Topik: kontrak kerja

  • PPPK Ponorogo Mulai Tanda Tangani Kontrak Jadi Abdi Negara

    PPPK Ponorogo Mulai Tanda Tangani Kontrak Jadi Abdi Negara

    Ponorogo (beritajatim.com) – Ratusan orang yang terpilih menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo mulai menandatangani kontrak. Selangkah lagi mereka akan menjadi abdi negara.

    Data dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Ponorogo, tercatat ada 751 peserta PPPK yang rencana melakukan tanda tangan kontrak. Jadwal penandatanganan dimulai Selasa  (19/3/2024) hingga nanti terakhir pada Jumat (22/3/2024) nanti.

    “Dari hari Selasa lalu, ada penandatanganan kontrak untuk PPPK. Jadwalnya hari Selasa dan Rabu untuk PPPK kategori guru dan sisanya untuk PPPK tenaga kesehatan (nakes) dan tenaga teknis,” kata Kepala BKPSDM Ponorogo, Andy Susetyo, Kamis (21/3/2024).

    Proses tanda tangan kontrak ini, calon PPPK yang lolos diberi draft dokumen perjanjiannya. Dari situ, mereka disuruh untuk mempelajarinya. Setelah selesai mempelajari, apakah setuju atau tidak. Kalau setuju, mereka menandatangani dokumen perjanjian tersebut

    “Ini merupakan tanda tangan perjanjian kerja antara bupati dan masing-masing PPPK. Kalau setelah mempelajari draf dokumen perjanjian, setuju ya ditandatangani,” katanya.

    Setelah proses penandatanganan rampung, BKPSDM Ponorogo pun langsung mulai proses surat keterangan (SK) dari Bupati. Selanjutnya, SK bupati itu, rencanya akan diserahterimakan pada minggu depan.

    “Setelah tanda tangan, baru memproses pembuatan SK bupati dan nanti minggu depan akan diserahterimakan,” kata mantan kepala Dinas Pertanian itu.

    Dia menambahkan bahwa durasi kontrak kerja PPPK selama 5 tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan petunjuk Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.

    “Dari dulu tetap sampai sekarang, kontraknya 5 tahun,” pungkasnya. [end/beq]

  • Korupsi Jasa Kebersihan RSUD Kabupaten Kediri Rp400 Juta, Direktur PT Baliwong Ditahan

    Korupsi Jasa Kebersihan RSUD Kabupaten Kediri Rp400 Juta, Direktur PT Baliwong Ditahan

    Kediri (beritajatim.com) – Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan jasa kebersihan RSUD Kabupaten Kediri, Direktur PT Baliwong Indonesia HE (65) resmi ditahan, pada Selasa (14/11/2023).

    Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri Yuda Virdana Putra mengatakan, hari ini tersangka dipanggil untuk menjalani pemeriksaan, sebelum akhirnya dilakukan penahanan.

    “Sebelumnya, tanggal 31 Agustus 2023, HE sebagai Direktur PT Baliwong Indonesia telah ditetapkan sebagai tersangka,” katanya, Selasa (14/11/2023).

    Sebelum dijebloskan ke penjara, tersangka HE sempat diperiksa selama 4 jam, mulai pukul 10.00-16.00 WIB. Selesai pemeriksaan, tersangka kemudian ditahan.

    Baca Juga : Harga Kedelai Naik, Pengrajin Tahu Kediri Menjerit

    Dia akan menjalani penahanan selama 20 hari sejak 14 November hingga 3 Desember 2023 di Rutan Kelas 1 Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

    Yuda menjelaskan, tersangka diduga korupsi pengadaan jasa kebersihan di RSUD Kabupaten Kediri selama tahun anggaran 2018-2020.

    Berdasarkan hasil audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) oleh Inspektorat Kabupaten Kediri, nilai kerugian negara sebesar Rp 398.480.129,33, termasuk diantaranya iuran BPJS Ketenagakerjaan.

    Lebih lanjut Yuda memaparkan, HE sebagai direktur PT Baliwong menjadi rekanan RSUD Kabupaten Kediri. Perusahaan tersebut melaksanakan pekerjaan jasa kebersihan yang dibayarkan melalui dana BLUD sebesar Rp5,5 Miliar.

    Tetapi, perusahaan itu tidak menyelesaikan pekerjaannya sesuai dokumen kontrak kerja. Dari tindakan tersangka, negara mengalami kerugian hampir Rp400 juta.

    “Pengadaan jasa ini include ada pengadaan jasanya ada pengadaan barangnya. Dari proses tersebut setelah kita lakukan kroscek banyak kegiatan yang tidak dilaksanakan sebagaimana bunyi kontrak,” tegasnya.

