Aniaya Warga Serang Banten hingga Tewas, Ayah dan Anak Dihukum 6 Tahun Penjara
Tim Redaksi
SERANG, KOMPAS.com
– Tiga terdakwa kasus
penganiayaan
yang mengakibatkan tewasnya
Amin
, seorang warga Kota
Serang
, Banten, dijatuhi hukuman enam tahun penjara.
Ketiga terdakwa tersebut adalah Jasuki dan Ade Muklas, yang merupakan
ayah dan anak
, serta Masud.
Hakim Pengadilan Negeri Serang, Mochamad Ichwanudin menyatakan, ketiga terdakwa terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 170 ayat 2 ke-2 KUHP tentang tindak pidana pengeroyokan yang mengakibatkan luka atau kematian.
“Menjatuhkan pidana terhadap masing-masing terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun,” ujar Ichwanudin saat membacakan putusan pada Kamis (10/7/2025).
Ichwanudin menjelaskan, hukuman tersebut dijatuhkan karena tindakan ketiga terdakwa menyebabkan korban mengalami luka serius akibat pengeroyokan.
Meski demikian, ada beberapa keadaan yang meringankan, di antaranya adalah sikap kooperatif para terdakwa selama proses hukum serta fakta bahwa mereka belum pernah dipidana sebelumnya.
“Terdakwa telah memberikan santunan kepada keluarga korban,” tambah Ichwanudin.
Vonis hakim tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa Kejaksaan Negeri Banten, yang meminta agar ketiga terdakwa dihukum 9 tahun penjara.
Jaksa Raden Isjuniyanto mengungkapkan, pihaknya akan memikirkan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan untuk melakukan banding.
“Pikir-pikir yang mulia,” kata Isjuniyanto.
Dalam dakwaan terungkap bahwa peristiwa penganiayaan bermula dari kecurigaan Jasuki terhadap anaknya, Mukhaidah, yang diduga memiliki hubungan dengan korban Amin.
Untuk mengonfirmasi kecurigaannya, Jasuki meminta Ade dan Masud untuk mengikuti Mukhaidah.
Pada 5 September 2024, mereka menemukan Mukhaidah masuk ke rumah bersama Amin.
Ketiganya kemudian mendobrak masuk dan menganiaya Amin hingga mengalami luka berat.
Saksi Maryanah, istri Amin, menemukan suaminya tergeletak di teras rumah pada pukul 07.30 WIB.
Saat ditemukan, wajah Amin mengalami lebam-lebam, bibir sobek, dan mata sebelah kanan lebam biru serta mulut mengeluarkan darah.
Maryanah segera membawa Amin ke RSUD Banten untuk mendapatkan perawatan.
Meskipun kondisinya sempat membaik, Amin akhirnya meninggal dunia lima hari setelah kejadian.
Ketiga terdakwa ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten untuk diproses hukum lebih lanjut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: KUHP
-
/data/photo/2025/06/27/685e15883b4e2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Aniaya Warga Serang Banten hingga Tewas, Ayah dan Anak Dihukum 6 Tahun Penjara Regional 10 Juli 2025
-
/data/photo/2025/07/10/686fba035c13c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Kejagung Kembali Tetapkan 9 Tersangka Kasus Pertamina, Ada Riza Chalid Nasional
Kejagung Kembali Tetapkan 9 Tersangka Kasus Pertamina, Ada Riza Chalid
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kejaksaan Agung
(Kejagung) menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) dan subholding kontraktor kontrak kerja sama tahun 2018-2023.
Dari sembilan tersangka baru yang ditetapkan, enam di antaranya merupakan pejabat perusahaan minyak negara tersebut. Sedangkan salah satunya adalah pengusaha Muhammad
Riza Chalid
(MRC).
“Dari hasil penyidikan yang dilakukan secara marathon dengan jumlah saksi sebagaimana telah disampaikan Pak Kapuspenkum, tim penyidik menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sebanyak 9 tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025) malam.
Sebelumnya dalam perkara ini, Kejagung telah memanggil dan memeriksa 273 saksi dan 16 ahli dengan berbagai latar belakang keahlian.
