Topik: KUHP

  • Gold’s Gym Dipolisikan Member dan Karyawan soal Dugaan Penipuan

    Gold’s Gym Dipolisikan Member dan Karyawan soal Dugaan Penipuan

    Jakarta

    Manajemen Gold’s Gym dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh karyawan hingga membernya. Pelaporan terkait dugaan penipuan dengan kerugian mencapai ratusan juta.

    “Totalnya semua 50-an orang yang ngambil kuasa. 30-an member dan 20-an karyawan. (kerugian) ratusan juta rupiah,” kata kuasa hukum pelapor, Kurniadi Nur saat dihubungi, Rabu (6/8/2025).

    Laporan teregister dengan nomor LP/B/5502/VIII/2025/SPKT Polda Metro Jaya tertanggal 6 Agustus 2025. Gold’s Gym dipolisikan dengan Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP. Adapun terlapor adalah manajemen Gold’s Gym.

    “Mengapa kami menempuh jalur hukum sebab kami menilai ada dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan terhadap member yang menjadi korban,” ujarnya.

    Kurniadi menyebut beberapa karyawan tidak diberikan gaji oleh pihak manajemen. Selain itu, hak-hak ketenagakerjaan lain yang harusnya diterima karyawan juga tidak diberikan.

    “Selain gaji, hak-hak ketenagakerjaan lainnya berupa jaminan sosial (BPJS kesehatan) dan (BPJS ketenagakerjaan) juga diduga tidak dibayarkan padahal gajinya telah dipotong untuk pembayaran iuran,” imbuhnya.

    detikcom telah menghubungi pihak Gold’s Gym melalui akun media sosialnya. Namun hingga kini belum ada tanggapan.

    (wnv/mea)

  • Islah Bahrawi soal Silfester Matutina: Kita Tunggu Gaya Tegas Omongan Kejaksaan

    Islah Bahrawi soal Silfester Matutina: Kita Tunggu Gaya Tegas Omongan Kejaksaan

    “Kejaksaan mendiamkan, padahal terpidana malang melintang di tivi dan medsos. Aneh!,” tandas Islah Bahrawi.

    Padahal menurut Islah Bahrawi, sejatinya seorang terpidana yang ketika tidak menjalani penahanan pada saat proses hukum berjalan, maka aparat hukum dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki kewajiban untuk melakukan penahanan atau penangkapan ketika sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.

    Karena itu, Islah Bahrawi merasa ada hal yang janggal dalam penanganan kasus pidana terhadap Silfester Matutina. Apalagi, tokoh pendukung setiap mantan Presiden Jokowi itu kini juga menjabat sebagai komisaris pada salah satu BUMN.

    Karena keanehan itu, Islah Bahrawi mendorong aparat terkait untuk melakukan pengusutan terkait kemungkinan adanya permainan hukum dalam kasus tersebut.

    “Selain wajib ditangkap, pihak Kejaksaan juga harus diusut. Bisa jadi ada oknum yang bermain,” tandas Islah Bahrawi.

    Diketahui, Silfester dilaporkan Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/554/V/2017/Bareskrim tertanggal 29 Mei 2017, karena orasinya pada 15 Mei 2017, yang menyebtu JK menjadi akar permasalahan bangsa.

    Dia menuding JK terlalu berambisi secara politik sehingga bersedia jadi wapres Jokowi pada 2019 lalu. Selain itu, dia juga menuduh JK menggunakan isu rasis dengan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.

    Yang paling parah, Silfester menyebut JK memperkaya keluarganya dengan cara korupsi, nepotisme. Atas tudingan itu, dia dijerat Pasal 310 dan 311 KUHP. Singkatnya, dia divonis penjara 1,5 tahun dan sudah berkekuatan hukum tetap. (fajar)

  • Gelagat ‘Aneh’ di Gold’s Gym, Pimpinan Kompak Resign di Waktu Berdekatan

    Gelagat ‘Aneh’ di Gold’s Gym, Pimpinan Kompak Resign di Waktu Berdekatan

    Jakarta

    Kuasa hukum member dan karyawan Gold’s Gym Kurniadi Nur mencium adanya keanehan di internal Gold’ Gym Indonesia. Ini setelah para pimpinan resign pada Juni 2025.

