Topik: KUHP

  • Polres Pamekasan Kembali Amankan 1 Pelaku Penganiayaan di Depan Masjid Agung Asy-Syuhada’

    Polres Pamekasan Kembali Amankan 1 Pelaku Penganiayaan di Depan Masjid Agung Asy-Syuhada’

    Pamekasan (beritajatim.com) – Tim Resmob Polres Pamekasan, kembali mengamankan satu pelaku kasus penganiyaan yang mengakibatkan korban jiwa yang terjadi di depan Masjid Agung Asy-Syuhada’ Pamekasan, Minggu (9/11/2025).

    Satu pelaku tersebut berinisial P (18) warga Desa Mapper, Kecamatan Proppo, Pamekasan. Ia diamankan petugas sekitar pukul 00:30 WITA di daerah Uluwatu, Bali, Rabu (19/11/2025). “Pengamanan pelaku dipimpin langsung oleh kasat Reskrim Polres Pamekasan,” kata Kasi Humas Polres Pamekasan, AKP Jupriadi, Jum’at (21/11/2025).

    Penangkapan tersebut berdasar pengembangan kasus yang sempat viral di berbagai platform media sosial (medsos). “Sampai saat ini sudah ada dua pelaku yang kami amankan, selain P sebelumnya sudah kita amankan pria berinisial AS (18). Dan tidak menutup kemungkinan masih ada pelaku lain dan sampai saat ini masih dalam proses pengembangan,” ungkapnya.

    “Setelah mengamankan pelaku P (18), penyidik kemudian melakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan pelaku mengakui bahwa pada saat berada di TKP sedang membawa senjata tajam jenis pisau,” jelasnya.

    Dari penangkapan tersebut, petugas juga mengamankan barang bukti berupa sebuah pisau besi sepanjang sekitar 32 centimeter dengan sarung kulit warna cokelat, sebuah sweater hitam dengan tulisan HBA yang dipakai pelaku saat kejadian di depan Masjid Agung Asy-Syuhada’ Pamekasan.

    Bahkan pelaku juga terancam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan atau Pasal 351 Ayat (2) Jouncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman selama lamanya 10 tahun.

    “Hukuman ini berlaku bagi siapa saja yang tanpa hak menguasai, membawa, menggunakan senjata penikam atau senjata penusuk dan atau turut serta melakukan penganiayaan yang menyebabkan luka berat,” pungkasnya. [pin/but]

  • 21 Orang Telah Didakwa dalam Peristiwa Demo Ricuh Akhir Agustus 2025

    21 Orang Telah Didakwa dalam Peristiwa Demo Ricuh Akhir Agustus 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) telah mendakwa 21 tersangka dalam peristiwa aksi unjuk rasa berujung kericuhan pada akhir Agustus 2025.

    Surat dakwaan 21 tersangka ini dibacakan di PN Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (20/11/2025). Jaksa menjelaskan perkara ini bermula adanya aksi unjuk rasa terkait DPR pada (29/8/2025).

    Sekira 16.30 WIB, para pendemo dan terdakwa sudah membaur. Jumlah massa kala itu telah memadati lokasi hingga menutup akses kendaraan di depan Gedung DPR/MPR RI.

    Adapun, sejumlah terdakwa ini mengetahui demo ini melalui media sosial, WhatsApp Group hingga pemberitaan di media massa. Setelah itu, terdakwa berdatangan.

    Saat demonstrasi mulai ricuh, Polisi melalui Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro melakukan imbauan agar massa membubarkan diri. Namun, hal itu tak diindahkan oleh pelaku kericuhan.

    Massa pun masih bertahan di sejumlah wilayah seperti Penjompongan dan Petamburan. Aksi ricuh pun melebar usai adanya kejadian pelindasan ojek online Affan Kurniawan oleh mobil rantis Brimob yang berujung pada kematian Affan. 

