selanjutnya tanpa menaruh curiga korban pun menuruti dan menjemput pelaku AS dan YW di rumahnya untuk menuju ke rumah sakit.

    “Di tengah perjalanan korban diminta untuk berhenti di Rest Area Cibubur, Kemudian pelaku turun dari mobil dengan alasan hendak menemui seorang klien, sehingga korban dan pelaku YW menunggu di dalam mobil,” katanya.

    Tak berselang lama, pelaku AS menelpon pelaku YW, meminta korban untuk mengantarkan sebuah map atau dokumen ke tempat ia menemui kliennya tersebut.

    “Saat korban menuruti, pelaku kemudian memanfaatkan kesempatan ini. Di mana korban meninggalkan mobil dalam keadaan mesin menyala atau kunci masih tergantung, yang dengan mudah dibawa kabur oleh pelaku,” kata Budi.

    Sejumlah barang bukti diamankan dari tangan pelaku yakni, mobil beserta STNK korban dan satu ponsel pelaku.

    Atas kejadian ini, para pelaku dan barang bukti dibawa ke Polda Metro Jaya dan dijerat dengan pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dengan ancaman pidana sembilan tahun penjara.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Polisi Gadungan Ajak Istri Curi Mobil Pengemudi Taksi Online di Cibubur, Begini Modusnya

    Polisi Gadungan Ajak Istri Curi Mobil Pengemudi Taksi Online di Cibubur, Begini Modusnya

    Tanpa curiga, korban datang menjemput AS dan YW di rumahnya untuk menuju ke rumah sakit. Namun di tengah perjalanan, AS meminta berhenti di Rest Area Cibubur. Dengan alasan menemui klien, ia turun dari mobil sementara korban dan YW tetap menunggu.

    Beberapa menit kemudian, AS menghubungi istrinya dan menyuruh korban mengantarkan sebuah map ke lokasi pertemuan.

    “Saat korban menuruti, pelaku kemudian memanfaatkan kesempatan ini, di mana korban meninggalkan mobil dalam keadaan mesin menyala atau kunci masih tergantung, yang dengan mudah dibawa kabur oleh pelaku,” ucap dia.

    Setelah menerima laporan, tim Resmob bergerak menangkap pasutri tersebut lengkap dengan barang bukti kendaraan curian. Keduanya kini ditahan di Polda Metro Jaya.

    Dalam kasus ini, pelaku dijerat Pasal 363 KUHP. Ancaman hukuman hingga sembilan tahun penjara.

  • Pencurian di Ponorogo Terungkap, Pelaku Ditangkap Setelah Jual Ayam Jago ke Korban

    Pencurian di Ponorogo Terungkap, Pelaku Ditangkap Setelah Jual Ayam Jago ke Korban

    Ponorogo (beritajatim.com) – Satreskrim Polres Ponorogo berhasil membongkar kasus pencurian ayam jago jenis petarung yang meresahkan warga di beberapa lokasi. Pelaku, HP (32), seorang warga Kecamatan Sukorejo, ditangkap setelah aksinya terbongkar oleh korban yang ternyata membeli ayam curian tersebut.

    Kasus ini bermula ketika S (68), seorang petani asal Dukuh Kalipucang, Desa Kedung Banteng, Sukorejo, melaporkan kehilangan tiga ekor ayam jago jenis wido miliknya pada pukul 02.30 WIB.

    Anehnya, kandang tidak rusak, dan ayam hilang begitu saja. Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan bahwa HP menggunakan mobil penumpang milik orang tuanya untuk melakukan aksinya.

    “Pelaku beraksi sendirian. Sarana yang digunakan mobil penumpang milik orang tuanya,” ujar Wakapolres Ponorogo, Kompol Ari Bayuaji, dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu (16/11/2025).

    Modus operandi pelaku sangat sederhana. HP memarkir mobil di dekat pagar kandang, lalu masuk dengan memutar kunci kayu kecil yang menahan pintu. Setelah itu, pelaku langsung mengambil tiga ayam jago petarung dan memasukkannya ke dalam mobil sebelum kabur ke rumahnya.

    Tak lama setelah kejadian, HP menjual satu ekor ayam kepada seseorang yang ternyata adalah S sendiri. Korban, yang sudah mendapat informasi dari warga mengenai identitas pelaku, berpura-pura menjadi pembeli.

    Setelah memeriksa ayam yang dijual, S menyadari bahwa itu adalah ayam yang hilang dari kandangnya, dan segera melapor ke Polres Ponorogo. “Jadi pembeli ayam ya korban sendiri, akhirnya korban lapor polisi,” ungkap Kompol Ari Bayuaji.

    Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa HP tidak hanya mencuri ayam di Kedung Banteng, namun juga di tiga lokasi lainnya dalam periode Agustus hingga September 2025. Semua aksi pencurian dilakukan dengan modus yang sama, menggunakan mobil penumpang milik orang tuanya.

    Polisi kemudian menyimpulkan bahwa HP telah mengincar rumah-rumah yang memiliki ayam jago petarung, dan beraksi seorang diri. Setiap ayam hasil curian dijual untuk memenuhi kebutuhan pribadi, yang menurut polisi, menjadi motif utama di balik pencurian ini. “Motifnya, menjual hasil curian untuk kebutuhan pribadi,” tambahnya.