    Untuk diketahui, Juni 2025 merupakan waktu saat manajemen Gold’s Gym menutup beberapa cabang secara resmi. Serta, bulan saat lisensi Gold’s Gym Indonesia telah habis.

    Tak berlangsung lama, semua cabang klub tutup karena satu dan lain hal. Seperti biaya sewa ke mal yang tak dibayarkan, hingga karyawan yang mogok kerja karena gaji yang tak kunjung diberi.

    “Ini dapat informasi dari member, bahwa pimpinan-pimpinan mereka itu resign di bulan Juni, ada apa?” kata Kurniadi saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu (6/8/2025).

    “Menurut saya ini adalah diduga bentuk kejahatan baru untuk mendapat keuntungan,” sambungnya.

    Pimpinan yang dimaksud oleh kuasa hukum adalah vice president dan HRD (Head Office).

    Membawa Kasus ke Jalur Hukum

    Puluhan member dan karyawan membuat pengaduan ke Polda Metro Jaya pada Rabu (8/6). Nomor laporan STTLP/B/5502/VIII/2025/SPKT/Polda Metro Jaya.

    Pasal yang diduga dilanggar manajemen Gold’s Gym adalah Pasal 378 dan 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 185 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

    “Kami kualifikasikan bahwa apa yang dilakukan Gold’s Gym ini satu bentuk penipuan. Berdasarkan informasi yang kami ambil, bahwa di bulan Juni 2025 franchise yang disewa oleh pemilik untuk Indonesia itu telah habis. Tapi sebelum itu masih menerima karyawan,” kata Kurniadi.

    “Fatalnya lagi, member-member yang ngambil (latihan) dua tahun, masih sisa tujuh bulan, enam bulan, bahkan ada yang baru sebulan digunakan,” sambungnya.

    Tidak hanya member, karyawan yang telah bekerja lama juga dirugikan karena BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tidak dibayar oleh perusahaan setidaknya satu tahun terakhir. Padahal, di gaji setiap bulan sudah ada potongan untuk itu.

    “Karena yang dirugikan oleh Gold’s Gym ini tidak hanya member tapi juga karyawan,” kata Kurniadi.

    “Diduga ini sudah dipersiapkan oleh manajemen Gold’s Gym karena ditemukan bahwa alat fitness yang ada di mal-mal itu sudah digadaikan ke pihak ketiga,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: BPJS Kesehatan Catat Iuran Warga RI Tahun 2024 Capai Rp 165 Triliun”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)

    Fitness Center Bertumbangan

    24 Konten

    Gym-gym besar bertumbangan di tengah meningkatnya minat berolahraga. Di sisi lain, gym-gym kelas menengah makin menjamur. Fenomena apakah?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Anak Durhaka di Madina, Bunuh Ibu Gara-Gara Kesal Dinasihati Berhenti Pakai Sabu

    Anak Durhaka di Madina, Bunuh Ibu Gara-Gara Kesal Dinasihati Berhenti Pakai Sabu

    Liputan6.com, Jakarta Seorang pria berinisial MS (38) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara (Sumut), tega membacok ibu kandung, Suharni Lubis (61), hingga tewas. Peristiwa tragis tersebut diduga dipicu karena pelaku tidak terima dinasihati ibunya untuk berhenti mengonsumsi sabu.

    Kapolres Madina AKBP Arie Sofandi Paloh mengungkapkan, jenazah korban tergeletak di ruang tamu rumah korban di Desa Huta Toras, Kecamatan Pakantan, dengan kondisi bersimbah darah.

    “Lalu di samping korban ditemukan sebilah parang yang diduga digunakan pelaku,” kata Arie, Rabu (6/8).

    Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) dan pemeriksaan saksi, pelaku pembunuhan mengarah pada MS.

