Topik: KUHP

  • Pemuda Probolinggo Disabet Celurit 25 Kali di Malam Karnaval, Pelaku Ditangkap

    Pemuda Probolinggo Disabet Celurit 25 Kali di Malam Karnaval, Pelaku Ditangkap

    Probolinggo (beritajatim.com) – Malam karnaval di Desa Kedungsupit, Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo, Minggu (31/8/2025), berubah menjadi teror berdarah saat Muhammad Andri (23) disabet celurit berulang kali oleh seorang pria bernama Deni. Insiden itu terjadi di tengah keramaian pawai dan membuat penonton panik berhamburan.

    Kapolres Probolinggo Kota AKBP Rico Yumasri menjelaskan, motif penyerangan bermula dari kecemburuan pelaku. Deni curiga istrinya menjalin komunikasi dengan korban melalui WhatsApp dan Instagram.

    “Pelaku menemukan percakapan di media sosial. Empat hari kemudian, saat ada pawai karnaval, ia sudah menyiapkan celurit untuk mencari korban,” ujar AKBP Rico, ditulis Rabu (3/9/2025).

    Deni, warga Dusun Kapuran, Desa Legundi, Kecamatan Bantaran, memburu Andri di lokasi karnaval. Tanpa banyak kata, celuritnya terayun hingga 25 kali, mengenai tangan, leher, dan kepala korban. Tubuh Andri pun tersungkur bersimbah darah, sementara jeritan warga bercampur kepanikan mewarnai suasana malam.

    Korban segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif akibat luka parah. Polisi yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan meminta keterangan saksi mata.

    Pelarian Deni berakhir saat ia ditangkap aparat di rumah saudaranya. Dari tangannya, polisi menyita celurit dan pakaian yang digunakan saat menyerang. Atas perbuatannya, Deni dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang percobaan pembunuhan dan penganiayaan berat, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara. [ada/beq]

  • Demo Jakarta, Polisi Jabarkan Alasan Delpedro hingga Admin ‘Gejayan Memanggil’ Tersangka

    Demo Jakarta, Polisi Jabarkan Alasan Delpedro hingga Admin ‘Gejayan Memanggil’ Tersangka

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya telah menetapkan enam tersangka setelah demonstrasi di Jakarta sejak 25 Agustus 2025 yang berakhir rusuh. Para tersangka diduga melakukan penghasutan khususnya pelajar untuk melakukan demonstrasi.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan aksi demonstrasi di Jakarta berujung bentrok dengan aparat keamanan

    “Ada enam tersangka yang sudah kami tetapkan [tersangka], dan saat ini sedang dilakukan atau dalam tahap pemeriksaan,” ujar Ade di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025) malam.

    Dia menyampaikan, enam tersangka itu yakni Direktur Lokataru Delpedro Marhaen (DMR), admin @gejayanmemanggil, Syahdan Husein dan sisanya berinisial MS (@BPP), RAP (@RAP), FL (@FG) dan KA (@AMP).

    Keenam orang ini ditetapkan sebagai tersangka atas perannya sebagai admin media sosial Instagram masing-masing. Pada intinya, enam orang tersangka ini diduga mengajak masyarakat untuk melakukan demo.

    “Peran tersangka DMR adalah melakukan col/ab, melakukan kolaborasi dengan akun-akun IG lainnya untuk menyebarkan ajakan agar pelajar jangan takut untuk aksi [demonstrasi],” imbuhnya.

    Kemudian, MS, SH, dan KA ditetapkan sebagai tersangka karena sama-sama diduga melakukan kolaborasi dengan beberapa akun lain untuk melakukan ajakan pengrusakan.

    Selanjutnya, RAP diduga membuat konten tutorial pembuatan serta koordinator kurir bom di lapangan. Sementara, FL perannya diduga menyiarkan langsung aksi dan mengajak pelajar demo.

    Atas perbuatan itu, keenam tersangka ini diduga melanggar pasal berlapis mulai dari Pasal 160 KUHP, Pasal 45A Ayat 3 Juncto Pasal 28 Ayat 3 UU No.1/2024 tentang ITE, hingga Pasal 76H Jo Pasal 15 Jo Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    “Dengan ancaman pidana pasal 160 ancaman pidana nya 6 tahun, kemudian undang-undang perlindungan anak ancaman pidana nya 5 tahun kemudian undang-undang ITE ancaman pidana nya 6 tahun,” pungkas Ade.

