Kenal dari Medsos, Pencari Kerja Bunuh Kenalan demi Rp 3 Juta
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Niat tulus membantu sesama pencari kerja berujung tragis.
SH, warga Kudus, tewas dicekik oleh AR, pria asal
Demak
yang dikenalnya lewat media sosial.
Korban sebelumnya sempat menjemput pelaku dan mengantarnya ke Demak, sebelum akhirnya dibunuh di area persawahan.
AR, warga asal Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak ditangkap Polda Jawa Tengah karena membunuh SH, warga Kabupaten Kudus.
Kapolres Demak, AKBP Ari Cahya Nugraha mengatakan bahwa pelaku dan korban merupakan warga yang sama-sama mencari pekerjaan di media sosial.
“Mereka tergabung dalam platform itu pada 12 Juni 2025,” kata Ari di Mapolda Jawa Tengah, Kamis (3/7/2025).
Kemudian pada 14 Juli 2025 pelaku mendapatkan nomor pribadi SH melalui medsos tersebut.
Karena sama-sama memiliki nasib sebagai pencari kerja, korban dengan sukarela memberikan sejumlah informasi soal pekerjaan kepada pelaku.
“Setelah diberikan, tersangka kirim pesan kepada korban, isinya janji bertemu dan akan diberi kerjaan sama seseorang,” sambungnya.
Karena pelaku tak memiliki motor untuk menuju Demak, SH sempat menjemput AR di Kudus pada 23 Juni 2025. Lalu pelaku dan korban berboncengan ke Demak melalui Kecamatan Karanganyar.
“Atas kesepakatan berdua lewat jalur pintas, setelah itu terbesit di area persawahan. Setelah korban dicekik dan dipinggirkan di area persawahan yang bersangkutan kari ke Kudus,” ungkap Ari.
Sebelum pulang ke Kudus, pelaku sempat membawa sepeda motor korban ke penggadaian. Hasil dari penggadaian itu, pelaku mendapatkan Rp 3 juta.
“Motifnya pemeriksaan penyidik karena (pelaku) punya utang Rp 2 juta,” ujarnya.
Atas perbuatannya, AR dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 356 ayat (3) KUHP. Yakni terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2025/07/03/68661e985b5cc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kenal dari Medsos, Pencari Kerja Bunuh Kenalan demi Rp 3 Juta Regional 3 Juli 2025
-

Artis Sinetron Muhammad Rayyan Alkadrie Ditangkap Usai Peras Pasangan Sesama Jenis, Polisi Sita Enam Video Syur
FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Polisi mengungkap fakta baru dalam kasus dugaan pemerasan yang melibatkan artis sinetron Muhammad Rayyan Alkadrie atau MRA terhadap seorang pria berinisial IMT. Dalam proses penyelidikan, aparat menyita enam rekaman video intim sesama jenis antara korban dan pelaku.
“Menyita sebanyak enam rekaman video pendek hubungan intim sesama jenis antara korban dengan terduga pelaku,” ungkap Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus dalam keterangan resminya di Jakarta, dikutip Kamis (3/7/2025).
Tak hanya video, polisi juga menyita dua unit ponsel serta satu kartu ATM atas nama MRA yang diduga berkaitan dengan aksi pemerasan tersebut.
Firdaus menjelaskan, dari hasil pemeriksaan awal, MRA mengaku nekat memeras korban lantaran diliputi rasa cemburu. Diketahui, antara pelaku dan korban sebelumnya menjalin hubungan sesama jenis dan beberapa kali terlibat hubungan intim.
Namun, ketika mengetahui korban menjalin hubungan baru dengan pria lain, MRA merasa kecewa dan marah.
“Terduga pelaku merasa cemburu dengan korban karena korban mempunyai hubungan lagi dengan pria lainnya,” jelas Firdaus.
Dengan perasaan emosi tersebut, MRA kemudian menuntut uang dari korban disertai ancaman akan menyebarkan video hubungan mereka jika permintaan itu tak dipenuhi.
