Tom Lembong Akan Dituntut Jumat Pekan Ini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong akan menjalani sidang tuntutan kasus dugaan korupsi
importasi gula
, pada Jumat (4/7/2025).
Informasi ini disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat, Dennie Arsan Fatrika, saat mengingatkan jaksa penuntut umum terkait agenda persidangan yang telah disepakati.
Dennie mengatakan, pemeriksaan terdakwa terhadap Tom yang urung digelar malam ini dan ditunda hingga Selasa (1/7/2025), tidak mengubah jadwal pembacaan surat tuntutan.
“Catatan juga untuk penuntut umum, penundaan besok tidak menunda untuk agenda tuntutan yang dijadwalkan di hari Jumat tanggal 4 (Juli). Demikian, terima kasih,” kata Dennie, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
Adapun Tom sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai terdakwa untuk perkaranya sendiri hari ini.
Sidang rencananya digelar setelah para pihak selesai memeriksa Tom Lembong sebagai saksi mahkota untuk terdakwa eks Direktur Pengembangan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Charles Sitorus.
Namun, hingga malam hari, sidang perkara Charles belum selesai sehingga tidak memungkinkan untuk memeriksa Tom sebagai terdakwa.
“Untuk persidangan atas nama Thomas Trikasih Lembong ditunda di hari Selasa, besok, 1 Juli 2025, agenda masih sama, untuk mendengarkan keterangan terdakwa,” kata Dennie.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong yang menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2025/06/30/6862315c16f9a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tom Lembong Akan Dituntut Jumat Pekan Ini
-

Mantan Menpora Imam Nahrawi Divonis Tujuh Tahun Penjara Imbas Korupsi dalam Memori Hari Ini, 29 Juni 2020
JAKARTA – Memori hari ini, lima tahun yang lalu, 29 Juni 2020, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi divonis 7 tahun penjara imbas korupsi. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menganggap Imam terbukti menerima suap dana hibah atlet-pelatih.
Sebelumnya, Imam dikenal sebagai Menpora cekatan. Ia kerap terdepan urusan mengapresiasi atlet nasional berprestasi. Masalah muncul. Belakangan borok Imam kelihatan. Ia diduga menerima suap yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
Kiprah Imam Nahrawi sebagai Menpora sempat membawa nuansa positif. Ia dianggap sebagai Menpora yang peduli dengan atlet nasional. Barang siapa yang punya prestasi membanggakan akan diapresiasi. Bonusnya dicairkan cepat.
Citra itu kian hancur kala ia diduga melakukan korupsi. Kemenpora di bawah kuasanya dianggap problematik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengendus praktek korupsi yang dilakukan oleh petinggi Kemenpora. Alhasil, KPK berhasil menjalankan operasi tangkap tangan (OTT) petinggi Kemenpora.
Mereka menangkap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi dan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga, Mulyana. Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Pemuda dan Olahraga Adhi Purnomo dan anggota stafnya, Eko Triyanto juga ikut ditangkap.
KPK menangkap pula Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Pusat, Johnny F. Awuy. Penangkapan itu terkait berbagai kasus korupsi.
Utamanya masalah dana hibah dari Kemenpora untuk pengawasan dan pendampingan seleksi bakal calon atlet-pelatih SEA Games. Nama Imam akhirnya terseret. KPK mengendus bahwa Imam ikut menerima suap. Memang tak secara langsung karena uang masuk lewat asistennya Miftahul Ulum.
KPK mencoba menelusuri lebih jauh keterlibatan Imam. Akhirnya, diketahui bahwa Imam terlibat dari korupsi dana hibah dari 2014 hingga 2018. KPK pun mengumumkan status Imam sebagai tersangka pada 18 September 2019. Kemudian, Imam mengundurkan diri dari jabatan Menpora.
“Dalam rentang 2014 – 2018, Imam selaku Menpora melalui Ulum selaku asisten pribadi Menpora diduga telah menerima uang sejumlah Rp14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam selaku Menpora diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11,8 miliar, hingga total dugaan penerimaan Rp26,5 miliar.”
“Uang itu diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait,” ungkap jubir KPK, Febri Diansyah dalam siaran persnya, dikutip laman KPK sehari setelahnya, 19 September 2019.
Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga RI (Kemenpora RI) di kawsan Senayan, Jakarta. (Kemenpora)
Persidangan kasus suap Imam pun berlangsung. Segenap rakyat Indonesia pun mengecam keterlibatan Imam dalam korupsi. Puncaknya, majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat memvonis Imam tujuh tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider kurungan tiga bulan pada 29 Juni 2020.