  • Haris Azhar Heran Delpedro Ditangkap karena Menghasut Demo: Itu Ekspresi, Bukan Hasutan!

    Haris Azhar Heran Delpedro Ditangkap karena Menghasut Demo: Itu Ekspresi, Bukan Hasutan!

    GELORA.CO –  Aktivis HAM sekaligus Pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar, heran dengan alasan polisi menangkap Delpedro Marhaen atas tudingan menghasut demo yang anarkis. 

    Sebagaimana diketahui, Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro Marhaen (DRM) ditangkap oleh Polda Metro Jaya pada Senin, 1 September 2025 malam.

    Polisi beralasan, Delpedro ditangkap dan dijadikan tersangka atas dugaan menghasut untuk melakukan aksi anarkis dalam demonstrasi hingga melibatkan pelajar atau anak di bawah umur.

    Haris mengaku terkejut dan heran karena sikap polisi dinilai berlebihan.

    “Ya Aneh, kok dituduhkan begitu. Padahal kemarin kan Delpedro itu yang bantu pelajar saat ditangkap Polda. Dia advokasi, kok dibilang menghasut?,” kata Haris kepada Disway.id, Selasa, 2 September 2025. 

    Haris menilai ada hal yang janggal atas penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru tersebut. Haris amat menyayangkan sikap kepolisian yang tanpa dasar langsung menuding Delpedro menghasut melalui media sosial. 

    “Itu kan ekspresi, tidak ada yang bentuknya hasutan nggak ada. Dan itu dia tidak terkoneksi dengan, saya masih mikir di mana koneksinya? Postingan itu dengan ribuan postingan lain, dengan anak-anak di bawah umur,” kata Haris.

    Minta Polisi Proporsional

    Atas penangkapan rekannya, Haris meminta agar polisi melihat hal itu secara adil dam proporsional. Sebab, Delpedro selama ini mendampingi dan mengadvokasj pada anak-anak yang tertangkap saat aksi demo itu.

    “Justru Lokataru ini bantuin anak-anak di bawah umur Ketika ditangkap, kok fakta itu nggak diungkap? ya kan? teman-teman ini kan justru bantuin anak-anak di bawah umur ketika mereka ditangkap,” kata Haris.

    Haris setuju, jika mereka yang bertindak anarkis harus ditangkap dan diungkap segala perilakunya. Tapi, tidak dengan Lokataru dan aktivitasnya.

    “Tapi kok nyasarnya ke teman-teman yang kerja-kerja campaign dan advokasi? Jadi saya pikir ini praktik pengkambinghitaman aja,” kata Haris.

    Atas dugaan hasutan ini, Polda Metro Jaya menjerat Delpedro Marhaen dengan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 45 a Ayat 3 juncto Pasal 28 Ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan atau Pasal 76 h juncto Pasal 15 juncto Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya membenarkan menangkap Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, pada Senin, 1 September 2025, atas dugaan menghasut demo di DPR. 

    Penangkapan ini dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menangkap seorang pria berinisial DMR yang diduga menghasut dan mengajak sejumlah pihak untuk melakukan aksi anarkis. 

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan DMR diduga turut melibatkan pelajar, termasuk anak-anak di bawah usia 18 tahun.

    Diungkapkannya, dirinya membenarkan penangkapan tersebut. 

    “Benar, penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan terhadap saudara DMR atas dugaan ajakan dan hasutan provokatif untuk melakukan aksi anarkis dengan melibatkan pelajar,” katanya kepada awak media, Selasa 2 September 2025.

    Dijelaskannya, DMR disangkakan melanggar sejumlah pasal, mulai dari Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 45A ayat (3) jo Pasal 28 ayat (3) UU ITE terkait penyebaran berita bohong yang menimbulkan kerusuhan, hingga Pasal 76H jo UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    “Yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana menghasut, menyebarkan informasi elektronik yang membuat keresahan, serta merekrut atau membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa,” jelasnya.

    Menurut penyidik, dugaan tindak pidana tersebut berlangsung sejak 25 Agustus 2025 di sekitar Gedung DPR/MPR, Gelora Tanah Abang, serta beberapa wilayah lain di DKI Jakarta.

    Hingga kini, proses pemeriksaan masih berjalan. 