Adapun kesembilan tersangka itu adalah sebagai berikut:
1. Tersangka AN (Alfian Nasution), selaku Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015;
2. Tersangka HB (Hanung Budya), selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina pada tahun 2014;
3. Tersangka TN (Toto Nugroho), selaku SVP Integrated Supply Chain PT Pertamina 2017-2018;
4. Tersangka DS (Dwi Sudarsono), selaku VP Crude and Product Trading ISC Kantor Pusat PT PT Pertamina (Persero) tahun 2019-2020;
5. Tersangka AS (Arif Sukmara), selaku Direktur Gas, Petrochemical and New Business Pertamina International Shipping (PIS);
6. Tersangka HW (Hasto Wibowo), selaku mantan SVP Integrated Supply Chain PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2020;
7. Tersangka MH (Martin Haendra Nata), selaku Business Development Manager PT Trafigura Pte. Ltd. Singapore tahun 2020-2021;
8. Tersangka IP (Indra Putra), selaku Business Development PT Mahameru Kencana Abadi;
9. Tersangka MRC (Muhammad Riza Chalid), selaku Beneficial Owner PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak
“Untuk pejabat di PT Pertamina, karena yang bersangkutan menjabat di tempat yang berbeda, maka tidak saya sebutkan jabatannya satu persatu,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka diduga melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya dalam perkara yang sama, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka. Kesembilan orang itu adalah sebagai berikut:
1. Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
2. Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
3. Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
4. Yoki Firnandi (YF) selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping
5. Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
6. Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
7. Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
8. Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
9. Edward Corne (EC) selaku VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.
Dengan penambahan sembilan tersangka baru, maka total sudah 18 tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam perkara a quo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/24/685a6fb8bf3cb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pria yang Bunuh Sepupu karena Rebutan Jaga Parkir di Ciracas Ditangkap Polisi Megapolitan 10 Juli 2025
Pria yang Bunuh Sepupu karena Rebutan Jaga Parkir di Ciracas Ditangkap Polisi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Polisi menangkap A, pelaku
pembunuhan
terhadap sepupunya berinisial F, karena perebutan waktu jaga parkir di wilayah Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (9/7/2025).
Kapolsek Ciracas Kompol Rohmad mengatakan, pelaku saat ini telah diamankan dan pihak kepolisian masih menunggu hasil autopsi dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
“Pelaku satu orang sudah diamankan, itu juga masih saudara, sedangkan hasil autopsi masih belum keluar,” ungkap Rohmad saat dikonfirmasi, Kamis (10/7/2025).
Rohmad menjelaskan, perkelahian bermula ketika korban meminta pelaku untuk menyelesaikan waktu menjaga parkir.
“Masalah jatah (waktu) parkir (pelaku) minta tambah waktu aja, minta jatah lagi, sebelum waktu habis tiba-tiba berantem,” ucap Rohmad.
Saat perkelahian terjadi, A sempat melarikan diri ke arah gerobak tukang kebab yang tak jauh dari lokasi.
Di sana, ia melihat pisau dan langsung menggunakannya untuk menusuk F.
“Di dekat tukang kebab itu pelaku melihat ada pisau, langsung dibantai. Lokasinya enggak jauh dari tempat parkir,” jelasnya.
Sementara itu, Nani, saksi mata sekaligus warga sekitar, mengatakan bahwa awalnya F meminta A untuk jaga parkir hanya sampai pukul 21.30 WIB. Permintaan tersebut disetujui pelaku.
Namun, korban kembali mendatangi pelaku dan memintanya untuk selesai menjaga parkir pukul 21.00 WIB. Tak berselang lama korban dan pelaku terlibat pertengkaran.
“Permintaan itu dikabulkan A, terus enggak lama balik lagi si F, malah berantem pukul-pukulan di depan minimarket,” ungkapnya.
Menurut Nani, F sempat memukul A dengan batu bata. A kemudian lari ke arah tukang kebab, mengambil pisau, dan menusuk korban di bagian perut sampai akhirnya meninggal dunia.
Atas perbuatannya, pelaku disangkakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan atau Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/10/686f7d8cdc4a4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hasto Sebut Dirinya Tak Terbukti Perintahkan Tenggelamkan Hp Nasional 10 Juli 2025
Hasto Sebut Dirinya Tak Terbukti Perintahkan Tenggelamkan Hp
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
Hasto
Kristiyanto mematahkan dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya memerintahkan untuk menenggelamkan
handphone
(hp) atau telepon genggam milik Kusnadi.
