Topik: kontrak kerja

  • Geledah Rumah Riza Chalid, Kejagung Sita 34 Dokumen dan Uang Rp 833 Juta

    Geledah Rumah Riza Chalid, Kejagung Sita 34 Dokumen dan Uang Rp 833 Juta

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah rumah pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/2/2025). Dari penggeledahan ini, penyidik menyita berbagai dokumen serta uang tunai senilai Rp 833 juta dan 1.500 dolar AS.

    Penggeledahan tersebut terkait dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023. Putra Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan rumah Riza Chalid berfungsi sebagai kantor yang menyimpan dokumen-dokumen penting terkait impor minyak mentah.

    “Penyidik menemukan 34 ordner berisi berbagai dokumen terkait korporasi yang berkaitan dengan kegiatan impor minyak mentah dan shipping,” ujar Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Selain itu, penyidik juga menyita 89 bundel dokumen, satu unit CPU, serta uang tunai.

    Tak hanya di rumah Riza Chalid, Kejagung juga menggeledah sebuah kantor di lantai 20 Gedung Plaza Asia, Jakarta Pusat, dan menyita empat kardus berisi dokumen. Harli menegaskan seluruh barang bukti masih dalam proses analisis oleh penyidik.

    “Penyidik secara maraton membaca dan menganalisis data-data yang ada, termasuk yang tersimpan dalam CPU,” jelasnya.

    Mengenai keterlibatan langsung Riza Chalid dalam kasus ini, Harli menyatakan penyidik masih mendalami barang bukti yang telah disita.

    “Dalam konteks ini, penyidik menduga kuat dokumen yang ditemukan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi. Kami akan menelusuri peran Riza Chalid dan keterkaitannya dalam kasus ini,” tegasnya.

    Sehari sebelum penggeledahan, Kejagung menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP), Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW), dan Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ).

    Kejagung mengungkapkan Muhammad Kerry, anak dari Riza Chalid, mendapat keuntungan dari pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang secara curang. Sementara itu, Yoki Firnandi diduga melakukan mark up kontrak pengiriman minyak, menyebabkan negara membayar fee sebesar 13% hingga 15%.

    Ketujuh tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Riza Chalid dikenal sebagai pengusaha minyak dengan julukan “saudagar minyak”. Namanya sempat mencuat dalam kasus rekaman “Papa Minta Saham” yang melibatkan Setya Novanto dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

  • Pertamina Pastikan Tidak Ada BBM Oplosan, Ini Penjelasannya!

    Pertamina Pastikan Tidak Ada BBM Oplosan, Ini Penjelasannya!

    Bisnis.com, MEDAN – Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), menegaskan tidak ada pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax dan Pertalite seperti yang menjadi perbincangan publik belakangan.

    Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengatakan kualitas Pertamax dipastikan telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah, yakni RON 92.

    “Tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax. Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92,” kata Heppy dalam keterangannya, Rabu (26/2/2025).

    Heppy menyampaikan bahwa pihaknya memang melakukan treatment terhadap BBM. Namun, treatment yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) untuk membedakan produk yang satu dengan lainnya agar lebih mudah dikenali masyarakat.

    Selain itu, ada pula injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan performance produk Pertamax.

    Dikatakan Heppy, Pertamina Patra Niaga melaksanakan kegiatan Quality Control dengan pengawasan ketat dan sesuai prosedur untuk memastikan kualitas produk mereka. Distribusi BBM Pertamina, lanjutnya, juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

    Heppy menjamin spesifikasi BBM yang disalurkan ke masyarakat sejak dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah.

    “Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax,” tambahnya.

    Adapun asal muasal muncul narasi ‘oplosan’ tersebut seiring berjalannya proses hukum kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mintah dan produk kilang pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023 yang menyeret Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

    Kejaksaan Agung menyatakan, dalam pengadaan produk kilang, Riva selaku Direktur Utama Pertamina Patra Niaga tercatat melakukan pembelian untuk produk RON 92.

    Namun dari fakta penyidikan, pembelian yang dilakukan Riva hanyalah produk RON 90 atau lebih rendah. Produk itu diduga di-blending (campur) di storage atau depo untuk menjadi RON 92. 

  • Peran Riza Chalid di Korupsi Minyak Masih Didalami Kejagung

    Peran Riza Chalid di Korupsi Minyak Masih Didalami Kejagung

    GELORA.CO -Tidak menutup kemungkinan ada peranan pengusaha minyak, Riza Chalid dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    “Itu yang akan didalami oleh penyidik (peranan Riza Chalid),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan pada Rabu, 26 Februari 2025.