    “Penyidik masih terus melakukan pendalaman terkait kegiatan maupun upaya penangkapan terhadap yang bersangkutan,” ujarnya.

  • Aktivis Mahasiswa Jadi Tersangka Penghasutan Demo di Kediri, LBH Kritik Proses Penangkapan

    Aktivis Mahasiswa Jadi Tersangka Penghasutan Demo di Kediri, LBH Kritik Proses Penangkapan

    Kediri (beritajatim.com) – Polres Kediri Kota resmi menetapkan Saiful Amin alias Sam Umar sebagai tersangka atas dugaan penghasutan dalam aksi unjuk rasa yang berujung rusuh pada Sabtu (30/8/2025). Aktivis mahasiswa tersebut dijerat pasal 160 KUHP setelah menjalani pemeriksaan intensif.

    Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Al-Faruq Kediri, Taufiq Dwi Kusuma, menyatakan bahwa pihaknya memberikan pendampingan hukum kepada Saiful Amin. Taufiq mengkritik proses penangkapan di kos-kosan tempat tinggal Saeful Amin.

    “Yang saya sayangkan pihak penyidik terlalu tergesa-gesa menetapkan tersangka apalagi dalam mengamankan saudara Saiful Amin atau Sam Umar ini terkesan kayak teroris atau penjahat, karena dijemput pada jam 02.00 WIB dini hari,” tuturnya di Mapolres Kediri Kota, pada Selasa (2/9/2025).

    Dalam pemeriksaan, kata Taufiq, Saiful mendapat 54 pertanyaan dari penyidik dan disebut menjawab secara terbuka. Pertanyaan tersebut berkutat pada aksi solidaritas.

    “Saudara Saiful Amin atau Sam Umar dimintai keterangan, dimintai pertanyaan sebanyak 54 pertanyaan, dan itu dijawab apa adanya. Sangat kooperatif,” tambah Taufiq.

    Menurutnya, aktivis dari lembaga Sekitar Sekitar Institute sekaligus mantan Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2023 itu mengakui membuat selebaran ajakan aksi solidaritas, tetapi menolak tudingan terlibat tindakan anarkis.

    “Di antaranya (pertanyaan penyidik), apakah saudara yang membuat flayer ajakan itu. Apakah saudara itu mengajak untuk melakukan aksi solidaritas, diiyakan. Tetapi terkait dengan tindakan-tindakan anarkis itu tidak dibenarkan oleh saudara Saiful,” jelasnya.

    Ia menegaskan, usai aksi di Mapolres Kediri Kota, Saiful justru sudah pulang sebelum sore hari. Taufiq memastikan hal tersebut, karena dirinya ada di lokasi bersama Kapolres Kediri Kota AKBP Anggi Saputra Ibrahim.

    “Faktanya memang dia sudah balik sebelum jam 18.00 WIB. Jam 17.15 WIB atau 17.30 WIB itu sudah balik ke lokasinya masing-masing. Setelah aksi di Polres Kediri Kota itu, mereka balik kanan pulang. Untuk aksi susulan di DPRD? Itu di luar wilayahnya Saiful Amin,” ungkap Taufiq.

    Pihaknya menyampaikan terima kasih kepada para penyidik yang telah on the track dan profesional dalam mengusut perkara tersebut dengan membedakan peserta aksi damai dengan perusuh. Serta telah memberikan hak-hak Sam Umar sebagai tersangka. Namun, pihaknya akan mengambil langkah hukum lanjutan dalam pendampingan itu.

    “Tentu kami LBH atau tim advokasi Sam Umar akan koordinasi dengan teman-teman aktivitas yang lain, melakukan langkah-langkah hukum, salah satunya adalah mengajukan penangguhan penahanan, dan siapa nantinya yang menjamin, salah satunya yang menjamin adalah saya selaku pribadi, maupun kelembagaan, beserta teman-teman yang lain. Saya menjamin kooperatif,” tegasnya.

    Sebelumnya, Polres Kediri Kota telah menetapkan 15 orang sebagai tersangka kerusuhan. Mereka diduga terlibat perusakan, pembakaran, hingga penjarahan fasilitas pemerintah, termasuk Mapolres Kediri Kota, Gedung DPRD, dan sejumlah pos polisi.

