Pencuri Pelat Besi di Kolong Tol JIS Ngaku Sudah 10 Kali Beraksi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Seorang pencuri pelat besi di kolong tol dekat
Jakarta International Stadium
(JIS), berinisial SW (43), mengaku telah melakukan aksi pencurian sebanyak 10 kali.
“Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, SW mengakui telah melakukan pencurian sebanyak 10 kali,” ujar Kapolres Jakarta Utara Kombes Ahmad Fuady, pada Selasa (29/4/2025).
Sementara itu, pelaku lain yang berinisial ML (41) mengaku baru melakukan pencurian sebanyak tiga kali di lokasi yang sama.
Selain SW dan ML, polisi masih memburu dua pelaku lainnya yang berinisial RP dan RD.
Polisi juga telah menangkap tiga orang
penadah hasil pencurian
, yaitu RT (51), M (51), dan AK (45).
“Kami menangkap para penadah yang menampung hasil dari pencurian tersebut,” jelas Fuady.
Meskipun sering beraksi, Fuady menyatakan, kedua pelaku mengaku hanya melakukan pencurian di kolong tol dekat JIS.
Dalam penangkapan, polisi menemukan sejumlah barang bukti, termasuk sembilan keping pelat besi, dua buah timbangan besi, satu tabung gas las, palu, pahat, dan rekaman CCTV.
Atas perbuatan mereka, para pelaku terancam hukuman penjara maksimal tujuh tahun.
“Terhadap para pelaku kami kenakan Pasal 363 KUHP dan atau Pasal 480 KUHP dengan ancaman penjara maksimal tujuh tahun,” tambah Fuady.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa sekitar 400 lembar pelat besi yang berfungsi sebagai pelapis beton kolong tol di RT 10, RW 08, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, telah dicuri.
“Seluruh pelat besinya sudah dicuri maling. Itu kalau diprediksi, pelat besi yang hilang bisa sekitar 300 – 400 lembar,” ungkap Muin (65).
Menurut satu warga yang rumahnya hanya sekitar 100 meter dari lokasi pencurian itu, pelat besi tersebut hilang secara bertahap sejak 2016.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2025/04/29/68108c688c847.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pencuri Pelat Besi di Kolong Tol JIS Ngaku Sudah 10 Kali Beraksi Megapolitan 29 April 2025
-
/data/photo/2025/04/29/681088a4cc114.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Pencuri dan 3 Penadah Pelat Besi Kolong Tol Dekat JIS Ditangkap Megapolitan 29 April 2025
2 Pencuri dan 3 Penadah Pelat Besi Kolong Tol Dekat JIS Ditangkap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Polisi menangkap lima pelaku kasus
pencurian pelat besi
di kolong tol dekat
Jakarta International Stadium
(JIS) tepatnya di RT 10, RW 08, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
“Dari satu orang tersebut kita kembangkan, kita kemudian mengamankan empat pelaku lainnya,” ucap Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Ahmad Fuady saat konferensi pers di kantornya, Selasa (29/4/2025).
Lima orang pelaku tersebut di antaranya, SW (43) berjenis kelamin laki-laki diamankan di Tanjung Priok.
Dari keterangan SW, polisi berhasil menangkap satu pelaku lain berinisial ML (41) yang juga berperan sebagai pencuri besi.
Sedangkan tiga tersangka lainnya berinisial RT (51), M (51), dan AK (45) yang merupakan seorang penadah hasil pencurian.
Fuady mengatakan, masih ada dua pelaku lainnya berinisial RP dan RD yang saat ini masih diburu oleh polisi.
Penangkapan para pelaku itu dilakukan polisi usai menerima laporan dari PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) yang merupakan pengelola tol.
“Informasi adanya kehilangan pelat yang merupakan bagian dari jalan tol, itu kami terima berdasarkan laporan polisi nomor LP B745 IV 2025 Polres Metro Jakarta Utara, pada tanggal 23 April 2025,” ujar Fuady.
Usai menerima laporan itu, Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara langsung melakukan serangkaian penyelidikan.