    Apalagi, Kejagung juga telah menggeledah rumah Riza di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 25 Februari 2025 kemarin.

    “Kenapa ada di rumah yang bersangkutan? Apakah bagaimana perannya dan seterusnya tentu ya itu yang akan dicari benang merahnya oleh penyidik,” kata Harli.

    Dari penggeledahan, penyidik menyita ada 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti, karena di dalam ordner kemudian ada 89 bundel dokumen. Kemudian ada uang tunai sebanyak Rp833 juta dan 1.500 dolar AS. Kemudian ada 2 CPU.

    Dalam kasus ini, anak dari Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa sudah ditetapkan menjadi salah satu tersangka.

    Sementara itu, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyebut Kerry berperan sebagai broker. Ia mendapat keuntungan dari markup kontrak shipping (pengiriman) minyak mentah sekitar 13 persen sampai 15 persen dari harga asli.

    Kasus ini ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Kerry menjadi sorotan lantaran sang ayah, Riza Chalid juga pernah tersandung kasus impor minyak pada tahun 2008 silam. Kasus ini disebut telah mengakibatkan Pertamina rugi Rp65 miliar. Namun kasus itu dihentikan oleh Bareskrim Polri karena dinilai tidak merugikan negara. 

  • Kasus Pertamax Dioplos Pertalite, Prabowo: Kami Akan Bersihkan!

    Kasus Pertamax Dioplos Pertalite, Prabowo: Kami Akan Bersihkan!

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto menanggapi kasus dugaan korupsi BBM, khususnya terkait pencampuran Pertamax dengan Pertalite. Ia menegaskan pemerintah sedang menangani masalah ini dengan serius.

    “Lagi diurus itu semua. Oke, kami akan bersihkan, kami akan tegakkan,” ujar Prabowo kepada wartawan seusai meresmikan layanan Bank Emas di The Gade Tower, Jakarta Pusat, Kamis (26/2/2025).

    Meski tidak merinci langkah konkret yang akan diambil pemerintah, Prabowo menegaskan komitmennya untuk melindungi kepentingan rakyat. “Kami akan membela kepentingan rakyat,” tegasnya.

    Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus operandi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kasus Pertamax dioplos diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun.

    Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan pihaknya telah menetapkan tujuh tersangka, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga berinisial RS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional SDS, PT Pertamina International Shipping YF, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional AP, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa MKAN, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & Komisaris PT Jenggala Maritim DW, Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak GRJ.

    Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra membantah pihaknya melakukan praktik oplos atau upgrade blending (pencampuran) Pertalite (RON 90) dengan Pertamax (RON 92) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Dia memastikan produk yang diterima dan dijual di SPBU telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

    “Baik yang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu kami sudah menerima RON 92. Yang membedakan adalah meskipun sudah berada di RON 90 dan 92 itu sifatnya masih base fuel artinya belum ada adiktif yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya,” ujar Ega menjawab pertanyaan anggota Komisi XII DPR dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Kasus Pertamax dioplos Pertalite menjadi sorotan publik karena dampaknya yang besar terhadap perekonomian nasional dan kepercayaan masyarakat terhadap industri energi di Indonesia.

  • BPKN Desak Pengusutan Dugaan Oplosan Pertalite-Pertamax

    BPKN Desak Pengusutan Dugaan Oplosan Pertalite-Pertamax

    JABAR EKSPRES – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendesak pengusutan tuntas kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018–2023.

    Dugaan korupsi tersebut, diduga menyebabkan kerugian negara dalam rekayasa ekspor-impor minyak mentah dan merugikan konsumen akibat praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM).

    Ketua BPKN, Mufti Mubarok, mengungkapkan bahwa praktik oplosan ini, jika terbukti benar telah mencederai hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).

    BACA JUGA: Ekonom: Kasus Dugaan Pengoplosan Pertamax di Pertamina Rugikan Masyarakat dan Fiskal

    “Konsumen dijanjikan RON 92 Pertamax dengan harga lebih mahal, tetapi malah mendapatkan RON 90 Pertalite yang kualitasnya lebih rendah,” kata Mufti dalam keterangan tertulis, diterima Jabar Ekspres, Rabu (26/2).

    Menurut Mufti, praktik ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga melanggar hak konsumen untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai barang yang mereka beli.

    “Dalam kasus ini, konsumen menerima informasi yang menyesatkan karena membeli Pertamax, tetapi mendapatkan Pertalite yang lebih rendah kualitasnya,” ujarnya.