Imam dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan merugikan negara. Imam dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 12B Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Namun, vonis itu jauh dari tuntutan jaksa yang ingin hukuman 10 tahun penjara. Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebut Imam telah bersikap sopan dan belum pernah dihukum.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Imam Nahrawi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar ketua majelis hakim, Rosmina sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 29 Juni 2020.
-

KPK Usut Dugaan Korupsi Dinas PU Sumut, Bobby Nasution Bakal Terseret?
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang di Mandailing Natal, Sumatra Utara pada Kamis (26/6/2025) malam.
KPK mengungkapkan OTT tersebut terkait dengan dengan dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di PUPR dan satuan kerja PJN di Wilayah I Sumut.
Ada tiga orang penyelenggara negara yang diduga terlibat rasuah, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, serta dua orang swasta yang ditetapkan sebagai tersangka.
Pada konferensi pers Sabtu (28/6/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menanggapi kabar yang beredar bahwa Topan adalah orang dekat dari Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution sejak masih menjabat Wali Kota Medan.
Pasalnya, Topan baru dilantik Bobby pada Februari 2025 sebagai Kepala Dinas PUPR Sumut. Topan sebelumnya menjabat Kepala Dinas PU/Dinas Sumber Daya Air, Bina arga dan Bina Konstruksi Kota Medan sekaligus pernah menjabat Plt. Sekda Kota Medan.
Menurut Asep, penyidik saat ini telah melakukan penelusuran terhadap aliran uang dugaan korupsi itu, atau follow the money. Dia menyebut pihaknya akan mendalami aliran uang diduga suap sekitar Rp2 miliar itu ke berbagai pihak, tidak terkecuali Bobby Nasution sebagai kepala daerah.
“Seperti saya sampaikan bahwa selebihnya ini sedang kita ikuti. Kalau nanti ke siapapun ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke Gubernur, kemanapun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” ucapnya, dikutip Minggu (29/6/2025).
Asep memastikan penelusuran aliran uang suap itu tidak akan dikecualikan ke pihak manapun. Dia menyebut pihaknya mendalami bagaimana uang panas itu bisa sampai ke pihak-pihak tertentu.
“Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke Gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita minta keterangan. Ditunggu saja ya,” terang Perwira Tinggi Polri bintang satu itu.
Total Proyek Dinas PUPR Sumut Rp231,8 Miliar
KPK menyebutkan lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Dinas PUPR Sumut, yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rasuli Efendi Siregar, serta PPK Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto.
Kemudian, dua orang tersangka dari pihak swasta meliputi Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup M. Akhirun Efendi Siregar serta Direktur PT Rona Na Mora Rayhan Dulasmi Pilang.
Terdapat empat proyek di lingkup Dinas PUPR Sumut yang diduga terkait dengan suap dimaksud. Sementara itu, dua proyek di lingkungan Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai proyek yang tengah diusut KPK yaitu Rp231,8 miliar.
Para tersangka penyelenggara negara diduga melakukan penunjukan langsung kepada para tersangka swasta untuk menggarap sejumlah proyek pembangunan jalan itu. Para tersangka swasta lalu diduga memberikan uang melalui transfer atas pengaturan proses e-katalog.
Asep menceritakan, pihaknya menggelar OTT usai mendapat informasi terkait dengan pertemuan dan penyerahan sejumlah uang pada awal pekan ini. Kemudian, terdapat informasi penarikan uang sebesar Rp2 miliar tersangka swasta untuk dibagi-bagikan ke pihak terkait.
“KPK memutuskan untuk segera melakukan tangkap tangan kepada para pihak terkait untuk mencegah para tersangka swasta memeroleh proyek pembangunan jalan senilai total Rp231,8 miliar itu,” ujarnya.
Hal itu kendati barang bukti yang berhasil diamankan masih sedikit yakni Rp231 juta, diduga sebagian atau ssia commmitment fee proyek-proyek tersebut.
“KPK berharap nilai kontrak Rp231,8 miliar untuk membangunan jalan di beberapa ruas jalan di Sumatra bisa dimenangkan perusahaan yang kredibel. Sehingga hasilnya nanti jalan yang dihasilkan bisa lebih baik, kualitasnya lebih baik, ini akan jadi hal positif untuk masyarakat,” papar Asep.
