Topik: KUHP

  • JPU Minta Hakim Lanjutkan Sidang Pemeriksaan 3 Terdakwa Demo Agustus
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    JPU Minta Hakim Lanjutkan Sidang Pemeriksaan 3 Terdakwa Demo Agustus Megapolitan 5 Desember 2025

    JPU Minta Hakim Lanjutkan Sidang Pemeriksaan 3 Terdakwa Demo Agustus
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat meminta majelis hakim menolak eksepsi dari tiga terdakwa kasus demonstrasi Agustus 2025 atas nama Ruby Akmal Azizi, Hafif Russel Fadilla, dan Muhammad Tegar Prasetya.
    Hal itu disampaikan JPU dalam
    sidang
    tanggapan eksepsi kasus demonstrasi Agustus 2025 di PN Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2025).
    “Penuntut umum berpendapat agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa Muhammad Tegar, Ruby Akmal Azizi, Hafif Russel Fadilla menolak semua keberatan/eksepsi penasihat hukum terdakwa,” ujar JPU dalam persidangan.
    Selain itu, JPU juga meminta agar majelis hakim melanjutkan pemeriksaan perkara ketiga terdakwa tersebut.
    Dalam penjelasannya JPU menilai perbuatan ketiga terdakwa telah memenuhi unsur perusakan fasilitas umum dalam demonstrasi Agustus 2025 sebagaimana yang didakwakan.
    “Perbuatan para terdakwa Muhammad Tegar, Ruby Akmal Azizi, dan terdakwa Hafif Russel Fadilla yang sengaja merusak fasilitas umum yang tidak ditujukan pada objek tertentu tetapi pada sembarang objek baik orang, petugas, pejabat yang bertugas, atau benda, atau tembok gerbang tol/fasilitas umum, menjadi rusak,” jelas JPU.
    JPU menilai, ketiganya seharusnya dapat membayangkan konsekuensi dari tindakan mereka dalam situasi demonstrasi yang berpotensi menimbulkan bentrokan.
    Di sisi lain, JPU juga menilai eksepsi yang kuasa hukum ketiga terdakwa justru mengaburkan substansi dakwaan yang sudah menjangkau dalam materi pokok perkara, menyangkut kejelasan fakta yang dibuktikan di persidangan dalam surat dakwaan.
    “Seharusnya para terdakwa membayangkan kemungkinan adanya penyisiran penangkapan terhadap orang yang berakibat pengerusakan ataupun yang melakukan kerusuhan akibat dari aksi demonstrasi yang menyebabkan bentrok dan kerusuhan,” tutur JPU.
    Sebagai informasi, ketiga terdakwa merupakan bagian dari 21 orang yang sebelumnya didakwa melakukan penyerangan kepada polisi dan merusak fasilitas umum (fasum) saat demonstrasi akhir Agustus 2025 di Gedung DPR/MPR RI.
    Dakwaan sebelumnya dibacakan dalam sidang perdana yang digelar di PN Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
    Saat itu JPU menyebutkan, para terdakwa melakukan perusakan berupa menjebol satu bagian pagar DPR/MPR dengan cara memukul besi pagar dan tembok pagar.
    Ada pula yang menggunakan godam dan mesin gerinda untuk menjebol maupun melempar batu, melempar bom molotov, kayu, bambu, dan besi ke arah para anggota kepolisian.
    “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 170 ayat 1 KUHP,” ujar JPU dalam sidang pada 20 November lalu.
    Yakni 21 terdakwa dianggap menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang dengan sengaja.
    Selain itu, ada tiga alternatif ancaman pidana lain. Pertama, para terdakwa diancam pidana Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 ayat 1 KUHP tentang bersekutu melawan petugas.
    Kedua, ancaman pidana pasal 216 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang tidak mengindahkan peringatan petugas secara bersama-sama.
    Terakhir, para terdakwa diancam pidana dalam Pasal 218 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang sengaja tidak membubarkan diri dari kerumunan setelah diperingatkan petugas.
    Dalam dakwaannya, JPU menyebut para terdakwa sebelumnya sudah mendengar, melihat, membaca, maupun menerima informasi ajakan mengikuti aksi demonstrasi dari media sosial baik Instagram, WhatsApp Group, maupun berita online.
    Ajakan itu disebut membuat para terdakwa berinisiatif untuk mendatangi lokasi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR pada 29 Agustus 2025.
    Di sana, para terdakwa merusak pagar DPR/MPR serta melempari aparat kepolisian dengan batu, bom molotov, kayu hingga besi.
    Seluruh terdakwa masih bertahan di kawasan DPR/MPR RI sampai 30 Agustus 2025.
    Keesokan harinya, 31 Agustus 2025, demonstrasi masih berlanjut dan mangalami ricuh.
    “Minggu dini hari tanggal 31 Agustus 2025, masih terdapat massa unjuk rasa yang berkerumun dan bentrok sehingga menyebabkan terjadinya kerusuhan dan pengrusakan fasilitas umum maupun mengakibatkan luka-luka,” tutur JPU.
    Akhirnya pihak kepolisian menangkap 13 orang dari 21 terdakwa.
    Penangkapan dilakukan di sejumlah titik seperti depan Polda Metro Jaya,
    flyover
    Semanggi hingga jalan Gatot Subroto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi tangkap lima pencopet saat konser musik di kawasan Ancol