Di hari yang sama, para pelaku pun berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian.
Kini kelima tersangka sudah berada di Polres Metro Jakarta Utara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Atas perbuatannya itu, para pelaku terancam hukuman penjara maksimal tujuh tahun.
“Terhadap para pelaku kita kenakan Pasal 363 KUHP dan atau Pasal 480 KUHP penjara maksimal 7 tahun,” jelas Fuady.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Pencurian Pelat Besi Kolong Tol Priok, Polisi Tangkap 5 Pelaku Termasuk Wanita Penadah Barang Curian
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA – Polisi menangkap lima pelaku yang terlibat pencurian pelat besi kolong tol di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Dari lima pelaku yang ditangkap, dua di antaranya berperan sebagai eksekutor, sementara tiga lainnya penadah. Adapun satu dari tiga penadah itu ialah seorang wanita paruh baya.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Ahmad Fuady mengatakan, penangkapan terhadap para pelaku dilakukan setelah polisi menerima laporan pencurian pada 23 April 2025 lalu.
“Kami menerima informasi adanya kehilangan pelat yang merupakan bagian dari jalan tol berdasarkan laporan polisi tanggal 23 April 2025,” kata Fuady di Mapolres Metro Jakarta Utara, Selasa (29/4/2025).
Menerima laporan itu, jajaran Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara langsung melakukan penyelidikan.
Di hari itu juga, pada tanggal 23 April 2025, polisi menangkap pelaku utama pencurian yakni seorang pria berinisial SW (43).
“Hasil penyelidikan tersebut, maka di hari yang sama jajaran Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara menangkap dan mengamankan pelaku dengan inisial SW usia 43 tahun, diamankan di daerah Tanjung Priok,” jelas Fuady.
Polisi pun mengembangkan penyelidikan menyusul tertangkapnya SW.
Hasilnya, tertangkap lagi satu pelaku lainnya seorang pria berinisial RT (51), yang juga memiliki peran melakukan pencurian pelat besi dari kolong tol.
SW dan RT mengaku telah mencuri pelat besi dari jalan tol milik PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) itu dengan cara mencongkelnya menggunakan perkakas.
Kedua pelaku yang juga memiliki hubungan kekerabatan lalu menjual pelat besi hasil curiannya ke penadah di sekitar wilayah Tanjung Priok.
Polisi akhirnya menangkap tiga pelaku lainnya yang merupakan pelaku penadahan, di mana salah satunya merupakan seorang wanita paruh baya berinisial M (51).
“Kita kembangkan, kemudian menangkap dan mengamankan empat pelaku lainnya yaitu RT (51) ini perannya pelaku pencurian. M (51) berjenis kelamin wanita, AK (45), ML (41), perannya pertolongan jahat atau penadahan,” jelas Kapolres.
Atas perbuatannya, tersangka SW dan RT dijerat Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, sedangkan ketiga penadah dijerat Pasal 480 KUHP tentang penadahan.
Mereka terancam hukuman di atas 5 tahun penjara.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
-

Mahkamah Konstitusi Putuskan Batasan Kerusuhan dalam UU ITE, Ini Implikasinya – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk membatasi makna “kerusuhan” dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), menegaskan bahwa kerusuhan yang dapat dipidana hanya yang mengganggu ketertiban umum di dunia fisik, bukan di dunia maya.
Putusan ini memberikan perlindungan lebih kuat terhadap kebebasan berekspresi, terutama di ruang digital, dan mencegah kriminalisasi atas kritik yang bertujuan untuk kepentingan umum.
Dalam Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa (29/4/2025), MK menegaskan bahwa kritik yang disampaikan untuk kepentingan publik tidak dapat dipidana hanya karena menimbulkan perdebatan di ruang digital.
Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan dari Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa yang menggugat sejumlah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Salah satu keputusan penting dalam putusan tersebut adalah pembatasan makna “kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE.
“Kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam ruang sidang di Gedung MK, Jakarta.
