Topik: KUHP

  • KPK Nyatakan Kasus Kuota Haji Naik ke Tahap Penyidikan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    KPK Nyatakan Kasus Kuota Haji Naik ke Tahap Penyidikan Nasional 9 Agustus 2025

    KPK Nyatakan Kasus Kuota Haji Naik ke Tahap Penyidikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – KPK menyatakan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan.
    “Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    KPK menaikkan level pengusutan kasus ini dari penyelidikan ke penyidkan karena KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai rasuah.
    “KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama Tahun 2023 2024, sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan,” kata Asep.
    Maka, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik umum untuk kasus kuota haji tersebut.
    Di kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 plus 1 KUHP.
    Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal ini menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara.
    Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sudah diperiksa KPK, Kamis (7/8/2025) kemarin.
    “Alhamdulillah, saya berterima kasih, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut usai diperiksa KPK saat itu.

    Asep Guntur Rahayu kemudian menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Yaqut menandai penyelesaian babak penyelidikan.
    Sementara itu, KPK pada tanggal 10 September 2024 silam mengungkapkan siap untuk mengusut dugaan gratifikasi terkait pengisian kuota haji khusus pada pelaksanaan Haji 2024.
    KPK menyatakan langkah tersebut penting agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, dapat menghadirkan keadilan dalam pelaksanaan layanan ibadah haji tanpa korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dirut PDAM Jepara Jadi Tersangka, Tilap Dana Representatif Ratusan Juta

    Dirut PDAM Jepara Jadi Tersangka, Tilap Dana Representatif Ratusan Juta

    Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, imbuh Dhini, SB diduga menyalahgunakan atau mengkorupsi dana representatif.

    Padahal dana tersebut penggunaanya untuk kemajuan dan peningkatan pendapatan PDAM Jepara. Penggunaan dana tersebut di bawah kewenangan direksi PDAM.

    Di PDAM Jepara sendiri terdapat tiga direksi, yakni dirut, direktur teknis serta direktur administrasi dan keuangan.

    “Bahwa pada faktanya, yang menggunakan dana (representative) ini hanya tersangka (SB) selaku direktur utama tanpa melibatkan direktur lainnya,” ungkap Dhini.

    Dugaan penyalahgunaan dana representatif yang dilakukan SB selaku dirut, penyidik Kejari menemukan indikasi adanya potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 554.350.000.

    “Penggunaan dana tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dinilai tidak mendukung operasional PDAM Jepara,” imbuh Dhini.

    Dhini menambahkan, kerugian keuangan negara yang diduga dikorupsi SB berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) Nomor: 704/12/Kasus/Irban/V/VII/2025 tanggal 30 Juli 2025 dari Inspektorat Kabupaten Jepara.

    “Yang bersangkutan (Tersangka SB), kami tahan selama 20 hari ke depan,” pungkas Dhini.

    Tidak hanya itu, penyidik Kejari Jepara juga masih terus mengembangkan penyidikan guna menemukan tersangka lain dalam tindak pidana korupsi tersebut. Oleh pihak tim Kejari Jepara, tersangka melanggar Primair: Pasal 2 ayat (1) Juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP

    Subsidiair Pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Laporan Masyarakat

    Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri Jepara pada bulan Januari 2025 telah menerima laporan dari masyarakat tentang adanya perkara dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana representatif pada PDAM Tirta Jungporo Tahun 2020 hingga 2023.

    Setelah dilakukan proses penyidikan, tim penyidik mengungkap temuan adanya unsur melawan hukum dalam proses penggunaan dana representatif. Atas tindakan itu, mengakibatkan kerugian keuangan negara.

    Tersangka SB selaku Direktur Utama PDAM Tirta Jungporo, secara aktif mencairkan dana representatif dari pos biaya lain-lain Direksi sejak tahun 2020 hingga 2023.

    Pencairan ini menggunakan memo internal yang tidak memuat rincian kegiatan dengan jelas. Parahnya lagi, tidak disertai pertanggungjawaban penggunaan dana reprensetatif.

    Bahwa dari hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa uang hasil tindak pidana korupsi tersebut digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi.