    Polisi tangkap lima pencopet saat konser musik di kawasan Ancol

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Utara bersama Polsek Pademangan menangkap lima pencopet saat konser musik Gesrek di Pantai Carnaval, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu (29/11) malam.

    “Kelima tersangka ini ada yang bekerja berkelompok dan ada yang bekerja sendirian,” kata Wakapolres Metro Jakarta Utara AKBP James H. Hutajulu di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia kelima tersangka ini terdiri dari tiga pria dan dua wanita. Mereka berinisial MTM, SH, AGS, SA, dan MA.

    Ia menjelaskan pelaku MTM, SH, AGS bekerja dalam satu kelompok, sementara dua pelaku lainnya SA dan MH bekerja secara individu dalam menjalankan aksi copetnya.

    Menurut James, para tersangka telah merencanakan aksinya dengan membeli tiket konser terlebih dahulu agar dapat masuk ke area penonton.

    “Pelaku ini sudah memiliki rencana melakukan aksi pencurian karena mereka membeli tiket konser dan bergabung dengan penonton lainnya,” kata dia.

    Polisi pun menyita 21 unit handphone, di mana delapan di antaranya telah dilaporkan secara resmi oleh para korban. Sementara sisanya diumumkan kepada pengunjung untuk diambil kembali dengan bukti kepemilikan.

    Ia mengatakan para delapan korban sudah membuat laporan polisi telah diproses Polsek Pademangan. “Polisi juga terus menelusuri pemilik perangkat yang belum teridentifikasi,” kata dia.

    Para tersangka dijerat Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.

    “Penyidik juga melakukan pengembangan untuk memastikan apakah para pelaku terlibat dalam aksi serupa di konser lain,” kata James.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Polisi tangkap pelaku penipuan tiket palsu konser BLACKPINK di Cimahi

    Polisi tangkap pelaku penipuan tiket palsu konser BLACKPINK di Cimahi

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap seorang pria berinisial OGP yang melakukan penipuan dengan menjual tiket palsu konser girlband asal Korea Selatan, BLACKPINK di kawasan Cimahi, Jawa Barat, pada Kamis (27/11).

    “Pelaku OGP ditangkap di sebuah kontrakan di Kota Cimahi, Jawa Barat pada 27 November 2025,” kata Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya, AKBP Resa Fiardi Marasabessy dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Resa menjelaskan pelaku berhasil setelah adanya laporan polisi dari korban berinisial ZI yang mengaku telah tertipu tiket yang dijual pelaku senilai Rp5 juta.