    Dalam kasus ini tim telah melakukan pemeriksaan terhadap 90 saksi. Yuda tidak menutup kemungkinan jika memang ada pihak lain yang terlibat dalam tindak pidana ini pihaknya akan melakukan tindak lanjut.

    “Perkembangan penuntutan seperti apa nanti, bila memang ada pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana ini pastinya akan kita tindak lanjuti,” pungkasnya. [nm/ted]

  • Dokter Gadungan Menangis saat Sidang di Pengadilan Negeri Surabaya

    Dokter Gadungan Menangis saat Sidang di Pengadilan Negeri Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Susanto  dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ugik Sulistyo. Dokter gadungan itu pun menangis dan meminta agar diringankan hukumannya dari tuntutan Jaksa tersebut.

    Susanto mengaku terpaksa mengelabuhi RS Pelindo Husada Citra (PHC)  karena memiliki keluarga yang masih harus dia hidupi.

    “Saya menjadi dokter gadungan karena tuntutan ekonomi. Ada keluarga yang harus saya nafkahi. Yang mulia tuntutan itu terlalu lama, saya mohon diberi keringanan,” kata Susanto yang suara bergetar menahan tangis pada majelis hakim yang diketuai Tongani.

    Usai menangis Susanto sempat berdialog dengan Ketua Majelis Hakim Tonggani. Dia bertanya bagaimana cara mendapatkan hukuman ringan tanpa didampingi pengacara. Tonggani pun memberi saran agar Susanto membuat surat pembelaan lalu surat dititipkan kepada petugas sipir.

    Sidang agenda pembacaan tuntutan perkara itu berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya. Susanto menghadapi sidang secara daring dari Rutan Kelas I Medaeng. Dia dianggap sudah melakukan perbuatan penipuan sebagiamana yang tertulis Pasal 378 KUHP.

    Kasus ini bermula ketika tahun 2020 lalu Susanto melamar kerja sebagai dokter klinik di PT PHC. Identitas dan izin praktik dokter di Bandung bernama Anggi Yurikno dicuri lalu digunakan untuk melamar kerja. Semua data tersebut ternyata bisa digunakan Susanto untuk mengelabui PT PHC.

    Susanto akhirnya bisa kerja di klinik K3 kawasan kerja Pertamina Cepu, Jawa Tengah. Singkat cerita, ketika management akan memperpanjang kontrak kerja, kedok Santoso terbongkar.

    BACA JUGA:

    Kejari Kabupaten Malang Tangkap Tiga Orang Jaksa Gadungan

    Ternyata aksi itu bukan pertama kali dilakukan Susanto. Dia sudah menjadi dokter gadungan sejak tahun 2008. Sudah 7 pelayanan kesehatan, termasuk PHC menjadi korban.

    Pertimbangan JPU menuntut dengan hukuman 4 tahun yaitu Susanto ialah seorang residivis. Kedua, tidak menyesali perbuatan. Kemudian, Susanto berpotensi membahayakan dan meresahkan masyarakat.
    Sementara hal yang meringankan dianggap tidak ada. [uci/but]

  • Korupsi BKKD Bojonegoro, Saksi Ungkap Proses Dana Desa

    Korupsi BKKD Bojonegoro, Saksi Ungkap Proses Dana Desa

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di sejumlah desa di Bojonegoro mengagendakan keterangan saksi yang dihadirkan JPU Kejari Bojonegoro. Sidang yang dipimpin hakim Halimah ini mendudukkan Bambang Soedjatmiko sebagai Terdakwa.

    Sidang yang berlangsung di PN Tipikor Surabaya ini mendatangkan Machmuddin kepala dinas Pemberdayaan Masyarakat dan desa Kabupaten Bojonegoro. Dan juga Luluk Alifah Kepala badan pengelolaan dan keuangan aset daerah Bojonegoro.

    Meski diperiksa terpisah, namun kedua saksi bersepakat bahwa apabila ada penyelewengan dana BKKD maka penanggungjawab adalah kepala desa. Sebab Kepala Desa adalah penerima bantuan desa maka harus bertanggungjawab atas penggunaan anggaran desa.

    Banyak hal dijelaskan saksi di antaranya bagaimana mekanisme proses perencanaan untuk mendapatkan dana Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) di Kabupaten Bojonegoro.

    Saksi Machmuddin mengatakan sebelum proses pencairan, Dinas PMD juga melakukan sosialisasi Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Bojonegoro berkaitan dengan dana BKKD ini.

    Sebagai Kepala Dinas di PMD, saksi menjabarkan bahwa ia mempunyai tugas yakni melakukan pembinaan para perangkat desa, peningkatan kapasitas, aset desa.

