Hal-hal yang Memberatkan dan Meringankan Tuntutan Hasto Kristiyanto
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
Hasto
Kristiyanto dituntut tujuh tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam tuntutannya, jaksa mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan
tuntutan Hasto
.
Jaksa Wawan Yunarwanto saat membacakan tuntutan, mengatakan bahwa hal yang memberatkan adalah perbuatan Hasto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain itu, Hasto disebut tidak mengakui perbuatannya terkait suap dan perintangan penyidikan sebagaimana dalam dakwaan.
“Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” kata jaksa Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Sementara itu, ada tiga hal yang dianggap meringankan tuntutan terhadap Hasto. Pertama, bersikap sopan di persidangan. Kedua, memiliki tanggungan keluarga.
“Dan terdakwa belum pernah dihukum,” ujar jaksa Wawan.
Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Hasto dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair enam bulan kurungan.
Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Hasto dinilai terbukti merintangi penyidikan kasus
Harun Masiku
dan turut serta memberikan suap.
Diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (
obstruction of justice
) dan suap sebesar Rp 600 juta agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
Jaksa mengatakan, Hasto terbukti bersalah karena turut serta menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama-sama Harun Masiku.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2025/07/03/686606cd67599.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hal-hal yang Memberatkan dan Meringankan Tuntutan Hasto Kristiyanto
-

Momen Hasto Kepalkan Tangan dan Teriakkan Merdeka Usai Dituntut 7 Tahun Penjara
Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta agar para kader, anggota dan simpatisan partai untuk tenang usai dirinya dituntut 7 tahun penjara atas perkara suap dan perintangan penyidikan.
Usai sidang tuntutan, Hasto meminta agar seluruh elemen PDIP tetap tenang dan percaya hukum.
“Meskipun hukum sering diintervensi oleh kekuasaan, percayalah bahwa kebenaran akan menang dan sikap yang saya lakukan sejak awal sudah saya kalkulasi, risiko-risiko politiknya,” ujarnya di luar ruang sidang, Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Sekjen PDIP lebih dari 10 tahun itu menyebut tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Dia menceritakan, kader Partai Nasional Indonesia (PNI) dulu tidak hanya dihukum apabila berteriak ‘Merdeka’ pada 1928.
“Jangankan menjalani hukuman, ketika berteriak merdeka, mereka, merdeka, saja, kader PNI pada 1928 bisa dikenakan oleh hukuman gantung, hukum kolonial, karena itu percayalah bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia,” tuturnya.
Politisi asal Yogyakarta itu lalu mengepalkan tangannya sambil berucap ‘Merdeka’. Hal itu diikuti oleh para simpatisannya yang turut berada di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
“Merdeka!,” ujar pria yang juga mantan anggota DPR itu.
Adapun JPU menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah.
-

Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto Minta Kader dan Simpatisan Tetap Tenang
Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyampaikan tanggapannya atas tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun pada perkara Harun Masiku, serta turut memberikan pesan kepada seluruh kader partai.
Hal itu disampaikan Hasto usai sidang dengan agenda pembacaan tuntutan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, yang digelar hari ini, Kamis (3/7/2025).
Hasto mengaku telah memperkirakan sejak awal atas tuntutan yang dilayangkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya dituntut tujuh tahun, dan apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal,” ujarnya di luar ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Hasto menilai tuntutan pidana dan konsekuensi hukum yang didapatkannya saat ini tidak lepas dari sikap politiknya. Khususnya berkaitan dengan tudingan bahwa hukum digunakan oleh kekuasaan.
Hal itu pun disampaikan Hasto di persidangan. Kendati hal tersebut tidak diakui sebagaimana tuntutan jaksa, terangnya, dia menyebut kelompok civil society pun kerap menunjukkan adanya tekanan-tekanan dengan menggunakan hukum oleh kekuasaan.
Politisi asal Yogyakarta itu pun menyatakan tetap menghadapi perkara yang menjeratnya ini dengan kepala tegak.
Di sisi lain, pria yang saat ini masih berstatus Sekjen PDIP itu turut meminta agar seluruh kader, anggota serta simpatisan partai untuk tetap tenang dan percaya hukum.