  • Motor Penggembala Bebek di Bekasi Digondol Maling, Pelaku Ditangkap

    Motor Penggembala Bebek di Bekasi Digondol Maling, Pelaku Ditangkap

    Jakarta

    Polres Metro Bekasi menangkap komplotan pencuri motor yang beraksi di wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sebanyak lima pelaku dari dua komplotan berbeda sudah ditangkap.

    Kapolres Metro Bekasi Kombes Mustofa mengatakan tiga tersangka J (27), BA (30), dan AS (22) ditangkap Polsek Cikarang Timur. Sedangkan dua tersangka AS (21) dan S (32) ditangkap tim Unit Jatanras.

    Dari laporan yang diusut Polsek Cikarang Timur, peristiwa terjadi pada Rabu (9/7). Motor milik korban digasak maling saat tengah menggembala bebek.

    “Korban memarkir sepeda motor dalam keadaan terkunci setang di TKP. Setelah korban pulang menggembala bebek, sepeda motor milik korban sudah tidak ada,” kata Mustofa kepada wartawan, Jumat (8/8/2025).

    Pihak kepolisian bergerak melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut. Polisi berhasil menangkap pelaku J (27), BA (30), dan AS (22) pada Senin (28/7).

    Sementara itu, dari laporan yang diusut Jatanras, peristiwa terjadi pada Kamis (17/7). Korban yang saat itu baru bangun tidur kaget lantaran motor yang diparkir di kontrakannya hilang.

    Pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap dua tersangka AS (21) dan S (32) pada Jumat (1/8). Kedua pelaku ditangkap saat tengah mencari mangsa dengan menggunakan motor hasil curian juga.

    Saat ini kelima maling motor itu sudah diterapkan sebagai tersangka dan ditahan. Mereka dijerat dengan Pasal 363 KUHP.

    (wnv/whn)

  • Pembunuhan di Tangerang, Pelaku dan Korban Bagian dari Komplotan Pencuri Ban Truk
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Agustus 2025

    Pembunuhan di Tangerang, Pelaku dan Korban Bagian dari Komplotan Pencuri Ban Truk Megapolitan 8 Agustus 2025

    Pembunuhan di Tangerang, Pelaku dan Korban Bagian dari Komplotan Pencuri Ban Truk
    Tim Redaksi
    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
    – BT (43), pria yang membunuh temannya di lahan kosong kawasan Kampung Pos Bitung, Desa Kadul, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, pada Rabu (30/7/2025) malam, ternyata merupakan anggota komplotan pencuri ban serep truk.
    BT diketahui sering beraksi bersama korban, TH (46), di sekitar Jalan Tol Bitung–Merak. Sasaran mereka adalah truk yang sedang parkir di pinggir tol saat sopir beristirahat.
    “Korban dan tersangka ini duga merupakan bagian dari komplotan spesialisasi pencurian ban serep, mobil truk yang sering beraksi disekitaran jalan tol Bitung-Merak,” ujar Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Ingkiriwang di Mapolres Tangerang Selatan, Serpong, Jumat (8/8/2025).
    Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Wira Graha Setiawan mengatakan, hasil pencurian tersebut biasa dijual ke Karawang, Jawa Barat, dengan harga yang bervariasi.
    Salah satu hasil curian terakhir yang dijual, yaitu ban serep truk, laku seharga Rp 1 juta.
    “Untuk hasil pencuriannya yang ditanyakan tadi, sebesar Rp 1 juta,” kata Wira.
    Namun, pembagian hasil penjualan itu memicu pertengkaran. Korban mendapatkan Rp 800.000, sementara pelaku hanya Rp 200.000.
    Ketimpangan itu membuat BT merasa kesal.
    “Karena merasa bekerja sama-sama, pembagiannya kok timpang makanya tersangka emosi,” jelas dia.
    Pada malam hari setelah cekcok, BT mengajak korban ke sebuah lahan kosong yang gelap.
    Di lokasi itu, ia memukul kepala korban dengan batu hingga korban tewas di tempat.
    “Tersangka BT memukulkan sebongkah batu ke kepala korban yang selanjutnya korban langsung tergeletak,” ucap Wira.
    Setelah melakukan aksinya, BT melarikan diri ke Purwakarta.
    Ia ditangkap empat hari kemudian, tepatnya Senin (4/8/2025), di kawasan Cikopo, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
    Atas perbuatannya, BT dijerat dengan Pasal 338 KUHP dan/atau Pasal 351 ayat 3 KUHP. Ia terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pembunuhan di Tangerang, Pelaku dan Korban Bagian dari Komplotan Pencuri Ban Truk
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Agustus 2025