“Terduga pelaku melanggar Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal sembilan tahun,” tambah Firdaus.
Sementara itu, Kapolsek Cempaka Putih, Kompol Pengky Sukmawan, membenarkan adanya laporan pemerasan yang dilakukan oleh MRA. Menurutnya, korban telah beberapa kali mentransfer uang kepada pelaku, dengan total kerugian sekitar Rp20 juta, baik melalui transfer maupun tunai.
-

PK Dikabulkan, MA Sunat Hukuman Setya Novanto Jadi 12,5 Tahun Penjara
Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus korupsi proyek KTP elektronik, atau e-KTP, sekaligus mantan Ketua DPR Setyo Novanto. Hukuman pidananya dipangkas dari 15 tahun penjara menjadi 12,5 tahun.
Berdasarkan salinan putusan perkara No.32 PK/Pid. Sus/2020, PK yang dimohonkan oleh pria akrab disapa Setnov itu diputus oleh Majelis Hakim sejak 4 Juni 2025.
Pada amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan Setnov terbukti melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis Hakim juga memangkas hukuman kepada Setnov menjadi 12,5 tahun.
“Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan,” demikian bunyi amar putusan hakim.
Kemudian, Setnov dijatuhi pidana denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta uang pengganti US$7,3 juta yang telah dikompensasi sebesar Rp5 miliar. Kompensasi uang pengganti itu telah dititipkan Setnov ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk setoran pengganti kerugian keuangan negara.
Dengan demikian, uang pengganti kerugian keuangan negara yang masih harua dibayarkan yakni Rp49 miliar subsidair 2 tahun penjara.
Pria yang juga pernah menjabat Ketua Umum Partai Golkar itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun terhitung sejak selesainya pemidanaan.
Proses PK Setnov memakan waktu 1.984 hari, sedangkan diputus dalam 1.956 hari. Perkara itu diputus oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Surya Jaya, serta dua Hakim Anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono.
Berdasarkan catatan Bisnis, Setnov sebelumnya dijatuhi hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta. Dia diketahui telah mendapatkan remisi pada Idulfitri 2023 dan 2024.
-

Kepala BNN sebut pecandu butuh lingkungan positif pascarehabilitasi
Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Marthinus Hukom menegaskan bahwa para pecandu barang haram itu memerlukan lingkungan sosial positif pascarehabilitasi.
“Rehabilitasi harus dilakukan komprehensif. Bukan sekadar dibawa ke tempat rehab, lalu ditinggalkan begitu saja, kemudian mengharapkan proses perbaikan yang maksimal. Jadi, makanya hari ini kita perlu dukungan lingkungan,” ujar Marthinus usai agenda pemusnahan narkoba di Palmerah, Jakarta Barat, Rabu.
Menurutnya, lingkungan sosial yang tidak mendukung pemulihan para pecandu dapat membuat rehabilitasi tidak berdampak, lantaran para pecandu bakal kembali mencari lingkungan yang membuat nyaman, yakni lingkungan pecandu.
“Kita tidak hanya melakukan intervensi medis atau intervensi sosial, tapi kita butuh dukungan keluarga, dukungan orang-orang yang dikasih, dukungan komunitas untuk kembali menerima mereka dan sama-sama menjaga,” ucap dia.
Lingkungan sosial yang mendukung, kata dia, berupa hubungan yang harmonis dalam keluarga dan terhapusnya stigma pecandu narkoba di antara tetangga.
“Kalau kita merehab mereka, sudah selesai, kita pulangkan lagi, stigma-nya masih ada, keluarganya masih harmonis antara bapak, anak, ibu dan anak, tetangga dan pengguna, maka dia akan mencari lingkungan moral baru buat dia yang mendukung dia, yang tidak menstigma dia. Satu-satunya pilihan, dia kembali ke lingkungan itu (lingkungan pecandu),” imbuh Marthinus.
Marthinus menegaskan perlunya kehadiran keluarga terdekat agar para pengguna narkoba tidak merasa sendiri.