    Polisi segera melakukan pencarian dan berhasil menangkap MS di teras rumah warga, sekitar 10 meter dari lokasi kejadian. 

    Setelah dilakukan tes urine di Polres Mandiling Natal, pelaku dinyatakan positif sabu.

    Dijelaskan Arie, MS merasa kesal karena ibunya kerap menasihati dan memarahinya terkait kebiasaan mengonsumsi narkoba.

    “Puncaknya, pada malam hari saat korban sedang terlelap di ruang tamu, pelaku mengambil parang dari dapur dan membacok korban berulang kali di bagian kepala, leher dan pergelangan tangan,” terang Arie.

    Kini, MS telah diamankan bersama barang bukti, dan ditahan di Polres Madina untuk proses hukum lebih lanjut.

    Atas perbuatannya, MS dijerat dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 354 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

  • Makin Panas, Member Polisikan Gold’s Gym soal Dugaan Penipuan dan Penggelapan

    Makin Panas, Member Polisikan Gold’s Gym soal Dugaan Penipuan dan Penggelapan

    Jakarta

    Sengkarut penutupan Gold’s Gym Indonesia kini memasuki babak baru. Puluhan member dan karyawan melaporkan manajemen ke Polda Metro Jaya dengan dugaan kasus penipuan, penggelapan, hingga tidak pidana ketenagakerjaan.

    Nomor laporan STTLP/B/5502/VIII/2025/SPKT/Polda Metro Jaya

    Pasal yang diduga dilanggar manajemen Gold’s Gym adalah Pasal 378 dan 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 185 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

    Kuasa hukum member dan karyawan Kurniadi Nur mengatakan saat ini pihaknya mewakili sekitar 39 member dan 20 karyawan.

    “Kami kualifikasikan bahwa apa yang dilakukan Gold’s Gym ini satu bentuk penipuan. Berdasarkan informasi yang kami ambil, bahwa di bulan Juni 2025 franchise yang disewa oleh pemilik untuk Indonesia itu telah habis. Tapi sebelum itu masih menerima karyawan,” kata Kurniadi saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu (6/8/2025).

    “Fatalnya lagi, member-member yang ngambil (latihan) dua tahun, masih sisa tujuh bulan, enam bulan, bahkan ada yang baru sebulan digunakan,” sambungnya.

    Kurniadi menilai ini ada unsur penggelapan dan penipuan. Pasalnya, lisensi Gold’s Gym di Indonesia telah berakhir pada Juni, namun sebelum itu manajemen masih menerima member baru dengan durasi yang cukup lama.

    Tidak hanya member, karyawan yang telah bekerja lama juga dirugikan karena BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tidak dibayar oleh perusahaan setidaknya satu tahun terakhir. Padahal, di gaji setiap bulan sudah ada potongan untuk itu.

    “Karena yang dirugikan oleh Gold’s Gym ini tidak hanya member tapi juga karyawan,” kata Kurniadi.

    “Diduga ini sudah dipersiapkan oleh manajemen Gold’s Gym karena ditemukan bahwa alat fitness yang ada di mal-mal itu sudah digadaikan ke pihak ketiga.

    Ada Kaitan Gold’s Gym dan Superstar Fitness

    Pada tahun 2024 lalu, sempat viral kasus serupa yakni Superstar Fitness. Pusat kebugaran ini tiba-tiba tutup dan merugikan ribuan membernya.

    Kurniadi menduga orang-orang yang bertanggung jawab di manajemen Gold’s Gym adalah sosok yang sama yang ada di Superstar Fitness.

    “Nah itu pelakunya kami duga sama. Motifnya sama. Tapi kami belum bisa memastikan, kami nggak bisa sebut nama orang,” kata Kurniadi.

    Kurniadi menambahkan, upaya melaporkan manajemen Gold’s Gym ke Polda Metro bisa saja membuahkan hasil yang berbeda daripada apa yang dulu dilakukan oleh member Superstar Fitness.