    “Kasus bermula ketika pelaku mengunggah penawaran tiket konser BLACKPINK melalui akun X miliknya. Korban yang tergiur langsung berkomunikasi dan menyepakati harga,” kata Resa.

    Setelah berkomunikasi dan menyepakati harga, lanjut dia, korban diminta mentransfer dana sebesar Rp5 juta ke rekening e-wallet yang disiapkan oleh pelaku.

    Namun saat konser digelar pada awal November di Jakarta, korban tidak dapat masuk konser karena tiket yang dibawanya tidak terdaftar di sistem penukaran, selanjutnya korban melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.

    “Aksi penipuan itu diketahui saat korban mencoba menukarkan tiket tersebut dan mendapati bahwa tiket yang dibeli adalah palsu,” ucap Resa.

    Resa menjelaskan pelaku dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, serta Pasal 28 ayat 1 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara enam tahun penjara.

    BLACKPINK sendiri telah melakukan konser di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) pada 1-2 November 2025. Konser bertajuk “2025 World Tour in Jakarta” itu menjadi salah satu agenda musik internasional terbesar di tanah air tahun ini.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cek Mahar Rp3 Miliar Palsu, Polres Pacitan Resmi Tahan Tarman

    Cek Mahar Rp3 Miliar Palsu, Polres Pacitan Resmi Tahan Tarman

    Pacitan (beritajatim.com) – Kepolisian Resor (Polres) Pacitan resmi menetapkan Tarman, pria asal Karanganyar, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan cek senilai Rp3 miliar yang digunakan sebagai mahar pernikahan. Penetapan status hukum ini diikuti dengan penahanan Tarman yang dilakukan pada Kamis (4/12/2025) untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

    Kasus ini menjadi sorotan setelah mencuat ke publik dan ditangani langsung oleh Polres Pacitan melalui mekanisme Laporan Model A, yakni laporan yang dibuat oleh kepolisian setelah menemukan adanya dugaan tindak pidana.

    “Kami dari awal menggunakan laporan kami sendiri, bukan dari orang lain,” ujar Kapolres Pacitan AKBP Ayub Diponegoro Azhar saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Jumat (5/12/2025).

    Dasar hukum yang digunakan dalam penyidikan ini adalah Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat, yang secara spesifik menjerat pelaku terkait dugaan pemalsuan cek senilai Rp3 miliar tersebut. Ayub menegaskan bahwa penanganan kasus ini berjalan cepat dan terukur.

    “Sudah kami tetapkan sebagai tersangka, dan sudah kami lakukan penahanan pada Kamis, 4 Desember 2025,” ungkapnya.

    Ayub juga menekankan bahwa kepolisian sejak awal bekerja dengan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Selain itu, Polres Pacitan berkomitmen menjaga nama baik pihak mempelai perempuan serta keluarganya yang ikut terseret dalam pemberitaan heboh tersebut.

    Menurut Kapolres, penyidik telah mengumpulkan keterangan, mendalami alur transaksi, hingga menelusuri pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pemalsuan. Polres Pacitan berkomitmen menangani kasus ini secara profesional, transparan, dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

    “Setiap perkembangan signifikan akan kami sampaikan kepada publik,” imbuh Ayub. [tri/beq]

  • Eks Pegawai Bank di NTT Tipu Warga Rp 2 Miliar, Duitnya Dipakai Beli Mobil

    Eks Pegawai Bank di NTT Tipu Warga Rp 2 Miliar, Duitnya Dipakai Beli Mobil

    Liputan6.com, Jakarta – Polres Sumba Timur, Polda NTT menangkap pelaku penipuan berkedok program bank fiktif yang membuat seorang warga kehilangan uang Rp 2 miliar. Pelaku membohongi nasabah dan uang hasil penipuan digunakan untuk membeli mobil. 

    Kasus ini bermula dari laporan korban berinisial EU pada September 2025. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, polisi menetapkan RAH, mantan pegawai salah satu bank di Kota Waingapu, sebagai tersangka.