    BPKN menegaskan bahwa masyarakat berhak menuntut ganti rugi kepada Pertamina melalui mekanisme gugatan yang diatur dalam perundang-undangan, termasuk melalui gugatan kelompok (class action).

    BACA JUGA: Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kejagung Geledah Rumah Pengusaha Riza Chalid

    Pemerintah dan instansi terkait juga dinilai dapat ikut menggugat mengingat besarnya potensi kerugian dan jumlah konsumen yang terdampak.

    Mufti meminta pihak berwenang menjatuhkan hukuman berat kepada para pelaku jika dugaan ini terbukti. Ia juga mendesak Pertamina untuk bersikap transparan dalam memberikan informasi mengenai kualitas BBM yang dijual serta bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen.

    “Kami juga meminta Pertamina melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan distribusi BBM agar kejadian serupa tidak terulang,” kata dia.

    BPKN pun membuka layanan pengaduan bagi konsumen yang merasa dirugikan.

    “Kami siap memberikan pendampingan dan membantu konsumen memperjuangkan hak-haknya,” pungkasnya. (Muhammad Nizar)

  • 2
                    
                        Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga Kapok dan Bakal Beralih ke SPBU Swasta
                        Megapolitan

    2 Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga Kapok dan Bakal Beralih ke SPBU Swasta Megapolitan

    Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga Kapok dan Bakal Beralih ke SPBU Swasta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Rafi (25), warga Pancoran, Jakarta Selatan, mengaku kapok menggunakan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax usai mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
    Setelah ini, Rafi mengaku tak akan lagi membeli Pertamax. Ia bakal beralih ke SPBU swasta. 
    “Ke depannya kayaknya bakal beli di SPBU swasta aja. Lebih aman dan terjamin, plus secara servis orangnya ramah-ramah. Toh harganya cuma beda beberapa ratus perak aja,” kata Rafi, Rabu (26/2/2025).
    Rafi menghabiskan uang sebesar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 setiap minggu untuk membeli Pertamax di SPBU Pertamina.
    Meski harganya lebih mahal, Rafi rela mengisi kendaraannya dengan Pertamax dengan harapan mendapat bahan bakar lebih berkualitas.
    “Wah kecewa banget sih saya pas dengar (pengoplosan Pertalite jadi Pertamax) ini karena kan sudah rela bayar lebih mahal dengan tujuan buat dapatin kualitas BBM yang baik dan pas, ternyata itu dioplos, kesal banget,” tambah dia.
    Senada, Luthfa (22) juga mengaku bakal beralih ke SPBU swasta pasca-terbongkarnya pengoplosan ini. Dia takut hal serupa bakal terjadi kembali.
    “Kayaknya kalau pengin nyari bensin dengan kualitas serupa Pertamax, mending sekalian ke SPBU lain deh yang udah pasti-pasti,” kata dia.
    Luthfa pun mengaku kecewa dengan pengoplosan tersebut. Pasalnya, dia rela membayar lebih untuk mendapat kualitas bahan bakar lebih baik, namun yang ia dapat tak demikian.
    “Kecewa banget sih, karena kan gue bayar lebih, ya gue
    expect
    kualitas yang lebih jugalah,” tambah dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax.
    Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Minyak Mentah, Akankah Riza Chalid Kembali Lolos dari Jerat Hukum?

    Kasus Minyak Mentah, Akankah Riza Chalid Kembali Lolos dari Jerat Hukum?

    Jakarta, Beritasatu.com – Mohammad Riza Chalid terseret kasus korupsi tata kelola minyak mentah serta produk kilang Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 2018-2023 yang merugikan negara Rp 193,7 triliun. 

    Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menggeledah rumah Riza Chalid dan akan mendalami dugaan keterlibatannya dalam kasus minyak impor mentah tersebut.

    Siapa Riza Chalid?

    Mohammad Riza Chalid atau Reza Chalid dikenal sebagai konglomerat yang memiliki berbagai bisnis usaha, mulai dari ritel mode, kelapa sawit, hingga minyak bumi. 

    Riza disebut sosok yang mendominasi bisnis impor minyak di Indonesia. Ia dijuluki sebagai The Gasoline Godfather atau Saudagar Minyak. Disebut juga sebagai penguasa abadi bisnis minyak di Indonesia.

    Riza Chalid pernah terserat kasus impor minyak mentah Zatapi pada 2008. Tetapi, Bareskrim Polri  menutup pengusutan kasus tersebut dan Riza tak tersentuh hukum.