    “Kalau dulu Superstar Fitness itu kan masih ada alasan, perusahaan pailit. Sekarang ini (GG) kan nggak ada pailit,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

    Fitness Center Bertumbangan

    24 Konten

    Gym-gym besar bertumbangan di tengah meningkatnya minat berolahraga. Di sisi lain, gym-gym kelas menengah makin menjamur. Fenomena apakah?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Polisi tangkap pencuri burung setelah buron beberapa minggu

    Polisi tangkap pencuri burung setelah buron beberapa minggu

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Pusat menangkap seorang pelaku pencurian burung di Kemayoran, setelah sempat buron selama beberapa minggu.

    “Berkat kerja keras tim di lapangan, pelaku berhasil diamankan dan saat ini sedang menjalani pemeriksaan,” kata Kanit Reskrim Polsek Kemayoran, Jakarta Pusat IPTU Budi Setiadi di Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, pelaku berinisial S (25), berhasil diamankan setelah diduga kuat melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 KUHP.

    Penangkapan berlangsung pada Sabtu (2/8) sekitar pukul 16.00 WIB di kediaman pelaku yang berada di Kelurahan Kemayoran, Jakarta Pusat.

    Ia menjelaskan bahwa penangkapan berawal dari laporan warga atas kejadian pencurian yang terjadi pada 22 Juni 2025 dengan korban melaporkan kehilangan barang berharga berupa dua ekor burung secara tidak wajar.

    “Berdasarkan penyelidikan, pelaku berhasil diidentifikasi dan akhirnya dibekuk di rumahnya tanpa perlawanan. Pelaku sempat buron selama beberapa minggu,” ujarnya.

    Dari hasil interogasi awal, pelaku mengakui perbuatannya. Saat ini, tersangka berikut barang bukti telah diamankan di Polsek Kemayoran guna proses penyidikan lebih lanjut.

    Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro menyatakan bahwa pihaknya terus mengintensifkan pengamanan wilayah dan tidak akan memberikan ruang bagi pelaku kejahatan.

    “Ini bukti nyata bahwa Polri hadir di tengah masyarakat. Tidak ada kompromi bagi pelaku kejahatan,” katanya.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 363 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal tujuh tahun.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hakim Tolak Eksepsi Brigadir Ade, Polisi yang Aniaya Bayinya Sendiri hingga Tewas

    Hakim Tolak Eksepsi Brigadir Ade, Polisi yang Aniaya Bayinya Sendiri hingga Tewas

     

    Liputan6.com, Semarang – Brigadir Ade Kurniawan, polisi penganiaya bayinya sendiri yang masih berusia 2 bulan hingga tewas mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. 

    Hakim Ketua Nenden Riska Puspitasari dalam sidang di PN Semarang, menolak eksepsi terdakwa Brigadir Ade.

    “Memutuskan eksepsi terdakwa tidak dapat diterima, memerintahkan kepada penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Ade Kurniawan,” katanya dalam persidangan, Rabu (5/8/2025)

    Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan dakwaan jaksa sudah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap. Ia menjelaskan dakwaan telah menguraikan waktu dan tempat terjadinya peristiwa.

    Selain itu, lanjut dia, dakwaan jaksa juga telah menguraikan perbuatan terdakwa secara cermat, jelas, dan lengkap.

    Atas putusan itu, hakim memberi kesempatan penuntut umum untuk menghadirkan saksi pada persidangan yang akan datang.

    Kronologi Kejadian

    Sebelumnya, Brigadir Ade Kurniawan melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan meninggalnya bayi NA yang merupakan anak kandungnya itu.

    Jaksa menjelaskan tindak pidana tersebut bermula ketika terdakwa berkenalan dengan ibu korban yang berinisial DJP pada 2023 lalu.

    Sejak berpacaran, terdakwa dan korban tinggal bersama di sebuah rumah kontrakan yang berlokasi di Palebon, Kota Semarang

    Ibu korban yang hamil kemudian meminta terdakwa untuk bertanggung jawab dengan menikahinya, namun permintaan itu ditolak.

    Terdakwa yang merasa sakit hati karena tuntutan ibu korban pertama kali menganiaya bayi NA di rumah kontrakan pada Maret 2025.