    “Pelaku sudah jadi tersangka dan dijerat Pasal 378 dan 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan,” ujar Kapolres Sumba Timur, AKBP Gede Harimbawa, Jumat (5/11/2025). 

    Kasus ini bermula pada Desember 2024. Saat itu pelaku mendatangi rumah korban dan menawarkan program investasi bank yang disebut “Get Reward”. Pelaku meyakinkan korban bahwa program tersebut resmi dari bank. Pelaku juga menjanjikan cashback Rp 120 juta jika korban menyetor dana Rp 2 miliar. 

    Korban percaya dan menyerahkan buku tabungan serta menandatangani slip penarikan. Pelaku mencairkan uang tersebut setelah melakukan konfirmasi via WhatsApp. Tidak lama berselang, pelaku menyetor Rp 120 juta ke rekening korban sebagai cashback, sehingga korban semakin yakin program itu benar. 

    Pada Mei 2025, fakta mengejutkan akhirnya terungkap. Pimpinan bank mendatangi korban dan menemukan adanya transaksi mencurigakan. Setelah investigasi internal, pihak bank memastikan bahwa program “Get Reward” tidak pernah ada. Korban semakin terkejut karena dana yang disetor tidak pernah masuk dalam program apa pun.

    “Cashback Rp 120 juta yang diterima korban ternyata berasal dari uang korban sendiri yang ditarik oleh pelaku. Ini merupakan bagian dari tipu muslihat untuk memperkuat kepercayaan korban,” ungkap Kapolres.

  • Bapas Jakbar evaluasi penerapan pidana alternatif bagi klien

    Bapas Jakbar evaluasi penerapan pidana alternatif bagi klien

    Jakarta (ANTARA) – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Jakarta Barat (Jakbar) mengevaluasi implementasi pidana alternatif bagi sejumlah klien pemasyarakatan yang dibina di lembaga tersebut.

    Kepala Bapas Jakbar Sri Susilarti mengatakan hingga hari ini, pihaknya telah melibatkan sejumlah klien pemasyarakatan sebanyak enam kali untuk menjalani pidana alternatif.

    “Sejauh ini, kita amati sudah ada perkembangan pada para klien. Artinya, mereka paham bahwa penerapan pidana alternatif lewat kerja sosial itu bisa membantu masyarakat, termasuk di panti ini,” kata Sri kepada wartawan di Jakarta Barat, Jumat.

    Penerapan pidana alternatif, kata dia, dilakukan lewat berbagai kegiatan sosial melalui perjanjian kerja sama (PKS) dengan sejumlah lembaga di luar Bapas.

    “Hari ini, kita ada bakti sosial di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia II, Cengkareng. Ada sebanyak 27 klien pemasyarakatan dan 40 petugas kita,” ujar Sri.

    Kepala Balai Pemasyarakatan Jakarta Barat Sri Susilarti mengunjungi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia II, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat (5/12/2025). ANTARA/Risky Syukur.

    Selanjutnya, kata dia, pihaknya akan menerapkan pidana alternatif dengan memperbanyak PKS dengan lembaga-lembaga lain.

    “Kami sudah melakukan PKS dengan para jejaring kami, termasuk Radar Jakarta salah satunya, bisa mereka diikutkan dalam kerja sosial di situ. Kemudian, juga dengan komunitas kebudayaan, jadi klien kami belajar soal budaya juga,” jelas Sri.

    Menurut dia, kerja sosial yang mereka lakukan itu tidak hanya bermanfaat bagi lembaga-lembaga dalam PKS, tetapi juga para klien pemasyarakatan.

    “Jadi, mereka kembali bisa menemukan diri mereka di tengah lingkungan masyarakat, selain itu juga bisa menjadi batu loncatan mereka ke dunia kerja,” terang Sri.