Menurut Hasto, berdasarkan keterangan saksi dan fakta di persidangan, tidak pernah ada perintah darinya untuk menggelamkan
handphone
milik Harun Masiku dan Kusnadi.
Hal itu disampaikan Hasto dalam pleidoi atau nota pembelaan pribadi yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/7/2025).
“Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan ini dan fakta-fakta persidangan, terdakwa tidak terbukti pernah menyuruh Harun Masiku untuk merendam ponselnya melalui Nurhasan,” kata Hasto dalam sidang, Kamis.
“Terdakwa juga tidak terbukti pernah memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam milik Kusnadi,” ujarnya lagi.
Hasto menyebut, perbuatan itu tidak terbukti karena jaksa tidak bisa membuktikan
handphone
mana yang ditenggelamkan atau dihilangkan, dan di mana lokasi penenggelamannya.
“Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hp tersebut memiliki kaitan dengan perkara Harun Masiku,” katanya.
Dalam pleidoi, Hasto menegaskan bahwa dia hanya menggunakan
handphone
yang selalu diberi nama ”
Hasto Kristiyanto
” atau “Hasto K. Hardjodisastro” dan tidak pernah menggunakan nama lain.
“Terdakwa tidak pernah memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam miliknya, di mana instruksi tersebut dituduhkan sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik
KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujarnya.
Selain itu, menurut Hasto, Kusnadi dalam kesaksiannya menyatakan bahwa
handphone
Sri Rejeki Hastomo adalah hp Kesekretariatan yang menggunakan nomor luar negeri dan nama Sri Rejeki dibuat sendiri oleh Saksi.
Kemudian, Hasto menegaskan bahwa Kusnadi sudah menjelaskan bahwa percakapan dengan Adi mengenai “yang itu ditenggelamkan saja” adalah kegiatan melarung yang sebelumnya dilakukan Kusnadi dan pakaian tersebut dilarung di Pantai Indah Kapuk (PIK).
“Jadi yang dilarung adalah pakaian bukan telepon genggam,” kata Hasto.
Selain itu, dia menyebut bahwa
handphone
yang tercatat memiliki percakapan WhatsApp “yang itu ditenggelamkan saja” adalah
handphone
yang disita KPK dari Kusnadi.
Oleh karena itu, Hasto mempertanyakan
handphone
mana yang dimaksud jaksa agar ditenggelamkan atau dihilangkan.
Selanjutnya, Hasto menegaskan bahwa dia tidak pernah berkomunikasi dengan nomor
handphone
yang memiliki percakapan WhatsApp soal menenggelamkan tersebut.
“Terdakwa tidak pernah berkomunikasi dengan teks WhatsApp ‘pakai hp ini’, ‘yang itu ditenggelamkan saja’, atau ‘…tidak usah mikir sayang dan lain-lain”. Berdasarkan keterangan saksi Kusnadi komunikasi tersebut adalah antara dirinya dengan kepala sekretariat,” ujarnya.
Kemudian, Hasto menyebut bahwa saat percakapan terkait penenggelaman itu terjadi, dia tengah memimpin acara peringatan Hari Lahir Bung Karno di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P.
Sebagaimana diketahui, Hasto didakwa lakukan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Dia diduga memiliki peran dalam lolosnya Harun Masiku dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020.
Sebagaimana diberitakan, JPU KPK menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hasto disebut turut mendanai suap untuk Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR lewat mekanisme PAW.
Selain itu, jaksa juga menilai Hasto terbukti merintangi penyidikan.
Hasto diduga mengarahkan Harun Masiku melalui orang lain untuk merendam handphone di air dan pergi ke tempat tertentu.
Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Hasto Curiga Keterangan Baru Eks Ketua KPU Hasyim Asy’ari Tertekan Skandal Jet Pribadi
Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut ada beberapa saksi persidangan yang mengubah keterangannya terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya mantan Komisioner KPU Hasyim Asy’ari.
Pada nota pembelaan atau pledoi yang dibacakannya pada Kamis (10/7/2025), Hasto menyebut ada beberapa saksi yang memberikan keterangan berbeda dengan persidangan pada perkara yang sama saat 2020 lalu, dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustina Tio Fridelina serta Saeful Bahri.
