Topik: KUHP

  • Pembunuhan penjaga parkir di Jaktim terjadi karena tersinggung

    Pembunuhan penjaga parkir di Jaktim terjadi karena tersinggung

    Jakarta (ANTARA) – Perkelahian antara dua penjaga parkir yang memiliki hubungan saudara di depan minimarket sekitar Jalan H Jenih RT 012/RW 001, Ciracas, Jakarta Timur, yang mengakibatkan satu korban tewas terjadi karena tersinggung.

    “Korban merasa tak terima, tersinggung karena ditelepon juru sekretaris atau bendahara parkir atas inisal D yang sebelumnya ditelepon sama pelaku,” kata Kapolsek Ciracas Kompol Rohmad Supriyanto saat konferensi pers di Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, Jumat.

    Rohmad menyebutkan, kejadian bermula ketika pelaku mendapatkan jatah kerja menjadi tukang parkir di minimarket tersebut pada Rabu (9/7) sekitar pukul 16.00 WIB.

    Pengelola lahan parkir sudah membagi jam jaga di minimarket sekitar tiga jam sekali. Korban menjaga lahan parkir dari pukul 08.00-11.00 WIB dan pelaku bertugas dari pukul 16.00-22.00 WIB.

    Lalu, pukul 17.40 WIB korban datang dan nongkrong di minimarket tersebut. Pukul 20.00 WIB korban meminta waktu tambahan menjaga parkir kepada pelaku.

    Pelaku pun memberikan waktunya dari jam 21.30 WIB sampai 22.00 WIB untuk mengatur parkir di toko minimarket. Kemudian, korban meminta waktu parkir kembali kepada pelaku karena ada peraturan parkir baru bahwa parkir di toko tidak boleh sampai malam hari.

    Tak sampai di situ, korban kembali meminta waktu parkir menjaga parkiran. Pelaku tidak memberikan jam tambahan jaga karena sudah sesuai aturan yang berlaku.

    Pelaku langsung menghubungi bendahara yang kas parkiran berinisial D untuk menanyakan kebenaran soal peraturan baru.

    “Lalu dijawab tidak ada, kemudian D menelepon korban yang kemungkinan D menegur korban. Di situlah korban tidak terima kepada pelaku dengan berteriak ‘Lo ngadu ya?’ dan pelaku menjawab ‘iya’. Korban juga langsung memukul pelaku”,” katanya.

    Terjadi adu mulut hingga perkelahian fisik antara keduanya hingga salah satu rekan pelaku berinisial E sempat mencoba melerai. Setelah itu, pelaku pulang ke rumah, namun korban FF mengikuti sambil membawa batu bata.

    Merasa terancam, pelaku berlari ke lapak kebab terdekat dan mengambil pisau dapur tanpa izin. Korban lebih dulu memukul dan menendang hingga pelaku terjatuh, namun saat itu pelaku sudah menggenggam pisau.

    Dalam kondisi emosi, pelaku menusuk korban di bagian ulu hati dan kepala sebelah kiri. Setelah menusuk, pelaku mengembalikan pisau ke tempat semula dan pergi meninggalkan lokasi.

    Sementara korban yang terluka parah sempat meminta tolong di lapak gorengan dan diantar warga ke Rumah Sakit Harapan Bunda. Namun, nyawanya tak tertolong akibat luka tusukan yang cukup dalam.

    “Pelaku bangun dan langsung menusukan pisau yang dipegang di tangan kanan pelaku ke perut korban sebanyak satu kali tusukan dan menusuk kembali kepala korban sebelah kiri korban,” katanya.

    Polisi menangkap pelaku pembunuhan seorang pria berinisial FF (36) di Ciracas, Jakarta Timur (Jaktim) karena rebutan lahan parkir di minimarket sekitar Jalan H Jenih RT 012/RW 001.

    Pelaku berinisial AN (24) merupakan adik sepupu korban. Atas perbuatannya, pelaku AN dijerat perkara pembunuhan terhadap orang dan atau penganiayaan berat yang menyebabkan kematian sebagaimana Pasal 338 dan atau 351 ayat (3) KUHP dengan ancaman kurungan penjara kurang lebih selama 15 tahun.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Brigadir Nurhadi Cerita ke Keluarga Tangani Kasus Kematian RW yang Berujung Pencopotan Kapolsek Kayangan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Juli 2025

    Brigadir Nurhadi Cerita ke Keluarga Tangani Kasus Kematian RW yang Berujung Pencopotan Kapolsek Kayangan Regional 11 Juli 2025