    Sebelumnya, dia menuturkan pelibatan klien pemasyarakatan dalam kerja sosial merupakan persiapan implementasi teknis hukuman kerja sosial yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

    “Dalam KUHP baru, khususnya Pasal 85, pidana bisa berbentuk tindakan, seperti kerja sosial. Ini adalah wujud keadilan restoratif (restorative justice) yang kami harapkan menjadi solusi untuk mengurangi kapasitas di lapas dan rutan,” tutur Sri, Rabu (15/10).

    Dia menilai perubahan paradigma pemidanaan dalam KUHP yang baru membuat penjara tak lagi menjadi satu-satunya pilihan hukuman bagi pelaku kejahatan ringan (ancaman penjara di bawah lima tahun).

    “Memasukkan terpidana atau tersangka ke dalam lembaga pemasyarakatan bukan solusi yang terbaik. Jadi, mereka diberi kesempatan. Masyarakat melakukan pembinaan terhadap terpidana tersebut karena isi lapas itu sudah cukup banyak,” imbuh Sri.

    Dia mengungkapkan dalam perubahan Pasal 85 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, secara spesifik diatur bahwa pidana dapat berbentuk tindakan, salah satunya kerja sosial yang diawasi.

    “Dengan adanya opsi hukuman kerja sosial yang efektif berlaku pada 2026, nantinya penegak hukum punya alternatif untuk menjatuhkan hukuman yang dinilai lebih bermanfaat bagi terpidana maupun masyarakat,” ungkap Sri.

    Dia pun optimistis kebijakan tersebut dapat menjadi langkah strategis untuk mengatasi masalah darurat kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia, termasuk Bapas Jakarta Barat yang saat ini menangani lebih dari 1.600 klien, yang beberapa di antaranya merupakan anak-anak.

    “Saat ini, ada sekitar 270.000 penghuni lapas di seluruh Indonesia. Kapasitas sudah sangat tidak memadai. Memasukkan semua terpidana ke dalam lembaga pemasyarakatan bukan lagi solusi yang terbaik,” pungkas Sri.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        5 Desember 2025

    Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur Yogyakarta 5 Desember 2025

    Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur
    Tim Redaksi
    KULON PROGO, KOMPAS.com
    — Keributan antarpedukung pertandingan bola voli di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa (18/11/2025) malam berujung insiden penusukan yang menyebabkan dua orang terluka serius.
    Salah satu korban merupakan anak di bawah umur.
    Kedua korban yakni NRM (17) asal Padukuhan Jongrangan dan S (39) asal Padukuhan Gunungkelir.
    Polisi juga telah menangkap A (26) asal Sokomoyo, Jatimulyo, yang diduga melakukan
    penusukan
    .
    “Akibat dari perbuatan tersebut, Saudara S mengalami luka robek pada pinggang belakang sebelah kanan, sedangkan Saudara NRM mengalami luka perut kiri atas,” kata Kanit Reskrim Polsek Girimulyo, Iptu Suyadi, Jumat (5/12/2025).
    Keributan berawal dari pertandingan
    voli
    antardua padukuhan di Girimulyo.
    Awalnya suasana berlangsung meriah, namun berujung ricuh saat suporter saling bersitegang setelah laga dinyatakan usai.
    Dalam kekacauan di halaman parkir luar gedung olahraga Padmo Seputro, A diduga melakukan penusukan terhadap dua anggota suporter lawan.
    Kedua korban langsung dilarikan ke fasilitas kesehatan.
    Polisi mengolah tempat kejadian perkara dan meminta keterangan sejumlah saksi sebelum akhirnya mengarah kepada A. Pelaku ditangkap di wilayah Gamping setelah melarikan diri.
    “Dia takut tidak berani pulang. Tertangkap di Gamping,” kata Suyadi.
    A mengakui perbuatannya. Menurut Suyadi, penusukan terjadi secara spontan tanpa motif dendam.
    “Ini karena emosi. Tersangka tersulut setelah tim voli yang ia dukung kalah. Anak muda gampang tersulut emosi,” ujarnya.
    Pelaku diketahui membawa pisau lipat dari rumah dan membuangnya setelah digunakan. Polisi masih mencari senjata tersebut.
    Barang bukti yang diamankan berupa pakaian yang digunakan pelaku dan korban.
    A dijerat Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 3 tahun 6 bulan penjara, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman 2 tahun 6 bulan penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        5 Desember 2025

    Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur Yogyakarta 5 Desember 2025

    Ricuh Suporter Voli di Kulon Progo Berujung Penusukan, Dua Orang Terluka Termasuk Anak di Bawah Umur
    Tim Redaksi
    KULON PROGO, KOMPAS.com
    — Keributan antarpedukung pertandingan bola voli di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa (18/11/2025) malam berujung insiden penusukan yang menyebabkan dua orang terluka serius.
    Salah satu korban merupakan anak di bawah umur.
    Kedua korban yakni NRM (17) asal Padukuhan Jongrangan dan S (39) asal Padukuhan Gunungkelir.
    Polisi juga telah menangkap A (26) asal Sokomoyo, Jatimulyo, yang diduga melakukan
    penusukan
    .
    “Akibat dari perbuatan tersebut, Saudara S mengalami luka robek pada pinggang belakang sebelah kanan, sedangkan Saudara NRM mengalami luka perut kiri atas,” kata Kanit Reskrim Polsek Girimulyo, Iptu Suyadi, Jumat (5/12/2025).
    Keributan berawal dari pertandingan
    voli
    antardua padukuhan di Girimulyo.
    Awalnya suasana berlangsung meriah, namun berujung ricuh saat suporter saling bersitegang setelah laga dinyatakan usai.
    Dalam kekacauan di halaman parkir luar gedung olahraga Padmo Seputro, A diduga melakukan penusukan terhadap dua anggota suporter lawan.
    Kedua korban langsung dilarikan ke fasilitas kesehatan.
    Polisi mengolah tempat kejadian perkara dan meminta keterangan sejumlah saksi sebelum akhirnya mengarah kepada A. Pelaku ditangkap di wilayah Gamping setelah melarikan diri.
    “Dia takut tidak berani pulang. Tertangkap di Gamping,” kata Suyadi.
    A mengakui perbuatannya. Menurut Suyadi, penusukan terjadi secara spontan tanpa motif dendam.
    “Ini karena emosi. Tersangka tersulut setelah tim voli yang ia dukung kalah. Anak muda gampang tersulut emosi,” ujarnya.
    Pelaku diketahui membawa pisau lipat dari rumah dan membuangnya setelah digunakan. Polisi masih mencari senjata tersebut.
    Barang bukti yang diamankan berupa pakaian yang digunakan pelaku dan korban.
    A dijerat Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 3 tahun 6 bulan penjara, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman 2 tahun 6 bulan penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sakit Hati, Warga Pamekasan Harus Berurusan dengan Hukum

    Sakit Hati, Warga Pamekasan Harus Berurusan dengan Hukum

    Pamekasan (beritajatim.com) – Nasib nahas dialami pria berinisial MS (50) warga Kelurahan Kowel, Kecamatan Pamekasan, yang harus berurusan dengan hukum akibat dugaan melakukan penganiayaan dan pembacokan terhadap M (42) warga Desa Toronan, Kecamatan Pamekasan, Rabu (3/12/2025).

    Penganiayaan tersebut berawal saat korban (M) hendak menuju kendaraan miliknya yang diparkir di depan rumah yang berjarak sekitar 15 meter, selanjutnya datang pelaku (MS) dan langsung melakukan penganiayaan dengan cara membacok korban menggunakan celurit.

    “Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 20:45 WIB di Kowel, Rabu (3/12/2025). Akibatnya korban mengalami luka robek pada bagian punggung kiri, termasuk luka lebam dan robek pada bagian wajah karena hantaman botol berisi cairan pembersih lantai oleh pelaku,” kata Kapolres Pamekasan, AKBP Hendra Eko Triyulianto, melalui Kasi Humas AKP Jupriadi, Jum’at (5/11/2025).