    Maling Ban Serep Truk Dibunuh Temannya di Tangerang karena Pembagian Uang Tak Merata Megapolitan 8 Agustus 2025

    Maling Ban Serep Truk Dibunuh Temannya di Tangerang karena Pembagian Uang Tak Merata
    Tim Redaksi
    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
    — Polisi mengungkap, kasus pembunuhan di Kampung Pos Bitung, Desa Kadul, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, bermula dari perselisihan soal pembagian hasil pencurian ban serep truk.
    “Motif dari pembunuhan karena tersangka merasa kesal dengan korban terkait hasil pembagian uang,” ujar Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Ingkiriwang di Mapolres Tangerang Selatan, Serpong, Jumat (8/8/2025).
    Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Wira Graha Setiawan menambahkan, pertengkaran antara pelaku dan korban terjadi pada pagi hari sebelum pembunuhan dilakukan.
    Saat itu, BT (43), pelaku, merasa kesal karena merasa tidak mendapat bagian yang adil dari hasil penjualan ban hasil curian.
    “Hasil pencurian sekitar Rp 1 juta dibagi dua. Korban mendapat Rp 800.000, pelaku hanya Rp 200.000. Karena merasa bekerja sama-sama tapi bagiannya timpang,” ujar Wira.
    Merasa tidak terima, BT memendam amarah hingga malam hari.
    Ia kemudian mengajak korban TH (46) bertemu di sebuah lahan kosong yang minim penerangan.
    “Pada malam harinya tersangka BT membawa korban ke bagian TKP yang agak gelap, di sana tersangka BT memukulkan sebongkah batu ke kepala korban yang selanjutnya korban langsung tergeletak,” kata Wira.
    Usai membunuh korban, BT melarikan diri ke wilayah Purwakarta.
    Ia akhirnya diringkus oleh polisi empat hari kemudian, tepatnya pada Senin (4/8/2025), di kawasan Cikopo, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
    Polisi mengungkap bahwa korban dan pelaku merupakan bagian dari komplotan pencuri ban serep truk yang beroperasi di sekitar Jalan Tol Bitung–Merak.
    Mereka biasa beraksi saat sopir truk berhenti beristirahat di bahu jalan.
    Atas perbuatannya, BT dijerat Pasal 338 KUHP dan/atau Pasal 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pembunuhan di Tangerang, Pelaku dan Korban Bagian dari Komplotan Pencuri Ban Truk
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Agustus 2025

    Maling Ban Serep Truk Dibunuh Temannya Usai Cekcok Masalah Pembagian Uang Megapolitan 8 Agustus 2025

    Maling Ban Serep Truk Dibunuh Temannya Usai Cekcok Masalah Pembagian Uang
    Tim Redaksi
    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
    – TH (46), ditemukan tewas di lahan kosong, Kampung Pos Bitung, Desa Kadul, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Rabu (30/7/2025).
    TH diduga dibunuh temannya usai berselisih soal pembagian uang hasil pencurian ban serep truk yang dianggap tidak adil.
    Saat pertama kali ditemukan, jasad TH dalam posisi tertelungkup tanpa menggunakan baju.
    “Kami mendapatkan adanya laporan bahwa adanya seorang laki-laki yang tewas di lahan kosong dari laporan masyarakat pada hari Rabu 30 juli 2025 pukul 23.30 WIB,” ujar Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Ingkiriwang di Mapolres Tangerang Selatan, Jumat (8/8/2025).
    Usai menerima laporan tersebut, polisi langsung menuju lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan ditemukan adanya luka di bagian kepala korban.
    Tidak hanya itu, polisi juga menemukan batu berukuran besar yang sudah terbelah menjadi tiga bagian di dekat jasad korban.
    “Dugaan awal korban meninggal akibat pukulan benda tumpul. Batu itu berada sangat dekat dengan korban,” kata Victor.
    Berdasarkan dugaan awal itu, polisi kemudian melakukan penyelidikan dengan memeriksa sembilan saksi dan diketahui, pelakunya melarikan diri ke Purwakarta, Jawa Barat.
    Lalu, empat hari kemudian, yaitu Rabu (3/8/2025), pelaku berinisial BT ditangkap di Cikopo, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
    Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Wira Graha Setiawan menjelaskan, pembunuhan berawal dari cekcok antara korban dan pelaku pada pagi hari sebelum kejadian.
    “Tersangka mendapatkan hasil pembagian yang lebih sedikit. Pada malam harinya tersangka BT membawa korban ke bagian TKP yang agak gelap, di sana tersangka BT memukulkan sebongkah batu ke kepala korban yang selanjutnya korban langsung tergeletak,” kata Wira.
    Adapun korban dan pelaku diketahui merupakan bagian dari komplotan spesialis pencuri ban serep truk di sekitar Jalan Tol Bitung–Merak.
    Mereka biasa beraksi saat truk terparkir di pinggir tol ketika sopir sedang beristirahat.
    Atas perbuatannya, BT dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan atau Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Main ke Rumah Teman, Pria Asal Malang Ini Malah Mencuri HP dan Mobil