Tersangka TOP, RES, dan HEL diduga menerima suap dari pihak swasta, yakni tersangka KIR dan RY, guna memuluskan pemenangan tender proyek pembangunan jalan.
Tersangka KIR dan RAY disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka TOP, RES, dan HEL disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-

Bobby Nasution Jadi Diperiksa KPK? Korupsi Proyek Jalan Sumut Seret Namanya
PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan untuk meminta keterangan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam penyidikan kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di provinsi tersebut.
Hal ini diungkapkan menyusul keterlibatan sejumlah pejabat dalam kasus korupsi yang kini tengah diusut lembaga antirasuah.
Pernyataan ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat menjawab pertanyaan wartawan terkait dugaan kedekatan antara salah satu tersangka, TOP, selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, dengan Bobby Nasution.
“Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kami akan minta keterangan,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 28 Juni 2025.
Asep menjelaskan bahwa penyidikan yang sedang berlangsung berfokus pada pola follow the money, atau penelusuran aliran dana yang diduga bersumber dari pemberi suap.
“Kami bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” katanya.
Ia menegaskan bahwa siapapun yang namanya muncul dalam alur uang haram tersebut berpotensi dimintai keterangan oleh penyidik, termasuk Bobby Nasution.
Selain itu, Asep juga menyebutkan bahwa kasus ini masih berada pada tahap awal, sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada pihak-pihak lain yang terseret dalam proses hukum selanjutnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah:
TOP, Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut RES, Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) HEL, PPK di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah 1 Sumut KIR, Direktur Utama PT DNG RAY, Direktur PT RN
TOP, RES, dan HEL diduga menerima suap dari dua pihak swasta, yakni KIR dan RAY, guna memenangkan tender proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.
KIR dan RAY disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, TOP, RES, dan HEL dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang yang sama, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan perkembangan ini, perhatian kini tertuju pada apakah Bobby Nasution akan turut dimintai keterangan oleh KPK dalam waktu dekat. ***
-

KPK Sebut PPK Satker PJN Wilayah I Sumut Terima Suap Rp120 juta
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebut tersangka HEL selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara (Sumut), menerima uang suap Rp120 juta untuk memuluskan pemenangan proyek preservasi dan rehabilitasi jalan di wilayah Sumut.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa uang tersebut berasal dari pihak swasta, yakni tersangka KIR selaku Direktur Utama PT DGN dan RAY selaku Direktur PT RN.
“Saudara HEL telah menerima sejumlah uang dari saudara KIR dan RAY sebesar Rp120 juta dalam kurun waktu Maret 2024 sampai Juni 2025,” katanya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, dilansir dari ANTARA.
Asep menerangkan, HEL selaku PPK pada Satker PJN Wilayah I Sumut, berperan sebagai penyelenggara negara yang bertanggung jawab atas beberapa hal, antara lain menandatangani dan mengendalikan pelaksanaan kontrak pengadaan serta mengambil keputusan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja.
Dari pemeriksaan, diketahui bahwa ternyata PT DNG dan PT RN telah menerima pekerjaan proyek sejak tahun 2023 hingga saat ini, di antaranya:
– Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI tahun 2023 dengan nilai proyek sebesar Rp56,5 miliar dan pelaksana proyek PT DNG.
– Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Sp. Pal XI tahun 2024 dengan nilai proyek sebesar Rp17,5 miliar dan pelaksana proyek PT DNG.
– Rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI dan Penanganan Longsoran tahun 2025 dengan pelaksana proyek PT DNG.
– Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua Simpang Pal XI tahun 2025 dengan pelaksana proyek PT RN.
Uang senilai Rp120 juta yang diterima HEL merupakan upah karena telah melakukan pengaturan proses e-catalog untuk proyek jalan di Satker PJN Wilayah I Sumut.
“Jadi, dialah yang mengatur supaya perusahaannya KIR, yaitu PT DNG, dan perusahaannya RAY itu PT RN memenangkan proyek tersebut,” katanya.
Asep mengatakan bahwa penyidik masih mendalami perkara ini untuk menemukan pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
Atas perbuatannya, tersangka KIR dan RAY disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka HEL disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-

Terungkap 5 Tersangka Korupsi Proyek Jalan Sumut yang Seret Nama Bobby Nasution
PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan preservasi jalan di wilayah Sumatera Utara.