Mahkamah menyatakan bahwa ketentuan dalam UU ITE mengenai kerusuhan yang mengganggu ketertiban di dunia maya bertentangan dengan prinsip negara hukum yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Kerusuhan yang Dapat Dipidana Hanya di Dunia Fisik
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahwa hukum tidak boleh digunakan untuk membungkam kritik terhadap penyelenggara negara, terutama kritik yang bertujuan menjaga akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
“Kerusuhan yang dimaksud dalam hukum pidana hanya berlaku untuk kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan di ruang digital atau dunia maya,” kata Suharto.
Perlindungan Kebebasan Berpendapat di Dunia Digital
Mahkamah juga mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi adalah hak yang dilindungi oleh negara.
Sebagai bagian dari negara hukum, hak warga negara untuk mengkritik penyelenggara pemerintahan demi kepentingan umum harus dilindungi, terutama di platform digital yang kini menjadi ruang utama untuk menyampaikan pendapat.
MK menegaskan bahwa pemidanaan terhadap kritik di dunia maya dapat merusak prinsip demokrasi dan menimbulkan efek jera di kalangan masyarakat.
Apa Implikasi Putusan MK Ini?
Putusan ini memiliki implikasi yang signifikan bagi pelaksanaan hukum di Indonesia, terutama dalam konteks kebebasan berpendapat dan penggunaan media sosial.
MK memutuskan untuk mempertegas bahwa penyebaran opini atau kritik di dunia maya, yang tidak mengganggu ketertiban fisik, tidak dapat dipidana. Hal ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk lebih bebas menyuarakan pendapat tanpa takut terjerat masalah hukum yang tidak berdasar.
-

Sekarang Tahu Saat Itu Tak Tahu?
PIKIRAN RAKYAT – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mencecar eks Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Dayu Padmara Rengganis, dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 28 April 2025.
Dalam siding lanjutan kemarin, Dayu dihadirkan sebagai saksi. Kepada Dayu, Tom mempertanyakan pengetahuannya terkait keberadaan gula kristal putih (GKP) di pasar internasional.
Adapun GKP merupakan jenis gula yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia dan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117.
“Ibu Dayu tidak tahu bahwa GKP itu tidak lazim diperdagangkan di luar negeri? Tidak ada di luar negeri?” tanya Tom Lembong dengan nada tinggi.
Dayu mengakui bahwa pada saat itu dirinya belum memahami industri gula secara mendalam.
“Saya waktu itu belum sepaham itu, Pak, mengenai industri gula,” ujarnya menjawab.
Tom Lembong lalu menanggapi dengan respons tajam, mempertanyakan bagaimana Dayu bisa mengetahuinya saat ini sedangkan dulu tidak, padahal saat itu ia tengah menjabat sebagai pimpinan PPI.
“Oh, sekarang tahu, pada saat itu tidak tahu?” cecarnya lagi.
Dayu kembali menjawab, “Belum, belum. Kompetensi saya belum sampai ke sana pada saat itu.”
Tom lantas menjelaskan bahwa di pasar internasional, hanya dikenal dua jenis gula, yakni, gula mentah dan gula rafinasi.
Sementara itu, GKP yang digunakan di Indonesia, atau disebut juga plantation white sugar, tidak diproduksi secara umum di luar negeri karena memiliki standar ICUMSA 75–200 yang tidak lazim.
“Sehingga kalau kita mau beli harus special order. Harus dibikin khusus untuk Indonesia yang akan makan waktu lama dan biaya lebih tinggi. Ibu tidak tahu?” tanya Tom lagi.
“Tidak tahu,” jawab Dayu.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa menilai kebijakan impor gula yang dia buat telah merugikan negara sebesar Rp578 miliar, serta memperkaya pihak lain.