    Main ke Rumah Teman, Pria Asal Malang Ini Malah Mencuri HP dan Mobil

    Pelaku lalu mematikan kabel power CCTV dan masuk ke dalam kamar korban. Empat unit handphone dan sebuah tas suvenir diambil pelaku. Setelah itu dia keluar menuju mobil yang tidak terkunci. 

    Pelaku lalu membawa kabur mobil Peugeot putih keluaran 2013 milik korban usai menemukan kuncinya ada di dashboard tengah. Korban baru tahu mobil dan sejumlah telepon cerdasnya hilang saat pulang ke rumah dan segera lapor polisi.

    “Hasil olah tempat kejadian perkara ada petunjuk bila pelaku adalah HSP, teman korban sendiri,” ujar Didik.

    Polisi memburu pelaku esok harinya, hasil penelusuran diketahui pelaku dalam perjalanan menuju Sidoarjo menggunakan mobil korban. Dia ditangkap di Jalan Ahmad Yani, Sidoarjo.

    “Semua barang curian masih ada di pelaku belum sempat dijual,” ucap Didik.

    Setelah diinterogasi, kepolisian menetapkan pelaku sebagai tersangka. Penyidik menjerat SPS menggunakan pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.

  • KPK Dalami Kasus Korupsi CSR BI-OJK, Satu Petinggi Dipanggil jadi Saksi

    KPK Dalami Kasus Korupsi CSR BI-OJK, Satu Petinggi Dipanggil jadi Saksi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia berinisal EH dan Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia berinisial IRW.

    EH dan IRW diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

    “Dalam lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana Bantuan Sosial Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hari ini Penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi Sdr. EH eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, dan Sdr. IRW Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Jumat (8/8/2025).

    Budi menjelaskan pemeriksaan akan dilakukan di Gedung KPK merah putih. Budi belum merincikan pada jam berapa para saksi akan diperiksa KPK.

    Pemeriksaan ini bisa menjadi babak baru dalam mengungkapkan fakta pada kasus CSR BI dan OJK. Kemarin, Kamis (7/8/2025) KPK telah menetapkan HG dan ST selaku anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 yang diduga melakukan pencucian uang kegiatan sosial CSR tersebut.

    “Penyidik telah menemukan sekurang-sekurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST anggota Komisi XI periode 2019-2024,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Asep menyebutkan HG dan ST mengantongi total uang yang berbeda. HG menerima Rp15,86 miliar, sedangkan ST Rp12,52 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi, bukan penyaluran kegiatan sosial sebagaimana ketentuan yang berlaku. 

    Adapun KPK menjerat tersangka dengan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Babak Baru Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR BI & OJK yang Seret 2 Anggota DPR

    Babak Baru Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR BI & OJK yang Seret 2 Anggota DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka lembaran baru dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait program corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Terbaru, dua anggota DPR RI periode 2019–2024, Heri Gunawan (HG) dari Partai Gerindra dan Satori (ST) dari Partai Nasdem, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. 

    Penetapan ini menjadi babak krusial setelah hampir setahun KPK memeriksa berbagai pihak hingga menggeledah kantor lembaga tinggi negara. KPK juga menelusuri jejak aliran dana yang seharusnya untuk kegiatan sosial, tetapi diduga berubah haluan menjadi pembelian tanah, kendaraan, deposito, hingga pembangunan usaha pribadi.

