Topik: KUHP

  • Pemeriksaan Tersangka Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi Masih Dijadwalkan

    Pemeriksaan Tersangka Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi Masih Dijadwalkan

    JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan penyidik masih menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima tersangka kasus tuduhan ijazah palsu mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

    Agenda itu juga mencakup pemeriksaan saksi dan ahli yang diajukan oleh tiga tersangka dalam klaster kedua yakni Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, serta dr. Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tiffa untuk kepentingan peringanan pada tahap penyidikan.

    “Masih diagendakan,” kata Budi Hermanto kepada VOI, Selasa, 24 November 2025.

    Ia menjelaskan bahwa penyidik Polda Metro Jaya saat ini masih berkoordinasi dengan wewenang pengawas penyidikan (Wassidik) untuk pelaksanaan gelar perkara khusus terkait kasus tersebut.

    “Saat ini penyidik masih koordinasi dengan Wassidik untuk gelar perkara khusus,” ujarnya.

    Ketika ditanya mengenai kemungkinan hadirnya Jokowi sebagai pihak pelapor dalam gelar perkara tersebut, Budi belum dapat memberikan keterangan lebih jauh.

    “Mohon waktu,” singkatnya.

    Sebelumnya, polisi telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ijazah palsu Jokowi. Lima tersangka dalam klaster pertama adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.

    Tiga tersangka dalam klaster kedua yaitu Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dr. Tifauzia Tyassuma.

    Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara atas laporan yang dibuat oleh Jokowi.

    “Berdasarkan hasil penyidikan, kami menetapkan delapan orang sebagai tersangka yang kami bagi dalam dua klaster,” ujarnya.

    Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dr. Tiffa tidak dilakukan penahanan karena ketiganya masih mengajukan ahli dan saksi yang meringankan.

    Para tersangka dijerat Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 27A juncto Pasal 32 juncto Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

  • Aipda Alfi Aktor Intelektual Perdagangan Sisik Trenggiling 1,2 Ton Dituntut 9 Tahun Penjara
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        25 November 2025

    Aipda Alfi Aktor Intelektual Perdagangan Sisik Trenggiling 1,2 Ton Dituntut 9 Tahun Penjara Medan 25 November 2025

    Aipda Alfi Aktor Intelektual Perdagangan Sisik Trenggiling 1,2 Ton Dituntut 9 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Aipda Alfi Hariadi Siregar menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Kisaran pada Selasa (25/11/2025). Jaksa menuntut Aipda Alfi sembilan tahun penjara atas dakwaan sebagai aktor intelektual perdagangan sisik trenggiling sebanyak 1,2 ton.
    “Benar, terdakwa dituntut 9 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan penjara,” kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri
    Asahan
    , Heriyanto Manurung, kepada Kompas.com melalui saluran telepon.
    Ia menjelaskan, Aipda Alfi dikenakan Pasal 40A ayat (1) huruf f Jo Pasal 21 ayat (2) huruf c UU Nomor 32 Tahun 2024 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menanggapi tuntutan itu, terdakwa akan mengajukan pembelaan tertulis pada persidangan berikutnya.
    “Sidang selanjutnya akan digelar 2 Desember,” ujar Heriyanto.
    Aipda Alfi sebelumnya resmi ditahan di Lapas Pulo Simardan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Serdang Bedagai, pada Rabu (17/9/2025).
    “Ya kami baru semalam terima tahap II dari Gakkum
    LHK
    , di situ lah penyerahan tersangka juga. Untuk ke depan, tersangka ini ditahan selama 20 hari sembari,” kata Heriyanto, Kamis (18/9/2025).
    “Kami segera mungkin melimpahkan berkasnya ke Pengadilan Negeri Kisaran,” lanjutnya.
    Aipda Alfi ditangkap tim gabungan Pomdam I Bukit Barisan, Polda
    Sumut
    , serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum
    Lingkungan Hidup
    dan Kehutanan pada 11 November 2024.
    Ia diamankan bersama dua anggota TNI, Serka Muhammad Yusuf Harahap dan Serda Rahmadani Syahputra, serta seorang warga bernama Amir Simatupang di loket bus PT Raja Perdana Inti sekitar pukul 11.25 WIB.
    Petugas menemukan 322 kilogram
    sisik trenggiling
    dalam kardus rokok. Dari pengembangan, ditemukan lagi 858 kilogram sisik trenggiling di rumah Serka Yusuf di Jalan Kacang, disimpan dalam dua puluh satu karung.
    Kedua prajurit TNI itu sudah lebih dulu menjalani persidangan di Pengadilan Militer I-02 Medan dan divonis satu tahun penjara serta denda Rp 100 juta pada 3 Juli 2025.
    Sementara Amir divonis tiga tahun penjara dengan denda Rp 500 juta di Pengadilan Negeri Kisaran pada 28 Juli 2025.
    Berbeda dengan mereka, Alfi sempat mengajukan pra peradilan atas status tersangkanya pada 27 Mei 2025. Namun majelis hakim PN Kisaran menolak permohonan itu pada 9 Juli 2025 sehingga proses hukum dilanjutkan.
    Dalam perkara ini, Alfi diduga berperan sentral menyediakan sisik trenggiling untuk dijual ke Aceh melalui Medan.
    “Memang berdasarkan fakta persidangan Amir seperti itu. Bahwa dia (Alfi) menghubungi dua prajurit itu untuk membawa sisik trenggiling itu dari gudang Polres Asahan ke salah satu bekas toko milik MY (Serka Yusuf),” kata Heriyanto.
    “Lalu seiring berjalannya waktu itu lah sisik itu mau dijual dan hendak dikirim dari loket di Kisaran menuju Medan. Sewaktu hendak mengirimkan itu lah tim gabungan amankan hingga menyasar ke kediaman MY,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan Nasional 25 November 2025

    KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi proyek fiktif di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (PT PP) pada Selasa (25/11/2025).
    Kedua tersangka adalah
    Didik Mardiyanto
    selaku Kepala Divisi (Kadiv) Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT PP dan
    Herry Nurdy
    selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.
    “Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 2 tersangka yaitu DM selaku Kadiv EPC PT PP, dan HNN selaku senior manager Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    Asep mengatakan, para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK.
    Asep mengatakan, kasus ini bermula selama periode 2022-2023, saat Divisi EPC PT PP memiliki beberapa proyek pekerjaan baik yang dikerjakan sendiri ataupun yang bersifat konsorsium atau
    joint operation
    .
    Dia mengatakan, Didik Mardiyanto memerintahkan Herry Nurdy menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar yang diklaim untuk keperluan Proyek Cisem dari tender yang dimenangkan oleh Divisi EPC PT PP.
    Kemudian untuk membuat pengeluaran terlihat wajar, terjadi pengaturan penggunaan vendor atas nama PT AW dengan menggunakan nama
    office boy
    , untuk dibuatkan dokumen
    purchase order
    beserta tagihan fiktifnya dan validasi atas dokumen pembayaran tersebut.
    “Setelah dana dibayarkan kepada masing-masing vendor fiktif, DM (Didik) dan HNN (Herry) menerima dana pencairan dari vendor fiktif tersebut, melalui stafnya dalam bentuk valas,” ujarnya.
    Asep mengatakan, selain menggunakan vendor fiktif atas nama korporasi dan perseorangan, terdapat vendor fiktif lainnya pada beberapa proyek pekerjaan lain dengan nilai proyek Rp 10,8 miliar.
    Asep mengatakan, perbuatan melawan hukum dengan modus penggunaan vendor fiktif ini, kembali dilakukan Didik dan Herry secara berulang kali.
    “Dalam kurun Juni 2022 sampai dengan Maret 2023 terdapat 9 proyek fiktif dengan total mencapai Rp 46,8 miliar,” ujarnya.
    Asep mengatakan, perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya senilai Rp 46,8 miliar.
    “Akibat adanya pengeluaran dari kas perusahaan untuk pembayaran vendor fiktif yang tidak menghasilkan manfaat apa pun bagi perusahaan,” tuturnya.
    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kecanduan Judi Online dan Narkoba

    Kecanduan Judi Online dan Narkoba

    Liputan6.com, Bandar Lampung – Fakta baru kembali terkuak di balik kasus pembunuhan sadis terhadap seorang wanita paruh baya di Kota Bandar Lampung. Polisi mengungkap, tersangka Bima Prasetio (25), keponakan korban, bukan hanya kecanduan judi online slot, tetapi juga aktif menggunakan narkotika jenis tembakau sintetis.

    Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung, Kompol Faria Arista mengatakan, penyidik telah menetapkan Bima sebagai tersangka tewasnya sang bibi, Wiwik Safitri (50).

    “Ya, hasil gelar perkara, pelaku BP sudah kami tetapkan sebagai tersangka,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).

    Dari hasil penyidikan, tragedi itu terjadi di rumah korban di Kelurahan Kaliawi, Kecamatan Tanjung Karang Barat, pada Jumat (21/11/2025). Bima awalnya datang untuk meminta uang, namun permintaan itu ditolak Wiwik.

    Penolakan tersebut rupanya berubah menjadi pemicu maut.

    “Pelaku marah dan mencekik korban hingga meninggal. Hasil autopsi menunjukkan luka lebam serta trauma benda tumpul di leher korban yang konsisten dengan tindakan pencekikan,” kata Faria.

    Setelah memastikan bibinya tak bernyawa, Bima kemudian mengobrak-abrik rumah dan mengambil barang berharga milik korban, termasuk uang dan sepeda motor yang kemudian digadaikannya.

    “Motor korban sudah digadaikan oleh pelaku. Saat ini masih kami cari. Barang-barang lain yang hilang juga masih kami inventarisasi,” jelas Faria.

    Ternyata Menyimpan Dendam Lama

    Penyidik juga menemukan bahwa tersangka menyimpan dendam terhadap korban. Wiwik pernah melaporkan Bima ke Polsek Tanjung Karang Barat karena sebelumnya ia juga menggelapkan motor milik bibinya.

    “Laporan itu akhirnya dicabut karena korban kasihan. Mereka tinggal berdampingan, hanya dipisah tembok. Korban menganggap tersangka seperti anak sendiri,” tambahnya.

    Tak berhenti di situ, pendalaman polisi mengungkap Bima ternyata pemain aktif judi online dan pengguna tembakau sintetis.

    “Uang hasil kejahatan digunakan untuk judi. Selain itu, pelaku juga pemakai tembakau sintetis,” ungkap Faria.

    Terancam 15 Tahun Penjara

    Dengan semua temuan tersebut, Bima resmi dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

    “Kami masih melengkapi berkas perkara, termasuk pencarian sepeda motor korban yang digadaikan,” tutupnya.

  • KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Proyek Fiktif PTPP Senilai Rp46,8 Miliar

    KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Proyek Fiktif PTPP Senilai Rp46,8 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka sekaligus menahan 2 orang terkait dugaan korupsi proyek fiktif senilai total Rp46,8 miliar di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. (PTPP).

    Plt. Deputi Eksekusi dan Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan penetapan setelah penyidik menghimpun barang bukti yang cukup.

    Keduanya adalah Didik Mardiyanto (DM) selaku Kepala Divisi (Kadiv) Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (PT PP) dan Herry Nurdy Nasution (HNN) selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.

    “Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai dengan 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” ujar Asep saat konferensi pers, Selasa (25/11/2025).

    Divisi EPC memiliki sejumlah proyek baik bersifat konsorsium atau joint operation periode 2022-2023. Pada Juni 2022, Didik memerintahkan Herry menyediakan Rp25 miliar yang diklaim untuk keperluan proyek Cisem dan tender yang dimenangkan Divisi EPC.

    Terjadi pengkondisian penunjukan vendor atas nama PT Adipati Wijaya dengan menggunakan nama Eris Pristiawan dan Fachrul Rozi selaku office boy. Mereka diminta membuatkan purchase order beserta tagihan fiktif dan validasi atas dokumen pembayaran.

    Setelah dana dicairkan dan dibayar ke masing-masing vendor fiktif, Didik dan Herry menerima dana tersebut melalui stafnya dalam bentuk valas.

    Selain itu, terdapat proyek fiktif lainnya atas nama Karyadi selaku driver, Apriyandi selaku office boy, Kurniawan selaku Staff Keuangan Divisi EPC PT PP dengan nilai proyek Rp10,8 miliar.