    “Bahwa banyaknya massa unjuk rasa yang turun ke jalan dalam rangka menuntut ‘keadilan bagi korban Affan yang meninggal dunia termasuk orang-orang yang mengambil kesempatan dengan cara melakukan penyerangan kepada anggota polisi, merusak fasilitas umum seperti Bangunan Transjakarta, Gerbang Tol, Dll,” ujar jaksa.

    Singkatnya, puluhan tersangka itu di antaranya ada yang terlibat dalam aksi kericuhan hingga penyerangan terhadap anggota, meski sudah diimbau membubarkan diri.

    Mereka ditangkap di sejumlah lokasi seperti depan Polda Metro Jaya, Gedung Veteran RI, sekitar Semanggi, hingga di depan Gedung DPR/MPRI.

    “Perbuatan mereka terdakwa sebagaimana tersebut di atas, diatur dan diancam pidana sesuai pasal 170 ayat (1) KUHPidana,” tutur JPU.

    Selain itu, sejumlah alternatif dakwaan terhadap puluhan tersangka ini mulai dari Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 ayat 1 KUHP tentang bersekutu melawan petugas. 

    Selanjutnya, pidana pasal 216 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang tidak mengindahkan peringatan petugas secara bersama-sama. 

    Adapun, dakwaan Pasal 218 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang sengaja tidak membubarkan diri dari kerumunan setelah diperingatkan petugas.

    Sekadar informasi, 21 terdakwa ini yakni terdakwa I Eka Julian Syah Putra, terdakwa II M. Taufik Effendi, terdakwa III Deden Hanafi, terdakwa IV Fahriyansah, terdakwa V Afri Koes Aryanto, terdakwa VI Muhamad Tegar Prasetya, terdakwa VII Robi Bagus Tryatmojo, terdakwa VIII Fajar Adi Setiawan, terdakwa IX Riezal Masyudha, terdakwa X Ruby Akmal Azizi.

    Selanjutnya, terdakwa XI Hafif Russel Fadila, terdakwa XII Andre Eka Prasetio, terdakwa XIII Wildan Ilham Agustian, terdakwa XIV Rizky Althoriq Tambunan, terdakwa XV Imanu Bahari Solehat Als Ari.

    Terakhir, terdakwa XVI Muhammad Rasya Nur Falah, terdakwa XVII Naufal Fajar Pratama, terdakwa XVIII Ananda Aziz Nur Rizqi, terdakwa XIX Muhammad Nagieb Abdillah, terdakwa XX Alfan Alfiza Hadzami dan terdakwa XXI, Salman Alfarisi.

  • Rusak Kaca Bank Mandiri, Anak Pemilik Showroom Mobil Dihukum 6 Bulan Penjara

    Rusak Kaca Bank Mandiri, Anak Pemilik Showroom Mobil Dihukum 6 Bulan Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim PN Surabaya yang diketuai Rudito Surotomo menjatuhkan hukuman enam bulan penjara pada Royce Muljanto. Anak dari pemilik showroom mobil Liek Motor ini dinyatakan terbukti melakukan pengrusakan kaca Bank Mandiri.

    Dalam pertimbangan hukum majelis hakim yang dibacakan Hakim Rudito Surotomo di dalam persidangan disebutkan, tidak ditemukan adanya alasan pemaaf dan pembenar terhadap perbuatan yang sudah dilakukan anak Muljanto, pemilik showroom mobil ternama di Surabaya ini.

    Hakim Rudito Surotomo juga menyebutkan, walaupun terdakwa Royce Muljanto telah melakukan pengerusakan di Bank Mandiri CRC Jl. Diponegoro No. 159 Surabaya, perbuatan tersebut bukan hanya dipandang sebagai perbuatan pidana pengerusakan saja.

    “Apa yang sudah dilakukan terdakwa bukan hanya sebagai perbuatan pidana pengerusakan terhadap fasilitas milik bank, namun sebagai bentuk teror kepada pegawai di bank tersebut dan para nasabahnya,” tutur hakim Rudito Surotomo.