    Mohammad Riza Chalid – (Istimewa/Twitter)

    Riza Chalid juga terseret kasus papa minta saham dalam proses perpanjangan izin operasi PT Freeport Indonesia yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Namun, kasus yang heboh pada 2015 tersebut tidak jelas ujungnya. Kejagung menghentikan penyelidikan kasus ini pada 2016.

    Belakangan Riza Chalid terseret lagi dalam kasus minyak mentah setelah anaknya Muhammad Kerry Andrianto Riza menjadi tersangka karena diduga turut menerima keuntungan dari skandar korupsi tersebut.

    Kerry Andrianto merupakan pemilik manfaat atau beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa PT Navigator Khatulistiwa yang bertindak sebagai broker atau perantara dalam impor minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

    Selain anak Riza Chalid, enam tersangka lain dalam kasus itu, adalah Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International Sani Dinar Saifuddin, Direktur Utama PT Pertamina Shipping Yoki Firnandi, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa juga Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.

    Menurut Kejagung para tersagka melakukan pengondisian agar bisa mengimpor minyak mentah dan produk kilang Pertamina untuk kebutuhan di Tanah Air. Kemudian mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92.

    Dugaan Keterlibatan Riza Chalid

    Sebagai tindak lanjut penyidikan, Kejagung menggeledah rumah Riza Chalid pada Selasa (25/2/2025). Ada dua titik lokasi penggeledahan disasar penyidik, yakni Plaza Asia lantai 20, dan Jalan Jenggala 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

    Selain rumah Riza Chalid, Kejagung juga sudah menggeledah tujuh lokasi lain. Dari semua penggeledahan tersebut, disita 34 kontainer dokumen, 49 bundel dokumen, dan sejumlah barang bukti elektronik lain termasuk uang senilai Rp 400 juta dalam berbagai pecahan mata uang.

    Kejagung memperlihatkan barang bukti uang yang disita terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023. – (Beritasatu.com/Basudiwa Supraja)

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar belum bisa menjelaskan apakah ada keterlibatan Riza Chalid dalam kasus korupsi minyak mentah Pertamina yang menjerat anaknya sebagai tersangka. Alasannya masih dalam pendalaman.

    “Apakah ada keterlibatan terhadap Mohammad Riza Chalid yang anaknya tadi malam sudah ditetapkan sebagai tersangka, sabar ya, ini kan sedang berproses,” ujar Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan.

    Kejagung sedang mengumpulkan bukti-bukti termasuk membuka peluang untuk memeriksa Riza Chalid. Tetapi, belum dijadwalkan kapan sang raja minyak itu dipanggil untuk diperiksa.

    Riza Chalid Harus Diperiksa

    Koordinator Gerakan Antikorupsi (Gerak) Indonesia Akhiruddin Mahyuddin mengatakan Riza Chalid harus diperiksa oleh Kejagung, karena dugaan keterlibatannya makin kuat setelah rumahnya  digeledah penyidik.

    “Dugaan keterlibatan Riza Chalid indikasinya kuat dengan penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Yang kedua juga penetapan tersangka terhadap anaknya,” kata pria yang akrab disapa Udin ini kepada Beritasatu.com, Rabu (26/2/2025).

    Menurut Udin kasus minyak mentah yang sedang disidik Kejagung merupakan skandal megakorupsi terbesar pada 2025, sehingga wajib diusut tuntas dan siapa pun yang terlibat harus ditindak tegas secara hukum.

  • Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Enggak Malu Ambil Uang Hasil Keringat Rakyat? 
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 Februari 2025

    Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Enggak Malu Ambil Uang Hasil Keringat Rakyat? Megapolitan 26 Februari 2025

    Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Enggak Malu Ambil Uang Hasil Keringat Rakyat?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Putra (35), warga Kebagusan, Jakarta Selatan mempertanyakan moral para tersangka yang terlibat kasus dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
    “Memangnya tidak malu mengambil uang dari hasil keringat rakyat? Giliran sudah jadi tersangka, muka kalian malah lesu,” ujar Putra dengan kesal saat dihubungi
    Kompas.com,
    Rabu (26/2/2025).
    Sebagai pengguna Pertamax selama bertahun-tahun, menurut Putra, kasus pengoplosan ini mencerminkan betapa parahnya kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini.
    Oleh karena itu, Putra menyarankan agar pemerintah pusat bekerja lebih ekstra. Sebab, tanggung jawab sepenuhnya ada di pundak pemerintah.
    “Kasihan masyarakat mulu yang dirugikan. Kaum atas malah ketawa-ketiwi,” kata dia.
    Sementara, Rizky Widyanto (28), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan sudah tujuh tahun menggunakan Pertamax untuk motor Honda PCX miliknya.
    Alasannya, dia ingin membantu negara dengan tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite. Namun, Rizky kecewa begitu mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax.
    Niat baiknya menggunakan bahan bakar berkualitas justru dikhianati oleh para tersangka dalam kasus tersebut yang memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan rakyat.
    “Niatnya mau sadar diri enggak pakai subsidi, bantu negara, eh enggak tahunya begini,” keluh Rizky.
    Rizky pun merasa rugi menggunakan Pertamax sejak 2018 lalu. Padahal, dalam satu pekan dia mengeluarkan uang senilai Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk mengisi bahan bakar.
    “Niatnya (juga) biar lebih enak dan kencang saja nih motor, pakai Pertamax. Eh enggak tahunya sugesti doang,” kata Rizky.
    Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
    Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Kejagung Minta Publik Tak Khawatir, BBM yang Beredar Bukan Hasil Oplosan
                        Nasional

