Topik: KUHP

  • Terungkap, Tersangka Mutilasi Mojokerto Pernah Jadi Jagal Hewan

    Terungkap, Tersangka Mutilasi Mojokerto Pernah Jadi Jagal Hewan

    Mojokerto (beritajatim.com)  – Identitas profesional tersangka dalam kasus mutilasi mengerikan di Mojokerto akhirnya terungkap. Alvi Maulana (24), pelaku pemotongan tubuh Tiara Angelina Saraswati (25), disebutkan pernah berprofesi sebagai seorang penjagal hewan.

    Fakta tersebut diungkapkan oleh Kapolres Mojokerto, AKBP Ihram Kustarto, saat menjelaskan kronologi kejahatan yang berawal dari cek-cek masalah ekonomi.

    Latar belakang tersangka inilah yang diduga memengaruhi cara dia menghilangkan jejak dengan memutilasi korban.

    “Jadi dia pernah menjadi tukang jagal hewan. Yang melatari kejadian tersebut karena kekesalan yang berlebihan. Korban ditusuk di bagian leher, tusukan tersebut yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban,” ungkap Ihram Kustarto, Senin (8/9/2025).

    Dibawa ke Kamar Mandi untuk Dipotong

    Usai melakukan pembunuhan, Alvi tidak berhenti di sana. Untuk menyembunyikan kejahatannya, ia membawa tubuh Tiara, warga Jalan Made Kidul, Desa Made, Lamongan tersebut, ke kamar mandi.

    Di sana, dengan kejamnya, ia memutilasi jasad korban. Tubuh Tiara dipotong-potong dalam ukuran kecil dan dipisahkan secara sistematis antara tulang dan dagingnya. Tindakan ini menunjukkan perencanaan yang dingin dari tersangka.

    Potongan Tubuh Ditemukan Berceceran di Jurang Pacet

    Hasil mutilasi tersebut kemudian dibuangnya di kawasan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Potongan-potongan tubuh itu ditemukan berceceran oleh seorang pencari rumput pada Sabtu (6/9/2025).

    Kapolres menyatakan bahwa timnya berhasil mengamankan 76 potongan tubuh korban yang tersebar dalam jarak yang cukup jauh di pinggir Jurang AMD Sendi, Dusun Pacet Selatan.

    “Yang bersangkutan memutilasi, membuang, memusnahkan dan menyimpan bagian tubuh korban. Mutilasi tersebut dilakukan untuk menghilangkan jejak dan membuang sebagian ke Pacet,” jelas Ihram Kustarto.

    Tampang Alvi Maulana pelaku pembunuhan terhadap Tiara Angelina (25)

    Tertangkap di Kosan Surabaya

    Berbekal identitas korban yang berhasil diungkap dari potongan tubuh yang ditemukan, polisi tidak butuh waktu lama untuk melacak dan meringkus pelakunya.

    Alvi Maulana, warga asal Dusun Aek Paing Tengah, Labuhanbatu, Sumatera Utara, berhasil diamankan di sebuah kos-kosan di kawasan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya.

    Dari tangan tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti penunjang, seperti **pisau dapur, pisau daging, gunting taman, dan palu** yang diduga digunakan dalam aksi mutilasi tersebut.

    Atas perbuatannya, Alvi Maulana dijerat dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana KUHP. ancaman hukuman yang menunggunya adalah seumur hidup atau bahkan hukuman mati. (ted)

     

  • MAKI Kecewa KPK Tak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji

    MAKI Kecewa KPK Tak Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji

    GELORA.CO -Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024.

    Hal itu disampaikan Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, merespons lambannya langkah KPK untuk menetapkan tersangka padahal penyidikan perkara ini telah berlangsung selama satu bulan.

    “Ya kita kecewa, sampai sekarang KPK belum menetapkan tersangka. Siapa pun itu, ada unsur pemerintah, unsur swastanya yang mendapatkan uang, yang diduga juga menerima bagian dari oknum pejabatnya, itu harus jadi tersangka,” kata Boyamin kepada RMOL, Senin, 8 September 2025.

    Karena, kata Boyamin, kuota tambahan haji sebanyak 10 ribu patut diduga dijual, sehingga ada pungutan liar, pemerasan, ataupun gratifikasi.