    Brigadir Nurhadi Cerita ke Keluarga Tangani Kasus Kematian RW yang Berujung Pencopotan Kapolsek Kayangan
    Editor
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Anggota Bidang Propam Polda
    NTB
    , Brigadir
    Nurhadi
    sempat bercerita mengenai kesehariannya dalam bertugas sebelum meninggal dunia. 
    Mertua
    Brigadir Nurhadi
    , Sukarmidi menceritakan bahwa menantunya sempat mengabari tentang tugas dinasnya, yakni menangani kasus kematian warga Lombok Utara, yakni RW, yang bunuh diri karena ditetapkan sebagai tersangka pencurian ponsel di minimarket, padahal ia merasa tak bersalah. 
    Peristiwa itu memicu reaksi warga yang kemudian melakukan perusakan Kantor
    Polsek Kayangan
    , Kecamatan Kayangan, Lombok Utara pada Jumat (21/3/2025).
    Belakangan, Iptu Dwi Maulana Kurnia Amin dicopot dari jabatannya sebagai Kapolsek Kayangan atas serangkaian kejadian itu.
    “Anak saya sempat bercerita, dia ditugaskan untuk menangani kasus kematian warga KLU yang meninggal bunuh diri itu,” ucap Sukarmadi setelah dikonfirmasi, Kamis (10/7/2025).
    Nurhadi menjadi bagian dari tim yang menyelidiki peran oknum polisi yang diduga terlibat.
    Tidak ada rasa curiga dari keluarga, mengingat tugas pokok anaknya di Propam
    Polda NTB
    untuk menangani pelanggaran anggota polisi.
    Sukarmadi menitipkan pesan kepada menantunya itu untuk mawas diri meskipun itu dalam menjalankan tugas sekalipun.
    “Saya ingatkan dia, nak hati-hati, dari orang yang suka dan benci sama kita, lebih banyak orang yang benci,” katanya.
    Tiga hari sebelum kematian Nurhadi, keluarga juga melihat tingkah laku korban yang di luar dari kebiasaan, yakni menerima telepon lebih sering dari biasanya serta keluar malam dan pulang larut.
    Puncaknya, Nurhadi yang pamit untuk menjemput tamu ke Gili Trawangan seolah menjadi pesan terakhirnya.
    Brigadir Nurhadi mengalami penganiayaan sebelum tenggelam di dalam kolam.
    Hasil otopsi menunjukkan kondisi patah tulang lidah korban karena dicekik.
    Kemudian, luka memar akibat benda tumpul di kepala bagian depan dan belakang.
    Selain itu, ada air yang masuk pada bagian tubuh.
    Dirrekrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mengatakan, pihaknya masih mendalami pelaku yang melakukan penganiayaan.
    Pelaku ini di antara tiga tersangka, yakni Kompol Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Candra, dan M.
    “Ini yang masih kami dalami, sampai hari ini kita belum dapatkan pengakuan,” kata Syarif, Rabu (9/7/2025).
    Ketiga tersangka
    kematian Brigadir Nurhadi
    dikenakan Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tentang penganiayaan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia dan atau Pasal 359 tentang kelalaian juncto Pasal 55 KUHP.
    Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di kolam salah satu vila di Gili Trawangan pada 16 April 2025.
     
    Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul “Brigadir Nurhadi Sempat Curhat ke Keluarga Soal Kasus Kematian Warga KLU Berujung Penyerangan Polsek.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Pengeroyok Warga di Bandung Ditangkap, Pelaku Kelompok Silat
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        11 Juli 2025