    Asep menyebutkan dalam kurun waktu Juni 2022 – Maret 2023 terdapat 9 proyek fiktif dengan total mencapai Rp46,8 miliar untuk dikerjakan Divisi EPC PT PP.

    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Sopir Taksi Online Menodong Senpi saat Rudapaksa Penumpang dan Positif Sabu
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        25 November 2025

    Sopir Taksi Online Menodong Senpi saat Rudapaksa Penumpang dan Positif Sabu Megapolitan 25 November 2025

    Sopir Taksi Online Menodong Senpi saat Rudapaksa Penumpang dan Positif Sabu
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Polisi mengungkap, FG (49), pelaku rudapaksa terhadap penumpang taksi online berinisial NG (37), melakukan penyerangan dengan menodongkan senjata api.
    “Pelaku memukul leher dan kepala korban menggunakan benda mirip
    senjata api
    ,” ujar Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Raden Muhammad Jauhari dalam keterangannya, Selasa (25/11/2025).
    Selain membawa senjata, FG juga disebut dalam kondisi terpengaruh
    sabu
    dalam melakukan kejahatan itu.
    “Pelaku mengakui dan dikonsumsinya sehari sebelum kejadian,” kata dia.
    Aksi tersebut dilakukan di bahu Jalan Tol Kunciran–Cengkareng, Sabtu (22/11/2025) dini hari.
    Peristiwa tersebut berawal ketika korban memesan taksi online dari kawasan Kukusan, Depok, menuju Bandara Soekarno-Hatta pada Sabtu dini hari.
    Saat pelaku datang menjemput, mobil yang digunakan tidak sesuai dengan identitas kendaraan di aplikasi.
    Korban tetap naik dan perjalanan menuju bandara dimulai. Namun, di tengah tol, pelaku berdalih ingin menepi untuk mencuci muka.
    Saat mobil berhenti di bahu Jalan Tol Kunciran–Cengkareng sebelum Exit Benda, FG berpindah ke kursi penumpang dan mengancam korban hingga melakukan
    rudapaksa
    .
    Usai melancarkan aksinya, pelaku tidak mengantar korban ke bandara. Sebaliknya, korban dibawa kembali ke titik awal.
    “Korban dibawa balik ke Depok dan ditinggalkan di depan gang rumah kostnya,” imbuh Jauhari.
    Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke
    Polres Metro Tangerang Kota
    .
    Polisi bergerak cepat melakukan penyelidikan dan menemukan mobil Mazda 2 hijau B 1280 KMZ milik pelaku terparkir di kawasan Sukamaju, Depok.
    FG akhirnya ditangkap pada Minggu (23/11/2025).
    “Pelaku ditangkap di rumah kontrakannya di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, saat sedang beristirahat bersama keluarga,” jelas dia.
    Dalam penggeledahan, polisi menemukan paket sabu di dompet pelaku. Selain itu, benda menyerupai senjata api ditemukan di bawah jok mobil.
    Barang bukti lain yang ikut disita antara lain dua ponsel, dompet, identitas pelaku, tas selempang, pakaian pelaku, pakaian korban, serta mobil Mazda 2 yang digunakan saat kejadian.
    FG dijerat Pasal 285 dan Pasal 351 KUHP dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Penculikan-Pembunuhan Kacab BRI, 3 Prajurit TNI Dijerat Pasal Berlapis

    Kasus Penculikan-Pembunuhan Kacab BRI, 3 Prajurit TNI Dijerat Pasal Berlapis

    Bisnis.com, JAKARTA — TNI mengungkap tiga tersangka dari oknum prajurit TNI di kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Kantor Cabang Pembantu Bank BRI MIP dijerat dengan pasal berlapis.

    Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Kolonel Inf Donny Pramono mengatakan pasal yang dipersangkakan terhadap tiga prajurit ini berkaitan dengan penculikan hingga pembunuhan berencana.

    “Pasal yang dipersangkakan terhadap para tersangka dari unsur TNI mengacu pada ketentuan KUHP, yaitu Pasal 340 jo 338 KUHP dan/atau Pasal 328 KUHP dan/atau Pasal 333 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Donny dalam keterangan tertulis, Selasa (25/7/2025).