    Dari laporan tersebut, Tim Opsnal Satreskrim Polres Pamekasan langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan pelaku beberapa jam dari kejadian. “Pelaku berhasil diamankan sekitar pukul 00:30 WIB di Desa Pasanggar, Kecamatan Pagantenan, Pamekasan, Kamis (4/12/2025),” ungkapnya.

    “Saat ini pelaku MS sudah kita amankan di Mapolres Pamekasan, termasuk barang bukti berupa sebilah celurit yang terdapat bercak darah, serta sebuah botol pembersih lantai yang digunakan pelaku saat menganiaya korban,” jelasnya.

    Selain itu, pihaknya juga menyampaikan motif dari kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. “Motif dari kasus ini karena pelaku sakit hati, sebab ketika pelaku bekerja di Malaysia, saat pulang (ke Indonesia) mengetahui mantan istrinya sudah menikah dengan korban,” imbuhnya.

    “Akibat aksi tersebut, pelaku terancam Pasal 355 Ayat (1) Subs 353 Ayat (2) Subs 351 Ayat (2) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun,” pungkasnya. [pin/aje]

  • Dilaporkan Anak Kandung, Ustaz Evie Effendi Ditetapkan Tersangka KDRT

    Dilaporkan Anak Kandung, Ustaz Evie Effendi Ditetapkan Tersangka KDRT

    GELORA.CO  – Satreskrim Polrestabes Bandung menetapkan Ustaz Evie Effendi sebagai tersangka dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak kandung. Tiga kerabat ustaz kondang ini yang turut dilaporkan juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

    Kasatreskrim Polrestabes Bandung Kompol Anton mengatakan penyidik telah melayangkan panggilan kepada seluruh tersangka. Pemeriksaan sebagai tersangka dijadwalkan berlangsung pekan depan.

    “Kami sudah menetapkan yang bersangkutan (ustaz EE) tersangka beserta tiga orang lainnya dan segera kami lakukan pemeriksaan. Kami sudah melayangkan surat panggilan untuk minggu depan,” ujarnya dikutip dari iNews Bandung Raya, Jumat (5/12/2025).

    Sebelum naik ke tahap penyidikan tersangka, Unit PPA Satreskrim Polrestabes Bandung telah berupaya melakukan mediasi. Ada tiga kali mediasi antara pelapor NAT (19) dengan ustaz EE dan kerabatnya. Sayangnya, semua mediasi berakhir tanpa kesepakatan.

    Kompol Anton menyebut kasus tetap berlanjut karena tidak ada titik temu antara kedua belah pihak.

    “Ada tiga kali mediasi tapi gagal,” katanya.

    Menanggapi kemungkinan para tersangka tidak menghadiri panggilan, Kompol Anton menegaskan penyidik akan menilai alasan ketidakhadiran terlebih dahulu. Jika tak sah, panggilan kedua akan dilayangkan.

    “Jika panggilan kedua tidak diindahkan, penyidik akan menerbitkan surat perintah penangkapan kepada para tersangka,” katanya.

    Keempat tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

    “Pasal yang kami sangkakan adalah UU KDRT, sesuai laporan yang dilaporkan oleh anaknya,” ucapnya.

    Kasus ini bermula dari laporan NAT (19), anak kandung EE dari istri pertama. Laporan tercatat dengan nomor LP/B/985/VII/2025/SPKT/POLRESTABES BANDUNG/POLDA JABAR.

    Kuasa hukum korban, Rio Damas Putra, menyampaikan bahwa dugaan KDRT terjadi pada 4 Juli 2025. Saat itu NAT datang ke rumah ustaz EE untuk meminta nafkah bulanan dan biaya pendidikan sebagai anak kandung. Namun dia justru mengalami tindak kekerasan.

    “Ada lima yang kami laporakan tindak pidana dengan dasar hukum Pasal 44 Jo Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT, dan Pasal 170 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP,” ujarnya.