    “Jadi harus segera penetapan tersangka. Karena bukti-bukti sudah cukup kuat kalau menurut saya. Kalau soal menteri ya silakan KPK saja, kalau alat bukti cukup ya sekarang memang tepat waktunya,” terang Boyamin.

    Namun kata Boyamin, jika memang alasannya karena belum cukup bukti, KPK jangan memaksakan untuk menetapkan tersangka, agar nantinya tidak kalah jika digugat praperadilan.

    “Tapi kalau versi saya, sebenarnya ya yang buat SK itu kan menteri yang mengubah 8 persen jadi 50 persen. Jadi dari sanalah urutannya. Itu versi saya, tapi kita serahkan KPK saja,” pungkas Boyamin.

    Penyidikan kasus korupsi kuota haji ini sudah dimulai KPK sejak Jumat, 8 Agustus 2025. KPK menggunakan sangkaan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Perkara ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara lebih dari Rp1 triliun.

    Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota haji adalah sebesar 92 persen untuk kuota reguler, dan 8 persen untuk kuota khusus. Namun nyatanya, 20 ribu kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi malah dibagi menjadi 50 persen untuk haji reguler, dan 50 persen untuk haji khusus. 

    KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa tempat seperti kantor Kemenag, rumah pihak terkait, dan salah satu kantor pihak swasta biro perjalanan haji.

    Pada Selasa, 2 September 2025, tim penyidik telah melakukan penyitaan dari beberapa pihak terkait, yakni uang dengan total 1,6 juta Dolar AS, 4 unit kendaraan roda empat, dan 5 bidang tanah dan bangunan.

  • Hotman Minta Waktu Prabowo 10 Menit Buktikan Nadiem Tidak Korupsi

    Hotman Minta Waktu Prabowo 10 Menit Buktikan Nadiem Tidak Korupsi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hotman Paris selaku pengacara Nadiem Makarim mengklaim hanya butuh waktu 10 menit untuk membuktikan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa kliennya tidak bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.

    Dalam unggahan di akun Instagram resminya, Hotman menegaskan tiga hal. Pertama, Nadiem tidak menerima uang sepeser pun dari pengadaan tersebut.

    Kedua, tidak ada upaya penggelembungan harga atau markup. Terakhir, tidak ada orang yang diperkaya dalam kasus tersebut.

    “Sekali lagi, saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah jadi klien saya 25 tahun. Seluruh rakyat Indonesia ingin agar benar-benar hukum ditegakkan. Saya akan membuktikan Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi,” kata Hotman dalam unggahan Instagram-nya, dikutip Senin (8/9/2025).

    Lebih perinci, dalam unggahan setelahnya, Hotman menyebut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah 2 kali melakukan audit terkait pengadaan laptop Chromebook tersebut. Audit tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pengadaan itu tepat sasaran, tepat waktu, tepat harga, tepat manfaat, dan tepat kualitas.

    Adapun kutipan pada hasil audit BPKP yang diungkap Hotman adalah sebagai berikut:

    “Sepanjang data yang kami peroleh dan telah dilakukan uji petik, permintaan keterangan terhadap BPK [Badan Pemeriksaan Keuangan], serta pendalaman lebih lanjut atas data yang kami peroleh, harga pesanan serta spesifikasi barang, kami tidak menemukan adanya hal-hal yang secara signifikan memengaruhi ketepatan harga”.

    Hotman menegaskan kutipan tersebut secara tidak langsung berarti BPKP mengatakan tidak ada markup pengadaan laptop. Hotman juga menekankan bahwa hasil audit BPKP menyebut sudah 98,83% sekolah mengakui menerima manfaat dari pengadaan laptop Chromebook yang jumlah 1,2 juta unit.

    Peran Nadiem dalam Kasus Korupsi Laptop Chromebook

    Sebelumnya, Kejagung resmi menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa Chromebook di Kemendikbudristek, pada Kamis (4/9) pekan lalu.

    Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung, mengatakan penetapan tersangka baru tersebut dilakukan setelah tim penyidik memperoleh bukti permulaan yang cukup berupa keterangan saksi, ahli, petunjuk, surat, serta barang bukti lain.