    1 Kejagung Minta Publik Tak Khawatir, BBM yang Beredar Bukan Hasil Oplosan Nasional

    Kejagung Minta Publik Tak Khawatir, BBM yang Beredar Bukan Hasil Oplosan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dengan modus mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi Pertamax terjadi pada 2018-2023.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar memastikan, BBM yang beredar di masyarakat saat ini bukanlah hasil oplosan dan tidak ada kaitannya dengan kasus yang sedang diusut.
    “Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” ujar Harli Siregar saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
    Harli menjelaskan, berdasarkan hasil temuan sementara, Direktur Utama PT
    Pertamina

    Patra Niaga
    Riva Siahaan membeli dan membayar minyak RON 92.
    Namun, minyak yang datang justru jenis RON 90 dan 88.
    “Fakta hukum yang sudah selesai (peristiwanya) bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga itu melakukan pembayaran terhadap pembelian minyak yang RON 92, berdasarkan
    price list
    -nya. Padahal, yang datang itu adalah RON 88 atau 90,” lanjut Harli.
    Saat ini, penyidik juga masih mendalami apakah minyak RON 88 dan RON 90 ini, pada tahun 2018-2023, langsung didistribusikan kepada masyarakat atau tidak.
    “Kami kan harus mengkaji berdasarkan bantuan ahli. Misalnya, kalau yang datang RON 90, RON 90 itu kan Pertalite. Nah, apakah Pertalite ini juga sewaktu diimpor langsung didistribusi?” kata Harli.
    Diberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga telah terjadi pengoplosan Pertamax dengan Pertalite dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Dilansir dari keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-
    blend
     atau dioplos menjadi Pertamax.
    Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah, kemudian dilakukan
    blending
    di Storage/Depo untuk menjadi RON 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir pada Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, empat di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau
    subholding
    Pertamina.
    Keempatnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).
    Sedangkan tiga broker yang menjadi tersangka adalah MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Niat Sadar Diri Tak Pakai Subsidi, Ternyata Negara Begini
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 Februari 2025

    Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Niat Sadar Diri Tak Pakai Subsidi, Ternyata Negara Begini Megapolitan 26 Februari 2025

    Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Niat Sadar Diri Tak Pakai Subsidi, Ternyata Negara Begini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Rizky Widyanto (28), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sudah tujuh tahun menggunakan Pertamax untuk motor Honda PCX miliknya. 
    Alasannya, dia ingin membantu negara dengan tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite.
    Namun, Rizky kecewa begitu mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
    “Niatnya mau sadar diri enggak pakai subsidi, bantu negara, eh enggak tahunya begini,” keluh Rizky saat dihubungi
    Kompas.com,
    Rabu (26/2/2025).
    Rizky pun merasa rugi menggunakan Pertamax sejak 2018. Padahal, dalam satu pekan dia mengeluarkan uang senilai Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk mengisi bahan bakar.
    “Niatnya (juga) biar lebih enak dan kencang saja nih motor, pakai Pertamax. Eh enggak tahunya sugesti doang,” kata Rizky.
    Senada dengan itu, warga Kebagusan, Jakarta Selatan, bernama Putra (35) yang sehari-hari menggunakan Pertamax juga merasa rugi.
    Sebab, ia sengaja mengisi BBM Pertamax dengan harga lebih mahal dengan harapan motornya lebih gesit dan mesin awet.
    “Ini motor diajak jalan kayak kakek umur 80 tahun ke atas, napasnya berat. Marah sih enggak, kecewa juga enggak perlu,” kata Putra.
    “Karena apa yang terjadi hari ini di negara kita cukup menggambarkan separah apa masalah-masalah yang ada di Tanah Air tercinta,” tambah dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
    Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.