    Ekshumasi yang dilakukan kepolisian menyatakan kematian korban diakibatkan oleh kekerasan tumpul pada kepala yang mengakibatkan pendarahan otak.

    Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak atau Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

  • Terbakar Cemburu, Buruh Gudang Beras Bunuh Kekasih di Lampung
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 Agustus 2025

    Terbakar Cemburu, Buruh Gudang Beras Bunuh Kekasih di Lampung Regional 6 Agustus 2025

    Terbakar Cemburu, Buruh Gudang Beras Bunuh Kekasih di Lampung
    Tim Redaksi
    LAMPUNG, KOMPAS.com
    – Seorang buruh gudang beras membunuh kekasihnya sendiri karena cemburu buta, setelah sang pacar menjalin hubungan asmara dengan lelaki lain.
    Korban tewas akibat luka sayatan senjata tajam.
    Kepala Satreskrim Polresta Bandar Lampung, Kompol Faria Arista, mengatakan peristiwa itu terjadi di mes gudang Bulog, Kecamatan Sukabumi, pada Senin (4/8/2025) sekitar pukul 16.30 WIB.
    Pelaku bernama Ridwan (39) telah menyerahkan diri dan mengakui membunuh kekasihnya yang bernama Siska (32).
    “Motif perbuatan tersangka adalah cemburu karena korban diduga telah berselingkuh,” kata Faria di Mapolresta Bandar Lampung, Rabu (6/8/2025) pagi.
    Peristiwa ini berawal saat pasangan yang sudah berpacaran selama dua tahun itu bertengkar di dalam kamar korban sebelum kejadian.
    Tersangka yang makin tersulut emosinya lantas mengambil celurit.
    Korban sempat melawan dan berusaha merebut celurit itu hingga mengakibatkan jari-jari korban terluka.
    “Pelaku kemudian menjambak rambut korban, lalu menggorok leher korban, dan korban meninggal di lokasi kejadian,” katanya.
    Usai membunuh, pelaku langsung pergi mengendarai sepeda motor dan menyerahkan diri ke Polsek Sukarame.
    Kombes Pol Alfret menambahkan bahwa celurit yang digunakan pelaku untuk menghabisi nyawa korban biasanya digunakan pelaku untuk memotong rumput untuk makan peliharaan kelincinya yang berada di belakang mes.
    Akibat perbuatannya tersebut, pelaku dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan atau subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman pidana mati atau hukuman penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun kurungan penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amnesti dan Abolisi, Tunduknya Hukum pada Politik?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Agustus 2025

    Amnesti dan Abolisi, Tunduknya Hukum pada Politik? Nasional 6 Agustus 2025

    Amnesti dan Abolisi, Tunduknya Hukum pada Politik?
    Pengamat hukum pidana dan kebijakan publik