“Seluruh jajaran kader, anggota, simpatisan PDI Perjuangan untuk tetap tenang, percaya pada hukum, meskipun hukum sering diintervensi oleh kekuasaan, percayalah bahwa kebenaran akan menang dan sikap yang saya lakukan sejak awal sudah saya kalkulasi, risiko-risiko politiknya,” tuturnya.
Adapun JPU menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
-

Jaksa Beberkan Alasan yang Memberatkan Tuntutan Pidana Hasto Kristiyanto
Bisnis.com, JAKARTA — Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan alasan yang memberatkan sekaligus meringankan tuntutan pidana terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Pada sidang pembacaan surat tuntutan, Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Tim JPU menyebut terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan tuntutan itu.
“Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Sementara itu, alasan dari pertimbangan JPU yang meringankan tuntutan kepada Hasto adalah perilakunya yang sopan selama persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.
Adapun berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025)z
Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Pada dakwaan kedua alternatif pertama, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 yang setara Rp600 juta.
Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.
Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.
“Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.
-

Kasus pemerasan artis sinetron, Polisi: uangnya untuk sehari-hari
Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menyebutkan uang hasil dugaan pemerasan oleh artis sinetron berinisial MR (27) terhadap korbannya berinisial IMT (33) digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Berdasarkan info penyidik, uang hasil pemerasan digunakan untuk keperluan sehari-hari,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Jakarta, Kamis.
Ade Ary juga menjelaskan korban mengalami kerugian sebanyak puluhan juta rupiah dengan beberapa kali melakukan transfer.
“Tercatat korban mengalami kerugian sebanyak Rp20,9 juta,” katanya.
Ade Ary juga menyebutkan tersangka dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan tahun.
“Kasus ini masih terus dilakukan pendalaman,” jelasnya.
Sebelumnya, polisi menyita enam video syur dari kasus dugaan pemerasan artis sinetron berinisial MR (27) terhadap korbannya berinisial IMT (33).
“Menyita sebanyak enam rekaman video pendek hubungan intim sesama jenis antara korban dengan terduga pelaku,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus.
Selain rekaman video, Firdaus menjelaskan ada dua unit telepon seluler (ponsel) ponsel dan satu buah ATM bank atas nama pelaku.
Sementara itu, Firdaus menambahkan berdasarkan pengakuan tersangka, dia melakukan pemerasan tersebut berawal karena cemburu.
“Antara korban dan terduga pelaku sebelumnya memiliki hubungan khusus sesama jenis dan beberapa kali melakukan hubungan intim sesama jenis. Namun belakangan, terduga pelaku merasa cemburu dengan korban, karena korban mempunyai hubungan lagi dengan pria lainnya,” jelasnya.
Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/03/11/67cf7957ce69f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Prajurit Armed yang Aniaya Warga di Deli Serdang Divonis 7 dan 8 Bulan Penjara Medan 3 Juli 2025
2 Prajurit Armed yang Aniaya Warga di Deli Serdang Divonis 7 dan 8 Bulan Penjara
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Pengadilan Militer 1-02 Medan telah menggelar sidang putusan terhadap dua anggota Armed 2/105 KS yang terlibat dalam serangan terhadap warga
Desa Selamat
, Kabupaten
Deli Serdang
, Sumatera Utara.
Sidang berlangsung pada Kamis (3/7/2025), di mana kedua terdakwa, Praka Saut Maruli Siahaan dan Praka Dwi Maulana Kusuma, hadir mengenakan baju dinas.
Ketua Majelis Hakim Rony Suryandoko menyatakan, kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penganiayaan secara bersama-sama.
“Memidana para terdakwa dengan, terdakwa I (Saut) pidana penjara selama 7 bulan dan 24 hari,” ungkap Rony di ruang Sisingamangaraja XII.
Dalam putusannya, Rony memerintahkan agar Praka Saut dikeluarkan dari tahanan, sementara Praka Dwi tetap menjalani masa tahanan.
Mendengar putusan tersebut, kedua terdakwa bersama kuasa hukumnya menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Sidang akan dilanjutkan pada minggu depan.
Sebelumnya, kedua terdakwa telah menjalani sidang tuntutan di mana Mayor Tecki, selaku orditur, menuntut Saut dipenjara selama 8 bulan dan Dwi selama 9 bulan.