Penetapan tersangka ini muncul di tengah sorotan terhadap Gubernur Sumut Bobby Nasution yang disebut-sebut dalam proses penyidikan.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan dua dari lima tersangka berasal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumatera Utara.
“Satu, TOP selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Dua, RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK),” kata Asep.
Tersangka ketiga berinisial HEL berasal dari Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut. Sementara dua tersangka lainnya adalah pihak swasta, yakni KIR, Direktur Utama PT DNG, dan RAY, Direktur PT RN.
“RAY ini adalah anak dari KIR,” ucap Asep.
Seluruh tersangka diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 26 Juni 2025 malam.
Mereka diduga terlibat dalam pengaturan proyek jalan senilai total Rp231,8 miliar agar dimenangkan oleh perusahaan tertentu.
Di lingkungan Dinas PUPR Sumut, Asep menyebut TOP memerintahkan bawahannya, RES, untuk menunjuk langsung PT DNG sebagai pelaksana proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai total Rp157,8 miliar.
“Di sini sudah terlihat perbuatan bahwa ada kecurangan. Seharusnya ini melalui proses lelang yang benar-benar transparan,” katanya.
Proses pengadaan proyek itu turut diatur melalui e-catalog agar perusahaan milik KIR bisa keluar sebagai pemenang. Dalam praktiknya, KIR dan RAY memberikan uang kepada RES melalui transfer rekening.
“Atas pengaturan proses e-catalog di Dinas PUPR Pemprov Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening,” ujar Asep.
Sementara itu, pada proyek Satker PJN Wilayah 1 Sumut, HEL sebagai pejabat pembuat komitmen diduga menerima suap karena telah mengatur pemenang proyek dari e-catalog, sehingga perusahaan KIR dan RAY kembali mendapat keuntungan.
“Bahwa HEL karena jabatannya selaku Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut telah menerima sejumlah uang dari KIR dan RAY sebesar Rp120 juta dalam kurun waktu Maret 2024–Juni 2025,” kata Asep lagi.
Barang bukti yang disita KPK dalam OTT ini berupa uang tunai sebesar Rp231 juta, yang diduga sisa pembayaran dari proyek yang tengah dikerjakan.
Para pihak swasta, yakni KIR dan RAY, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor, sementara TOP, RES, dan HEL dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B, semuanya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diperbarui melalui UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kelima tersangka telah resmi ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama guna kepentingan penyidikan.
Sebelumnya, dalam kasus ini, nama Bobby Nasution turut disorot publik karena kedekatannya dengan beberapa pejabat yang kini ditetapkan sebagai tersangka. KPK sendiri tidak menutup kemungkinan akan memanggil Bobby jika ditemukan kaitan dalam aliran uang.
“Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kami akan minta keterangan,” tutur Asep dalam konferensi pers terpisah. ***
-

KPK Buka Peluang Periksa Bobby Nasution Terkait OTT Dugaan Korupsi Proyek Jalan Sumut
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di wilayah provinsi tersebut.
Hal itu disampaikan Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu ketika menjawab pertanyaan awak media yang menanyakan soal adanya kedekatan antara tersangka TOP selaku Kepala Dinas (Kadis) PUPR Provinsi Sumut dengan Bobby Nasution.
“Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kami akan minta keterangan,” katanya dikutip dari Antara, Sabtu (28/6/2025).
Asep mengatakan bahwa saat ini KPK tengah melakukan penyidikan dengan prinsip follow the money (mengikuti aliran uang). Adapun aliran uang yang tengah disidik adalah uang dari pihak swasta selaku pemberi suap.
“Kami bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” katanya.
Siapa pun yang diduga terlibat dalam aliran uang tersebut, kata dia, akan dimintai keterangan, tidak terkecuali Bobby Nasution.
Dia mengatakan bahwa kasus ini masih dalam tahap pengungkapan awal sehingga terdapat kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang dimintai keterangan.
Diketahui, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di wilayah Sumut.
Kelimanya adalah TOP selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK), HEL selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut, KIR selaku Direktur Utama PT DNG, dan RAY selaku Direktur PT RN.
Tersangka TOP, RES, dan HEL diduga menerima suap dari pihak swasta, yakni tersangka KIR dan RY, guna memuluskan pemenangan tender proyek pembangunan jalan.
Tersangka KIR dan RAY disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka TOP, RES, dan HEL disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5267446/original/042441800_1751104950-FotoJet__4_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