    Kapolres Kediri Kota AKBP Anggi Ibrahim Saputra mengungkapkan, sebelumnya ada 20 orang diamankan aparat. Namun setelah proses pemeriksaan, 5 orang dipulangkan karena tidak terbukti ikut serta dalam aksi. “Sebelas tersangka dewasa dan 4 anak-anak, ada perempuannya satu orang,” katanya. [nm/ian]

  • Lokataru Kecam Polisi atas Penangkapan Delpedro: Tindakan Kejam

    Lokataru Kecam Polisi atas Penangkapan Delpedro: Tindakan Kejam

    Bisnis.com, JAKARTA — Organisasi aktivis HAM Lokataru Foundation mengecam keras Polda Metro Jaya atau penangkapan Direktur Delpedro Marhaen dan Staff Lokataru Mujaffar.

    Tim Advokasi sekaligus Asisten Peneliti Lokataru, Fian Alaydrus menilai tudingan Polda Metro Jaya terhadap Delpedro sebagai provokator merupakan tuduhan kejam.

    “Kami menilai ini terlalu jahat untuk apa menuduh kami sebagai dalang penghasutan segala macam. Ini bentuk, kalau teman-teman Gen Z bilangnya, playing victim,” ujar Fian di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).

    Dia menambahkan, penangkapan sekaligus penetapan tersangka yang dilakukan terhadap Delpedro ini mencerminkan kepolisian melakukan evaluasi atas kejadian sebelumnya.

    Di samping itu, Fian juga menyatakan bahwa prosedur penangkapan terhadap aktivis HAM ini diduga menyalahi prosedur KUHP. Sebab, penindakan terhadap Delpedro tidak melalui pemeriksaan awal dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.

    “Tidak ada proses pemeriksaan awal, pemanggilan, bahkan tiba-tiba langsung ditangkap, langsung penetapan tersangka bahkan,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary mengatakan Delpedro telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan provokatif terhadap pelajar untuk demo.

    Delpedro dituding telah menghasut anak dibawah umur melakukan tindakan anarkis serta menyebarkan informasi bohong melalui media sosial.

    “Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut untuk melakukan pidana dan atau menyebarkan informasi elektronik yang diketahuinya membuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan dan keresahan,” ujar Ade Ary di Jakarta, Selasa (2/9/2025).

    Atas perbuatannya, Delpedro dipersangkakan pasal berlapis mulai dari Pasal 160 KUHP, Pasal 45A Ayat 3 Juncto Pasal 28 Ayat 3 UU No.1/2024 tentang ITE, hingga Pasal 76H Jo Pasal 15 Jo Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

  • Mendagri Jelaskan Alasan Menjarah dan Aksi Anarkistis Tak Termasuk Kebebasan Berpendapat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 September 2025

    Mendagri Jelaskan Alasan Menjarah dan Aksi Anarkistis Tak Termasuk Kebebasan Berpendapat Nasional 2 September 2025