Mereka dikenakan Pasal 351 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun hal yang meringankan, menurut hakim, adalah karena para korban telah memaafkan dan Kodam I Bukit Barisan telah memberikan santunan.
Perlu dicatat bahwa masih terdapat beberapa prajurit Armed yang berbeda berkas dengan Saut dan Dwi, yang juga sedang menjalani sidang di
Pengadilan Militer Medan
.
Saat ini, mereka masih dalam agenda pemeriksaan saksi.
Insiden penyerangan terhadap warga Desa Selamat terjadi pada Jumat (8/11/2024) malam, yang mengakibatkan puluhan warga terluka dan satu orang meninggal dunia, bernama Raden Barus.
Kepala Desa Selamat, Bahrun menjelaskan, Raden keluar dari rumah saat mendengar keributan.
“Sewaktu keluar itu lah, diduga dia dipukuli puluhan oknum TNI. Ada beberapa luka lebam di bagian tubuhnya,” kata Bahrun.
Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Mayjen TNI Yusri Nuryanto, telah memberikan keterangan terkait 45 prajurit TNI yang diamankan dalam kasus ini.
Mereka diamankan oleh Polisi Militer Daerah Militer (Pomdam) I Bukit Barisan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Penyerangan terhadap warga Desa Selamat diduga terjadi akibat perselisihan antara sejumlah prajurit TNI dan warga setempat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/03/68661e985b5cc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Aksi Pembunuhan Sesama Pencari Kerja, Pelaku Lalu Gadaikan Motor Korban Regional 3 Juli 2025
Aksi Pembunuhan Sesama Pencari Kerja, Pelaku Lalu Gadaikan Motor Korban
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
AR, warga Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, ditangkap oleh Polda Jawa Tengah karena membunuh SH, warga Kabupaten Kudus.
Aksi pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh motif ekonomi dan hubungan korban dan pelaku sebagai sesama
pencari kerja
melalui
media sosial
.
Kapolres Demak, AKBP Ari Cahya Nugraha, menjelaskan bahwa AR dan SH saling mengenal lewat platform pencarian kerja daring.
“Mereka tergabung dalam platform itu pada 12 Juni 2025,” kata Ari di Mapolda Jawa Tengah, Kamis (3/7/2025).
Pada 14 Juni 2025, pelaku mendapatkan nomor pribadi SH melalui media sosial tersebut. Hubungan mereka berlanjut karena empati sesama pencari kerja.
“Setelah diberikan, tersangka kirim pesan kepada korban, isinya janji bertemu dan akan diberi kerjaan sama seseorang,” sambungnya.
Korban bahkan menjemput pelaku dari Kudus untuk bersama menuju Demak pada 23 Juni 2025, menggunakan jalur pintas melalui Kecamatan Karanganyar.
“Atas kesepakatan berdua lewat jalur pintas, setelah itu terbesit di area persawahan. Setelah korban dicekik dan dipinggirkan di area persawahan, yang bersangkutan kari ke Kudus,” ungkap Ari.
Setelah membunuh, pelaku membawa sepeda motor korban ke tempat pegadaian dan mendapatkan uang tunai sebesar Rp 3 juta.
“Motifnya pemeriksaan penyidik karena punya utang Rp 2 juta,” ujarnya.
Kini AR dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan/atau Pasal 356 ayat (3) KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Dituntut 7 Tahun Penjara pada Kasus Perintangan Harun Masiku
Bisnis.com, JAKARTA — Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto hukuman pidana penjara selama tujuh tahun.
Surat tuntutan dibacakan hari ini, Kamis (3/7/2025), pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus buron Harun Masiku, yang mana Hasto merupakan terdakwa.
Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor r jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025)z
Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Adapun terdapat sejumlah hal memberatkan dan meringankan tuntutan kepada Hasto. Hal memberatkan yakni Hasto tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi serta tidak mengakui perbuatannya.
Kemudian, hal meringankan yakni bersikap sopan selama persidangan, punya tanggungan keluarga serta belum pernah dihukum sebelumnya.
Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Pada dakwaan sekunder, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.
Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.
Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.
“Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.