    Atas perbuatannya, HP dijerat dengan Pasal 363 ke-3e KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, yang mengancamnya dengan hukuman maksimal 7 tahun penjara. [end/suf]

  • Dugaan Pencemaran Nama Baik Soeharto, Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Polres Blitar

    Dugaan Pencemaran Nama Baik Soeharto, Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Polres Blitar

    Blitar (beritajatim.com) – Polres Blitar telah menerima pengaduan masyarakat (dumas) resmi terkait dugaan tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Pahlawan Nasional Jenderal Besar Soeharto.

    Pengaduan ini dilayangkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Investigasi Kejahatan Aparat (Jihad) dan secara spesifik menargetkan politisi Ribka Tjiptaning.

    Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut pada Sabtu (15/11/2025) pagi. Laporan yang dilayangkan LSM Jihad akan diproses sesuai prosedur.

    “Terkait pelaporan yang dilaksanakan ketua LSM Jihad (Jaring & Investigasi Kejahatan Aparat) terkait dugaan tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik oleh Ribka Tjiptaning terkait pemberian gelar pahlawan Soeharto telah di Terima piket SPKT Polres Blitar ,” ujar AKBP Arif Fazlurrahman saat dikonfirmasi.

    Kapolres menjelaskan bahwa pengaduan tersebut telah diterima secara resmi oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dan langsung ditindaklanjuti oleh unit terkait.

    “Saat ini telah diterima oleh piket Reskrim Polres Blitar,” tegas AKBP Arif Fazlurrahman.

    Sementara, Ketua LSM Jaring dan Investigasi Kejahatan Aparat (Jihat) Blitar, Joko Trisno melaporkan Ribka Tjiptaning atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik Presiden ke-2 RI, Soeharto ke Polres Blitar.

    Joko menyampaikan, beredarnya postingan di media sosial TikTok dan Instagram berupa pernyataan dari Ribka Tjiptaning, “Apa sih hebatnya Si Soeharto sebagai pahlawan, hanya bisa memancing eh, membunuh jutaan rakyat Indonesia” dan “Melanggar HAM”.

    “Kedua pernyataan tersebut harus dibuktikan, serta penyebutan “Si Soeharto” yang merupakan penghinaan,” tutur Joko usai melapor ke Polres Blitar, Sabtu (15/11/2025).

    Dijelaskan Joko, pernyataan tersebut merendahkan keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto dan merendahkan harkat serta martabat Presiden RI ke-2, Jenderal Besar Soeharto.

    “Ribka harus bisa membuktikan pernyataan “Pembunuh jutaan rakyat Indonesia” dan ” Melanggar HAM” yang dituduhkan kepada Bapak Soeharto,” jelasnya.

    Joko menegaskan, jika Ribka tidak bisa membuktikan maka telah melakukan perbuatan penistaan jo fitnah Bapak Soeharto, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP (hukum lama).

    Serta pasal 433 UU No. 1/2023 (KUHP baru yang berlaku Januari 2026), Pasal 45 ayat (4) jo Pasal 28 ayat (3) UU No.1/2024 tentang ITE.

    “Pernyataan Pak Harto membunuh jutaan rakyat Indonesia itu hoax dan meresahkan masyarakat,” tegasnya.

    Ditambahkan Joko, padahal negara dalam menentukan seseorang mendapat gelar Pahlawan Nasional, melalui proses panjang dan tidak serta merta tanpa dasar yang kuat.

    “Oleh karena itu, kami mohon Polres Blitar untuk menerima dan memproses laporan ini dengan memeriksa terlapor, serta pihak-pihak terkait,” imbuhnya. (ted)

  • Potret Pria Viral yang Aniaya Pacar di Depok Usai Ditangkap Polisi

    Potret Pria Viral yang Aniaya Pacar di Depok Usai Ditangkap Polisi

    Depok

    Polisi menetapkan pria berinisial A sebagai tersangka kasus penganiayaan terhadap kekasihnya, IN, di Cimanggis, Depok. Begini tampang tersangka tersebut.

    Dari foto yang diterima detikcom, Sabtu (15/11/2025), pelaku tampak mengenakan baju berwarna hitam. Dia juga mengenakan kacamata.

    Pelaku memiliki kulit berwarna gelap. Polisi juga mengamankan baju berwarna merah dan celana pendek berwarna oranye yang dikenakan pelaku saat peristiwa penganiayaan terjadi.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, mengatakan penganiayaan yang dilakukan A terhadap IN kali ini diduga karena cekcok terkait faktor ekonomi. IN mengalami memar di paha akibat dugaan penganiayaan tersebut.

    “Kalau yang kejadian sekarang itu, dari hasil keterangan sementara, itu faktor ekonomi. Jadi duit yang mereka miliki dihabisi oleh salah satu pihak, akhirnya cekcok terjadi penganiayaan,” kata Budi kepada wartawan, Sabtu (15/11).

    Dia mengatakan pihaknya masih mendalami dugaan adanya korban lain dan ajakan melakukan aksi kriminalitas dari A. A telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 351 KUHP.