    Berikut adalah kronologi lengkap peran Nadiem Makarim menurut Kejagung:

    Pada bulan Februari 2020, Tersangka NAM (yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI) melakukan pertemuan dengan Pihak dari Google Indonesia dalam rangka membicarakan mengenai produk dari google salah satunya adalah program google for education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan oleh Kementerian terutama kepada peserta didik. Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan oleh NAM dengan pihak Google Indonesia telah disepakati bahwa produk dari Google yaitu ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
    Dalam mewujudkan kesepakatan antara Tersangka NAM dengan pihak Google Indonesia, selanjutnya pada tanggal 6 Mei 2020, Tersangka NAM mengundang jajarannya, diantaranya yaitu H selaku Dirjen Paud Dikdasmen, T selaku Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek, JT dan FH selaku Staf Khusus Menteri, telah melakukan rapat tertutup melalui zoom meeting dan mewajibkan para peserta rapat menggunakan headset atau sejenisnya, yang membahas pengadaan alat TIK menggunakan chromebook sebagaimana perintah dari NAM, sedangkan saat itu pengadaan alat TIK belum dimulai.
    Untuk meloloskan Chromebook produk Google, Kemendikbud, sekitar awal Tahun 2020 Tersangka NAM (Selaku Menteri) menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud, padahal sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh pejabat Menteri sebelumnya (ME) yang tidak merespon karena ujicoba pengadaan chromebook Tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk Sekolah Garis Terluar (SGT) atau daerah Terluar, Tertinggal, Terdalam (3T).
    Atas perintah Tersangka NAM, dalam pelaksanaan pengadaan TIK Tahun 2020 yang akan menggunakan chromebook, SW selaku Direktur SD dan MUL selaku Direktur SMP membuat juknis/juklak yang spesifikasinya sudah mengunci (chromeOS), selanjutnya Tim Teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut chromeOS.
    Tersangka NAM pada bulan Februari 2021 telah menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran. 2021, yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi Chrome OS.

    Menurut Nurcahyo, tindakan tersebut melanggar sejumlah aturan, yakni:

    Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis Dana Alokasi Khusus Fisik 2021.
    Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
    Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 yang diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

    Akibat perbuatan itu, negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp1,98 triliun. Angka tersebut masih dalam proses penghitungan resmi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Atas perbuatannya, Nadiem disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 untuk Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Kejagung lantas menahan Nadiem selama 20 hari, terhitung sejak 4 September 2025, di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 6
                    
                        Meski Tak Terima Uang, Nadiem Makarim Dinilai Tetap Bisa Dijerat dalam Kasus Laptop Chromebook
                        Nasional