-
/data/photo/2025/07/03/68661e985b5cc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kenal dari Medsos, Pencari Kerja Bunuh Kenalan demi Rp 3 Juta Regional 3 Juli 2025
Kenal dari Medsos, Pencari Kerja Bunuh Kenalan demi Rp 3 Juta
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Niat tulus membantu sesama pencari kerja berujung tragis.
SH, warga Kudus, tewas dicekik oleh AR, pria asal
Demak
yang dikenalnya lewat media sosial.
Korban sebelumnya sempat menjemput pelaku dan mengantarnya ke Demak, sebelum akhirnya dibunuh di area persawahan.
AR, warga asal Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak ditangkap Polda Jawa Tengah karena membunuh SH, warga Kabupaten Kudus.
Kapolres Demak, AKBP Ari Cahya Nugraha mengatakan bahwa pelaku dan korban merupakan warga yang sama-sama mencari pekerjaan di media sosial.
“Mereka tergabung dalam platform itu pada 12 Juni 2025,” kata Ari di Mapolda Jawa Tengah, Kamis (3/7/2025).
Kemudian pada 14 Juli 2025 pelaku mendapatkan nomor pribadi SH melalui medsos tersebut.
Karena sama-sama memiliki nasib sebagai pencari kerja, korban dengan sukarela memberikan sejumlah informasi soal pekerjaan kepada pelaku.
“Setelah diberikan, tersangka kirim pesan kepada korban, isinya janji bertemu dan akan diberi kerjaan sama seseorang,” sambungnya.
Karena pelaku tak memiliki motor untuk menuju Demak, SH sempat menjemput AR di Kudus pada 23 Juni 2025. Lalu pelaku dan korban berboncengan ke Demak melalui Kecamatan Karanganyar.
“Atas kesepakatan berdua lewat jalur pintas, setelah itu terbesit di area persawahan. Setelah korban dicekik dan dipinggirkan di area persawahan yang bersangkutan kari ke Kudus,” ungkap Ari.
Sebelum pulang ke Kudus, pelaku sempat membawa sepeda motor korban ke penggadaian. Hasil dari penggadaian itu, pelaku mendapatkan Rp 3 juta.
“Motifnya pemeriksaan penyidik karena (pelaku) punya utang Rp 2 juta,” ujarnya.
Atas perbuatannya, AR dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 356 ayat (3) KUHP. Yakni terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Artis Sinetron Muhammad Rayyan Alkadrie Ditangkap Usai Peras Pasangan Sesama Jenis, Polisi Sita Enam Video Syur
FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Polisi mengungkap fakta baru dalam kasus dugaan pemerasan yang melibatkan artis sinetron Muhammad Rayyan Alkadrie atau MRA terhadap seorang pria berinisial IMT. Dalam proses penyelidikan, aparat menyita enam rekaman video intim sesama jenis antara korban dan pelaku.
“Menyita sebanyak enam rekaman video pendek hubungan intim sesama jenis antara korban dengan terduga pelaku,” ungkap Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus dalam keterangan resminya di Jakarta, dikutip Kamis (3/7/2025).
Tak hanya video, polisi juga menyita dua unit ponsel serta satu kartu ATM atas nama MRA yang diduga berkaitan dengan aksi pemerasan tersebut.
Firdaus menjelaskan, dari hasil pemeriksaan awal, MRA mengaku nekat memeras korban lantaran diliputi rasa cemburu. Diketahui, antara pelaku dan korban sebelumnya menjalin hubungan sesama jenis dan beberapa kali terlibat hubungan intim.
Namun, ketika mengetahui korban menjalin hubungan baru dengan pria lain, MRA merasa kecewa dan marah.
“Terduga pelaku merasa cemburu dengan korban karena korban mempunyai hubungan lagi dengan pria lainnya,” jelas Firdaus.
Dengan perasaan emosi tersebut, MRA kemudian menuntut uang dari korban disertai ancaman akan menyebarkan video hubungan mereka jika permintaan itu tak dipenuhi.
“Terduga pelaku melanggar Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal sembilan tahun,” tambah Firdaus.
Sementara itu, Kapolsek Cempaka Putih, Kompol Pengky Sukmawan, membenarkan adanya laporan pemerasan yang dilakukan oleh MRA. Menurutnya, korban telah beberapa kali mentransfer uang kepada pelaku, dengan total kerugian sekitar Rp20 juta, baik melalui transfer maupun tunai.