    Dia menambahkan saat ini pihaknya masih melengkapi berkas perkara sebelum menyidangkan tiga tersangka yakni Serka M Nasir (MN), Serka Franky Yari (FY) alias Pace dan Kopda Feri Herianto (FH).

    Bersamaan dengan itu, Pomdam Jaya juga masih menunggu penetapan barang bukti dari penyidik Polda Metro Jaya sebelum melimpahkan Serka Nasir Cs ke pengadilan.

    “Setelah semuanya lengkap, berkas akan segera dilimpahkan ke Oditurat Militer II-07 Jakarta untuk proses hukum lebih lanjut,” Imbuhnya.

    Di lain sisi, Donny memastikan bahwa pihaknya bakal menangani perkara pembunuhan ini secara transparan dan profesional sesuai hukum yang berlaku.

    “Perlu saya sampaikan juga bahwa seluruh prosesnya ditangani secara profesional sesuai hukum yang berlaku dan transparan,” pungkasnya.

  • Polemik KUHAP, Jimly Asshiddiqie: Silakan Judicial Review ke MK

    Polemik KUHAP, Jimly Asshiddiqie: Silakan Judicial Review ke MK

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie angkat bicara terkait dengan sejumlah pihak yang menilai adanya pasal bermasalah dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan menjadi hukum formil yang mendampingi KUHP.

    Hal itu disampaikan dalam keterangan pers terkait serap aspirasi masyarakat di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).

    Menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan pembahasan KUHAP, Jimly menegaskan bahwa regulasi baru tersebut merupakan capaian penting.

    “Ya pasti, itu juga akan kita diskusikan. Jadi kita harus syukuri KUHAP sudah ditetapkan dan mulai akan berlaku tahun depan,” ujarnya. 

    Dia menekankan bahwa pembaruan KUHAP memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya disahkan.

    “Ini sejarah, kenapa, usaha untuk memperbarui KUHAP kan sejak 1963, baru berhasil sekarang. Lalu, 2023 kemarin dan berlakunya mulai tahun depannya, kita harus siap-siap,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Jimly menjelaskan bahwa KUHAP baru membawa penyelarasan hukum material dan hukum formil, termasuk penguatan paradigma keadilan restoratif.

    “Yang kedua, yang terakhir KUHAP. Ini kan pasangan hukum material dan hukum formilnya. Di dalamnya salah satu yang juga mengalami penguatan kebijakan ialah mekanisme restoratif justice. Peradilan yang memulihkan, bukan sekedar membalas kesalahan. Nah ini filosofi baru yang mudah-mudahan lebih sesuai dengan karakter negara hukum kita,” katanya.

    Tanggapi Kritik Masyarakat Sipil

    Dalam kesempatan itu, Jimly juga merespons kritik dari kelompok masyarakat sipil, termasuk yang disampaikan dalam konferensi pers yang digelar sejumlah organisasi, seperti LBH, mengenai kekhawatiran bahwa KUHAP baru justru memperkecil peluang reformasi kepolisian.

    “Ya bisa begitu kalau tidak setuju, kalau ada yang abuse gitu, segera saja ajukan ke MK. Tidak usah nunggu 30 hari, tidak usah nunggu ditandatangani oleh Presiden,” kata Jimly.

    Lebih lanjut, dia menanggapi dorongan sebagian kelompok yang meminta Presiden Prabowo Subianto agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) sebagai solusi atas pasal-pasal yang dianggap bermasalah.

    Menurut Jimly, mekanisme yang tepat bukan penerbitan Perpu, tetapi uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

    “Lah iya diajukan judicial review. Itu mekanismenya. Perpu, nanti kalau perpu ditetapkan untuk kepentingan yang lain, marah,” ujarnya.

    Jimly menilai desakan agar pemerintah menerbitkan Perpu berpotensi menimbulkan penyalahgunaan instrumen tersebut.

    “Nah ini supaya yang sesuai sama dia bikin perpu. Jadi perpu itu kayak jadi anu gitu loh. Itu nanti disalahgunakan. Yaudah sudah ada mekanismenya. Undang-undang sudah jadi dan sudah disahkan secara material sudah final. KUHAP itu sudah final disahkan di DPR berdasarkan pasal 20 ayat 5 undang-undang dasar kita,” tegasnya.