Pertama, saksi Wahyu Setiawan. Komisioner KPU 2017-2022 itu sebelumnya sudah terpidana pada perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Perkara itu juga menjerat Harun Masiku yang saat ini masih buron.
Wahyu lalu dihadirkan lagi sebagai saksi di persidangan saat Hasto menjadi terdakwanya. Namun, politisi asal Yogyakarta itu menyebut Wahyu memberikan keterangan berbeda saat persidangan 2025 dan 2020 yang lalu.
Menurut Hasto, keterangan itu berkaitan dengan pemberian uang dari Hasto untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR Harun Masiku di KPU. Dia menduga Wahyu mendapatkan tekanan karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksanya dan menggeledah rumahnya pada Desember 2023 terkait dengan dugaan pencucian uang.
“Undangan TPPU inilah yang menjadi bentuk ancaman sehingga akhirnya Wahyu Setiawan memberikan keterangan baru, meskipun tidak terbukti kebenarannya di persidangan in,” kata Hasto di ruang sidang.
Tidak hanya Wahyu, mantan Komisioner KPU lain yakni Hasyim Asy’ari juga disebut mengubah keterangannya terkait dengan perkara itu. Hasyim sebelumnya menjabat sebagai komisioner periode 2017-2022, dan menjabat Ketua KPU 2022-2027 sebelum akhirnya dipecat pada 2024.
Keterangan Hasyim yang disoroti Hasto adalah terkait dengan pertemuannya dengan Wahyu di Pejaten Village. Hasyim disebut mengaku mendengar adanya pertemuan Hasto dan Wahyu di salah satu mal di Jakarta itu.
Hasto lalu menyebut keterangan itu baru muncul pada persidangan 2025 ketika dia menjadi terdakwa, namun tidak muncul pada 2020 lalu.
Dia kemudian menduga bahwa keterangan Hasyim yang berubah memiliki keterkaitan dengan skandal penggunaan pesawat jet pribadi oleh komisioner KPU. Skandal itu turut menyeret Hasyim dan kini sudah dilaporkan ke Dumas KPK.
“Beberapa minggu setelah Saudara Hasyim Asy’ari diperiksa di KPK, saya mendengarkan bahwa yang bersangkutan ditekan karena telah menyewa private jet ketika menjadi Ketua KPU. Karena itu bukan satu kebetulan, satu hari sebelum pemeriksaan Hasyim Asy’ari di persidangan ini, muncul pemberitaan di media massa berkaitan dengan charter private jet tersebut,” tutur Hasto.
Untuk diketahui, nota pembelaan itu dibacakan Hasto untuk tuntutan tujuh tahun pidana penjara yang dilayangkan kepadanya oleh JPU KPK.
Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah.
-

Hasto Pegal-pegal Tulis Pledoi, Lawan Surat Tuntutan Jaksa 1.300 Halaman
Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membacakan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Pledoi itu dibacakan langsung oleh Hasto di hadapan Majelis Hakim di ruangan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).
Nota pembelaan yang dibacakan Hasto atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu terdiri dari 108 halaman, termasuk daftar pustaka. Dia menyebut pledoi itu disusun olehnya sendiri.
“Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal, dan ini akan mengungkapkan suatu perjuangan di dalam mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran,” ujarnya kepada wartawan sebelum jalannya sidang.
Hasto menyinggung tudingan bahwa dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa merupakan rekayasa hukum. Hal itu turut ditulisnya di dalam pledoi yang dia susun di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Jakarta.
Adapun, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah.
-

Kejagung Ekstradisi Buronan Asal Rusia, Terlibat Kasus Korupsi dan Suap
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan ekstradisi terhadap warga negara asing (WNA) Rusia, Alexander Vladimirovich Zverev ke negara asalnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan proses ekstradisi diajukan langsung oleh otoritas Rusia terhadap Kejaksaan.
“Pada hari ini Kamis 10 Juli 2025 kita akan menyampaikan proses akhir dari pelaksanaan ekstradisi yang diajukan oleh negara federasi Rusia atas nama terekstradisi Alexander Zverev alias Alexander Vladimirovich Zverev,” ujar Harli di Kejagung, Kamis (10/7/2025).