    6 Meski Tak Terima Uang, Nadiem Makarim Dinilai Tetap Bisa Dijerat dalam Kasus Laptop Chromebook Nasional

    Meski Tak Terima Uang, Nadiem Makarim Dinilai Tetap Bisa Dijerat dalam Kasus Laptop Chromebook
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Albert Aries, mengatakan, tidak adanya aliran dana kepada mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam kasus laptop Chromebook tidak serta-merta menghapus unsur pidana.
    “Persoalan tidak adanya aliran dana kepada tersangka yang dalam konteks Pasal 2 UU Tipikor berupa memperkaya diri sendiri dan dalam Pasal 3 UU Tipikor berupa menguntungkan diri sendiri, hanyalah merupakan salah satu unsur alternatif di samping unsur memperkaya orang lain atau menguntungkan orang lain,” kata Albert kepada Kompas.com, Senin (8/9/2025).
    Albert menyebut ada tiga hal penting yang harus dibuktikan dalam kasus ini.
    Pertama, jika benar tidak ada aliran dana ke Nadiem selaku tersangka, perlu diuji apakah Nadiem memiliki mens rea berupa kesengajaan, bukan kelalaian, untuk memperkaya pihak lain dalam pengadaan Chromebook tersebut.
    “Kedua, pasca Putusan MK No 25/PUU-XIV/2016, delik korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor bukan lagi delik formal, melainkan merupakan delik materiil yang menitikberatkan pada timbulnya akibat,” jelas Albert.
    Ia menambahkan, unsur kerugian negara yang saat ini masih dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum final.
    Menurut dia, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016, yang berwenang secara konstitusional untuk menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
    “Dalam hal tertentu, hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara,” ujarnya.
    Hal ketiga yang menurut Albert harus diperhatikan adalah konteks kebijakan negara.
    Ia menilai, dalam pengadaan barang, bisa saja sifat melawan hukum materiil tidak terpenuhi jika ternyata kebijakan itu justru bermanfaat bagi publik.
    “Jika dalam pengadaan Chromebook itu negara sebenarnya tidak dirugikan, misalnya bisa dibuktikan bahwa sistem operasi Chromebook justru lebih menghemat anggaran karena tidak perlu ada tambahan lisensi, dan puluhan ribu sekolah penerima telah terlayani serta merasakan manfaatnya, maka sekali pun seluruh rumusan delik tipikor terpenuhi, yang bersangkutan tidak dapat dipidana,” kata Albert.
    Oleh karena itu, penanganan kasus ini harus dilakukan secara hati-hati. Albert mengatakan, Kejagung harus cemat dalam membuktikan dugaan korupsi itu. 
    Sampai adanya vonis pengadilan, publik pun diingatkan untuk menghormati proses hukum yang masih berjalan.
    “Kita perlu untuk menghormati proses penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek 2019-2024 dengan tetap mengedepankan praduga tak bersalah atau presumption of innocence,” kata Albert.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
    Pengumuman itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Nurcahyo Jungkung Madyo, pada Kamis (4/9/2025).
    Menurut Kejaksaan, Nadiem sejak awal terlibat dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat TIK yang diadakan pemerintah.
    Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 bahkan disebut mengunci penggunaan sistem operasi tersebut.
    Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pasti masih menunggu perhitungan resmi BPKP.
    Atas dugaan itu, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Ia kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Motif Mutilasi Mojokerto: Kekesalan yang Membara dan Tekanan Ekonomi

    Motif Mutilasi Mojokerto: Kekesalan yang Membara dan Tekanan Ekonomi

    Mojokerto (beritajatim.com)  – Sebuah kisah hubungan rumit yang dipenuhi cekcok dan tuntutan material berakhir dengan cara paling mengerikan: pembunuhan dan mutilasi.

    Alvi Maulana (24), tersangka utama, kini harus berhadapan dengan dua pasal berujung hukuman mati atau seumur hidup.

    Motif dibalik tindakan keji ini, menurut Kapolres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto, berakar dari kehidupan rumah tangga yang belum sah dan tekanan ekonomi yang tak tertahankan.

    “Yang melatarbelakangi tersangka melakukan aksi keji tersebut lantaran adanya kekesalan yang berlebihan. Dengan omelan korban dan tuntutan ekonomi yang semuanya diawali dari kehidupan suami-istri yang belum sah,” jelas Kapolres Ihram pada Senin (8/9/2025).

    Puncak Amarah di Tengah Malam

    Narasi tragis ini memuncak pada dini hari Minggu (31/8/2025). Saat Alvi pulang larut malam ke tempat kos mereka di kawasan Lidah Wetan, Surabaya, ia justru dikunci dari dalam oleh Tiara.

    Penantiannya selama satu jam di luar pintu menjadi percikan terakhir dari tumpukan emosi yang telah lama dipendam.

    “Pelaku pulang larut malam, sampai di kos-kosan hendak masuk dikunci dari dalam oleh korban. Kemudian menunggu sampai satu jam. Setelah dibukakan, korban marah dengan kosakata yang tidak pada umumnya dan kejadian itu sudah berulang sebelumnya,” tutur AKBP Ihram, menggambarkan pola hubungan yang toxic.

    Tuntutan Gaya Hidup dan Aksi Mematikan

    Kapolres menambahkan bahwa Alvi merasa kewalahan menghadapi tuntutan Tiara yang menginginkan gaya hidup mewah. Cekcok pun tak terelakkan malam itu. Dalam emosi tinggi, Tiara naik ke lantai dua, sementara Alvi menuju dapur dan mengambil pisau dapur.

    Amarah buta itu berujung pada tusukan mematikan ke leher Tiara. Bahkan, setelah korban tewas, Alvi melakukan aksi pemotongan tubuh korban di kamar mandi.

    “Tusukan tersebut yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban, selanjutnya dilakukan peristiwa keji di kamar mandi dan memotong-motong tubuh korban. Dipisahkan antara daging dan tulang,” jelasnya.