    Tak hanya itu, dia menjelaskan bahwa KUHAP secara material sudah berkekuatan hukum meskipun belum ditandatangani Presiden.

    “Tapi ada peluang di situ dalam 30 hari kalau Presiden tidak menandatangani, itu langsung sah menjadi undang-undang. Artinya sudah final secara material,” jelasnya.

    Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa masyarakat yang keberatan sebaiknya segera menempuh jalur konstitusional.

    “Nah maka tidak usah nunggu 30 hari, ajukan aja ke MK dan MK pun harus membangun tradisi bahwa tidak usah nunggu diundangkan dulu pakai nomor baru diuji. Jadi rancangan undang-undang yang sudah ketok palu itu sudah final secara material, daripada nanti menimbulkan korban, segera aja diuji, minta prioritas sidang cepat. Jangan Perpu dong,” tandas Jimly.

  • Jaksa Sebut 11 Pihak Ambil Untung Dalam Kasus Pengadaan Pembiayaan Fiktif Telkom

    Jaksa Sebut 11 Pihak Ambil Untung Dalam Kasus Pengadaan Pembiayaan Fiktif Telkom

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum menyebut terdapat 11 pihak yang diperkaya terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian pembiayaan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dan beberapa anak perusahaan kepada swasta.

    JPU dari Kejaksaan Agung Muhammad Fadil Paramajeng menyebutkan sebanyak 11 pihak yang diperkaya tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp464,93 miliar.

    “Ke-11 pihak tersebut diperkaya melalui pemberian pendanaan pembiayaan fiktif, yang seolah-olah merupakan kerja sama dalam bentuk pengadaan barang dan jasa. Kegiatan tersebut dilakukan oleh PT Telkom melalui Divisi Enterprise Service (DES),” kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dikutip dari Antara, Selasa (25/11/2025).

    JPU memerinci sebanyak 11 pihak dimaksud, yakni Direktur Utama PT Ata Energi Nurhandayanto sebesar Rp113,19 miliar; Direktur Utama PT Internasional Vista Kuanta Denny Tannudjaya Rp20 miliar; Direktur Utama PT Japa Melindo Eddy Fitra Rp55 miliar; serta Direktur Utama PT Green Energy Natural Gas Oei Edward Wijaya Rp45,28 miliar.

    Lalu, memperkaya Direktur Utama PT Fortuna Aneka Sarana Triguna Kamaruddin Ibrahim sebesar Rp12 miliar; Direktur PT Fortin Tata Nusantara Andi Imansyah Mufti Rp61,21 miliar; Direktur FSC Indonesia I Subali Rp33 miliar; serta pemilik PT Media Tata Nusantara Alam Hono Rp10,31 miliar.

    Kemudian, memperkaya Direktur Utama PT Batavia Primajaya Rudi Irawan senilai Rp66,57 miliar; General Manager Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom tahun 2017-2020 August Hoth Mercyon Purba Rp980 juta; serta Account Manager Segmen Tourism Hospitality Service PT Telkom tahun 2015-2017 sekaligus pengendali PT Indi & Kei Herman Maulana Rp44,54 miliar.

    Dalam kasus tersebut, terdapat 11 terdakwa yang telah disidangkan, yakni August, Herman, Alam Hono, Denny, Eddy, Kamaruddin, Nurhandayanto, Oei, Rudi Irawan, Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara Andi Imansyah Mufti, serta Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri RR Dewi Palupi Kentjanasari.

    Atas perbuatannya, 11 terdakwa tersebut diancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    JPU menjelaskan perkara bermula saat Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom Indonesia, pada Januari 2016, melakukan pengembangan produk baru, mencari potensi proyek-proyek baru, dan menambah pelanggan baru, guna mencapai target performa bisnis.

    Menindaklanjuti target performa bisnis sales atau penjualan DES, mulai dikembangkan skema pembiayaan dari PT Telkom kepada perusahaan-perusahaan swasta dengan seolah-olah melalui beberapa tahapan.

    Tetapi pada kenyataannya, semua tahapan dalam proses pelaksanaan pengadaan barang tersebut tidak benar atau fiktif, di mana dokumen proses tahapan dibuat hanya untuk melengkapi syarat administrasi agar PT Telkom dapat mengeluarkan dana melalui perusahaan untuk pendanaan yang dibutuhkan pelanggan semata-mata untuk mencapai target performa bisnis penjualan DES.