    4 Pengeroyok Warga di Bandung Ditangkap, Pelaku Kelompok Silat Bandung 11 Juli 2025

    4 Pengeroyok Warga di Bandung Ditangkap, Pelaku Kelompok Silat
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Polisi berhasil menangkap empat pelaku pengeroyokan terhadap seorang warga di Jalan KHP Mustofa, Kelurahan Neglasari, Kecamatan Cibeunying Kaler,
    Kota Bandung
    , pada Sabtu (5/7/2025) malam sekitar pukul 23.00 WIB.
    Keempat pelaku yang mengaku bukan warga Kota Bandung ini merupakan anggota
    kelompok silat
    , yakni MIH, FAF, AE, dan JP.
    Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Budi Sartono, mengungkapkan bahwa pengeroyokan dilakukan oleh sekelompok orang yang menggunakan sepeda motor.
    “Setelah dilakukan penyidikan, ternyata pengeroyokan ini dilakukan oleh kelompok silat yang baru saja selesai melaksanakan kenaikan pangkat,” katanya saat rilis penangkapan di Mapolrestabes Bandung, Jumat (11/7/2026).
    Peristiwa ini berawal ketika kelompok pelaku usai menghadiri kegiatan kenaikan tingkat dan pulang dengan cara iring-iringan melewati daerah Cibeunying Kaler.
    Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan korban berinisial MF dan melakukan pengeroyokan.
    Budi menjelaskan, berdasarkan keterangan korban, ia melihat iring-iringan kelompok silat tersebut melewati daerah kampus Itenas.
    Korban kemudian menegur para pelaku karena mengendarai motor dengan knalpot bising dan ugal-ugalan. “Dari versi tersangka, korban melempar botol aqua, kemudian para pelaku turun dari motor dan melakukan pengejaran serta pengeroyokan terhadap korban,” ucapnya.
    Pengeroyokan dilakukan dengan menggunakan tangan kosong, di mana setiap pelaku memiliki perannya masing-masing, seperti mendorong, memukul, hingga menendang.
    Akibatnya, korban mengalami luka pada bagian kepala kanan dan pelipis kanan.
    Setelah menerima informasi, Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung dan Polsek Cibeunying Kaler melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap para pelaku. “Para pelaku bukan warga Bandung,” tegas Budi.
    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana 5 hingga 6 tahun penjara.
    “Saya ingatkan kepada seluruh warga Kota Bandung, khususnya kepada kelompok-kelompok bermotor, geng motor, atau kelompok apapun yang melakukan tindakan anarkis atau pengeroyokan terhadap masyarakat, akan kami tangkap. Jadi jangan bermain-main di Kota Bandung, pasti kita tangkap,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Keluarga Brigadir Nurhadi Mengaku Didatangi Aparat, Diminta Tak Persulit Penyelidikan
                        Regional

    6 Keluarga Brigadir Nurhadi Mengaku Didatangi Aparat, Diminta Tak Persulit Penyelidikan Regional

    Keluarga Brigadir Nurhadi Mengaku Didatangi Aparat, Diminta Tak Persulit Penyelidikan
    Editor
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Penyidikan kasus kematian anggota Bidang Propam Polda NTB,
    Brigadir Nurhadi
    masih berjalan.
    Pihak keluarga mengaku didatangi tujuh orang aparat setelah kejadian. 
    “Waktu datang 7 orang dia bilang sama saya untuk jangan mempersulit penyelidikan, dia menjanjikan akan mengawal kasus anak saya, dia bilang sudah 40 barang bukti sudah diamankan. Itu bahasanya,” ucap mertua Nurhadi, Sukarmidi, Kamis (10/7/2025).
    Dia mengungkap, salah seorang anggota mengaku ada tekanan dari Mabes Polri untuk mengungkap kasus
    kematian Brigadir Nurhadi
    ini.
    Sukarmidi menyampaikan bahwa sudah ada sekurangnya 40 barang bukti yang ditemukan selama penyelidikan.
    “Jadi yang jelas dia bilang sama saya, nanti supaya cepat selesai karena saya ada tekanan Mabes, ini bukan ranah keluarga, bukan ranah aparat, tapi Ini ranah negara, jadi kalau Bapak mempersulit, Bapak kena, saya pun kena pidana,” kata dia menirukan ucapan anggota dimaksud.
    Sukarmidi menceritakan bahwa menantunya sempat mengabari tentang tugas dinasnya, yakni menangani kasus kematian warga Lombok Utara, Rizkil Wathoni yang bunuh diri karena ditetapkan sebagai tersangka pencurian HP di minimarket.
    Peristiwa itu memicu reaksi warga yang kemudian melakukan perusakan Kantor Polsek Kayangan, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara pada Jumat (21/3/2025).
    Belakangan, Iptu Dwi Maulana Kurnia Amin dicopot dari jabatannya dari jabatan Kapolsek Kayangan atas serangkaian kejadian itu.
    “Anak saya sempat bercerita, dia ditugaskan untuk menangani kasus kematian warga KLU yang meninggal bunuh diri itu,” ucap Sukarmadi setelah dikonfirmasi, Kamis (10/7/2025).
    Nurhadi menjadi bagian dari tim yang menyelidiki peran oknum polisi yang diduga terlibat.
    Tidak ada rasa curiga dari keluarga, mengingat tugas pokok anaknya di Propam Polda NTB untuk menangani pelanggaran anggota polisi.
    Sukarmadi menitipkan pesan kepada menantunya itu untuk mawas diri meskipun itu dalam menjalankan tugas.
    “Saya ingatkan dia, nak hati-hati, dari orang yang suka dan benci sama kita, lebih banyak orang yang benci,” katanya. 
    Tiga hari sebelum kematian Nurhadi, keluarga juga melihat tingkah laku korban yang di luar dari kebiasaan, yakni menerima telepon lebih sering dari biasanya serta keluar malam dan pulang larut.
    Puncaknya, Nurhadi pamit untuk menjemput tamu ke Gili Trawangan seolah menjadi pesan terakhirnya.
    Brigadir Nurhadi mengalami penganiayaan sebelum tenggelam di dalam kolam.
    Hasil otopsi menunjukkan kondisi patah tulang lidah korban karena dicekik.
    Kemudian, luka memar akibat benda tumpul di kepala bagian depan dan belakang.
    Ada pula air yang masuk pada bagian tubuh.
    Dirrekrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mengatakan, pihaknya masih mendalami pelaku yang melakukan penganiayaan.
    Pelaku ini di antara tiga tersangka, yakni Kompol Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Candra, dan M.
    “Ini yang masih kami dalami, sampai hari ini kita belum dapatkan pengakuan,” kata Syarif, Rabu (9/7/2025).
    Ketiga tersangka dikenakan Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tentang penganiayaan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia dan atau Pasal 359 tentang kelalaian juncto Pasal 55 KUHP.
    Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di kolam salah satu vila Gili Trawangan pada 16 April 2025.
     
    Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul “Pihak Keluarga Brigadir Nurhadi Akui Diminta Polisi agar Tidak Mempersulit Penyelidikan.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sederet Pembelaan Sekjen PDIP Hasto usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Sederet Pembelaan Sekjen PDIP Hasto usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto telah membacakan pledoi atau pembelaan usai dituntut penjara selama 7 tahun. Hasto lagi-lagi menyinggung tentang kriminalisasi.

    Hasto, misalnya, mengeklaim bahwa perkara yang menjeratnya sebagai terdakwa saat ini adalah proses ‘daur ulang’. Perkara itu berangkat dari penanganan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. 

    Dia menyebut proses ‘daur ulang’ itu tidak lepas dari proses politik yang bergulir pada Pemilihan Umum 2024. Bahkan, dia mengeklaim telah menyelami tekanan sebelum adanya Pemilu serentak untuk eksekutif hingga legislatif pusat maupun daerah itu. 

    Menurut Hasto, tekanan dialami olehnya sejak menolak keikutsertaan tim nasional Israel pada pertandingan sepak bola yang bakal diselenggarakan di Indonesia beberapa waktu lalu. Dalam catatan Bisnis, pertandingan dimaksud adalah kompetisi U-20 pada 2023. 

    “Aspek ideologis dan historis sikap PDI Perjuangan yang saya suarakan tersebut berhubungan dengan komunike politik dalam Konferensi Asia Afrika [KAA] tahun 1955 di Bandung. Kesepakatan politik tersebut ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan memberikan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina. Sikap tersebut dijalankan dengan konsisten sebagai sebuah prinsip ” ucapnya di dalam ruang sidang. 

    Politisi asal Yogyakarta itu lalu menyampaikan, kini masyarakat Indonesia tahu dan menyadari kejahatan kemanusiaan tanpa yang dilakukan Israel di Gaza. 

    Sebagaimana diketahui, gelombang penolakan terhadap keikutsertaan timnas Israel di U-20 pada dua tahun lalu berujung pada batalnya Indonesia menjadi tuan rumah. Beberapa politisi PDIP saat itu, khususnya yang menjabat kepala daerah, diketahui secara terbuka menyampaikan penolakan tersebut. Misalnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster. 

    “Saya yang menerima kriminalisasi hukum, yang salah satunya disebabkan oleh penolakan terhadap kehadiran Israel, menjadikan proses daur ulang kasus ini sebagai konsekuensi atas sikap politik yang saya ambil,” klaimnya. 

    Ketua KPU Ditekan Kasus

    Di sisi lain, Hasto juga menyebut ada beberapa saksi persidangan yang mengubah keterangannya terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya mantan Komisioner KPU Hasyim Asy’ari. 