    Mendagri Jelaskan Alasan Menjarah dan Aksi Anarkistis Tak Termasuk Kebebasan Berpendapat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan secara perinci alasan mengapa menjarah dan perilaku anarkistis dalam aksi demonstrasi tidak termasuk dalam kebebasan berpendapat yang diatur dalam undang-undang.
    Hal ini dijelaskan Tito sebagai respons terhadap situasi terkait aksi unjuk rasa yang berujung pada aksi-aksi anarkistis di sejumlah daerah belakangan ini.
    Dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Dalam Negeri RI, Selasa (2/9/2025), Tito menyinggung dasar hukum internasional dalam kovenan internasional tentang hak sipil dan politik yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1967.
    “Tapi kami sudah menyampaikan kovenan internasional yang diadopsi oleh UN ini, itu juga mengatur mengenai pembatasan-pembatasan (terkait kebebasan berpendapat),” kata Tito.
    Dia memberikan penekanan pada artikel 19 poin ketiga, yang menyatakan bahwa hak berpendapat memiliki batasan, yakni menghormati hak asasi orang lain.
    Kovenan yang telah diratifikasi oleh Indonesia ini juga menyebutkan bahwa setiap orang yang menyuarakan pendapat harus memikirkan kepentingan umum.
    “Menjaga keamanan ketertiban umum,
    public order
    , menjaga keamanan nasional, kesehatan publik, dan mengindahkan etika moral,” kata dia.
    Tito mengatakan, aturan terkait kebebasan berpendapat ini digunakan oleh seluruh negara yang menjadi anggota PBB dan yang telah meratifikasi kovenan ini.
    Di Indonesia, Tito menjelaskan, negara mengadopsi kovenan dengan membuat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang disahkan pada 26 Oktober 1998.
    “Boleh menyampaikan pendapat di muka umum, bebas, tapi ada batasannya,” katanya.
    Tito mengutip Pasal 5 UU tersebut yang menegaskan bahwa warga negara diperbolehkan menyampaikan pendapat di muka umum.
    Namun, dalam Pasal 6 diatur kewajiban dan tanggung jawab setiap orang yang menyuarakan pendapat, seperti menghormati hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan yang berlaku, menjaga dan menghormati ketertiban umum, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
    “Jadi enggak boleh melanggar hukum pidana, misalnya enggak boleh merusak (diatur dalam pasal) 170 KUHP, melakukan penjarahan misalnya di tempat-tempat komersial atau ruang pribadi,” kata mantan Kapolri tersebut.
    Dia kemudian mengutip beberapa pasal terkait pencurian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, seperti Pasal 362, 363, dan 365 yang terkait pencurian, pencurian ringan, maupun pencurian dengan kekerasan.
    Oleh sebab itu, Tito mengingatkan bahwa penjarahan dan aksi anarkis tidak bisa dibenarkan dan tidak dapat dijadikan dalil kebebasan menyuarakan pendapat di muka umum.
    “Jadi ini adalah norma-norma internasional yang disepakati dunia, di negara demokrasi, dan juga sudah diratifikasi Indonesia dalam undang-undang pada tahun 1998. Ini menjadi koridor kita dalam menyampaikan pendapat di muka umum,” kata dia.
    Presiden Prabowo Subianto menegaskan, tindakan anarkistis, termasuk penjarahan rumah pejabat dan fasilitas publik, merupakan pelanggaran hukum yang tidak bisa ditoleransi.
    “Penyampaian aspirasi dapat dilakukan secara damai, namun jika dalam pelaksanaannya ada aktivitas anarkis, merusak fasilitas umum, sampai adanya korban jiwa; mengancam dan menjarah rumah-rumah dan instansi-instansi publik, maupun rumah-rumah pribadi, hal itu merupakan pelanggaran hukum dan negara wajib hadir dan melindungi rakyatnya,” ujar Prabowo dalam konferensi pers di Istana, Minggu (31/8/2025).
    Prabowo menekankan, aspirasi masyarakat tetap akan ditampung pemerintah, tetapi penyampaian pendapat tidak boleh ditempuh dengan kekerasan dan perusakan.
     
    “Kepada pihak Kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk ambil tindakan yang setegas-tegasnya, terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah individu, dan sentra-sentra ekonomi, sesuai hukum yang berlaku,” kata Prabowo.
    “Kepada seluruh masyarakat, silakan sampaikan aspirasi murni secara damai. Kami pastikan akan didengar, akan dicatat, dan akan kita tindaklanjuti,” ujar dia.
    Sebelumnya, penjarahan terjadi di sejumlah rumah pejabat publik pada Sabtu (30/8/2025) lalu, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati serta anggota DPR Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Immanuel Ebenezer Mengaku Tak Sembunyikan Mobil, Janji Serahkan ke KPK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 September 2025

    Immanuel Ebenezer Mengaku Tak Sembunyikan Mobil, Janji Serahkan ke KPK Nasional 2 September 2025