    Awal Mula Dana CSR BI & OJK dari Panja Komisi XI 

    Dugaan rasuah ini bermula dari pembentukan Panitia Kerja (Panja) Komisi XI DPR untuk membahas pendapatan dan pengeluaran anggaran mitra kerja, termasuk BI dan OJK.

    Dalam rapat-rapat tertutup sejak 2020, disepakati penyaluran dana CSR dari kedua lembaga tersebut untuk kegiatan sosial masyarakat. BI mengalokasikan sekitar 10 kegiatan per tahun, sedangkan OJK 18–24 kegiatan CSR. 

    Namun, menurut KPK, alokasi tersebut justru menjadi celah. HG dan ST diduga memanfaatkan yayasan yang mereka kelola—empat milik HG dan delapan milik ST—sebagai penampung dana. Proposal diajukan, dana dicairkan, lalu mengalir ke rekening pribadi atau rekening baru yang dibuka oleh staf kepercayaan mereka.

    “Uang yang seharusnya untuk memperbaiki rumah rakyat, pendidikan, atau kesehatan, malah digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

    Dari hasil penyidikan, HG menerima total Rp15,86 miliar, yang terdiri dari Rp6,26 miliar dari BI, Rp7,64 miliar dari OJK, dan Rp1,94 miliar dari mitra kerja lainnya.

    Uang ini digunakan HG untuk membangun rumah makan, membeli mobil, tanah, bangunan, hingga mengelola outlet minuman.

    ST, di sisi lain, mengantongi Rp12,52 miliar: Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja lain. Modusnya lebih rumit sebab dia meminta salah satu bank menyamarkan transaksi deposito sehingga pencairan tak terdeteksi di rekening koran.

    “Dana itu kemudian dipakai untuk membeli tanah, membangun showroom, hingga kendaraan bermotor,” ujar Asep. 

    KPK belum berhenti pada dua nama ini. Penyidik tengah menelusuri kemungkinan keterlibatan pejabat BI, OJK, dan anggota DPR lain. Sejumlah saksi sudah dipanggil, termasuk mantan pejabat BI, pejabat aktif OJK, dan anggota DPR dari berbagai fraksi.

    Bahkan, ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo sempat digeledah pada Desember 2024. Meski begitu, Perry hingga kini belum dipanggil untuk dimintai keterangan. BI sendiri menyatakan menghormati proses hukum dan berkomitmen mendukung penyidikan.

    “Kami akan mendalami peran gubernur BI, deputi gubernur, juga pihak OJK. Tidak menutup kemungkinan ada temuan tindak pidana korupsi lainnya,” kata Asep.

    Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dana CSR di lembaga negara. Dana yang diharapkan menjadi motor kegiatan sosial ternyata rawan diselewengkan lewat pertanggungjawaban fiktif.

    Contoh yang diungkap KPK: satu proposal pengajuan dana PSBI senilai Rp250 juta untuk membangun 50 rumah rakyat, namun di lapangan hanya terbangun 8–10 unit. Sisa anggaran miliaran rupiah menguap.

    Pengamat tata kelola publik menilai skema penyaluran melalui yayasan tanpa verifikasi independen membuat program CSR rentan menjadi “ladang basah” bagi oknum.

    “Tanpa transparansi dan kontrol publik, dana sosial bisa berubah menjadi dana pribadi,” ujar seorang akademisi.

    Menanti Babak Lanjutan TPPU

    Dengan dua alat bukti yang telah dikantongi, KPK menjerat HG dan ST dengan pasal korupsi dan pencucian uang. Namun, publik menunggu lebih dari sekadar vonis.

    Babak baru ini diharapkan mengungkap jaringan yang lebih luas—apakah hanya dua anggota DPR ini yang bermain, atau ada sistem yang lebih dalam yang memuluskan aliran dana CSR untuk kepentingan pribadi.

    Di tengah penantian itu, satu pesan menjadi jelas: amanat sosial dana CSR harus kembali ke rakyat. Sebab, setiap rupiah yang dialihkan, berarti mengurangi harapan warga terhadap bantuan yang seharusnya mereka terima.