    Sebagian potongan tubuh bahkan dibuang ke wilayah Pacet mojokerto sebelum akhirnya pelaku berhasil diamankan pada Minggu (7/9/2025).

    Barang Bukti dan Pengakuan Pelaku

    Polisi mengamankan sejumlah barang bukti dari TKP, termasuk senjata yang digunakan: pisau dapur, pisau daging, gunting taman, dan palu. Juga disita baju korban, guling, sprei berlumur darah, dua handphone, dan sepeda motor N-Max nopol W 6415 AR .

    Dalam keterangannya, Alvi Maulana mengaku menyesal. Emosi yang dipendam lama akhirnya meledak pada malam naas itu.

    “Emosi saya memuncak karena saya sudah memendam emosi dari lama. Anaknya temperamen terhadap masalah kecil. Puncaknya saya dikunci dari dalam itu, saya menyesal dan minta maaf kepada keluarga korban,” ucapnya.

    Tersangka kini dijerat dengan Pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman terberat.

    Kasus ini menjadi peringatan kelam tentang bagaimana konflik hubungan dan tekanan finansial apalagi belum menjadi suami istri yang sah dapat berubah menjadi tragedi menghancurkan. [tin/ted]

     

  • 8
                    
                        Hotman Paris Tantang Adu Fakta Buktikan Nadiem Tak Bersalah di Hadapan Prabowo, Ini Kata Istana dan Kejagung
                        Nasional

    8 Hotman Paris Tantang Adu Fakta Buktikan Nadiem Tak Bersalah di Hadapan Prabowo, Ini Kata Istana dan Kejagung Nasional

    Hotman Paris Tantang Adu Fakta Buktikan Nadiem Tak Bersalah di Hadapan Prabowo, Ini Kata Istana dan Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di tengah sorotan publik terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pengacara kondang Hotman Paris Hutapea muncul dengan langkah tak biasa.
    Ia menantang untuk membuktikan langsung di hadapan Presiden Prabowo Subianto bahwa kliennya, mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, tidak bersalah.
    “Nadiem Makarim tidak menerima uang 1 sen pun, tidak ada
    mark-up
    , dan tidak ada yang diperkaya. Saya hanya butuh 10 menit untuk membuktikan itu di depan Presiden Prabowo,” kata Hotman, dikutip dari akun Instagram pribadinya, Jumat (5/9/2025).
    Hotman bahkan meminta agar perkara ini digelar secara terbuka di Istana Negara agar publik bisa menyaksikan langsung fakta sebenarnya.
    Menurutnya, tudingan yang dialamatkan kepada Nadiem tidak berdasar karena hasil penyelidikan justru menunjukkan bahwa tidak ada aliran dana yang menguntungkan mantan menteri tersebut.
    Menyikapi langkah Hotman Paris yang siap “berduel fakta” di hadapan Presiden Prabowo, pihak Istana mengambil posisi hati-hati.
    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan, pemerintah tidak akan masuk terlalu jauh dalam perkara hukum yang sedang berjalan.
    “Kita serahkan kepada proses hukum saja,” kata Hasan kepada
    Kompas.com
    , Minggu (7/9/2025).
    Ia menekankan bahwa pemerintah tidak memiliki niat untuk mengintervensi jalannya proses hukum terhadap Nadiem.
    “Pemerintah tidak intervensi proses hukum,” ujar Hasan.
    Sementara itu, Kejaksaan Agung memilih merespons dingin pernyataan Hotman Paris.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan, pihaknya tidak dapat berkomentar banyak lantaran kasus masih berada dalam tahap penyidikan.
    “Mohon maaf saya belum bisa berkomentar terlalu banyak karena perkara ini sedang dalam tahap penyidikan,” kata Anang kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (6/9/2025).
    Meski begitu, ia menegaskan bahwa Kejaksaan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah terhadap Nadiem.
    “Biarkan saja berjalan sesuai ketentuan dan kita menghormati asas praduga tak bersalah terhadap Pak NM,” lanjut Anang.
    Ia juga memastikan penyidik akan bekerja untuk membuka semua fakta.
    “Biar penyidik mendalami untuk mengungkap semua fakta hukum dan pihak-pihak yang terlibat nantinya,” ujar Anang.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
    Pengumuman itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Nurcahyo Jungkung Madyo, pada Kamis (4/9/2025).
    Menurut Kejaksaan, Nadiem sejak awal terlibat dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang diadakan pemerintah.
    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 5 Tahun 2021 bahkan disebut mengunci penggunaan sistem operasi tersebut.
    Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pasti masih menunggu perhitungan resmi BPKP.
    Atas dugaan itu, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3
    juncto
    Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,
    juncto
    Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Ia pun ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari pertama sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TAUD Sebut Postingan Direktur Lokataru Delpedro Tak Provokatif
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        6 September 2025