    Immanuel Ebenezer Mengaku Tak Sembunyikan Mobil, Janji Serahkan ke KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer mengaku tidak menyembunyikan mobil mewah yang “hilang” dari rumah dinasnya seusai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025) lalu.
    Noel, sapaan akrabnya, mengaku akan menyerahkan mobil-mobil yang sedang dicari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
    “Enggak kita umpetin dan kita akan kembalikan,” kata Noel usai diperiksa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
    Noel mengatakan, mobil-mobil tersebut memang dipindahkan dari rumah dinasnya, tapi bukan untuk disembunyikan.
    Menurut dia, mobil itu dipindahkan karena anak-anaknya takut saat ia ditangkap KPK.
    “Ya wajar ya anak-anak saya pada ketakutan,” ujarnya.
    Tiga mobil itu adalah Land Cruiser, Mercy, dan BAIC.
    Sejauh ini, baru mobil bermerek Land Cruiser yang sudah diserahkan kepada KPK.
    Meski demikian, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo tak mengungkap pihak yang menyerahkan satu unit mobil tersebut ke Gedung Merah Putih.
    Dia mengatakan bahwa penyidik masih mencari dua mobil lainnya dan mengimbau kepada pihak yang memindahkan dua mobil tersebut untuk kooperatif dengan segera menyerahkan ke KPK.
    “Karena memang aset-aset itu dibutuhkan dalam proses pembuktian perkara ini sekaligus sebagai upaya awal KPK dalam
    asset recovery
    ,” ujar Budi.
    KPK menetapkan Noel dan 10 orang lainnnya sebagai tersangka kasus korupsi pemerasan pengurusan sertifikat kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) setelah operasi tangkap tangan pada Rabu (20/8/2025).
    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, Noel diduga menerima Rp 3 miliar dari praktik pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker.
    “Sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara yaitu Saudara IEG (Immanuel Ebenezer) sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024,” kata Setyo dalam konferensi pers, Jumat (22/8/2025).
    Setyo menjelaskan, dalam perkara ini, KPK menduga ada praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 yang menyebabkan pembengkakan tarif sertifikasi.
    “Dari tarif sertifikasi K3 sebesar Rp 275.000, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp 6.000.000 karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih,” kata Setyo.
    KPK mencatat selisih pembayaran tersebut mencapai Rp 81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka, termasuk Rp 3 miliar yang dinikmati oleh Noel.
    Setyo menuturkan, praktik pemerasan itu sudah terjadi sejak 2019 ketika Noel belum bergabung ke kabinet.
    Namun, setelah menjadi orang nomor dua di Kemenaker, Noel justru membiarkan praktik korup tersebut terus berlanjut, bahkan ia ikut meminta jatah.
    “Peran IEG (Immanuel Ebenezer) adalah dia tahu, dan membiarkan bahkan kemudian meminta. Jadi artinya proses yang dilakukan oleh para tersangka ini bisa dikatakan sepengetahuan oleh IEG,” kata Setyo.
    Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fakta Penangkapan 38 Tersangka Ricuh Jakarta, dari Perusakan hingga Penghasutan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 September 2025

    Fakta Penangkapan 38 Tersangka Ricuh Jakarta, dari Perusakan hingga Penghasutan Megapolitan 2 September 2025

    Fakta Penangkapan 38 Tersangka Ricuh Jakarta, dari Perusakan hingga Penghasutan
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Polda Metro Jaya menahan 38 orang tersangka terkait kericuhan di Jakarta pada Jumat (29/8/2025).
    Para tersangka memiliki berbagai peran, mulai dari melempar bom molotov, merusak fasilitas umum, hingga menghasut pelajar untuk ikut bertindak anarkis.
    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, kelompok ini berbeda dengan massa buruh dan mahasiswa yang menyampaikan aspirasi secara damai.
    “Pelaku-pelaku anarkis ini datang ke lokasi sekitar gedung DPR, tidak melakukan kegiatan penyampaian pendapat sama sekali. Tetapi langsung melakukan kegiatan-kegiatan anarkis yang mengganggu ketertiban umum,” kata Ade Ary di Mapolda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
    Polisi merinci peran 38 tersangka yang ditangkap. Mereka disebut melakukan sejumlah aksi anarkistis, di antaranya:
    Selain itu, beberapa tersangka juga diduga menghasut pelajar untuk ikut dalam tindakan anarkis.
    “Yang diduga menghasut, melakukan ajakan, memprovokasi untuk melakukan tindakan anarkis, baik kepada pelajar maupun anak, juga sudah ditahan,” ujar Ade Ary.
    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, antara lain Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang Kekerasan di Muka Umum, Pasal 406 KUHP tentang Perusakan, serta Pasal 212, 214, 216, dan 218 KUHP terkait perlawanan terhadap petugas.
    Polisi memastikan pengembangan kasus masih berlanjut.
    “Ini kami kembangkan terus, tidak hanya 38 tersangka. Masih akan kami kejar pihak-pihak yang terlibat,” kata Ade Ary.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita 15 Unit Mobil dari Anggota DPR Satori Terkait Kasus CSR BI-OJK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 September 2025

    KPK Sita 15 Unit Mobil dari Anggota DPR Satori Terkait Kasus CSR BI-OJK Nasional 2 September 2025