    Sementara itu, KPK juga merasa janggal terkait persetujuan penyaluran dana CSR BI dan OJK ke yayasan milik tersangka kasus ini, Heri Gunawan (HG) dan Satori (ST).

    Asep Guntur Rahayu mempertanyakan mengapa yayasan tersebut harus dipilih untuk mengelola dana CSR BI dan OJK. Sebab bisa saja yayasan di luar Komisi XI atau struktural terkait dipilih untuk menjalankan program itu.

    “Mengapa itu tidak diberikan misalnya kepada yayasan-yayasan yang bukan dimiliki oleh anggota Komisi XI atau di luar yang ditunjuk oleh anggota Komisi XI. Misalkan rekan-rekan punya yayasan boleh dong mengajukan juga mendapatkan bantuan sosial baik dari BI, OJK, maupun mitra dari Komisi XI tersebut,” jelas Asep dalam jumpa pers, Kamis (7/8/2025).

    Dia mengatakan dugaan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ini memiliki modus mengkambinghitamkan bantuan sosial padahal uang akan digunakan untuk kepentingan pribadi.

    “Kita sedang mendalami adanya sejumlah uang yang bergeser walaupun ini dalam bentuk ‘dibungkus’ dengan kegiatan sosial, dana sosial. Tapi tentu selalu ada alasan,” kata Asep.

    Meski begitu, Asep mengatakan penyidik sedang mengusut kasus ini agar mengetahui secara pasti aliran dana CSR. Dia tidak menutup kemungkinan dalam pengembangan perkara ada pihak-pihak atau temuan baru sehingga kasus terungkap secara terang benderang.

    Salah satunya ingin mengetahui apakah kedua tersangka menyalurkan atau diperintahkan oleh partai politiknya untuk melancarkan dugaan TPPU.

    “Apakah pemberian sejumlah uang ini merupakan juga connecting atau ada hubungan dengan partai politiknya? Apakah diperintahkan partai politiknya? Apakah disetor dan lain-lain itu yang sampai saat ini kita akan memperdalam?” tegasnya.

    Tindak lanjut kasus dana CSR BI-OJK berkaitan dengan pasal yang ditetapkan oleh KPK kepada tersangka, yakni pasal terkait TPPU.

    Asep menyebutkan HG dan ST mengantongi total uang yang berbeda. HG menerima Rp15,86 miliar, sedangkan ST Rp12,52 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi, bukan penyaluran kegiatan sosial sebagaimana ketentuan yang berlaku. 

    Adapun, KPK menjerat tersangka dengan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • KPK Nyatakan Kasus Kuota Haji Naik ke Tahap Penyidikan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    KPK Akan Gali Korupsi Dana CSR Saat Periksa Gubernur BI dan OJK Nasional 8 Agustus 2025

    KPK Akan Gali Korupsi Dana CSR Saat Periksa Gubernur BI dan OJK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami kasus dana
    corporate social responsibility
    (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui pemeriksaan Gubernur BI Perry Warjiyo dan pejabat di OJK.
    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, keterangan Gubernur BI dan pejabat OJK dibutuhkan agar konstruksi perkara menjadi lebih terang.
    “Apakah ada permintaan sesuatu terkait dengan anggaran atau apanya ini yang akan didalami dari orang-orang ini termasuk dari Pak PW (Gubernur BI Perry Warjiyo) kemudian juga dari Ibu F (Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta) dan tentunya juga dari OJK dan mitra kerja dari Komisi XI lainnya,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan dua anggota DPR, Heru Gunawan dan Satori, sebagai tersangka. Heru Gunawan diduga menerima uang Rp15,86 miliar.
    Rinciannya, sebanyak Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI; senilai Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta senilai Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
    Heru Gunawan juga diduga melakukan dugaan pencucian uang dengan memindahkan seluruh penerimaan melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui metode transfer.
    “Di mana HG kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai,” ujarnya.
    Di sisi lain, Satori diduga menerima uang senilai Rp12,52 miliar.
    Dengan rincian, sejumlah Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI; senilai Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta sejumlah Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
    KPK mengatakan, dari seluruh uang yang diterima, Satori diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi.
    “Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” tuturnya.
    KPK menduga Satori melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran.
    “Bahwa menurut pengakuan ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” kata Asep.
    Atas perbuatannya, Heru Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.