    TAUD Sebut Postingan Direktur Lokataru Delpedro Tak Provokatif Megapolitan 6 September 2025

    TAUD Sebut Postingan Direktur Lokataru Delpedro Tak Provokatif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), selaku pendamping hukum Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen, membantah keras anggapan bahwa unggahan media sosial kliennya bersifat provokatif.
    Salah satu unggahan yang dipersoalkan adalah informasi mengenai Posko Aduan yang dipublikasikan akun Instagram Lokataru Foundation pada Kamis (28/8/2025).
    “Nah itu salah satu postingan utama yang dipermasalahkan, dan jangan-jangan yang dianggap sebagai dasar pemicu kerusuhan. Kami mencermati, tidak ada unsur melawan hukum dari postingan itu,” kata pendamping hukum Maruf Bajammal dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Sabtu (6/9/2025).
    Menurut Maruf, unggahan tersebut tidak ada kaitannya dengan kericuhan saat unjuk rasa.
    Ia menegaskan Delpedro sebagai aktivis HAM tidak memiliki kapasitas untuk menghasut massa.
    “Kami ini senjata kami cuma pengetahuan HAM dan kemudian hukum yang kami ketahui, kami tidak punya kemampuan untuk menggerakkan orang-orang tertentu. Bisa kami pastikan bahwa klien kami ini tidak dalam kapasitas punya kemampuan untuk menjadi mastermind, memicu kericuhan di seluruh Indonesia,” tegasnya.
    Maruf juga menyinggung KUHP baru yang berlaku mulai 2026, khususnya Pasal 264, yang mensyaratkan tindakan provokasi dilakukan di muka umum, bukan melalui media sosial.
    “Syarat menghasut harus dilakukan di muka umum. Artinya, itu seharusnya dimaknai di ruang fisik, bukan kemudian di ruang maya,” kata dia.
    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menyatakan, Delpedro ditangkap atas dugaan menghasut pelajar melakukan aksi anarkis di Jakarta.
    “Polda Metro Jaya dalam hal ini penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan terhadap saudara DMR (Delpedro) atas dugaan melakukan ajakan, hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkistis,” ujar Ade Ary di Mapolda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
    Selain dugaan penghasutan, polisi juga menjerat Delpedro dengan tuduhan menyebarkan informasi bohong yang berpotensi memicu kerusuhan, termasuk melibatkan pelajar di bawah umur.
    Atas dugaan tersebut, Delpedro dijerat Pasal 160 KUHP; dan/atau Pasal 45A ayat (3) junto Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE; serta Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hotman Mohon Bantuan Prabowo di Kasus Korupsi Jerat Nadiem, Ini Kata Kejagung

    Hotman Mohon Bantuan Prabowo di Kasus Korupsi Jerat Nadiem, Ini Kata Kejagung

    Jakarta

    Pengacara mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, Hotman Paris, sempat memohon kepada Presiden Prabowo Subianto agar memanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) dan meminta kasus Nadiem digelar perkaranya di Istana. Bagaimana tanggapan Kejagung?

    Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna tak banyak berkomentar mengenai permintaan Hotman itu. Dia hanya mengatakan bahwa proses penyidikan akan terus berjalan sesuai ketentuan.

    “Perkara ini sedang dalam tahap penyidikan. Biarkan aja berjalan sesuai ketentuan dan kita menghormati asas praduga tak bersalah terhadap yang bersangkutan,” ucap Anang, Sabtu (6/9/2025).

    Menurut Anang, penyidik akan mendalami semua pihak yang terlibat dalam perkara itu. Secara bersamaan kebenaran juga akan terungkap.

    “Biar penyidik mendalami untuk mengungkap semua fakta hukum dan pihak pihak yang terlibat nantinya,” tutur Anang.