    BACA JUGA:
    Korupsi Pengelolaan Keuangan BKKD Bojonegoro Segera Disidang

    Masih berkaitan dengan BKKD, karena pelaksanaan dari kegiatan BKKD ini adalah bagian dari perberdayaan desa. Hal itu sebagaimana dalam Perbup nomor 87 tahun 2020. Dan dalam perbup itu ada beberapa jenis yang berkaitan dengan BKKD ini.

    Termasuk ada beberapa UPD Teknis yang terlibat didalamnya, termasuk siapa orang yang menangani dan siapa orang yang mengkoordinir adanya dana BKKD.

    Adapun proses pencairan dana BKKD adalah adanya pengajuan dari desa untuk mendapatkan BKKD.

    Dana BKKD tersebut, kemudian akan dititipkan ke Kepala Desa melalui Camat serta UPTD yang membidangi pekerjaan tersebut.

    Lebih lanjut Machmuddin mengatakan bahwa berkaitan dengan pengadaan, yang melaksanakan adalah Kaur maupun Kasi sebagai tim pelaksana atau tim pelaksana.

    “Namun pada saat pengelolaan keuangan, setelah proses pengadaan selesai semuanya, Kaur maupun Kasi ini meminta proses pencairan atau membuat SPP yang diajukan ke Kepala Desa, dan sebelumnya diverifikasi Sekdes. Setelah itu, kepala desa baru memberikan persetujuan,” ujar Machmuddin.

    Begitu kepala desa telah memberikan persetujuan, Machmuddin juga menyatakan, barulah proses pencairan itu bisa dilakukan.

    BACA JUGA:
    Polda Jatim Akan Periksa Saksi Dugaan Korupsi BKKD di Bojonegoro

    Ketika masih diproses pengadaan barang dan jasa, saksi Machmuddin juga menjelaskan, apakah hal itu melalui pembeli langsung ataukah melalui proses penawaran, ataukah lelang, maka yang bertanggungjawab adalah Kaur maupun Kasi sesuai bidangnya.

    Ditambahkan Machmuddin, disaat ada kegiatan yang harus dilakukan lelang, karena nilainya Rp200 juta keatas, maka Kaur maupun Kasi mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai persyaratan lelang.

    Selanjutnya PPK yang dibentuk Kepala Desa, yang melakukan proses lelang. PPK inilah yang akan menentukan siapa penyedia barang, dengan terlebih dahulu membandingkan penawarannya.

    Begitu ketemu siapa pemenangnya, Kaur maupun Kasi akan membubuhkan tanda tangannya lalu dibuatkanlah kontrak kerja yang dilakukan Kaur ataupun Kasi.

    Andaikata pekerjaan itu sudah selesai, maka pihak yang menggarap pekerjaan tersebut bisa mengajukan klaim, namun sebelumnya pekerjaan tersebut akan dilakukan penilaian terlebih dahulu dan laporannya akan disampaikan kepada desa.

    Yang bertugas melakukan penilaian atas pekerjaan tersebut adalah tim pelaksana. Laporan dari tim pelaksana inilah kemudian disampaikan kepada Kaur maupun Kasi, setelah itu Kaur maupun Kasi akan membuat SPT.

    Sementara Pinto Utomo dan Johanes Dipa Widjaja kuasa hukum Terdakwa Bambang Soedjatmiko mempertanyakan apakah saksi memahami kenapa Terdakwa diadili. Dan permasalahan apa yang terjadi di delapan Desa yang ada di kecamatan Padangan. Anehnya, sebagai Kepala Dinas saksi tak ada yang tau permasalahan yang terjadi di delapan desa sehingga membuat Terdakwa diadili.

    Terpisah JPU Tarjono dari Kejari Bojonegoro saat dikonfirmasi usai sidang mengatakan pihaknya hanya menyidangkan kasus ini sehingga tidak menau apakah Tersangka lain dalam kasus ini.

    Ketika ditanya terkait fakta persidangan bahwa pihak yang bertanggungjawab kasus ini adalah Kepala Desa, Jaksa mengatakan akan melaporkan hasil persidangan tersebut ke atasan. ” Resume persidangan pasti akan kita laporkan ke atasan nanti,” ujarnya.

    Sementara Pinto Utomo usai sidang mengatakan bahwa kedua saksi yang didatangkan dalam kasus ini hanya mengetahui secara administratif persoalan ini. Persoalan yang ada di tingkat bawah tidak ada yang mengetahui.

    ” Saksi tidak berpengaruh atau cenderung meringankan posisi Terdakwa,” ujarnya. [uci/beq]