Dia menambahkan, permintaan federasi Rusia itu kemudian dikabulkan Presiden Prabowo Subianto dengan menerbitkan surat keputusan nomor 12 tahun 2025.
Adapun, Alexander juga dinyatakan tidak melakukan tindak pidana di Indonesia, melainkan Rusia. Di samping itu, korban dari tindak pidana Alexander merupakan warga negara Rusia.
Namun demikian, Alexander ditangkap Polda Metro Jaya pada 2022 usai federasi Rusia mengeluarkan red notice.
“Tindak pidana tersebut dilakukan di wilayah hukum negara federasi Rusia. Pelakunya juga adalah warga negara Rusia sehingga dalam hal ini Indonesia sesungguhnya tidak memiliki kepentingan untuk melakukan penuntutan terhadap yang bersangkutan,” imbuhnya.
Di samping itu, Harli mengungkap ada empat pasal yang dipersangkakan kepada Alexander. Di antaranya, suap, tindak pidana korupsi, hingga undang-undang Informasi Teknologi dan Elektronik (UU ITE).
“Jadi ada, kalau saya baca ini ada pasal 200 lainnya tidak baca ya ada creation of criminal community, criminal organization ya, pasal 210 KUHP Rusia bukan KUHP kita, KUHP Rusia ada juga bribe taking by group of persons by previous consent dan seterusnya,” pungkas Harli.
-
/data/photo/2025/07/03/686606cd3466b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mikrofon Hasto Tiba-tiba Mati, Jaksa KPK Bergegas Bawakan Mikrofon Lain Nasional 10 Juli 2025
Mikrofon Hasto Tiba-tiba Mati, Jaksa KPK Bergegas Bawakan Mikrofon Lain
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mikrofon Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
Hasto Kristiyanto
tiba-tiba mati saat ia sedang membacakan nota pembelaan atau pleidoi di
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat, Senin (10/7/2025).
Peristiwa ini terjadi hanya beberapa saat setelah Hasto mulai membaca pembelaan.
Saat itu, ia mulai membacakan bagian kedua pada nota pembelaannya yang menjelaskan dugaan kesewenang-wenangan penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Tiba-tiba, mikrofon Hasto mati sehingga ia berhenti membaca nota pembelaannya.
Petugas pengadilan kemudian bergegas hilir mudik di ruang sidang guna membetulkan mikrofon tersebut.
Saat itulah, jaksa KPK, Takdir Suhan, menghampiri Hasto dengan membawa mikrofon yang ada di mejanya dan meletakkannya di kursi sebelah Hasto.
Setelah mikrofon kembali normal, Hasto lalu melanjutkan membacakan nota pembelaannya yang berjumlah 108 halaman ditulis tangan di Rumah Tahanan KPK.
Pada persidangan sebelumnya, jaksa KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menuntut Hasto dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Jaksa menilai, Hasto terbukti turut mendanai uang panas untuk Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu.
Selain itu, jaksa juga menilai Hasto terbukti merintangi penyidikan dengan mengarahkan Harun Masiku melalui orang lain untuk merendam handphone di air dan pergi ke tempat tertentu.
Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sementara itu, pihak Hasto menyebut surat tuntutan jaksa merupakan imajinasi dan hanya berisi rangkaian cerita penyidik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kronologi Dugaan Korupsi Mesin EDC yang Jerat Eks Wadirut BRI dan Bos Allo Bank
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI pada 2020-2024.
Kasus itu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp744,5 miliar dari nilai anggaran pengadaan Rp2,1 triliun. Dari lima orang tersangka, beberapa di antarannya diduga turut menerima keuntungan atau hadiah maupun janji atas pengadaan mesin digitalisasi perbankan itu.
Dari lima orang tersangka, tiga di antaranya berasal dari bank BUMN itu yakni Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI), Indra Utoyo (mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI) serta Dedi Sunardi (mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI).
Dalam catatan Bisnis, Catur sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil direktur utama BRI, sedangkan Indra kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allobank.
Kemudian, dua tersangka lain adalah dari pihak swasta atau vendor pengadaan EDC yakni Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi) dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi).
Elvizar juga ditetapkan sebagai tersangka pada kasus KPK lain terkait dengan BUMN, yakni digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero).
“Yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744,54 miliar,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers, Rabu (9/7/2025).