    Pada nota pembelaan atau pledoi yang dibacakannya pada Kamis (10/7/2025), Hasto menyebut ada beberapa saksi yang memberikan keterangan berbeda dengan persidangan pada perkara yang sama saat 2020 lalu, dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustina Tio Fridelina serta Saeful Bahri. 

    Pertama, saksi Wahyu Setiawan. Komisioner KPU 2017-2022 itu sebelumnya sudah terpidana pada perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Perkara itu juga menjerat Harun Masiku yang saat ini masih buron. 

    Wahyu lalu dihadirkan lagi sebagai saksi di persidangan saat Hasto menjadi terdakwanya. Namun, politisi asal Yogyakarta itu menyebut Wahyu memberikan keterangan berbeda saat persidangan 2025 dan 2020 yang lalu. 

    Menurut Hasto, keterangan itu berkaitan dengan pemberian uang dari Hasto untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR Harun Masiku di KPU. Dia menduga Wahyu mendapatkan tekanan karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksanya dan menggeledah rumahnya pada Desember 2023 terkait dengan dugaan pencucian uang. 

    “Undangan TPPU inilah yang menjadi bentuk ancaman sehingga akhirnya Wahyu Setiawan memberikan keterangan baru, meskipun tidak terbukti kebenarannya di persidangan in,” kata Hasto di ruang sidang. 

    Tidak hanya Wahyu, mantan Komisioner KPU lain yakni Hasyim Asy’ari juga disebut mengubah keterangannya terkait dengan perkara itu. Hasyim sebelumnya menjabat sebagai komisioner periode 2017-2022, dan menjabat Ketua KPU 2022-2027 sebelum akhirnya dipecat pada 2024. 

    Keterangan Hasyim yang disoroti Hasto adalah terkait dengan pertemuannya dengan Wahyu di Pejaten Village. Hasyim disebut mengaku mendengar adanya pertemuan Hasto dan Wahyu di salah satu mal di Jakarta itu. 

    Hasto lalu menyebut keterangan itu baru muncul pada persidangan 2025 ketika dia menjadi terdakwa, namun tidak muncul pada 2020 lalu.

    Dia kemudian menduga bahwa keterangan Hasyim yang berubah memiliki keterkaitan dengan skandal penggunaan pesawat jet pribadi oleh komisioner KPU. Skandal itu turut menyeret Hasyim dan kini sudah dilaporkan ke Dumas KPK. 

    “Beberapa minggu setelah Saudara Hasyim Asy’ari diperiksa di KPK, saya mendengarkan bahwa yang bersangkutan ditekan karena telah menyewa private jet ketika menjadi Ketua KPU. Karena itu bukan satu kebetulan, satu hari sebelum pemeriksaan Hasyim Asy’ari di persidangan ini, muncul pemberitaan di media massa berkaitan dengan charter private jet tersebut,” tutur Hasto.

    Mengaku Pegal Tulis Pledoi

    Nota pembelaan yang dibacakan Hasto atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu terdiri dari 108 halaman, termasuk daftar pustaka. Dia menyebut pledoi itu disusun olehnya sendiri. 

    “Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal, dan ini akan mengungkapkan suatu perjuangan di dalam mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran,” ujarnya kepada wartawan sebelum jalannya sidang. 

    Hasto menyinggung tudingan bahwa dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa merupakan rekayasa hukum. Hal itu turut ditulisnya di dalam pledoi yang dia susun di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Jakarta. 

    Tuntutan Jaksa KPK

    Adapun, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Kapolri: Jika Terbukti Proses, Pecat, Dipidanakan

    Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Kapolri: Jika Terbukti Proses, Pecat, Dipidanakan

    Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Kapolri: Jika Terbukti Proses, Pecat, Dipidanakan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Merespons kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi (MN), Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (
    Kapolri
    ) Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan, bakal menindak tegas anggotanya yang melanggar.
    Tindakan tegas itu termasuk bagi dua personel Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diduga terlibat.
    “Apabila terbukti, proses, pecat, dipidanakan,” kata Kapolri di Jakarta, dikutip dari Antaranews, Jumat (11/7/2025).
    “Saya kira dari dulu kami tidak pernah berubah, konsisten terkait dengan anggota yang melanggar,” ujarnya menegaskan.
    Diketahui,
    Brigadir Nurhadi
    ditemukan tewas di kolam renang sebuah vila di Gili Trawangan, Lombok Utara, pada 16 April 2025.
    Menurut keterangan dari Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum)
    Polda NTB
    , Kombes Pol Syarif Hidayat, peristiwa ini berawal dari pesta yang digelar di sebuah vila privat di kawasan Tekek, Gili Trawangan.
    Dalam pesta tersebut, Nurhadi bersama dua atasannya, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama (YG) dan Ipda Harus Chandra (HC), serta seorang wanita berinisial M dan satu saksi lainnya berinisial P.
    Kemudian, pihak keluarga mengindikasikan Brigadir Nurhadi meninggal tidak wajar sehingga kepolisian melakukan penyelidikan.
    Dalam upaya mengungkap penyebab meninggal Brigadir Nurhadi,
    polisi
    telah melakukan ekshumasi dengan melakukan pembongkaran makam.
    Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap jenazah Brigadir Nurhadi, ditemukan luka di sekujur tubuh korban.
    Oleh karenanya, diduga ada upaya penganiayaan terhadap Brigadir Nurhadi. Kombes Syarif menduga, penganiayaan terjadi dalam rentang waktu 20.00 WITA sampai 21:00 WITA pada hari itu.
    Polda NTB kemudian menetapkan tiga orang tersangka, yakni Kompol Y, Ipda HC, dan seorang perempuan berinisial M.
    Ketiganya dijerat dengan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian jo Pasal 55 tentang turut serta karena kelalaian menyebabkan kematian.
    Sebelum berstatus tersangka, Polda NTB melalui sidang Komisi Kode Etik
    Polri
    telah memutuskan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap dua orang perwira itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sosok Arief Sukmara, Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

    Sosok Arief Sukmara, Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk di PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023.

    Salah satu dari sembilan tersangka itu adalah Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina Arief Sukmara. Berikut sosoknya.

    Sosok Arief Sukmara

    Arief menjabat Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina sejak 2024 lalu.

    Berdasarkan data yang dikutip dari akun LinkedIn-nya, Arief Sukmara mendapatkan gelar sarjana dari Universitas Padjadjaran (1997-2002).

    Kemudian, ia memperoleh gelar Master of Business Administration dari Universitas Gadjah Mada (2011-2016).

    Sementara itu, pendidikan dasar dan menengah ditempuh Arief Sukmara di Sukabumi, Jawa Barat. 

    SMA Negeri 3 Sukabumi

    SMP Negeri 1 Sukabumi

    SD Negeri Pasirhalang 1 Sukabumi

    Masih berdasarkan pantauan Tribunnews.com di akun LinkedIn tersangka, Arief menuliskan sejumlah jabatannya yang pernah diembannya di PT Pertamina.

    Antara lain sebagai Operation Support Manager di PT Pertamina (Persero), kemudian VP Product Operation hingga Corporate Secretary di PT Pertamina International Shipping.

    9 Tersangka Baru

    Sebelumnya, Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan bahwa tim penyidik sudah memperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka baru.

    Selain Arief Sukmara, tersangka baru dalam kasus ini ialah Muhammad Riza Chalid (MRC) yang dikenal sebagai “The Gasoline Godfather” atau “Saudagar Minyak”.

    Berikut daftar sembilan tersangka baru yang ditetapkan Kejaksaan Agung:

    VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011-2015: Alfian Nasution

    Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina 2014: Hanung Budya Yuktyanta

    VP Intermediate Supply PT Pertamina 2017-2018: Toto Nugroho

    VP Product Trading ISC Pertamina 2019-2020: Dwi Sudarsono

    Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina: Arief Sukmara

    SVP Integrated Supply Chain Pertamina 2018-2020: Hasto Wibowo

    Business Development Manager PT Trafigura Asia Trading 2019-2021: Martin Haendra Nata

    Indra Putra (IP) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi

    Beneficial Owner atau Penerima Manfaat PT Orbit Terminal Merak: Muhammad Riza Chalid

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, sembilan orang itu diduga melanggar pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Qohar pun menjelaskan langsung menahan delapan orang itu usai ditetapkan sebagai tersangka selama 20 hari ke depan.

    Sedangkan terhadap Riza belum dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Agung lantaran tersangka tersebut masih berada di Singapura dan masih dilakukan pengejaran.

    Seperti diketahui, dalam kasus yang merugikan negara Rp193,7 triliun ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan 9 orang sebagai tersangka.

    9 tersangka tersebut di antaranya Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

    Kemudian Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga, dan Edward Corne selaku Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Atas perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Modus Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC BRI, Kongkalikong Tunjuk Vendor Swasta

    Modus Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC BRI, Kongkalikong Tunjuk Vendor Swasta

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah modus yang digunakan para tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI) pada 2020-2024.