“Kalau ada anak di dalam keluarga menggunakan narkoba, jangan pernah meninggalkan dia sendiri. Karena orang tua adalah orang terdekat yang mampu memberikan dukungan moral buat itu,” katanya.
Pada 2024, pemerintah telah merehabilitasi sekitar 40 ribu pengguna narkoba. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17.311 direhabilitasi oleh Kementerian Kesehatan dan 13.852 oleh BNN.
Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga menyampaikan bahwa akses rehabilitasi bagi para pecandu narkoba di Indonesia sudah diperluas secara kuantitas pada 2025.
Kepala BNN Komjen Marthinus menyebut hal itu lantaran meningkatnya jumlah Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) milik Kementerian Kesehatan dari 2024 menjadi 2025.
“IPWL tahun lalu hanya ada kurang lebih 900 IPWL. Tahun ini Kementerian Kesehatan menambah menjadi 1.494 IPWL,” ungkap Marthinus kepada wartawan dalam deklarasi anti narkoba di Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (8/5).
Menurut Marthinus, bertambahkan jumlah IPWL juga adalah bukti kehadiran pemerintah untuk menyembuhkan para pecandu narkoba.
“Artinya ada peningkatan kemauan pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat untuk melakukan rehabilitasi,” ujar mantan Kepala Detesemen Khusus 88 itu.
Marthinus menegaskan bahwa pengguna narkoba yang hendak melapor untuk mendapatkan rehabilitasi tidak bakal dihukum.
Hal itu disampaikan Marthinus menyusul banyak pengguna narkoba yang sebenarnya ingin direhabilitasi, namun enggan melapor atau menghubungi lembaga seperti BNN lantaran takut dihukum.
“Hukum atau undang-undang narkotika itu mengatur para pengguna itu harus direhabilitasi. Dan ketika direhabilitasi karena ‘voluntary’ atau kesadaran melapor, itu tidak akan dihukum. Jadi, tolong ditulis, tidak akan dihukum kalau orang melapor,” ungkap Marthinus.
Hal itu sesuai dengan Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang berisikan amanat bahwa negara wajib memberikan rehabilitasi kepada para pengguna.
Ada pula Pasal 103 KUHP yang mengamanatkan kepada Hakim untuk memutuskan rehabilitasi bagi para pengguna.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Ini alasan BNN tak tangkap artis pengguna narkoba
Jakarta (ANTARA) – Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan bahwa artis pengguna narkoba tidak lagi ditangkap lantaran hukum Indonesia lebih mengarah ke pendekatan rehabilitasi.
“Rezim hukum kita sebenarnya sudah sadari bersama, kemudian kebijakan-kebijakan pendidikan di Polri juga sama. Bahwa pendekatan hukum kita adalah pendekatan rehabilitasi,” ujar Kepala BNN Marthinus Hukom di sela agenda pemusnahan barang bukti narkoba di Palmerah, Jakarta Barat, Rabu.
Namun, ia menyebut bahwa hal itu bukan berarti artis bebas melakukan pelanggaran hukum dan tidak perlu diringkus.
Dengan demikian, kata Marthinus, bukan hanya artis atau figur publik saja yang mendapatkan hak tersebut, tetapi juga seluruh warga negara yang terjerat kasus serupa.
Hal itu sesuai dengan Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang berisikan amanat bahwa negara wajib memberikan rehabilitasi kepada para pengguna.
Ada pula Pasal 103 KUHP yang mengamanatkan kepada Hakim untuk memutuskan rehabilitasi bagi para pengguna.
“Masyarakat boleh melaporkan apabila ada saudara, tetangga, hingga orang-orang terdekatnya menggunakan narkoba untuk mendapatkan rehabilitasi gratis dari BNN,” kata Marthinus.
Lebih lanjut, Marthinus menambahkan bahwa penangkapan artis pengguna narkoba dapat menjadi bumerang bagi masyarakat.