    Melalui akun Instagram-nya, Hotman Paris menyebut kliennya tidak melakukan korupsi dalam kasus tersebut. Hotman sudah mengizinkan pernyataannya dikutip.

    “Seluruh rakyat Indonesia ingin agar bener-bener hukum ditegakkan dan inilah saatnya saya akan membuktikan bahwa Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi, tapi kenapa dia ditahan?” kata Hotman, Sabtu (5/9/2025).

    Hotman sebelumnya ‘mencolek’ Presiden Prabowo Subianto agar memanggil Kejaksaan Agung dan meminta kasus Nadiem digelar perkaranya di Istana. Dia akan membuktikan bahwa Nadiem tidak melakukan perbuatan korupsi.

    “Bapak Prabowo, Presiden Republik Indonesia, kalau memang Bapak benar-benar mau menegakkan keadilan, tolong panggil Kejaksaan dan panggil saya sebagai kuasa hukum dari Nadiem Makarim, gelar perkaranya di Istana dan saya akan buktikan: Satu, Nadiem Makarim tidak menerima uang satu sen pun. Dua, tidak ada markup dalam pengadaan laptop. Tiga, tidak ada yang diperkaya,” ucap Hotman.

    “Sekali lagi, saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah jadi klien saya 25 tahun,” tambahnya.

    Dihubungi terpisah, Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi merespons pernyataan dari Hotman Paris tersebut. Hasan menegaskan pemerintah tidak akan mengintervensi proses hukum.

    “Kita serahkan saja kepada penegak hukum ya. Pemerintah tidak intervensi proses hukum,” ujar Hasan.

    Nadiem Jadi Tersangka

    Seperti diketahui, Nadiem Makarim ditetapkan tersangka dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    Sebelumnya Nadiem telah dua kali diperiksa dalam kasus tersebut. Nadiem diperiksa pertama kalinya pada Senin (23/6), yang berlangsung sekitar 12 jam. Kemudian, Nadiem kembali diperiksa pada Selasa (15/7) selama sekitar 9 jam.

    Kemudian pada Kamis (4/9), merupakan pemeriksaan ketiga Nadiem. Nadiem juga sudah dicegah ke luar negeri selama 6 bulan ke depan sejak 19 Juni 2025.

    Kejagung sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019-2022. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara Rp 1,98 triliun.

    Kelima orang tersangka yakni:

    1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW);
    2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL);
    3. Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS);
    4. Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief(IBAM);
    5. Mendikbudristek 2019-2024, Nadiem Anwar Makarim (NAM).

    Halaman 2 dari 2

    (ond/fca)

  • Pomdam: Pratu TB tersangka penembakan warga di Jayapura

    Pomdam: Pratu TB tersangka penembakan warga di Jayapura

    Jayapura (ANTARA) – Komandan Polisi Militer Kodam XVII Cenderawasih Kolonel CPM Laksono Puji Lisdyanto menegaskan, Pratu TB, pelaku penembakan terhadap warga di Entrop, Kota Jayapura, telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Pratu TB dikenakan pasal 338 KUHP jo pasal 80 UU tentang perlindungan anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

    “Selain itu, Pratu TB yang merupakan anggota Pomdam XVII itu terancam dipecat dari Dinas TNI-AD,” kata Kolonel CPM Laksono Puji Lisdyanto kepada ANTARA di Jayapura, Sabtu.

    Dikatakan, penyidik sudah meminta keterangan dari lima orang saksi termasuk tiga rekan pelaku yang berada di dalam kendaraan.

    Dari laporan yang diterima insiden penembakan yang terjadi pada Rabu (3/9) malam, berawal percekcokan antara korban (Obet Manaki) dengan pelaku terkait uang parkir, dan korban melakukan pemukulan mengenai bibir pelaku sehingga langsung dibalas pelaku tapi tidak kena lalu korban melarikan diri.

    Tidak selang beberapa lama kemudian korban datang lagi dan melempari mobil yang ditumpangi pelaku dengan menggunakan batu kecil sebanyak dua kali sehingga pelaku mengejar dan menembak korban.

    “Pratu TB ditangkap Kamis (4/9) dini hari dan sore harinya diserahkan ke POM untuk diproses lebih lanjut,” kata Kolonel CPM Laksono.