    “Masih pendalaman karena baru dilakukan penangkapan,” ujarnya.

    (mib/aik)

  • Pramono Belum Putuskan Nasib Kepemilikan KJP Pelaku Ledakan SMAN 72 

    Pramono Belum Putuskan Nasib Kepemilikan KJP Pelaku Ledakan SMAN 72 

    JAKARTA – Siswa pelaku ledakan bom di SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara disebut masuk sebagai penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP). Lalu, bagaimana nasib kepemilikan KJP siswa berinisial F yang kini berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut?

    Merespons hal ini, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengaku belum memutuskan apakah akan mencabut KJP pelaku ledakan bom rakitan di SMAN 72.

    “Saya belum memutuskan apapun tentang hal itu,” kata Pramono ditemui di GOR Sunter, Jakarta Utara, Jumat, 14 November.

    Pramono tak mau buru-buru mengambil tindak lanjut penyaluran bantuan sosial pendidikan kepada F yang kini masih dirawat di rumah sakit. Polisi juga masih melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut.

    “Ini kan masih proses sehingga dengan demikian saya tidak akan terburu-buru untuk memutuskan karena pun, karena bagaimanapun seseorang yang menerima Kartu Jakarta Pintar itu pasti latar belakangnya memang memerlukan untuk itu. Jadi saya belum memutuskan apa pun tentang hal itu,” ungkap Pramono.

    Ketentuan kepemilkan KJP diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 110 Tahun 2021 tentang Bantuan Sosial Biaya Pendidikan.

    Dalam aturannya, semua peserta didik yang menjadi penerima KJP dilarang melakukan hal-hal negatif. Beberapa di antaranya seperti tawuran, merokok, mencuri, terlibat perkelahian, terlibat penipuan, berbuat asusila, hingga membawa senjata tajam dan peralatan lain yang membahayakan.

    Bagi siswa yang terbukti melanggar ketentuan tersebut, maka kepemilikan KJP-nya bisa dicabut atau dinonaktifkan.

    Diketahui sebelumnya, pelaku peledakan di SMA Negeri 72 Jakarta ditetapkan sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH). Pelaku dijerat atas tindakan melawan hukum yang dilakukan pada Jumat 7 November 2025, saat berlangsungnya ibadah salat Jumat di lingkungan sekolah.

    Kesimpulan itu didapat setelah penyidik melakukan pemeriksaan mendalam dengan menggali keterangan sejumlah saksi, menganalisis barang bukti, serta melakukan identifikasi di lapangan melalui scientific investigation bersama tim dari Laboratorium Forensik (Labfor) Polri, Densus 88, dan Brimob.

    “Dari beberapa keterangan saksi yang kami peroleh, serta hasil analisis Labfor Polri, terdapat dugaan perbuatan melawan hukum yang melanggar norma hukum,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin.

    Pelaku yang diketahui masih berstatus pelajar aktif di sekolah tersebut dijerat dengan Pasal 80 Ayat (2) juncto Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak, Pasal 355 KUHP, Pasal 187 KUHP, dan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia.

  • Keren, Cuma Butuh Dua Hari Polsek Rengasdengklok Tangkap Pencuri Motor yang Dilaporkan Warga

    Keren, Cuma Butuh Dua Hari Polsek Rengasdengklok Tangkap Pencuri Motor yang Dilaporkan Warga

    Liputan6.com, Karawang – Polsek Rengasdengklok membekuk dua pelaku dalam pengungkapan kasus pencurian dengan pemberatan yang terjadi di wilayah Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

    Kasie Humas Polres Karawang Ipda Cep Wildan, mengatakan, dua pelaku kasus tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 363 KUHP tersebut masing-masing berinisial A (24) dan S (30).

    Keduanya ditangkap setelah melakukan aksi pencurian pada Rabu (12/11) di Dusun Puloharapan, Desa Kampungsawah, Kecamatan Jayakerta, Karawang.

    Korban bernama Rohmansyah (50), seorang buruh harian lepas, terbangun dan mendapati sepeda motor Honda Scoopy miliknya yang diparkir di dalam rumah telah hilang.

    Selain itu, pintu samping rumah, jendela, dan gerbang ditemukan dalam kondisi terbuka. Atas kejadian tersebut, korban segera melaporkan peristiwa itu kepada aparat desa dan diteruskan ke pihak kepolisian.

    Menerima laporan tersebut, Unit Reskrim Polsek Rengasdengklok yang dipimpin Panit Reskrim, Ipda Toni Ardiansyah, segera melakukan pengecekan ke lokasi.

    “Atas respons cepat anggota di lapangan serta bantuan masyarakat, hari ini satu orang pelaku berinisial A berhasil diamankan beserta barang bukti sepeda motor Honda Scoopy,” katanya, dikutip dari Antara, Sabtu (15/11/2025).

    Setelah melakukan pengembangan, anggota Reskrim Polsek Rengasdengklok kembali mendapatkan informasi bahwa salah satu pelaku lainnya, yaitu S, tengah berada di rumahnya di Dusun Puloharapan.