Jaksa juga mempersoalkan langkah Tom yang menunjuk koperasi milik TNI dan Polri sebagai pengendali harga gula, alih-alih melibatkan perusahaan BUMN, serta membuat kebijakan impor tanpa koordinasi antarkementerian. ***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-
/data/photo/2025/04/21/68063dd77c568.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Marah Importir-Distributor Gula Ditunjuk Kemendag, Hakim Perkara Tom Lembong: Luar Biasa Ini Nasional 29 April 2025
Marah Importir-Distributor Gula Ditunjuk Kemendag, Hakim Perkara Tom Lembong: Luar Biasa Ini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hakim
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat Alfis Setiawan marah saat mendengar perusahaan dan distributor gula ditunjuk Kementerian Perdagangan (
Kemendag
).
Peristiwa ini terjadi ketika Hakim Alfis mencecar eks Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Dayu Dayu Padmara Rengganis sebagai saksi dugaan korupsi importasi gula.
Perkara ini menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
.
Mulanya, saat dicecar Hakim Alfis, Dayu menyebut staf khusus Tom Lembong, Gunaryo memerintahkan PT PPI harus bekerja sama dengan 8 perusahaan yang telah ditunjuk Tom Lembong untuk mengimpor gula.
“Beliau dipanggil oleh Pak Mendag Thomas Lembong dan diminta untuk menyelenggarakan rapat antara PPI dengan 8 perusahaan tersebut dan nama namanya diberikan oleh Thomas Lembong kepada Pak Gunaryo,” kata Dayu, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
Setelah itu, Hakim Alfis menggalir soal sumber dana yang digunakan PT PPI untuk bekerja sama dengan 8 perusahaan swasta itu.
Sebab, kondisi keuangan PT PPI saat itu sangat buruk.
Dayu mengungkapkan, Tim Gula yang dipimpin Direktur Pengembangan PT PPI Charles Sitorus, melapor bahwa sudah ada kesepakatan antara perusahaan negara tersebut dengan 8 perusahaan importir bahwa dananya berasal dari distributor.
“Jadi skema bisnisnya adalah dari uang PPI dan uang PPI itu berasal dari DP distributor yang akan menjual gula kristal putih itu,” ujar Dayu.
Menurut Dayu, saat penandatanganan kontrak harga sudah terdapat 7 perusahaan yang akan menjadi distributor.
Mereka akan berperan mendistribusikan gula kristal putih (GKP) dari 8 perusahaan swasta. Adapun GKP itu berasal dari gula kristal mentah (GKM) yang diimpor 8 perusahaan tersebut.
“Kalau saya nangkap keterangan Ibu ini, gula diimpor, GKM diimpor oleh 8 perusahaan itu kemudian diolah menjadi GKP, kemudian dibeli oleh PPI. Kemudian PPI menjualnya kepada distributor, begitu? Alurnya begitu?” tanya Hakim Alfis.
Dayu pun membenarkan kesimpulan Hakim Alfis tersebut.
Hakim ad hoc Tipikor itu kemudian menanyakan siapa yang menunjuk 7 perusahaan distributor tersebut.
Menurut Dayu, pihak Kemendag telah menunjuk 7 perusahaan distributor saat rapat teknis dengan 8 perusahaan yang mengimpor gula.
Mendengar ini, Hakim Alfis marah. Ia mempertanyakan peran PT PPI yang diketahui sebagai perusahaan BUMN.
“Luar biasa ini ya? 8 perusahaan ditentukan oleh Kemendag, kemudian 7 distributor juga ditentukan Kemendag. Apa tugas PPI di sini? Numpang lewat saja? PPI punya cabang tidak? Seluruh Indonesia?” tanya Hakim Alfis dengan nada tinggi.
Dayu menjelaskan, PT PPI memiliki 33 cabang yang di Tanah Air yang bertugas menjual produk-produk PT PPI, termasuk gula kristal putih atau gula pasir.
Hal ini pun membuat Hakim Alfis semakin heran karena PT PPI bekerja sama dengan distributor swasta.
Padahal, mereka bisa menggunakan 33 cabang yang dimiliki atau bekerja sama dengan Bulog.
“Menggunakan distributor yang swasta, pasti ada beban biaya tambahannya. Kenapa sedemikian rupa ini? Luar biasa ini? Kenapa Bu? Ibu kan dirut? Apa yang dilaporkan? Kenapa alurnya seperti ini?” tanya Hakim Alfis heran.