Asep menjelaskan, hitungan kerugian keuangan negara oleh accounting forensic KPK tersebut menggunakan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI, dibandingkan dengan harga yang perseroan secara riil bayarkan kepada vendor.
Kerugian itu diduga timbul dari total nilai anggaran pengadaan sebesar Rp2,1 triliun untuk pengadaan EDC selama 2020-2024, baik dengan metode beli putus maupun sewa.
Hasilnya, ditemukan indikasi kerugian keuangan negara lebih dari 30% nilai pengadaan yakni Rp744,5 miliar.
“Atau kita bandingkan dengan nilai anggarannya tadi Rp2,1 triliun kira-kira tadi sekitar 33%-nya, sepertiga nya [anggaran], hilang dari situ. Kehilangan sekitar 33%, Rp744 miliar dari pengadaan Rp2,1 triliun. Ini yang sudah terjadi,” terang Asep.
Atas kasus tersebut, lima orang tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KRONOLOGI AWAL PENGADAAN
Lembaga antirasuah menjelaskan, pengadaan EDC selama 2020-2024 yang diperkarakan ini menggunakan dua skema yakni beli putus dan sewa. Total nilai anggaran pengadaan yang digelontorkan untuk dua skema itu adalah Rp2,1 triliun.
Untuk skema beli putus, pengadaan unit EDC Android setiap tahunnya berjumlah 25.000 unit (2020), 16.838 unit (2021), 55.000 unit (2022), 50.000 unit (2023) dan 200.000 unit (2023 tahap II yang dilaksanakan pada 2024). Mesin EDC ini untuk digunakan di seluruh Indonesia.
Anggaran untuk pengadaan EDC Android BRIlink itu menggunakan anggaran investasi TI milik Direktorat Digital, IT dan Operation BRI. Total nilai pengadaan EDC android keseluruhan senilai Rp942,7 miliar, dengan jumlah EDC keseluruhan 346.838 unit.
Selain skema beli putus, perseroan turut melakukan pengadaan Full Managed Services atau FMS EDC Single Acquirer (skema sewa) untuk kebutuhan merchant BRI. Total realisasi pembayaran pengadaan skema sewa itu selama 2021-2024 adalah Rp1,2 triliun untuk 200.067 unit.
Tersangka Catur, Indra dan Dedi diduga menandatangani sejumlah dokumen terkait dengan pengadaan tersebut. Pengadaan EDC dilakukan oleh sejumlah penyedia mesin tersebut yakni PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) yang dipimpin oleh tersangka Elvizar, dan PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT) yang dipimpin tersangka Rudy.
PT PCS adalah perusahaan penyedia mesin EDC merek Sunmi, sedangkan PT BRI IT membawa merek Verifone. KPK menduga hanya merek Sunmi dan Verifone yang melalui uji kelayakan teknis atau pengujian kompatibilitas (proof of concept/POC) pada 2019, lantaran sudah ada arahan dari Indra selaku Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI saat itu.
Padahal, vendor rekanan lain sudah membawa merek EDC Android di antaranya Nira, Ingenico dan Pax.
Sementara itu, harga perkiraan sendiri (HPS) yang digunakan untuk pengadaan mesin EDC dari PT PCS dan PT BRI IT bersumber dari informasi harga vendor yang sudah di-plotting untuk memenangkan PT PCS, PT BRI IT dan PT Prima Vista Solusi.
KPK menduga terdapat tiga dari lima orang tersangka yang diduga menerima hadiah atau janji maupun keuntungan dari pada vendor EDC. Tersangka Catur diduga menerima Rp525 juta dari Elvizar (PT PCS) dalam bentuk sepeda dan kuda sebanyak dua ekor.
Kemudian, tersangka Dedi diduga menerima sepeda Cannondale dari Elvizar Rp60 juta.
Selanjutnya, tersangka Rudy diduga menerima sejumlah uang dari Country Manager Verifone Indonesia, Irni Palar serta Account Manager Verifone Indonesia, Teddy Riyanto sebesar Rp19,72 miliar atas pekerjaan EDC BRIlink dan FMS.
Adapun mengenai nilai kerugian keuangan negara, KPK menyebut akan bekerja sama dengan BPK atau BPKP untuk menghitung besaran final atas kerugian negara dari pengadaan tersebut.