    TUHAN
    selalu berpihak dan memberikan jalan pada kebenaran, God works in the mysterious way, Tuhan bekerja dengan cara-cara yang tak terduga,” demikian perkataan Tom Lembong usai menerima abolisi, yang ditirukan oleh Anies Baswedan.
    Pemberian Amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Hasto Kristianto dan Abolisi kepada Tom Lembong mungkin boleh dikatakan sebagai akhir dari perjalanan kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan segala nuansa politik yang berakhir antiklimaks.
    Dalam konteks ketatanegaraan, pemberian amnesti dan abolisi bukan merupakan keputusan Pemerintah, melainkan hak prerogatif presiden, sebagai konsekuesi logis dari kedudukan presiden sebagai kepala negara menurut Pasal 14 UUD 1945 yang diberikan dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
    Secara hukum, dengan diberikannya amnesti kepada Hasto Kristianto, maka semua akibat hukum pidananya dihapuskan. Sedangkan dengan diberikannya abolisi, proses hukum (penuntutan) terhadap Tom Lembong menjadi ditiadakan.
    Dibalik sukacita dari bebasnya kedua tokoh itu, ada sejumlah permasalahan hukum yang tersisa. Antara lain bagaimana nasib pelaku lainnya yang didakwa dengan penyertaan dan sudah usangnya UU Darurat No. 11/1954 tentang Amnesti dan Abolisi yang konteksnya waktu itu adalah kedaruratan akibat dari persengketaan politik antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda.
    “Politiæ legibus, non leges politiis, adaptandæ”, demikianlah postulat yang artinya “politik harus disesuaikan dengan hukum, dan bukan hukum yang disesuaikan dengan politik.”
    Terkesan postulat ini bersifat idealis dan normatif. Namun, kenyataannya tidak selalu realistis dalam praktiknya.
    Postulat tersebut sejalan dengan pandangan dari Aji Wibowo yang pernah menyampaikan kepada penulis, “hukum memang merupakan produk politik, tapi hukum jangan dipolitisir”, baik dalam pembentukan maupun penegakannya.
    Dalam kondisi penegakan hukum yang belum ideal, memang tidak dapat disangkal menguatnya fenomena
    judicial caprice
    , yaitu ketidakpercayaan pada putusan pengadilan karena sulit diprediksi hasilnya dan dianggap jauh dari nilai-nilai hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
    Di sinilah ruang bagi presiden sebagai kepala negara untuk menghadirkan keseimbangan dengan cara memberikan pengampunan (
    presidential pardon
    ) dalam bentuk grasi, amnesti, abolisi, dan juga pemulihan harkat dan martabat seseorang melalui rehabilitasi.
    Dahulu mantan Presiden Jokowi juga pernah memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril dan Saiful Mahdi yang terjerat UU ITE.
    Meskipun konteks amnesti dalam UU Darurat No. 11/1954 adalah untuk kejahatan politik, tapi keputusan tersebut mendapat dukungan luas, termasuk dari masyarakat sipil, sebagaimana postulat, “equum et bonum est lex legum”, apa yang baik dan adil itulah hukumnya.
    Namun demikian, tanpa parameter yang jelas, pemberian amnesti dan abolisi dapat bernuansa politis, menjustifikasi tuduhan politisasi hukum, dan juga dapat membuat impunitas, khususnya bagi korupsi sebagai tindak pidana khusus yang dianggap
    extraordinary crime
    , yang juga harus dilihat perspektif kepentingan umum.
    Sebagai perbandingan, sebenarnya ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf c UU Kejaksaan telah memungkinkan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
    Adapun yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas dengan memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
    UU No.1 Tahun 2023 (KUHP Baru) yang akan berlaku 3 Januari 2026 nanti telah membuka kemungkinan dari pengecualian dari hak Negara untuk memidana seseorang yang melakukan tindak pidana (
    ius puniendi
    ) berupa gugurnya kewenangan penuntutan dan gugurnya kewenangan pelaksanaan pidana.
    Dalam relevansinya dengan
    presidential pardon