    KPK Sita 15 Unit Mobil dari Anggota DPR Satori Terkait Kasus CSR BI-OJK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 15 unit mobil milik Anggota DPR RI Satori selama periode Senin (1/9/2025) hingga Selasa (2/9/2025).
    Penyitaan ini dilakukan KPK terkait dengan kasus dugaan korupsi dana
    corporate social responsibility
    (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2020-2023.
    “Bahwa sejak hari kemarin dan hari ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 15 kendaraan roda empat berbagai jenis milik Sdr. S (Satori),” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Selasa.
    Rincian lima belas mobil tersebut di antaranya Fortuner (3 unit), Innova (3 unit), Pajero (2 unit), Brio (2 unit), Camry (1 unit), Yaris (1 unit), Xpander (1 unit), HRV (1 unit), dan Alphard (1 unit).
    Budi mengatakan, penyitaan kendaraan tersebut dilakukan di Cirebon, Jawa Barat, salah satunya dari
    showroom
    yang telah dipindahkan ke tempat lain.
    “Cirebon,” ujar dia.
    Budi juga mengatakan, penyidik masih menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait dengan hasil dari dugaan tindak pidana korupsi ini.
    “Yang tentunya dibutuhkan dalam proses pembuktian maupun langkah awal untuk optimalisasi
    asset recovery
    ,” ucap dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan dua Anggota DPR RI, Heru Gunawan dan Satori, sebagai tersangka terkait kasus dana CSR BI-OJK Tahun 2020-2023, pada Kamis (7/8/2025).
    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup.
    “Menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu HG (Heri Gunawan) selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 dan ST (Satori) selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024,” kata Asep, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
    Asep menuturkan, perkara ini bermula dari Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dan pengaduan masyarakat.
    KPK menduga, yayasan yang dikelola Heri Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
    Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Selain Delpedro Marhaen, Staf Lokataru juga Ditangkap Polisi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 September 2025

    Selain Delpedro Marhaen, Staf Lokataru juga Ditangkap Polisi Megapolitan 2 September 2025

    Selain Delpedro Marhaen, Staf Lokataru juga Ditangkap Polisi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Staf Lokataru Foundation bernama Muzaffar Salim ditangkap polisi di kantin Polda Metro Jaya, Selasa (1/9/2025) dini hari.
    Dia ditangkap usai sebelumnya Direktur Lokataru Delpedro Marhaen ditangkap polisi karena diduga melakukan aksi penghasutan.
    Tim advokasi Lokataru Foundation, Fian Alaydrus, mengatakan, penangkapan Muzaffar Salim dilakukan secara tiba-tiba di kantin belakang Polda Metro Jaya.
    “Bahkan Mujaffar itu saat kita mendampingi Delpedro di kantin belakang (Polda Metro Jaya), tiba-tiba ada 7-8 orang datang, foto-foto, bawa alat pendeteksi. Lalu ditanya, mana yang namanya Mujaffar? Tiba-tiba langsung dibawa,” kata Fian Alaydrus saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
    Menurut Fian, penangkapan tersebut dilakukan tanpa prosedur yang jelas. Pasalnya, Muzaffar langsung ditangkap dan dijadikan tersangka dengan tuduhan yang sama dengan Delpedro Marhaen.
    “Muzaffar ditangkap itu sekitar jam 01.58 WIB. Sebenarnya tersangka langsung, pasalnya sama dengan Delpedro. Sudah dua tersangka dari Lokataru,” kata dia.
    Fian menjelaskan, penangkapan keduanya dilakukan tanpa adanya proses pemanggilan maupun pemeriksaan awal. Menurutnya, proses tersebut terkesan janggal dan telah melanggar hukum.
    “Dari sisi prosedur dalam konteks penangkapan teman-teman kami, sahabat kami Delpedro dan juga Muzaffar, dari sisi prosedur itu sangat menyalahi KUHP,” jelas dia.
    Oleh karena itu, dia menyebut, penetapan tersangka terhadap keduanya merupakan bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia.
    “Ini sungguh amat kejam, dan bentuk kemunduran demokrasi yang paling jauh,” ucap dia.
    Kompas.com telah berupaya mengkonfirmasi penangkapan staf Lokataru ini ke polisi. Namun, Kabid Humas Polda Metro Jaya belum memberikan tanggapan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.