    Hakim Rudito Surotomo saat membacakan pertimbangan hukum juga menguraikan, perbuatan terdakwa Royce Muljanto ini telah terbukti melakukan tindak pidana penghancuran atau pengerusakan barang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 406 ayat (1) KUHP.

    “Menyatakan perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam dakwaan kesatu Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanggar pasal 406 ayat (1) KUHP,” tutur hakim Rudito Surotomo.

    Menghukum terdakwa Royce Muljanto, sambung Hakim Rudito Surotomo, dengan pidana penjara selama enam bulan.

    Vonis yang dijatuhkan majelis hakim PN Surabaya ini lebih ringan tiga bulan dari tuntutan Jaksa Damang Anubowo, SE., SH., MH, jaksa yang ditunjuk sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan pidana penjara selama sembilan bulan.

    Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya juga menjelaskan, perbuatan pengerusakan yang dilakukan terdakwa Royce Muljanto, dilakukan dengan sadar, disengaja, dan telah mengakibatkan kerugian materiil bagi pihak Bank Mandiri sebesar Rp 20 juta.

    Tindakan terdakwa Royce Muljanto selain pengerusakan seperti aksi kencing di area bank, juga disebut sebagai bentuk penghinaan terhadap aturan dan tata tertib umum.

    Royce Muljanti sebelumnya juga mengajukan nota pembelaan atau pledoi melalui penasihat hukumnya. Namun majelis hakim berpendapat, pembelaan terdakwa Royce Muljanto itu tidak mampu menggugurkan unsur pidana dalam pasal 406 ayat (1) KUHP. [uci/but]

     

  • Apa Peran 4 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Proyek PUPR OKU?

    Apa Peran 4 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Proyek PUPR OKU?