    Pewarta: Evarukdijati
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Staf Nadiem Buronan, Ini Sosok-Perannya di Kasus Pengadaan Chromebook

    Staf Nadiem Buronan, Ini Sosok-Perannya di Kasus Pengadaan Chromebook

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Jurist Tan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kasus tersebut terkait pengadaan laptop berbasis ChromeOS, dan diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun.

    Dilansir detiknews, Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna menyebut Jurist Tan telah menjadi buron dan sudah dicegah bepergian ke luar negeri. Pihak Polri pun telah meneruskan permohonan red notice ke kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis. Kini Polri menunggu penerbitan red notice oleh Interpol.

    Jurist sendiri merupakan Staf Khusus Nadiem Makarim saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi. Namun keterlibatan dalam kasus ini sudah dilakukan jauh sebelum Nadiem masuk kabinet.

    Kejaksaan Agung menjelaskan dia bersama Nadiem Makarim dan Fiona Handayani yang juga Staf Khusus Menteri membuat grup WhatsApp pada Agustus 2019. Grup bernama Mas Menteri Core Team itu membahas soal rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek saat Nadiem diangkat menjadi menteri.

    Usai Nadiem diangkat menjadi menteri pada Oktober 2019, Jurist mewakilinya bertemu dengan YK dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Pertemuan itu membahas teknis pengadaan TIK menggunakan ChromeOS.

    Kejagung juga mengatakan Jurist menghubungi YK dan Ibrahim Arief (IBAM), yang kemudian juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Dia dibuatkan kontrak kerja sebagai pekerja PSPK yang bertugas menjadi konsultan teknologi di Warung Teknologi di Kemendikbudristek, tugasnya membantu pengadaan TIK dengan ChromeOS.

    Selain itu Jurist dan Fiona juga meminta pengadaan TIK dengan ChromeOS kepada Ibrahim dan dua orang lainnya yakni Direktur Sekolah Dasar Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021 bernama Sri Wahyuningsih (SW) serta Mulatsyah atau MUL selaku Direktur SMP pada Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Padahal Kejagung mencatat Staf Khusus tidak memiliki wewenang dan tuga saat perencanaan dan pengadaan barang/jasa.

    Baik SW dan MUL juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus ini.

    Jurist juga diketahui bertemu dengan pihak Google mewakili Nadiem yang sudah bertemu sebelumnya. Dia membicarakan teknis pengadaan TIK yang menggunakan ChromeOS, termasuk co-investment 30% dari pihak perusahaan untuk kemendikbudristek.

    Informasi tersebut telah disampaikan JT dalam rapat-rapat dengan pihak kementerian. Pada 6 Mei 2020, dia disebut pula hadir dalam pertemuan yang dipimpin Nadiem.

    Dalam pertemuan tersebut, Nadiem memerintahkan penggunaan ChromeOS untuk pengadaan 2020-2022 dari Google. Padahal menurut Kejagung, pengadaan belum dilaksanakan.

    Nadiem Makarim sendiri dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    Jurist Tidak di Indonesia

    Dalam pengumuman tersangka yang dilakukan Selasa malam (15/7/2025), Kejagung hanya menyebutkan MUL dan SW dilakukan penahanan rutan sementara IBAM menjadi tahanan kota.

    Pihak Kejagung mengatakan Jurist tidak berada di Indonesia. Dia sudah berulang kali dipanggil untuk pemeriksaan namun tidak memenuhinya.

    “Yang kita tahu satu orang JT, yang bersangkutan tidak ada di Indonesia dan sudah beberapa kali dipanggil dalam kapasitas sebagai sanksi tidak mengindahkan,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Selasa Malam (16/7/2025).

    Pihak Kejagung juga menyatakan Jurist sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). “Kami sudah melakukan DPO tentu kami bekerja sama dengan pihak terkait agar yang bersangkutan bisa hadir tanah air,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam kesempatan yang sama.

    Terpisah, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengatakan paspor Jurist Tan sudah dicabut sejak 4 Agustus 2025 sesuai permintaan Kejagung.

    “Sejak tanggal 4 Agustus (paspor Jurist Tan telah dicabut) sesuai permintaan Kejagung RI,” ujar Agus, Rabu (13/8/2025), dikutip dari detiknews.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]