    Lembaga antirasuah menjelaskan, pengadaan EDC selama 2020-2024 yang diperkarakan ini menggunakan dua skema yakni beli putus dan sewa. Total nilai anggaran pengadaan yang digelontorkan untuk dua skema itu adalah Rp2,1 triliun. 

    Untuk skema beli putus, total nilai pengadaan selama 2020 hingga 2024 mencapai Rp942,7 miliar dengan jumlah EDC Android sebanyak 346.838 unit. 

    Selain skema beli putus, perseroan turut melakukan pengadaan Full Managed Services atau FMS EDC Single Acquirer (skema sewa) untuk kebutuhan merchant BRI. Total realisasi pembayaran pengadaan skema sewa itu selama 2021-2024 adalah Rp1,2 triliun untuk 200.067 unit. 

    Tersangka Catur, Indra dan Dedi diduga menandatangani sejumlah dokumen terkait dengan pengadaan tersebut. Pengadaan EDC dilakukan oleh sejumlah penyedia mesin tersebut yakni PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) yang dipimpin oleh tersangka Elvizar, dan PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT) yang dipimpin tersangka Rudy.

    Pada 2019, Catur bersama dengan Indra menyepakati bahwa perusahaan Elvizar akan menjadi vendor pengadaan EDC BRI dengan menggandeng PT BRI IT. 

    Indra kemudian memerintahkan dua anak buahnya agar EDC Android merek Sunmi P1 4G yang dibawa Elvizar dan PT PCS, serta merek Verifone yang dibawa PT BRI IT untuk menjalani proof of concept (POC) agar bisa kompatibel dengan sistem di BRI.

    KPK menduga hanya merek Sunmi dan Verifone yang melalui uji kelayakan teknis atau pengujian kompatibilitas POC pada 2019. Proses POCC itu juga tidak dipublikasikan secara luas atau kepada masyarakat. Padahal, vendor rekanan lain sudah membawa merek EDC Android di antaranya Nira, Ingenico dan Pax.

    Sementara itu, harga perkiraan sendiri (HPS) yang digunakan untuk pengadaan mesin EDC dari PT PCS dan PT BRI IT bersumber dari informasi harga vendor yang sudah di-plotting untuk memenangkan PT PCS, PT BRI IT dan PT Prima Vista Solusi.

    Di sisi lain, untuk pengadaan mesin EDC dengan skema sewa atau FMS, baik PT PCS, PT BRI IT dan PT Verifone Indonesia turut mensubkontrakkan seluruh pekerjaannya kepada perusahaan lain tanpa izin BRI.

    KPK lalu menduga terdapat tiga dari lima orang tersangka yang diduga menerima hadiah atau janji maupun keuntungan dari pada vendor EDC. Tersangka Catur diduga menerima Rp525 juta dari Elvizar (PT PCS) dalam bentuk sepeda dan kuda sebanyak dua ekor.

    Kemudian, tersangka Dedi diduga menerima sepeda Cannondale dari Elvizar Rp60 juta.

    Selanjutnya, tersangka Rudy diduga menerima sejumlah uang dari Country Manager Verifone Indonesia, Irni Palar serta Account Manager Verifone Indonesia, Teddy Riyanto sebesar Rp19,72 miliar atas pekerjaan EDC BRIlink dan FMS. 

    Adapun mengenai nilai kerugian keuangan negara, KPK menyebut akan bekerja sama dengan BPK atau BPKP untuk menghitung besaran final atas kerugian negara dari pengadaan tersebut. 

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Tiga orang di antaranya berasal dari bank BUMN itu yakni Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI), Indra Utoyo (mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI) serta Dedi Sunardi (mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI). 

    Dalam catatan Bisnis, Catur sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil direktur utama BRI, sedangkan Indra kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allobank. 

    Kemudian, dua tersangka lain adalah dari pihak swasta atau vendor pengadaan EDC yakni Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi) dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi). 

    Elvizar juga ditetapkan sebagai tersangka pada kasus KPK lain terkait dengan BUMN, yakni digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero). 

    “Yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744.540.374.314,00,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Rabu (9/7/2025). 

    Asep menjelaskan, hitungan kerugian keuangan negara oleh accounting forensic KPK tersebut menggunakan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI, dibandingkan dengan harga yang perseroan secara riil bayarkan kepada vendor. 

    Kerugian itu diduga timbul dari total nilai anggaran pengadaan sebesar Rp2,1 triliun untuk pengadaan EDC selama 2020-2024, baik dengan metode beli putus maupun sewa. 