    Apa Peran 4 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Proyek PUPR OKU?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – KPK mengungkapkan peran empat tersangka baru yang baru saja resmi ditahan dalam kasus korporasi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).
    Keempatnya adalah Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto, anggota DPRD OKU Robi Vitergo, pihak swasta bernama Ahmad Thoha alias Anang, dan pihak swasta Mendra SB.
    Ini merupakan pengembangan kasus terhadap enam tersangka sebelumnya yang saat ini tengah menjalani proses persidangan.
    Enam tersangka itu adalah Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah, Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin, Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati, anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah, serta M Fauzi alias Pablo, dan Ahmad Sugeng Santoso dari pihak swasta.
    Ahmat Thoha, Muhammad Fauzi, dan Mendra SB bersama-sama dengan Ahmad Sugeng Santoso berperan sebagai pihak pemberi kepada penyelenggara negara terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU pada 2024–2025.
    “(Robi Vitergo dan Parwanto) yang secara bersama-sama dengan tersangka NOP (Nopriansyah), MFR (Muhammad Fakhrudin) dan tersangka UM (Umi Hariati) telah menerima pemberian uang dari pihak swasta terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU tahun 2024 sampai dengan tahun 2025,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di KPK, Kamis (20/11/2025).
    Asep menuturkan, dalam proses perencanaan anggaran tahun 2025 Pemkab OKU, terjadi pengondisian jatah pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD yang diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR.
    “Di mana jatah pokir disepakati sebesar Rp 45 miliar dengan pembagian untuk Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Rp 5 miliar, serta masing-masing anggota senilai Rp 1 miliar,” ujar Asep.
    Namun, karena keterbatasan anggaran, nilai jatah pokir tersebut turun menjadi Rp 35 miliar.
    Alhasil, para anggota DPRD OKU itu meminta jatah sebesar 20 persen sehingga total
    fee
    adalah Rp 7 miliar dari total anggaran.
    Saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 Kabupaten OKU disetujui, pembahasan anggaran Dinas PUPR justru mengalami kenaikan dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
    “Bahwa sudah menjadi praktik umum di Pemkab OKU, praktik jual-beli proyek dengan memberikan sejumlah
    fee
    kepada Pejabat Pemkab OKU dan/atau DPRD,” ungkap Asep.
    Terkait proyek “jatah” DPRD, Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah diduga mengondisikan
    fee
    atau jatah tersebut pada sembilan proyek yang ia atur pengadaannya melalui e-katalog.
    Kesembilan proyek tersebut terdiri dari rehabilitasi rumah dinas (rumdin) Bupati senilai Rp 8,39 miliar, rehabilitasi rumdin Wakil Bupati Rp 2,46 miliar, pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp 9,88 miliar, pembangunan jembatan Desa Guna Makmur senilai Rp 983 juta dan peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus–Desa Bandar Agung senilai Rp 4,92 miliar.
    Ada juga peningkatan jalan desa Panai Makmur–Guna Makmur senilai Rp 4,92 miliar, peningkatan jalan unit XVI–Kedaton Timur Rp 4,92 miliar, peningkatan Jalan Let. Muda M Sidi Junet Rp 4,85 miliar dan peningkatan Jalan Desa Makarti Tama Rp 3,93 miliar.
    Nopriansyah kemudian menawarkan sembilan proyek tersebut kepada tersangka Muhammad Fakhrudin, Ketua Komisi III DPRD OKU, serta tersangka Ahmad Sugeng Santoso selaku pihak swasta, dengan komitmen
    fee
    sebesar 22 persen dengan rincian 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
    “Selanjutnya, NOP (Nopriansyah) juga mengondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan PPK, untuk menggunakan CV yang ada di Lampung Tengah dengan dilanjutkan penandatanganan kontrak antara penyedia dan PPK di Lampu Tengah,” ujar dia.
    Menjelang Hari Raya Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili tersangka Ferlan Julianysah (Anggota Komisi III DPRD OKU), tersangka Muhammad Fakhrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU), dan tersangka Umi Hariati (Ketua Komisi II DPRD OKU) menagih jatah
    fee
    proyek kepada Nopriansyah sesuai komitmen.
    Pada 11-12 Maret 2025, Muhammad Fakhrudin mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek.
    Kemudian pada 13 Maret 2025 sekitar pukul 14.00, Muhammad Fakhrudin mencairkan uang muka.
    “Bahwa Pemda OKU saat itu mengalami permasalahan
    cash flow
    , karena uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah. Meskipun demikian, uang muka untuk proyek tetap dicairkan,” kata dia.
    Pada 13 Maret 2025, Muhammad Fakhrudin menyerahkan Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari komitmen
    fee
    proyek.
    Atas permintaan Nopriansyah, uang itu kemudian dititipkan kepada saksi A (PNS Dinas Perkim). Dana tersebut berasal dari pencairan uang muka proyek.
    Parwanto dan Robi Vitergo sebagai pihak penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
    Sementara itu, Ahmat Thoha dan Mendra SB sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korupsi PUPR OKU, KPK Tahan Wakil Ketua DPRD dan 3 Tersangka Baru

    Korupsi PUPR OKU, KPK Tahan Wakil Ketua DPRD dan 3 Tersangka Baru

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wakil Ketua DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) 2024-2029, Purwanto, bersama tiga tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU tahun anggaran 2024-2025. Ketiga tersangka lainnya adalah Robi Vitergo (Anggota DPRD OKU 2024-2029), serta dua pihak swasta, Ahmat Thoha dan Mendra SB.

    “Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama sejak 20 November sampai 9 Desember 2025 di Rutan KPK Gedung Merah Putih,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

    Penahanan empat tersangka ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) Maret 2025. Dalam OTT itu, KPK terlebih dahulu menetapkan enam tersangka yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Palembang. Mereka terdiri dari Ferlan Julianysah (anggota DPRD OKU), Muhammad Fakhrudin (ketua Komisi III DPRD OKU), Nopriansyah (kadis PU OKU), Umi Hariati (ketua Komisi III DPRD OKU), serta dua pihak swasta, Muhammad Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso.

    Asep menjelaskan, kasus korupsi ini bermula dari perencanaan APBD 2025 Pemkab OKU, yang disinyalir disetir untuk mengakomodasi jatah pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD menjadi proyek fisik di Dinas PUPR. Total jatah pokir disepakati mencapai Rp 45 miliar, sebelum akhirnya diturunkan menjadi Rp 35 miliar akibat keterbatasan anggaran.