  • Modus Kasus Korupsi Telkom: Eks Pegawai Buat Proyek Fiktif untuk Capai Target Penjualan

    Modus Kasus Korupsi Telkom: Eks Pegawai Buat Proyek Fiktif untuk Capai Target Penjualan

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pegawai PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. disebut membuat proyek-proyek fiktif untuk mencapai target bisnis.

    Hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025).

    JPU dari Kejaksaan Agung Muhammad Fadil Paramajeng menceritakan perkara bermula saat Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom Indonesia, pada Januari 2016, melakukan pengembangan produk baru, mencari potensi proyek-proyek baru, dan menambah pelanggan baru, guna mencapai target performa bisnis.

    Menindaklanjuti target performa bisnis sales atau penjualan DES, mulai dikembangkan skema pembiayaan dari PT Telkom kepada perusahaan-perusahaan swasta dengan seolah-olah melalui beberapa tahapan.

    Tetapi pada kenyataannya, semua tahapan dalam proses pelaksanaan pengadaan barang tersebut tidak benar atau fiktif, di mana dokumen proses tahapan dibuat hanya untuk melengkapi syarat administrasi agar PT Telkom dapat mengeluarkan dana melalui perusahaan untuk pendanaan yang dibutuhkan pelanggan semata-mata untuk mencapai target performa bisnis penjualan DES.

    Pada 2016 sampai dengan 2018, dalam rangka mencapai target performa bisnis penjualan DES PT Telkom, mantan Executive Vice President DES PT Telkom Siti Choiriana, August, Herman, dan Alam, telah menyetujui sembilan perusahaan untuk menjalin kerja sama seolah-olah untuk pengadaan barang dan jasa.

    Namun, sesungguhnya digunakan untuk pemberian pembiayaan atau pendanaan kepada PT Ata Energi, PT Internasional Vista Kuanta, PT Java Melindo Pratama, PT Green Energy Natural Gas, PT Fortuna Aneka Sarana Triguna, PT Forthen Catar Nusantara, FSC Indonesia I, PT Cantya Anzhana Mandiri, serta PT Batavia Prima Jaya.

    “Bersama sembilan perusahaan tersebut, PT Telkom, melalui DES, seolah-olah melakukan kerja sama dalam bentuk pengadaan barang dan jasa dengan maksud sesungguhnya untuk pemberian pendanaan pembiayaan,” ungkap JPU.

    Selain itu, PT Telkom dan anak perusahaan pun menunjuk lima anak usaha, yaitu PT PINS Indonesia, PT Infomedia Nusantara, PT Graha Sarana Duta, PT Telkom Infra, dan PT Sandi Putra Makmur.

    Penunjukan dilakukan untuk melaksanakan pengadaan barang dan jasa bersama-sama dengan beberapa vendor afiliasi sembilan perusahaan, yang bergerak bersama dengan PT Telkom.

    Adapun, sebanyak 11 terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian pembiayaan Telkom dan beberapa anak perusahaan kepada swasta melalui pengadaan-pengadaan fiktif tahun 2016-2018, diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp464,93 miliar.

    JPU mengungkapkan kerugian negara disebabkan oleh adanya 11 pihak yang diperkaya para terdakwa dalam kasus tersebut.

    “Perbuatan para terdakwa secara bersama-sama telah memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin.

    Adapun sebanyak 11 terdakwa dimaksud, yakni General Manager Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom tahun 2017-2020 August Hoth Mercyon Purba, Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom tahun 2015-2017 Herman Maulana, Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara tahun 2016-2018 Alam Hono, Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara Andi Imansyah Mufti, serta Direktur Utama PT International Vista Quanta Denny Tannudjaya.

    Kemudian, Direktur Utama PT Japa Melindo Pratama Eddy Fitra, pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa Kamaruddin Ibrahim, Direktur Utama PT Ata Energi Nurhandayanto, Direktur Utama PT Green Energy Natural Gas Oei Edward Wijaya, Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri RR Dewi Palupi Kentjanasari, serta Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya Rudi Irawan.

    Atas perbuatannya, para terdakwa diancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.