Hal itu karena menjadi atensi publik, termasuk penggemar artis bersangkutan akan terarah pada berita penangkapan.
“Saya sudah sampaikan, jangan menangkap artis lalu mempublikasikan, berlebihan, karena artis itu patron sosial. Sebagai patron sosial, dia menjadi rujukan berperilaku, rujukan moral dari sebagian generasi-generasi atau anak-anak kita yang mengidolakan mereka,” ujar Marthinus.
Ia menyebut, ketika ada penangkapan terhadap mereka dan terpublikasi, maka sebenarnya yang terjadi adalah persepsi publik sedang dibelah, khususnya generasi muda dengan berbagi interpretasi.
Menurutnya, interpretasi itu dapat berupa anggapan bahwa menggunakan narkoba bisa membuat seseorang menjadi lebih aktif dan kreatif.
“Maka saya sampaikan, bukan tidak boleh menangkap artis atau tidak boleh menjerat hukum terhadap artis yang menggunakan, karena jeratan hukum terhadap artis adalah pendekatan rehabilitasi, jeratan hukum terhadap pengguna adalah pendekatan rehabilitasi,” katanya.
Menurut Marthinus, anak-anak dapat saja berpikiran untuk menggunakan narkoba sejak kecil, terlebih jika pengguna yang dilihat adalah artis idola.
Marthinus memastikan bahwa pandangan itu merupakan hasil studi mendalam, bukan sekadar pendapat pribadinya.
“Nah ini mungkin bisa juga menjadi kajian-kajian dalam wilayah akademis, karena menurut saya itu yang terjadi. Saya mempertanggungjawabkan ini, dunia akhirat, saya bertanggung jawab terhadap pernyataan saya ini,” katanya.
Namun demikian, Marthinus memastikan bahwa pihaknya akan menindak tegas apabila seorang artis menjadi bandar narkoba.
Data yang dihimpun ANTARA menyebutkan, sejak sejak 2020 hingga pertengahan 2025, sedikitnya 20–22 artis Indonesia telah terjerat kasus penyalahgunaan narkoba.
Kemudian, pada 2024, pemerintah telah merehabilitasi sekitar 40 ribu pengguna narkoba. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17.311 direhabilitasi oleh Kementerian Kesehatan dan 13.852 oleh BNN.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

MA Sunat Vonis Novanto, KPK: Koruptor Harusnya Dihukum Setinggi-tingginya
Jakarta –
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. KPK mengatakan seharusnya pelaku korupsi dihukum setinggi-tingginya.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto awalnya menyebut KPK menghormati putusan MA. Dia tak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan untuk melawan putusan PK Novanto.
“KPK tetap menghormati putusan PK tersebut meskipun ada pengurangan atas pidana badan. Karena memang tidak ada upaya hukum PK yang diberikan kepada KPK sebagai bentuk keberatan atas putusan PK dimaksud,” ujar Fitroh kepada wartawan, Rabu (2/7/2025).
Wakil Ketua KPK Johannis Tanak mengatakan KPK tetap menghormati putusan tersebut. Meski demikian, dia berharap hakim mempertimbangkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
“Kita perlu menggugah perasaan hakim agar memikirkan juga bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang dikualifikasi sebagai kejahatan yang sangat luar biasa sehingga penanganannya harus dilakukan dengan cara yang luar biasa juga,” ujarnya.
Dia mengatakan seharusnya pelaku korupsi dihukum seberat-beratnya. Dia teringat sosok mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar yang kerap menjatuhkan vonis berat untuk pelaku korupsi.
Dia mengatakan hukuman berat perlu diberikan kepada pelaku korupsi untuk memberi efek jera. Dia menyebut korupsi telah meresahkan masyarakat.
“Hal seperti itu yang perlu dilakukan agar orang takut melakukan tindak pidana korupsi yang sangat meresahkan rakyat selaku pemilik uang yang dipungut oleh negara untuk kepentingan pembangunan,” ujarnya.
“Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU PTPK juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan,” demikian tertulis dalam putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 seperti dilihat di situs resmi MA, Rabu (2/7).
Novanto juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti (UP) USD 7,3 juta. Uang pengganti itu dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik KPK.
“UP USD 7.300.000 dikompensasi sebesar Rp 5.000.000.000 yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan Terpidana, sisa UP Rp 49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara,” ujar hakim.
Novanto juga dijatuhi hukuman pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun setelah masa pidana selesai. Putusan tersebut diketok oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.
“Pidana tambahan mencabut hak terpidana untuk menduduki dalam jabatan publik selama 2 tahun dan 6 bulan terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan,” demikian putusan tersebut.
(ial/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-
/data/photo/2025/07/02/6864e8a22a9e6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jadi Saksi, Nikita Mirzani dan Anaknya Bakal Bertemu Vadel Badjideh di Ruang Sidang Megapolitan 2 Juli 2025
Jadi Saksi, Nikita Mirzani dan Anaknya Bakal Bertemu Vadel Badjideh di Ruang Sidang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Artis
Nikita Mirzani
dan anaknya, LM (17), menjadi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan persetubuhan dan aborsi dengan terdakwa Vadel Alfajar Badjideh di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025).
Dalam perkara ini, Nikita merupakan pihak yang melaporkan Vadel ke Polres Metro Jakarta Selatan. Sedangkan, LM adalah korban.
Pantauan
Kompas.com
, Vadel tiba di PN Jakarta Selatan sekitar pukul 14.00 WIB.
Ia mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan kemeja putih lengan panjang. Vadel turun dari bus dan langsung menuju ruang tunggu terdakwa sambil dikawal sejumlah petugas.
Tak berselang lama, bus tahanan yang membawa Nikita Mirzani turut tiba di PN Jakarta Selatan. Ibu tiga anak itu juga tampak mengenakan kemeja tahanan.
Dikawal ketat petugas, Nikita turut menunggu di ruang tunggu terdakwa.
Adapun Nikita kini juga berstatus sebagai terdakwa kasus pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap dokter Reza Gladys senilai Rp 4 miliar.
Berselang 20 menit kemudian, LM dan kuasa hukumnya, Fahmi Bachmid, tiba di PN Jakarta Selatan.
“Memang hari ini sidang pemeriksaan saksi pelapor, dalam hal ini Nikita Mirzani, dan saksi korban, LM,” ucap Fahmi di PN Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025).
Menurut rencana, perkara
Vadel Badjideh
bakal berlangsung di ruang sidang dua. Sejumlah petugas dari kepolisian dan kejaksaan tampak berjaga.
Namun, persidangan akan digelar secara tertutup karena korban merupakan anak di bawah umur.
Kasus ini bermula dari laporan Nikita Mirzani ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 13 Februari 2025. Vadel dilaporkan atas dugaan persetubuhan dan aborsi terhadap LM.
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/2811/IX/2024/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA.
Vadel dijerat dengan Pasal 76D dan/atau Pasal 77A juncto Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 421 KUHP juncto Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta/atau Pasal 346 KUHP juncto Pasal 81.
Setelah laporan tersebut muncul ke publik, Vadel sempat membantah semua tuduhan dan menyebut Nikita menyebarkan fitnah.
Bahkan, menyatakan siap dipenjara jika LM benar-benar terbukti hamil dan dipaksa melakukan aborsi.
Setelah dilakukan penyelidikan, Unit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan Vadel sebagai tersangka pada 13 Februari 2025.
Dalam penyidikan, terungkap bahwa Vadel sempat berhubungan layaknya suami istri dengan LM saat keduanya menjalin hubungan asmara. Ia bahkan menjanjikan akan menikahi LM sebelum melakukan hubungan intim.
Berdasarkan keterangan korban, mereka melakukan hubungan badan di dua lokasi berbeda. Akibat hubungan tersebut, LM diduga hamil dan kemudian dipaksa oleh Vadel untuk melakukan aborsi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2019/05/01/2749950131.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