    , Pasal 132 ayat (1) huruf h KUHP Baru telah mengatur bahwa dengan diberikannya amnesti atau abolisi, maka kewenangan penuntutan sebagai proses peradilan yang dimulai dari penyidikan menjadi gugur.
    Sedangkan, Pasal 140 KUHP Baru menyebutkan bahwa kewenangan pelaksanaan pidana dinyatakan gugur, jika terpidana mendapatkan grasi atau amnesti.
    Sederhananya, gugurnya kewenangan penuntutan itu dalam hal perkaranya belum berkekuatan hukum tetap. Sedangkan gugurnya pelaksanaan pidana adalah dalam hal perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga pelaksanaan sanksi pidana itu tidak perlu dijalani terpidana.
    Pertanyaan yang seringkali diajukan kepada penulis adalah dalam hal konteks apa amnesti atau abolisi dibedakan pemberiannya.
    Secara umum, penulis berpendapat pemberian amnesti yang menghapuskan akibat hukum pidana berarti peristiwa pidananya telah ada dan diasumsikan bahwa seseorang dianggap bersalah telah melakukan tindak pidana.
    Sebaliknya dalam abolisi, peristiwa pidananya sudah ada, tapi pemberi abolisi kemungkinan belum teryakinkan apakah seseorang benar-benar bersalah melakukan suatu tindak pidana, sehingga proses hukum dan penuntutannya dihentikan.
    Sebagaimana perkataan Paulus, seorang Yuris Romawi, “Deletio, oblivio vel exctinctio accusationis”, yang artinya “penghapusan, membuat dilupakan dan peniadaan tuduhan”.
    Tentu
    presidential pardon
    ini juga berbeda dengan alasan penghapus pidana, khususnya dalam kaitannya penyertaan tindak pidana (
    delneeming
    ).
    Dalam penyertaan, apabila salah satu pelaku dilepaskan dari tanggung jawab pidana karena adanya alasan pembenar, misalnya karena menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP), maka konsekuensinya pelaku lainnya juga harus dilepaskan. Namun tidak demikian halnya dengan alasan pemaaf.
    Dengan diberikannya abolisi kepada Tom Lembong memunculkan pertanyaan, bagaimana nasib para terdakwa lainnya yang didakwa dengan penyertaan?
    Penulis berpandangan, meskipun abolisi tidak berlaku bagi pelaku lainnya, maka akan menjadi suatu ketidakadilan jika pelaku yang merupakan pejabat negara dihentikan penuntutannya, tapi pelaku lainnya, misalnya, swasta masih tetap diproses, bahkan dihukum karena melakukan tindak pidana korupsi.
    Dengan dianutnya sistem pembagian kekuasaan (
    distribution of power
    ) yang merujuk pada konsep trias politica dari eksekutif, yudikatif dan legislatif, maka dapat dikatakan pembagian kekuasaan tersebut sama sekali tidak terpisah-pisah, melainkan saling melakukan fungsi kontrol pengawasan sesuai dengan prinsip
    checks and balances.
    Grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi (GAAR) sebagai hak prerogatif presiden yang diberikan oleh konstitusi itu ibarat sebuah pedang bermata dua: bisa mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan. Sebaliknya, jika disalahgunakan justru dapat mendatangkan impunitas.
    Dalam perspektif negara hukum seharusnya perlu ada peraturan setingkat UU yang mengatur parameter yang jelas, objektif dan berkeadilan, sebagaimana langkah Pemerintah dalam menginisiasi naskah akademik dari RUU GAAR sejak tahun 2022 yang belum kunjung selesai.
    Untuk itu, agar pemberian GAAR tidak bernuansa politis dan mengakibatkan impunitas khususnya untuk tindak pidana korupsi, maka Pemerintah dan DPR harus segera merampungkan Rancangan UU Grasi Amnesti Abolisi dan Rehabilitasi terlebih dahulu, agar ada standar pengaturan yang lebih jelas, objektif, dan berkeadilan.
    Ikhtiar ini untuk mencegah pelaku kejahatan seolah-olah mendapatkan insentif untuk melakukan tindak pidana lagi, sebagaimana postulat
    Veniae facilitas incentivum est delinquendi
    , yang artinya kemudahan mendapatkan pengampunan merupakan insentif untuk melakukan kejahatan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Pembunuhan Kadek Parwata Divonis 15 Tahun Penjara