“Kami hanya melaksanakan penugasan,” jawab Dayu.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

BREAKING NEWS: Suparta, Terdakwa Kasus Korupsi Timah Rp 300 Triliun Meninggal Dunia – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus tata niaga komoditas timah yang juga Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dikabarkan meninggal dunia pada Senin (28/4/2025).
Adapun kabar meninggalnya Suparta ini dibenarkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar.
“Iya benar, (terdakwa kasus timah) atas nama Suparta (meninggal dunia),” kata Harli saat dikonfirmasi, Senin (28/4/2025).
Harli menuturkan bahwa Suparta meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong sekitar pukul 18.05 WIB.
Sementara itu ketika disinggung soal penyebab meninggalnya Suparta, Harli belum dapat memastikan hal tersebut.
“Penyebab meninggalnya belum ada info,” jelasnya.
Suparta diketahui divonis 8 tahun penjara pada Pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Suparta melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.
Selain itu, ia juga terbukti melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian pada tahap banding, Hakim pengadilan Tinggi Jakarta memperberat vonis Suparta menjadi 19 tahun penjara.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Subachran Hardi Mulyono menyatakan Suparta terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 19 tahun,” kata Hakim Subachran dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Selain pidana badan, Suparta juga dijatuhi pidana denda oleh Majelis hakim sebesar Rp 1 miliar subsider kurungan selama 6 bulan apabila tidak membayar denda.
Tak hanya pidana badan dan denda, Hakim dalam amar putusannya juga membebankan Suparta membayar uang pengganti sebesar Rp 4,5 triliun.
Dengan ketentuan apabila tidak mampu membayar dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan punya kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun,” jelasnya.
Peran Suparta di Kasus Timah
Peran Suparta dalam kasus korupsi pengelolaan timah ini adalah bersama-sama Direktur Bisnis Pengembangan PT RBT Reza Ardiansyah dan Harvey Moeis selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin membeli bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Kemudian ketiganya juga bersekongkol membentuk perusahaan boneka seolah sebagai jasa pemborong yang akan diberikan SPK pengangkutan oleh PT Timah untuk disuplai terkait pelaksanaan kerja sama program sewa peralatan processing pelogaman timah.
Kemudian Suparta, Harvey Moeis, dan Reza Ardiansyah menjual bijih timah hasil penambangan ilegal itu kepada PT Timah Tbk.
Transaksi pembelian timah antara PT RBT dan PT Timah itu dilakukan dengan cek kosong.
Setelah itu, untuk mengolah bijih timah yang sudah dibeli, PT Timah Tbk juga diketahui menjalin kerja sama dengan PT RBT untuk menyewa peralatan.
Menindaklanjuti kerja sama itu, Suparta dan Reza yang diwakili Harvey Moeis melakukan pertemuan dengan Dirut PT Timah, Mochtar Reza Pahlevi dan Direktur Operasional PT Timah Alwin Albar serta 27 pemilik smelter swasta.
Pertemuan itu juga sekaligus membahas permintaan Riza dan Alwin atas bijih timah 5 persen dan kuota ekspor hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Harvey Moeis kemudian meminta 5 dari 27 smelter swasta untuk memberikan dana pengamanan sebesar USD 500 hingga USD 750 per metrik ton.
Pembayaran itu dibuat Harvey seolah-olah untuk kepentingan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelolanya atas nama PT RBT.
Suparta pun mengetahui dan menyetujui Harvey Moies melalui Helena selaku pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange menerima biaya pengamanan dari perusahaan smelter swasta yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa yang selanjutnya diserahkan kepada Harvey Moeis.
Selain korupsi, Suparta juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Uang hasil pencucian itu dilakukan terdakwa melalui istrinya yakni Anggreini dengan cara pembelian sejumlah aset.
Kejaksaan Agung menyebut akibat korupsi timah tersebut diperkirakan negara mengalami kerugian sebesar Rp 300 triliun.


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5202092/original/068482100_1745869073-Video_4_Gubernur.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)