    Dalam pembahasan anggaran, anggota DPRD juga meminta fee sebesar 20% dari total nilai proyek atau sekitar Rp 7 miliar. Kejanggalan semakin terlihat ketika anggaran Dinas PUPR melonjak dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar saat APBD disahkan.

    “Sudah menjadi praktik umum di Pemkab OKU, jual-beli proyek dengan pemberian fee kepada pejabat Pemkab OKU dan DPRD,” tegas Asep.

    KPK menemukan setidaknya sembilan paket proyek yang dikondisikan sebagai jatah DPRD dan diproses melalui e-katalog oleh Kadis PUPR Nopriansyah. Paket tersebut meliputi, rehabilitasi rumah dinas bupati Rp 8,39 miliar dan rehabilitasi rumah dinas wakil bupati Rp 2,46 miliar.

    Selain itu, pembangunan kantor Dinas PUPR Rp 9,88 miliar dan sejumlah proyek peningkatan jalan dan pembangunan jembatan bernilai Rp 983 juta-Rp 4,92 miliar.

    Kesembilan proyek itu ditawarkan kepada ketua Komisi III DPRD OKU dengan komitmen fee 22%, terdiri dari 2% untuk Dinas PUPR dan 20% untuk anggota DPRD.

    Untuk Purwanto dan Robi Vitergo (penerima suap) disangkakan Pasal 12 huruf a, 12 huruf b, atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sementara itu,  Ahmat Thoha dan Mendra SB (pemberi suap) disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    KPK menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam praktik jual-beli proyek di lingkungan Pemkab OKU.

  • Polda Metro Cekal Roy Suryo ke Luar Negeri Usai Berstatus Tersangka Kasus Ijazah Jokowi

    Polda Metro Cekal Roy Suryo ke Luar Negeri Usai Berstatus Tersangka Kasus Ijazah Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya menyatakan telah mencekal Roy Suryo dkk ke luar negeri usai menjadi tersangka di kasus tudingan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan total ada delapan tersangka yang dicegah ke luar negeri.

    “Betul karena statusnya adalah tersangka, wajib lapor seminggu sekali, dan kita cekal untuk ke luar negeri,” ujar Budi kepada wartawan, Kamis (20/11/2025).

    Dia menambahkan, Roy Suryo dkk masih bisa ke luar kota. Namun, kewajiban melapor seminggu sekali masih melekat pada tersangka kasus ijazah Jokowi itu.

    “Tapi bukan tahanan kota. Kalo mau jalan-jalan ke luar kota boleh saja, yang penting wajib lapor seminggu sekali,” pungkas Budi.

    Sekadar informasi, dalam perkara yang telah dilaporkan langsung Jokowi ini, Polda Metro sudah menetapkan delapan tersangka.

    Delapan tersangka ini dibagi menjadi dua klaster. Klaster pertama yakni menjadi dua klaster. Klaster pertama yakni Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana (ES) dan Anggota TPUA Kurnia Tri Royani (KTR).

    Kemudian, Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik Damai Hari Lubis (DHL), Mantan aktivis ’98 Rustam Effendi (RE) dan Wakil Ketua TPUA Muhammad Rizal Fadillah (MRF).

    Sementara itu, klaster kedua Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo (RS), Ahli Digital Forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RSH) dan Dokter Tifauzia Tyassuma alias dr Tifa (TT).

    Adapun, klaster pertama dijerat dengan Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.

    Kemudian, dalam klaster kedua dipersangkakan Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 32 Ayat 1 jo Pasal 48 Ayat 1 dan atau Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat 1 dan atau Pasal 27A jo Pasal 45 Ayat 4 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.