    Pelaku Pembunuhan Kadek Parwata Divonis 15 Tahun Penjara

    DENPASAR – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap terdakwa Bastomi Prasetiawan (49), pelaku pembunuhan terhadap seorang pria bernama I Kadek Parwata.

    Dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa, Ketua Majelis Hakim I Putu Agus Adi Antara menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan sebagaimana dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum sesuai ketentuan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan.

    Putusan tersebut sama dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Denpasar Harisdianto Saragih.

    Selain memberikan pidana penjara 15 tahun, dalam berkas perkara terpisah, terdakwa yang disapa Mas Pras tersebut juga dijatuhi vonis tiga tahun penjara kasus kepemilikan senjata tajam.

    Pembacaan putusan tersebut langsung setelah putusan terkait pembunuhan.

    Vonis tersebut lebih rendah dua tahun dari tuntutan JPU.

    Dalam tuntutannya, JPU meminta terdakwa Prasetiawan dihukum lima tahun penjara dalam kasus kepemilikan senjata tajam (UU Darurat). Namun, hakim berpendapat lain sehingga terdakwa dijatuhi vonis tiga tahun penjara.

    Dengan demikian, total hukuman yang diberikan kepada terdakwa yakni 18 tahun.

    Terdakwa Prasetiawan hanya tertunduk diam setelah mendengar putusan majelis hakim tersebut.

    Setelah berdiskusi dengan penasehat hukumnya dari Posbakum Peradi Denpasar, terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut.

    Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa disebutkan rangkaian perbuatan kejam Mas Pras bermula ketika dirinya mengendarai sepeda motor Honda Spacy berplat DK 6658 UBE melintasi Jalan Nangka Utara, pada 13 Februari 2025 sekira pukul 01.30 Wita.

    Terdakwa hendak menuju rumah bosnya di Jalan Antasura Denpasar. Lalu, dia disalip oleh saksi korban Made Darma Wisesa. Terdakwa emosi karena merasa pemuda tersebut hampir menyerempetnya.

    Pria itu pun langsung mengejar Darma Wasesa. Sesampainya di tempat kejadian perkara (TKP) depan Warung Auna, Darma memarkir motor dengan maksud berbelanja. Akan tetapi, terdakwa langsung menabrak pemuda itu serta memukulinya berulang kali.

    Bahkan, dalam dakwaan JPU, Bastomi mengeluarkan pisau yang dia bawa dan dipakai mengancam. Pemilik warung bernama Ashuri pun berusaha melerai dan membubarkan perselisihan itu.

    Bastomi melanjutkan perjalanan ke utara untuk menuju Jalan Antasura.

    Di tengah perjalanan, terdakwa merasa belum puas, hingga kembali ke Warung Auna. Di sana, pemilik warung ditanyai oleh terdakwa Prasetiawan apakah saudara dari Darma atau bukan.

    Pemilik warung sontak menjawab tidak. Kala Bastomi hendak meninggalkan TKP, datanglah korban Kadek Parwata bersama temannya I Wayan Wawa Anggara.

    Kadek Parwata terus diinterogasi oleh Prasetiawan hingga akhirnya dia mengeluarkan pisau lalu menusuk bagian rusuk korban hingga menyebabkan luka. Bahkan korban yang berusaha menjauh dikejar oleh terdakwa hingga menikam beberapa kali sampai korban jatuh.

    Kendati sasarannya sudah terkapar, Prasetiawan terus mendekat dan berdiri di atas korban untuk menusuk lagi. Saksi Wayan Wawa pun datang menendang kepala pelaku hingga jatuh.

    Bastomi lantas berdiri dan mengejar Wawa sambil mengayunkan pisau.

    Tetapi, ayunannya tidak mengena dan dibalas dengan tendangan oleh saksi. Setelah itu, pelaku malah berbalik lagi ke arah korban yang masih tergeletak.

    Namun, dirinya dikejar oleh Wawa dan akhirnya memilih untuk melarikan diri menggunakan sepeda motornya. Kadek Parwata yang bersimbah darah lantas dibawa ke Rumah Sakit Bakti Rahayu.

    Korban langsung mendapat perawatan, tetapi dinyatakan sudah meninggal dunia. Jenazahnya dirujuk ke RSUP Prof Dr IGNG Ngoerah untuk dilakukan visum.

    Hasil visum menunjukkan terdapat luka-luka terbuka yang diakibatkan oleh kekerasan tajam dan luka-luka lecet akibat kekerasan tumpul pada tubuh korban.

    Sebab kematian adalah luka tusuk pada dada kiri dan punggung kiri yang menembus paru kiri bagian bawah, sehingga menimbulkan perdarahan di dalam rongga dada kiri.

    Pelaku Prasetiawan pun berhasil ditangkap Satreskrim Polresta Denpasar hingga akhirnya mengakui perbuatannya.