    Hasilnya, ditemukan indikasi kerugian keuangan negara lebih dari 30% nilai pengadaan yakni Rp744,5 miliar.

    “Atau kita bandingkan dengan nilai anggarannya tadi Rp2,1 triliun kira-kira tadi sekitar 33%-nya, sepertiga nya [anggaran], hilang dari situ. Kehilangan sekitar 33%, Rp744 miliar dari pengadaan Rp2,1 triliun. Ini yang sudah terjadi,” terang Asep.

    Atas kasus tersebut, lima orang tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Korupsi Pelabuhan di Riau, Jaksa Ciduk Pejabat Kemenhub

    Korupsi Pelabuhan di Riau, Jaksa Ciduk Pejabat Kemenhub

    Liputan6.com, Pekanbaru – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menahan pejabat Kementerian Perhubungan di Pekanbaru berinisial RN. Dia merupakan tersangka korupsi pembangunan Pelabuhan Sagu-Sagu Langkit Tahap V di Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti.

    Korupsi pembangunan pelabuhan tahun anggaran 2022 dan 2023 itu merugikan negara Rp12,5 miliar. Penahan berlangsung 20 hari ke depan di Rutan Sialang Bungkuk untuk kepentingan penyidikan.

    Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati Riau Zikrullah menjelaskan, selain RN penyidik juga menetapkan 2 tersangka lainnya. 

    “Semuanya sudah ditahan pada Selasa malam tadi,” kata Zikrullah, Rabu siang, 9 Juli 2025.

    Tersangka lainnya berinisial MRN dan HB dari pihak swasta. Tersangka MRN merupakan Direktur PT Berkat Tunggal Abadi selaku pelaksana proyek sedangkan HB merupakan Direktur Utama PT Gumilang Sajati sebagai konsultan pengawas. 

    “Sementara RN merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kementerian Perhubungan,” kata Zikrullah.

    Penyidik sudah mengantongi audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) senilai Rp12,5 miliar.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    “Mereka terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun,” jelasnya.

    Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya tersangka baru, Zikrullah menyatakan penyidikan masih terus berlanjut.

    “Untuk saat ini baru 3 orang yang ditetapkan tapi tidak menutup kemungkinan akan ada pengembangan lebih lanjut sesuai alat bukti yang ditemukan,” katanya.

     

    *** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Tak Berani Hadiri Gelar Perkara, Jokowi Disebut Manusia Pengecut!

    Tak Berani Hadiri Gelar Perkara, Jokowi Disebut Manusia Pengecut!

    GELORA.CO – Gelar perkara khusus Bareskrim Polri terkait dugaan ijazah palsu dianggap tidak bernilai lantaran Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi sebagai pemilik ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak hadir.

    Demikian penegasan peneliti media dan politik Buni Yani dalam keterangannya, Kamis 10 Juli 2025.

    “Gelar perkara khusus kemarin di Bareskrim tak punya nilai karena Jokowi mangkir datang,” kata Buni Yani.

    Buni Yani berpendapat, Jokowi selaku mantan penguasa tidak bernyali dalam menghadapi perkara yang membelitnya.

    “Manusia pengecut!” pungkas Buni Yani.

    Gelar perkara khusus dilakukan atas permintaan tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).

    Gelar perkara khusus awalnya diagendakan Kamis 3 Juli 2025, namun baru bisa terlaksana pada Rabu 9 Juli 2025.

    Diketahui, Polda Metro Jaya tengah mengusut enam laporan polisi terkait tudingan ijazah palsu Jokowi. Dari enam laporan itu, salah satunya dilaporkan langsung oleh Jokowi.

    Jokowi melayangkan laporan terkait dugaan fitnah atau pencemaran nama baik buntut tudingan ijazah palsu. Dalam laporan itu, Jokowi melaporkan soal dugaan pelanggaran Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 305 Jo 51 ayat 1 UU ITE.

    Polisi telah mengantongi sejumlah barang bukti yang diserahkan ke kepolisian saat Jokowi dan tim kuasa hukum membuat laporan, antara lain flashdisk berisi 24 tautan video Youtube dan konten media sosial X hingga fotokopi ijazah.

    Polisi juga telah meminta keterangan sejumlah pihak dalam proses penyelidikan laporan tersebut. Beberapa di antaranya adalah Roy Suryo, Tifauzia alias dokter Tifa, Michael Sinaga Rismon Hasiholan Sianipar, hingga Kader PSI Dian Sandi.