  • KPK Bakal Terapkan Pasal Perintangan Penyidikan di Kasus Korupsi Riau

    KPK Bakal Terapkan Pasal Perintangan Penyidikan di Kasus Korupsi Riau

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menerapkan Pasal 21 UU Tipikor terkait dugaan perintangan penyidikan dalam kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025. Dugaan ini muncul setelah penyidik menemukan adanya pengrusakan terhadap KPK line saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid dan sejumlah pihak lainnya.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan penyidik menerima informasi mengenai perusakan segel KPK saat penangkapan di lingkungan Pemprov Riau. “Tentu ini akan ditelusuri motif perbuatan tersebut, termasuk siapa pelakunya dan siapa yang meminta atau menyuruh melakukan perusakan,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

    Menurut Budi, tindakan merusak KPK line dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi penyidikan. Terkait hal itu KPK akan mendalami dugaan tersebut sekaligus mengimbau seluruh pihak di Pemprov Riau agar kooperatif mengikuti proses hukum yang masih berlangsung.

    Pada Senin (17/11/2025), KPK memeriksa tiga pramusaji rumah dinas Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid, yakni Alpin, Muhammad Syahrul, dan Mega Lestari, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi. Ketiganya diperiksa di Kantor Perwakilan BPKP Riau karena diduga merusak segel KPK di rumah dinas gubernur.

    “Kami menelusuri alasan ketiga pramusaji melakukan hal tersebut,” kata Budi.

    Pemeriksaan ini merupakan rangkaian awal setelah KPK melakukan penggeledahan maraton di sejumlah lokasi di Riau. KPK memastikan akan memeriksa seluruh pihak yang mengetahui atau diduga terlibat dalam perkara tersebut.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dari sepuluh orang yang diamankan dalam OTT, yaitu Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan, Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam.

    Ketiganya ditahan untuk 20 hari pertama sejak 4 hingga 23 November 2025. Abdul Wahid ditahan di Rutan ACLC KPK, sedangkan Arief dan Dani ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.

    Kasus ini berkaitan dengan dugaan pemerasan menggunakan modus jatah preman terkait penambahan anggaran Dinas PUPR Riau 2025 untuk proyek jalan dan jembatan. Dari total kenaikan anggaran Rp 106 miliar, Gubernur Abdul Wahid meminta jatah sebesar 5% atau sekitar Rp 7 miliar. Dalam periode Juni hingga November 2025, para kepala UPT Dinas PUPR Riau telah mengumpulkan dana Rp 4,05 miliar.

    Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f, dan/atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. KPK menegaskan penyidikan masih terus diperluas, termasuk potensi penambahan pasal terkait upaya perintangan penyidikan.

  • DPR: RUU Penyesuaian Pidana sesuaikan hukuman mati hingga denda

    DPR: RUU Penyesuaian Pidana sesuaikan hukuman mati hingga denda

    Isinya tidak substansial ya, hanya bersifat penyesuaiannya

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI Soedison Tandra menjelaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana akan menyesuaikan hukuman pidana mati hingga mengatur kategori untuk hukuman denda.

    Dia mengatakan bahwa RUU Penyesuaian Pidana itu untuk mengikuti pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku mulai 2026. Sehingga ketentuan-ketentuan hukuman dari yang sebelumnya diterapkan berdasarkan KUHP lama, akan diterapkan berdasarkan KUHP yang baru.

    “Isinya tidak substansial ya, hanya bersifat penyesuaiannya,” kata Tandra di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Dia mengatakan bahwa RUU Penyesuaian Pidana itu nantinya akan mengatur bahwa pidana denda akan diberlakukan kategori, mulai dari kategori 1, kategori 2, dan kategori 3. Namun dia belum menjelaskan secara rinci isi kategorisasi tersebut.

    “Lalu, ada penyesuaian mengenai masa pidana, yang dulunya pidananya di atas berapa tahun, kemudian harus menyesuaikan dengan KUHP,” katanya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa pidana mati di dalam KUHP baru diterapkan oleh hakim secara bersyarat. Maka perkara yang sudah diputus untuk hukuman mati, akan menyesuaikan dengan KUHP baru.

    “Jadi (dalam KUHP baru), dia masa 10 tahun berkelakuan baik dan sebagainya, dapat dirubah menjadi seumur hidup,” kata dia.

    Dia mengatakan bahwa RUU tersebut ditargetkan rampung sebelum masa persidangan ini berakhir. Pasalnya, dia mengatakan bahwa KUHP baru akan berlaku mulai 3 Januari 2026, sedangkan masa reses DPR RI akan dimulai pada 10 Desember 2025.

    “Supaya apa? Sinkronisasi, harmonisasi. Untuk ada kepastian hukum juga. Tujuannya itu,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi III DPR mulai susun RUU Penyesuaian Pidana pekan depan

    Komisi III DPR mulai susun RUU Penyesuaian Pidana pekan depan

    Jakarta (ANTARA) – Komisi III DPR RI bakal mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana pada pekan depan guna mempersiapkan penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan diberlakukan 2026.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pihaknya bersama Kementerian Hukum sudah menggelar rapat secara internal pada Kamis ini untuk membahas penyusunan RUU tersebut.

    “Persiapan rapat hari Senin (24/11). Undang-Undang Penyesuaian Pidana,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Sementara itu, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej yang juga turut hadir dalam rapat itu menjelaskan bahwa RUU Penyesuaian Pidana adalah perintah dari Pasal 613 KUHP. Dalam jangka waktu tiga tahun setelah disahkan, KUHP baru harus disesuaikan antara Undang-Undang lainnya, termasuk hingga peraturan daerah.

    “Harus selesai. Kalau nggak, KUHP baru nggak bisa dilaksanakan,” kata Eddy.

    Dia menjelaskan bahwa RUU Penyesuaian Pidana hanya sedikit karena terdiri dari 35 pasal yang terbagi ke dalam tiga bab.

    “Bab,m satu, penyesuaian antara UU di luar KUHP, ini mengenai ketentuan pidana. Dua, penyesuaian Perda dengan KUHP nasional. Dan yang ketiga kan di KUHP ada beberapa typo, nah itu yang kita betulin,” katanya.

    Sebelumnya, Komisi III DPR RI segera berlanjut ke pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana setelah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah disetujui untuk menjadi undang-undang.

    Komisi III DPR RI pun berharap RUU itu bisa segera rampung di sisa waktu masa persidangan ini sebelum memasuki masa reses pada 10 Desember 2025.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hari Ini, Polri Periksa Halim Kalla dalam Kasus Korupsi PLTU Kalbar

    Hari Ini, Polri Periksa Halim Kalla dalam Kasus Korupsi PLTU Kalbar

    Hari Ini, Polri Periksa Halim Kalla dalam Kasus Korupsi PLTU Kalbar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktorat Penindakan Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri kembali memanggil Presiden Direktur PT Bakrie Rachmat Nusantara (BRN), Halim Kalla.
    Dia bakal diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Mempawah,
    Kalimantan Barat
    .
    “Betul, (dijadwalkan hari ini) jam 10,” kata Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri, Brigjen Pol Totok Suharyanto, Kamis (20/11/2025).
    Sebelumnya,
    Halim Kalla
    berhalangan hadir saat dipanggil pada Rabu (12/11/2025) karena sakit.
    Dalam perkara ini, Polri telah melayangkan surat panggilan kepada empat tersangka.
    Mereka adalah Halim Kalla; FM, mantan Direktur Utama PLN; RR, Direktur Utama PT BRN; dan HYL, Direktur Utama PT Praba Indopersada (PI).
    Penyidikan ini merupakan kelanjutan dari penelusuran Polri atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek PLTU 1 Mempawah.
    Kasus tersebut diduga melibatkan kerja sama antara sejumlah perusahaan swasta dan pihak terkait di lingkungan BUMN sektor energi.
    Kasus tersebut menyebabkan
    kerugian negara
    mencapai 64.410.523 dollar AS dan Rp 323.199.898.518, atau total Rp 1,3 triliun bila dikonversikan ke rupiah.
    Keempat tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.